Share

SORRY, I’M BUSY.

Penulis: NUR EVA LAILY
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

SORRY, I’M BUSY.

EVA mengambil napas dalam-dalam sembari bersandar di pintu. Ia tidak habis pikir akan menemui Bruce di apartementnya. Dan yang paling menyebalkan adalah ketika pria itu menuduhnya tidur dengan sembarang pria! Apa Bruce tidak tahu kalau dirinya tidak mungkin melakukan hal itu? Jika ayah dan ibunya tahu, mereka berdua tidak akan segan-segan mencabut kebebasannya di dunia modeling dan akan mengurungnya sampai ada seseorang yang meminangnya. Eva meringis membayangkan semua itu. Selama belasan tahun ia bekerja keras demi menjadi dirinya yang sekarang dan ia tidak mau usahanya sia-sia karena ia tidur dengan laki-laki yang baru saja ditemuinya. Astaga, ia tidak sebodoh itu! Siapa pun yang mengenalnya akan langsung menyadari semua itu, tapi memang dasar Bruce. Laki-laki itu tidak pernah mengenal dirinya. Jadi, wajar saja jika Bruce berpikir demikian.

Lama ia berdiri di sana. Setengah hatinya berharap Bruce menggedor pintu dan memaksa masuk untuk meminta maaf. Namun, setengahnya lagi ia berharap semoga pria itu segera pergi dari apartementnya dan meninggalkan dirinya seorang diri. Astaga, cinta memang rumit. Tidak, Eva tidak pernah jatuh cinta dengan Bruce atau bahkan tertarik dengan pria itu. Semua yang pernah mereka lewati hanyalah sebatas kenangan semasa kanak-kanak yang sulit dilupakan. Eva meyakinkan dirinya sendiri kalau ia tidak memiliki perasaan apa-pun terkait pria yang baru saja menuduhnya tidur dengan sembarang laki-laki.

Eva memegangi kepalanya yang sedikit pening. Kurang tidur adalah alasan terbesar kepalanya menjadi sangat berat dan ia menyadari semua itu. Ponselnya yang tergeletak di atas nakas berdering nyaring. Eva segera membawa kedua kakinya menuju benda tersebut dan melihat siapa yang menghubunginya. Payton, asisten pribadinya. Ia mengusap layar pada ponselnya, “Hallo…” katanya dengan nada frustasi.

“Kemana saja kau? Aku menghubungimu sejak semalam!” gerutu Payton dari seberang.

“Apa aku melewatkan sesuatu?” tanyanya sembari mendaratkan pantat di atas kasur.

Payton terdengar mendesah kecewa. “Tidak ada yang kau lewatkan sama sekali. Hanya saja, kurasa kau melewatkanku.”

“Payton, jangan berbelit-belit. Aku sama sekali tidak tahu maksudmu.” Katanya kesal.

“Kau tidak mengatakan padaku akan menikah dengan Smith? Kenapa kau menyembunyikan semua itu dariku? Apa aku melakukan kesalahan besar yang membuatmu jijik padaku? Atau-“

“Tunggu,” potong Eva cepat. “Jangan menuduhku sembarangan!” katanya pada sang asisten.

“Aku?” Payton tertawa miris mendengar ucapannya. “Aku tidak menuduhmu sembarangan, Sayang. Jadi, apa yang kulihat di laman berita online itu salah? Apa yang membuat media membicarakanmu dengan Mr. Smith? Api tidak akan berkobar jika tidak ada yang menyulutnya. Setidaknya itulah yang kutahu.”

Payton benar, sangat benar. Jika Bruce tidak mengatakan kepada wartawan mengenai pernikahan mereka, mungkin saat ini media tidak akan memberitakan tentang hubungannya mereka. Sayang, si bodoh Bruce semalam membuat pengakuan yang sama sekali tidak masuk akal. “Apa kau bisa datang ke tempatku sekarang? Kita harus bicara.” Katanya pada akhirnya.

“Tentu saja.” Ucap Payton lebih ramah.

“Baiklah. Aku menuggumu.”

“Okay.”

Eva hendak menutup telepon saat tiba-tiba Payton menahannya. “Tunggu, sebelum kau mengakhiri panggilan ini. Tolong buka pintunya karena aku sudah di depan pintumu.”

“Ha?” katanya spontan karena masih belum mengerti apa yang asistennya itu katakan.

“Buka pintunya, Sayang.”

Dengan perasaan bingung, Eva membawa kedua kakinya menuju pintu. Ia lalu membuka pintu tersebut dan mendapati asistennya berdiri di depan pintu. “Apa yang kaulakukan di sini?” tanyanya ketus.

“Kau memintaku kemari, ingat?”

“Aku tahu, tapi kupikir tidak secepat itu. Masuklah!” titahnya.

Payton meletakkan tas tangannya di atas sofa dan berjalan menuju dapur tanpa perlu diminta. Ia lalu mengambil segelas air dan meneguknya hingga tandas, Eva mengawasinya dari ruang tamu.

Selama sesaat, keduanya hanya diam. Eva tidak suka topic pembahasan mereka kali ini, sedangkan Payton, ia juga tidak suka Eva menyembunyikan apa pun darinya. “Jadi…” ucap Payton sembari bersandar di tembok dan menyilangkan kedua tangan di depan dada layaknya bos besar. Astaga, di sini Eva bosnya. Bukan Payton.

“Semalam aku terjebak di pesta. Sean dan Stella pergi meninggalkan pesta… kau tahu apa yang mereka lakukan. Lalu Gale tiba-tiba datang, mencoba mendekatiku. Aku tidak tahu darimana datangnya Bruce, tapi dia ada di sana dan yah, menyelamatkanku dari Gale. Kau tahu Gale bukan tipeku.”

Payton menaikkan sebelah alisnya. “Gale bukan tipemu? Kurasa sejauh ini kau belum pernah mengatakan padaku tipe laki-laki yang kausukai. Dan Gale jelas tidak masuk dalam tipe apa pun.”

“Aku tahu.” Eva mengambil napas dalam-dalam. “Tolong jangan ingatkan aku tentang apa pun yang berkaitan dengan laki-laki.”

“Baiklah kalau begitu, bagaimana dengan Bruce Smith? Bagaimana kejadiannya sampai media berasumsi kalian akan menikah?”

“Bruce menyelamatkanku dari Gale lalu dia mengantarku ke ruang ganti dan saat kami keluar, wartawan sudah menunggu kami. Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya.” Ucap Eva kesal.

Payton melangkah mendekati Eva. “Kau yakin hanya itu?”

“Tidak.” Eva berjalan menuju sofa dan duduk manis di sana, diikuti Payton. “Setelah kami keluar, Bruce mengatakan kalau aku dan dia akan segera menikah. Kau tahu hal itu memicu gossip yang tidak sedap.”

Untuk sesaat, Payton hanya bisa menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Sedikit-banyak ia tahu apa yang dialami oleh Eva, tetapi ia tidak bisa menyimpulkan begitu saja. “Tapi, apa dia punya perasaan lebih padamu?”

Eva mengedikkan bahu. “Entah. Aku juga tidak tahu. Kalau aku sendiri sudah pasti tidak.”

“Hati-hati,” peringat Payton. “Jangan asal menyimpulkan sesuatu hanya karena kau tidak menyukainya. Saat ini kau mungkin tidak melikiki perasaan apa pun pada Bruce. Tapi besok? Siapa yang tahu.”

“Besok aku juga tidak akan jatuh cinta padamu.”

“Percaya diri seperti biasa.”

“Itulah aku!” tegas Eva.

Payton mengangguk-anggukan kepalanya. Ia menekan tombol kecil di atas meja dan sedetik kemudian sebuah televisi turun dari langit-langit ruang tamu. Kamar Eva memang dilengkapi teknologi super canggih yang hanya dimiliki wanita itu. Semua teknologi tersebut didesain khusus untuknya, hadiah dari kedua orangtunya Eva saat ia pertama kali pindah ke apartement tersebut. “Kita lihat apakah ada perkembangan berita terbaru mengenai hubunganmu dengan Bruce di media.”

Eva hanya mengangguk setuju. Ia memusatkan pandangannya pada layar televisi yang cukup besar di hadapan mereka. Setelah mengganti beberapa saluran televisi, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan penampakan… “Bruce?” ucapnya tidak percaya. “Apa itu benar-benar Bruce?” ia menoleh pada Payton yang juga tampak terkejut.

Payton mengangguk samar, keningnya mengkerut seiring dengan wajah yang cukup familiar selama beberapa jam terkahir ini. “Dengar apa yang dia katakan.” Katanya pada Eva.

Persiapan pernikahan kami sudah hampir 80%. Untuk hari dan tanggalnya masih menjadi rahasia. Begitu juga dengan tempat resepsinyai.” Ucap Bruce penuh percaya diri.

“Lihat, Payton! Dia hanya mengada-ada!” seru Eva dengan nada tinggi.

“Kau tidak tahu tentang hal ini?” tanya Payton ragu.

“Demi Tuhan aku sama sekali tidak tahu. Bruce hanya mengada-ada! Aku bahkan tidak pernah mengatakan akan menikah dengannya!”

Kapan tepatnya hubungan kalian dimulai?” tanya salah satu wartawan.

Bruce melempar senyum penuh dosa ke arah wartawan tersebut. “Orangtua kami bersahabat sebelum mereka menikah dan kebetulan kami sudah sering bersama sejak masih anak-anak. Aku tidak begitu ingat kapan tepatnya hubungan ini dimulai. Entah saat aku dan Eva masih bayi atau setelah kita beranjak remaja. Satu hal yang pasti, hubungan kami sudah beranjak menjadi fase yang lebih serius.” Terangnya panjang lebar.

Apakah semalam Anda menginap di sini?” tanya wartawan lain.

Bruce mengedikkan bahu dengan entengnya. “Seperti yang kalian lihat.” Jawabnya ringan.

Detik itu juga, Eva dan Payton menyadari satu hal. Bruce dan semua wartawan itu ada di area apartmentnya. Keduanya lalu beranjak dari kursi dan berjalan menuju jendela yang langsung mengarah di bawah. Mereka melongok ke bawah dan mendapati Bruce bersama para wartawan yang tadi menunggunya. “Dia masih di sana?” tanyanya pada Payton.

“Aku sempat melihat wartawan itu sekilas. Tapi aku sama sekali tidak menyangka kalau Bruce berani berbuat senekat itu.”

“Ayo kita lihat lebih dekat.” Eva beralih menuju balkon, berdiri sambil mengamati Bruce lebih dekat, diikuti Payton. “Astaga, kenapa tidak terpikirkan olehku!”

“Ada apa?” tanya Payton penasaran.

“Para wartawan itu tidak akan tinggal diam sebelum mereka mendapatkan informasi tentang kami. Semalam Bruce memang menginap di sini. Dan saat aku mengusirnya pergi, aku tidak memikirkan tentang para wartawan itu. Astaga, bodohnya aku!” gerutunya pada diri sendiri.

“Bruce? Menginap di sini? Tunggu, kalian-“

“Tidak.” potong Eva cepat. “Begini kronologinya. Bruce mengantarku pulang dan aku memintanya untuk menurunkanku di club. Aku berbohong padanya dan mengatakan kalau club itu adalah apartement teman Ava. Dia percaya begitu saja. Kau tidak tahu betapa kunonya Bruce. Setelah itu, aku pulang bersama seorang laki-laki bernama Alex. Ini pertama kalinya aku bertemu pria tersebut dan aku menginap di hotelnya. Jadi, Bruce tidur di sini sendiri dan aku tidur di hotel Alex.”

“Kau tidur dengan Alex?” tanya Payton penasaran.

Eva memutar bola matanya. Jika ia tidak menjawab pertanyaan Payton  satu per satu, asistennya itu tidak akan berhenti bertanya. “Tidak. Aku tidur di ranjang dan Alex di sofa. Kami tidak melakukan apa pun seperti yang kaupikirkan.”

“Oh, begitu.” Ucap Payton sembari mengangguk-anggukan kepala. “Jadi semalam kau tidak tidur dengan Bruce maupun Alex?”

“Tidak. Nah, kenapa sekarang si bodoh Bruce itu justru menyebar hoax dan berkata yang tidak-tidak?” tanpa ia sadari, Eva menunjuk ke kerumunan di bawah mereka, tepatnya ke hadapan Bruce dan para wartawan yang tengah berkumpul dan sedang membicarakan dirinya. Sebelum kesadarannya benar-benar pulih, tiba-tiba ia mendengar sorakan dari bawah. Ia menjatuhkan pandangan pada sorakan tersebut dan mendapati Bruce tengah tersenyum penuh dosa ke arahnya. “Sial!” gumamnya lebih kepada diri sendiri.

“Lambaikan tanganmu!” titah Payton.

“Apa?” tanyanya seraya menatap Payton penuh tanda tanya.

“Pencitraan, Eva. Kau tidak mau melihat mereka berpikir kau adalah salah satu publik figure yang sombong, bukan?”

“Astaga! Menyebalkan sekali!” gerutunya sambil melambaikan tangan ke bawah. “Sekarang apalagi?”

“Tunggu sebentar lagi. Kurasa Bruce ingin mengucapkan sesuatu.” Payton kembali melihat ke bawah. Kali ini mereka hanya melihat Bruce melambaikan tangan dan melempar sebuah ciuman yang ditunjukkan untuk Eva.

“Astaga, aku mau muntah rasanya.”

“Kau boleh berkata apa pun sesuka hatimu. Mereka yang tengah berada di bawah tidak akan mendengar kita.”

“Aku tahu…” ucap Eva sembari memutar bola matanya. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Lambaikan tanganmu pada Bruce dan media lalu setelah itu kita masuk.”

“Baiklah.” Eva menuruti perkataan asisten pribadinya. Setelah melakukan hal itu, ia lalu kembali ke dalam unit apartementnya bersama Payton. Sesampainya mereka di dalam, ia mendengar ponselnya meraung, itu artinya ada panggilan telepon dari seseorang.

Eva dan Payton berlajan menghampiri benda pipih tersebut. Hal pertama yang mereka lihat di layar ponsel Eva adalah nama yang tak asing untuk keduanya. “Dad…” gumam Eva.

Sebelum memutuskan apakah ia akan menerima panggilan tersebut atau tidak, tiba-tiba ponsel Payton ikut berdering keras. Wanita itu bergegas mengambil ponselnya di atas nakas dan melihat siapa yang menghubunginya. “Ava.” Katanya sambil melempar tatapan ngeri ke arah Eva.

“Mereka pasti bertanya-tanya mengenai kabar pernikahanku dan Bruce.” Eva melempar kembali ponselnya ke sofa. “Jangan, Payton! Jangan diangkat!” katanya sambil mondar-mandir di ruang tamu. “Astaga, apa yang harus kulakukan! Bruce! Si bodoh itu benar-benar membuatku muak!”

“Tapi kita tidak bisa mengabaikan mereka terus-menerus.” Ucap Payton yang kini mulai panik. “Media, pers, teman-teman dan keluargamu butuh klarifikasi. Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Kalau kau bertanya padaku, lantas aku harus bertanya pada siapa, hah!” bentaknya. “Aku juga tidak tahu bagaimana cara menghadapi situasi ini! Kenapa juga Bruce harus mengarang berita murahan seperti itu!”

Sama seperti Eva, Payton juga ikut merasakan kecemasan akibat ulah Bruce. Ia ikut mondar-mandir di ruangan tersebut untuk beberapa lama hingga keduanya bertabrakan dan otomatis jatuh di atas lantai bersamaaan. “Astaga, Payton! Apa yang kaulakukan!”

“Aku… panik!” serunya sambil berdiri. Ia lalu mengulurkan tangan dan membantu Eva berdiri. “Apa yang harus kita lakukan sekarang.”

“Entah!” ucap Eva ketus. Ia melihat ponselnya berdering lagi dan menghampirinya. Kali ini sebuah nomor baru yang tidak disimpan di ponselnya tetapi ia masih ingat betul pemilik nomor telephon tersebut. Bruce.

“Siapa?” tanya Payton saat melihat ekspresi Eva mengeras.

“Bruce.” katanya kesal. Keduanya hanya memandangi ponsel Eva hingga deringnya berakhir. “Menurutmu, apa yang dia rencanakan?”

“Aku tidak tahu.” Payton mengedikkan bahunya. “Tapi kita tidak boleh kalah begitu saja.”

“Apa kau puya rencana?”

“Tidak.” jawab Payton polos.

Eva menepuk jidatnya. “Kalau kita tidak punya rencana, bagaimana kita akan menghadapinya?”

Hening. Payton hanya bisa menggeleng sambil tersenyum tipis. Ia tidak punya ide sama sekali. “Bagaimana kalau kau menghubungi Bruce dan bertanya apa tujuannya melakukan semua ini.”

“Itukah yang kaupikirkan?”

Payton mengangguk. “Ya. Kita harus tahu modus Bruce melakukan semua ini lalu kita bisa mengambil tindakan.”

Eva kembali memikirkan kata-kata Payton. Ia tidak punya pilihan bagus saat ini. Dan sepertinya ide Payton boleh dicoba. “Baiklah. Aku akan menghubunginya sekarang. Semoga panggilan ini tidak berakhir bencana.”

“Amiin.” Payton hanya bisa meringis saat mengucapkannya. Ia melihat Eva mengambil ponselnya dan menekan nomor Bruce. Setelah sesaat, panggilan tersambung.

“Hallo, Bruce. Kurasa kita perlu bicara.”

“Hallo, Eva. Maaf aku sibuk.”

Dan panggilan terputus… Tut… tut… tut…

Bab terkait

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS    MY REVENGE!

    MY REVENGE!MALAM harinya Eva dan Payton masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponsel mereka dan meminta orang-orang jangan terlalu banyak berasumsi mengenai hubungan Eva dan Bruce. Saat ini, mereka berdua masih tidak tahu apa maksud Bruce mengatakan semua itu kepada media. Karena itulah mereka tidak mau gegabah mengambil keputusan. Eva mengesampingkan egonya untuk tidak menyanggah berita tersebut meski sebenarnya ia ingin sekali melakukannya. Setelah Bruce menyelesaikan wawancaranya dengan media di depan apartement Eva pagi ini, pria itu sama sekali tidak mau menerima panggilannya dan justru memblokir nomornya. Hal itu membuat keduanya frustasi.“Eva, ayahmu menghubungiku lagi!” seru Payton dari dapur. Malam ini mereka terpaksa memasak sendiri dan menikmati makanan yang tersisa di kulkas Eva. Rasanya 2x24 jam tidak akan cukup untuk membalas semua pesan dan panggilan yang masuk. Payton juga terpaksa menjadwal ulang pemot

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS    DATE!

    DATE!BRUCE tersenyum puas saat menatap ponselnya. Selama ini tidak ada yang pernah membuat dirinya merasa bahagia seperti sekarang. Akhirnya, setelah tiga hari memutus komunikasi dengan Eva, ia kembali membuka blokir nomor wanita itu. Yang terjadi sebenarnya adalah Bruce tidak benar-benar memblokir nomor Eva. Ia selalu bisa menerima panggilan atau pesan apa pun yang Eva kirim kepadanya. Ia meminta Romeo mengakali ponsel dan nomornya. Semua itu mudah dilakukan di tangan yang tepat. Ia hanya ingin memberi pelajaran pada Eva. Ini satu-satunya yang ia punya untuk membawa gadis itu kembali ke kehidupannya.Ia selalu menganggap pesan-pesan yang dikirim Eva adalah sebuah hiburan yang sangat menarik di tengah kesibukannya bekerja. Eva yang merengek dengan cara elegan membuatnya ingin tertawa dan tersanjung di saat yang bersamaan. Meski begitu, masih ada yang mengganjal di benaknya. Bruce masih tidak bisa mengenyahkan bayang-bayang laki-laki yang tempo hari tidu

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS    LIKE IT USED TO BE.

    LIKE IT USED TO BE.BERENDAM adalah salah satu hal kesukaan Eva. Dengan aroma mawar dari buble bath, air hangat yang menyapu seluruh tubuhnya dan segelas wine serta alunan musik dengan ditemani pemandangan langit cerah serta bintang-bintang dan bulan yang seolah tengah bercengkerama melengkapi kebahagiaannya malam ini. Tentunya, setelah kencan pertamanya dengan Alex. Kencan yang datang tanpa sebuah rencana besar. Sekali lagi, senyumnya mengembang membayangkan betapa pria itu… sangat sempurna.Alex. Pria dengan perawakan tinggi, rambut gelap sempurna, hidung layaknya perosotan dan tubuh kekar seperti Dewa Romawi. Eva merasa senang saat berada di dekat pria itu. Apalagi, Alex yang datang dari negeri antah berantah sepertinya belum menyadari siapa dirinya. Itu artinya, mereka memang dipertemukan karena sesuatu. Ia sama sekali tidak mengenal Alex dan begitu juga dengan pria itu. Alex datang bukan karena na

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS   THE PANTIES.

    THE PANTIES.EVA membuka matanya perlahan saat merasakan sesuatu yang cukup berat menindih perutnya. Ia menggerakkan tangannya untuk menyentuh benda itu dan saat kedua matanya benar-benar terbuka, betapa terkejutnya ia mendapati laki-laki yang sangat dibencinya tengah memeluknya begitu erat. Tanpa banyak bicara, Eva beringsut menjauh dari Bruce, ia lupa tentang kejadian semalam. Satu hal yang pasti, instingnya selalu mengatakan ia harus menjaga jarak dari pria bernama Bruce Spencer Smith-pria yang selalu membuat harinya buruk.“Hai, ada apa?” Bruce menahan dirinya, berkata dengan nada paling lembut yang pernah ia dengar. Di satu sisi, Eva merasa saat ini ia tengah benar-benar bermimpi. Jarang sekali ia mendengar Bruce berkata selembut itu. Namun, sinar mentari yang menerobos masuk melalui kaca jendela kamarnyaa mengingatkan Eva kalau saat ini ia sedang tidak dalam keadaan tidur. “Aku tahu kau marah padaku. Tapi tolong

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS   A DEAL.

    A DEAL.“KITA HARUS BICARA”. Tiga kata itulah yang Eva ingat sejak pertama kali Bruce mengacaukan hidupnya. Bruce masih berdiri di belakangnya, memandangi dirinya yang tengah memilih baju mana yang akan ia pakai siang ini. “Bruce, tolong beri aku waktu lima menit untuk memakai baju. Setelah itu kita bisa bicara.” Pintanya pada pria paling mneyebalkan yang pernah Eva temui.Bruce mengedikkan bahu. Eva sempat berpikir kalau Bruce akan menolak mentah-mentah permintaan itu. Sampai pria itu berbalik sambil berkata, “Baiklah. Aku akan mandi dulu kalau begitu. Aku tunggu di kamarmu untuk sarapan bersama.”Sepeninggal Bruce, Eva segera mengambil sepasang Victoria Secreet yang tergantung rapi di rak-rak khusus pakaian dalam. Hari ini ia memilih warna hitam. Kebanyakan laki-laki menyukai warna itu. Dan meskipun Bruce tidak melihat pakaian dalamya, Eva merasa Bruc

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS   SECRET RELATIONSHIP.

    SECRET RELATIONSHIP.ALEX. Ulang Bruce di benaknya. Ternyata, itulah nama pria itu. Alex. Bruce kembali mengucapkan satu kata itu, kali ini sambil memejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam. Tenang, Bruce. Tenang. Hanya pria biasa yang sedang mencoba menarik perhatian Eva. Seperti pria-pria sebelumnya. Pria-pria pada umumnya yang memuji gadismu. Ini bukan apa-apa, jangan terlalu dipikirkan.“Bruce, apa kau baik-baik saja?” tanya Eva dengan suara rendah.Jawaban yang sebenarnya adalah, Bruce sedang tidak baik-baik saja. Setelah mendengar nama itu, rasanya Bruce ingin sekali meledakkan sesuatu. Atau mengirim seekor gajah ke antariksa lalu meluncurkan gajah itu tepat di atas kepala pria bernama Alex yang dengan lancang mengencani gadisnya. Namun, demi mendapatkan simpati dari Eva, ia pura-pura bersikap bijak. Ah, sungguh usahanya kali ini tidak boleh berakhir sia-sia. Bruce berdeham, “Ya, aku baik-baik saja.&

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS   SHORT MESSAGE.

    SHORT MESSAGE.PAYTON melipat kedua tangan di depan dada sembari meamndangi Eva dengan rambut kusutnya. Ini seperti introgasi yang biasa dilakukan oleh seorang polisi kepada salah satu tersangka kasus… pembunuhan. Lebih tepatnya, pembunuhan yang melibatkan harga diri Payton. Saat ini, ia sedang berperan menjadi polisi baik. Tidak ada siksaan untuk Eva dan itu bagus untuk mereka berdua. “Jadi…”“Payton,” Eva memutar bola matanya untuk kedua kalinya. “Ini sama sekali tidak seperti yang kaubayangkan.”“Seseorang menginap di sini dan kau masih bisa bilang ini semua tidak seperti yang kubayangkan? Coba jelaskan.”Eva menghela napas. Di antara dirinya dan Payton, memang nyaris tidak ada batasan. Ia menganggap Payton sebagai teman baik, Payton juga mengetahui tentang rahasia-rahasianya. Mereka mempercayai satu sama lain, wajar jika saat ini Payton ingin tahu apa yang

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS    TWINS.

    TWINS.ALEX membaca pesan yang dikirim oleh Eva. Ujung bibirnya terangkat sedemikian rupa hingga membentuk sebuah senyum simpul. Di sisinya, Volta menepuk bahunya dengan cukup keras dan nyaris membuat ponselnya terjatuh. Malam ini, hanya ada dirinya dan Volta yang pergi ke club untuk menghibur diri. Delta sudah mendapatkan apa yang dia mau. Kemungkinan besar kebersamaan mereka akan berkurang drastis. Alex memahami semua itu, pun dengan Volta.“Katakan padaku siapa yang bisa menciptakan senyum sebodoh itu di wajahmu.” Ujar Volta lengkap dengan nada penuh ejekan di dalamnya. “Apa gadis itu cantik? Kau tentu mau berbagi denganku, kan?”Alex menyingkirkan lengan Volta yang bertengger di bahunya. “Sangat cantik. Kau tentu tidak akan mempercayainya. Dia seperti… Dewi.”“Astaga! Volta menutup mulut dengan kedua tangan. “Alex, apa kau sedang mabuk?”Alex menggele

Bab terbaru

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS    A PRANK.

    A PRANK.BRUCE masih menggenggam erat tangan Eva saat mereka hampir sampai di townhouse. Yang akan mereka hadapi setelah ini bukanlah sesuatu yang mudah. Saat ini hubungan keduanya bukan hanya tentang Peri Hutan dan Pangeran Pongky. Lebih dari itu, ada keluarga yang setia memisahkan mereka Bruce dan Eva dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah perjodohan. Tenggorokan Bruce tercekat mengingat fakta itu. Ia masih tidak percaya di era seperti sekarang masih saja ada orangtua kolot seperti ayah dan ibunya. Benar-benar menyebalkan!Eva beringsut dari duduknya. “Kau melamun.” Gumam wanita itu.Antara iya dan tidak. Bruce tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari sosok yang amat sangat ia puja di sisinya. Namun di sisi lain, ia juga memikirkan perjodohan sialan itu. Haruskah ia mengatakan kepada Eva apa yang sebenarnya direncakan oleh keluarganya?“Pongky…” Eva memaksa

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS    OUR PARENTS.

    OUR PARENTS.BRUCE menatap gadis anggun berambut pirang yang saat ini duduk di atas punggung Romeo. Dia, Eva dan Romeo sama-sama tidak percaya kalau kemenangan mereka ternyata hanya akan bertahan beberapa menit saja. Semula Bruce yakin bisa membawa Andrew kembali ke rumahnya di New York dan mempermalukan pria itu. Atau bahkan menyiksa Andrew sebelum mengembalikan pria itu kepada keluarganya. Sayang, sepertinya kali ini Dewi Fortuna tidak memihak kelompoknya. Terlebih saat gadis itu berkata, “Aku telah membunuh Christoper. Kurasa melenyapkannya tidak akan butuh waktu lama. Aku hanya perlu menarik pelatuk ini dan… kalian semua tahu apa yang akan terjadi.”Pernyataan yang terlalu terang-terangan itu menimbulkan kepanikan yang cukup besar di dalam kepala Bruce. Jika memang itu yang terjadi, dan sepertinya ucapan gadis itu bukanlah sebuah kebohongan. Gadis tanpa itu berkata jujur, terlihat dari keyakin

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS   LADY OF THE WOODS.

    LADY OF THE WOODS.ROMEO menepuk pundak Bruce dan meremasnya. Sebagai sahabat yang baik, ia ingin memberi sedikit kekuatan pada pria itu. Keduanya telah gagal menyelamatkan Eva. Bruce terduduk sambil menangis tersedu. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain meratapi kepergian Eva. Di tengah isak tangis Bruce, tiba-tiba terdengar suara jeritan. Keduanya langsung waspada. Bruce bangkit hanya untuk mendengar sekali lagi apakah dia salah dengar atau itu hanya imajinasinya semata.“Aku mendengarnya, Bruce. Kurasa orang itu membawa Eva ke dalam hutan.” Romeo berkata dengan amarah yang tersirat dalam suara pria itu. “Sebaiknya kita menyusu mereka.”“Kau yakin?” Bruce bangkit, pria itu menyeka air matanya.“Apakah menurutmu jeritan itu bukan pertanda kalau Eva sedang memberi kita kode agar kita bisa menemukannya?” tanya Rome

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS    HOPELESS.

    HOPELESS.BRUCE melihat mobil Christoper keluar dari pintu gerbang istana. Ia segera memberi kode kepada Romeo untuk mengikuti Christoper sebelum pria itu bersembunyi dan menunggu Eva. Setelah berhasil mengejar sang dokter muda, Romeo menghentikan mobilnya tepat di sisi Christoper. “Aku akan turun dan menemuinya.”Romeo mengangguk dan mengawasi Bruce dari kejauhan. Bagaimana pun, mereka berdua tidak tahu apakah Christoper layak di jadikan teman atau tidak.Perlahan, Bruce mengetuk jendela mobil Christoper. Ia menunggu beberapa saat hingga pria itu bersedia membuka jendelan untuknya. “Hai,” sapa Bruce.Sebelah alis Christoper terangkat, tak lama setelah itu ia membuka mulut. “Maaf, ada yang bisa kubantu?”“Tentu. Bisa kita bicara?” pinta Bruce. “Kau tidak perlu turun dari mobil dan perlu kujelaskan kalau aku tidak berniat buruk padamu.”

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS    CHRISTOPER.

    CHRISTOPER.ANDREW melangkah keluar dari mobil dengan menggendong Eva ala bridal style. Ia menatap wajah damai gadis itu, ujung bibirnya terangkat mendapati keberadaan mereka di Glamis Castle. Mereka hanya perlu melangkah lebih dalam ke kastil tersebut, mengeluarkan microchip dan semuanya selesai. Perang yang sudah ia mulai sejak berhari-hari yang lalu akhirnya dimenangkan oleh dirinya berkat Julliet dan ayah mereka. Tiba-tiba ia rasa sayang terhadap keluarganya meningkat dua kali lipat. Dalam hati Andrew berjanji tidak akan mengabaikan keluarganya lagi setelah ini.“Sebaiknya kita masuk sekarang.” Suara Julliet memaksa Andrew keluar dari lamunannya.Andrew mendongak, menatap adiknya penuh penghargaan. “Baiklah.” Ujarnya parau. Ia lalu membawa kedua kakinya menuju bangunan kastil tua itu. Sekilas Andrew melihat batapa indahnya Glamis Castle. Tamannya yang hijau dan luas mem

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS   THE GLAMIS CASTLE.

    THE GLAMIS CASTLE.BRUCE mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya memutuskan untuk bangkit. Kepalanya yang masih berdenyut membuat ia nyaris tersungkur. Untungnya seseorang membantunya bangkit sebelum ia tubuhnya benar-benar ambruk ke lantai. “Astaga, apa yang kau lakukan di sini!” gerutu sebuah suara yang sangat dikenali oleh Bruce.Ujung bibir Bruce terangkat hingga membentuk sebuah senyuman getir. “Apa yang kaulakukan di sini?” bisiknya pada Romeo.Romeo mendesah sembari membantu Bruce berdiri dengan baik. “Mencarimu, memmastikan kau baik-baik saja. Kau pikir apa? Aku tahu sesuatu padamu.”“Aku tertidur, Romeo. Tidak ada yang terjadi padaku.”“Kau pingsan.” Ralat Romeo. “Kita tidak perlu berbisik-bisik. Tidak aka nada yang mendengar kita di sini.”Bruce melihat sekeliling, mereka berada di tengah salah satu sudut kastil yang dibungkus

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS    ESCAPE PLAN.

    ESCAPE PLAN.BRUCE mengambil napas dalam-dalam saat mobil yang dikendarai oleh Huxley menepi. Keduanya turun untuk membeli tiket seperti pengunjung lain. Sialnya, antrian cukup panjang sehingga memaksa Bruce dan Huxley untuk berlama-lama berdiri bersama orang-orang yang penasaran dengan tempat bersejarah tersebut. “Apa kau yakin dengan rencana ini?” tanya Huxley yang kulitnya mulai memerah akibat sengatan matahari.“Kita mungkin tidak bisa menemukan Eva sekarang, tapi setidaknya kita tahu seperti apa tempat dia disekap.” Sahut Bruce acuh.Siang itu pertama kalinya Bruce pergi ke sebuah tempat yang cukup ramai hanya berdua dengan Huxley. Sepanjang hidupnya, ia selalu berada di bawah bayang-bayang bodyguard yang dipekerjakan sang ayah untuk menjaganya. Situasi yang terbilang baru dan berbahaya ini memicu adrenalinnya. Jika biasasanya dia hanya perlu memerintah jika menginginkan sesuat

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS   THE EDINBURGH CASTLE.

    THE EDINBURGH CASTLE.ANDREW menemui Julliet pada pagi harinya saat Eva belum membuka mata. Ia perlu berbicara dengan sang adik perihal kedatangan mereka berdua ke Kastil Edinburgh. Apakah ada yang curiga dengan kehadiran Andrew yang tiba-tiba atau tidak ada satu pun yang peduli padanya. Meskipun rasanya semua itu mustahil mengingat betapa terkenalnya dirinya. Saat tiba di kamar sang adik yang sedikit nyeleneh, Andrew melihat gadis itu masih sibuk dengan berbagai macam computer di ruang kerjanya. Julliet memang terbilang gadis yang cukup unik, jika orang lain menyibukkan diri mereka dengan berbelanja barang-barang mewan, berbeda sekali dengan adiknya yang satu ini.“Ada masalah?” tanya Andrew saat tiba di sisi adiknya.“Aku masih harus memastikan kalau mereka tidak menemukan lokasi kita. Benda kecil pengintai itu tidak lagi bisa kuretas. Ternyata, kemarin hanyalah sebuah keberuntungan bel

  • CURSED BY THE DEMON PRINCESS    JULLIET.

    JULLIET.ANDREW hanya bisa melihat kepergian Eva dan pria yang ia ketahui bernama Bruce. Ia menatap geram mereka berdua. Beraninya Bruce mempermalukan dirinya. Beraninya pria itu membawa kabur wanita yang sangat diinginkannya itu. Andrew meninju tembok dengan kepalan tangan yang cukup kuat. Seandainya saja ia punya kekuatan super, tembok dan seluruh gedung itu pasti sudah runtuh dalam sekali pukulan. Sayang, dia bukanlah Thor yang bisa menghancurkan gedung pencakar langit hanya dengan satu pukulan dari palunya.Segera setelah punggung mereka berdua menghilang, ia bergegas kembali ke rumah. Keinginannya untuk menghabiskan satu malam penuh dengan Eva telah kandas, ia membutuhkan pelampiasan untuk menyalurkan hasrat yang sejak beberapa saat lalu menderanya. Andrew mengambil ponsel lalu menghubungi Sabrina, seorang model papan atas yang entah berapa kali tidur dengannya. Mereka memang kerap menghabiskan malam hanya untuk bers

DMCA.com Protection Status