Jam 10:00 pagi, Acin sudah datang dari tempat kerjanya. Dia langsung mendatangi dan menyapaku "Pagi Kak Ayaa, lagi bikin apa?" Tanya Acin kepada ku.
"Duduk-duduk aja ini Cin, sambil minum teh." Jawabku.
"Ohya Kak Aya, gimana kalau aku temenin Kak Aya ke Permandian Air Panas Lejja? Sekalian buat bahan cerita Kakak kalau sudah balik kalau Kakak pernah juga ke Permandian Lejja!" Kata Acin memberiku usul.
"Yang bener kamu Cin? Aku sih mau banget lihat kesana Cin!" Kataku berharap bisa ke Permandian Air Panas itu.
"Kalau Kakak mau kesana aku siap ngantar kok, tapi tunggu setengah jam aku mandi dulu yah!" Kata Acin lagi.
"Okey Cin, aku tunggu yah!" Seruku kepada Acin yang langsung bergegas untuk mandi.
Aku mencari Lenny di kamar Papanya dan mengutamakan niatku untuk pergi ke Permandian Air Panas Lejja. "Lenny, boleh nggak aku ke Permandian Air Panas Lejja? Acin barusan bilang dia mau nganterin kalau aku mau kesana!" Kataku kep
Setelah membayar Karcis, kami kemudian masuk dan menuju ke tempat permandian nya. Acin menunjuk sebuah Kolam yang uap nya menggepul- gepul menandakan suhunya yang lumayan panas "Uap Air yang lumayan panas ."Kolam yang itu Kak, saking panasnya kolam tersebut bahkan bisa di gunakan untuk merebus telur karena suhunya yang 60 derajat Celcius!" Kata Acin menunjuk sebuah kolam. "Ah nggak usah kesitu Cin, panas banget. Kita ke kolam yang panasnya sedang aja," Ajakku ke Acin. "Ayuh yang disana Kak, disana bisa berendam bahkan berenang!" Kata Acin dan kami pun menuju kesana. Aku benar-benar ingin menikmati hangatnya uap air panas Lejja yang tersohor ini. Aku pun ke kamar ganti pakaian setelah itu turun ke kolam yang bersuhu tidak terlalu panas tersebut. Byurrr.. Aku menceburkan diriku di Kolam air hangat tersebut, hawa belerang menerpa hidungku, konon karena air yang mempunyai kandungan belerang inilah yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit k
"Waalaikum salam" jawab Papa Lenny berbarengan dengan Acin. "Om, Aya pamit yah Om, Acin makasih yah sudah nemenin Kak Aya jalan-jalan" Kataku sambil menyalami Papa Lenny dan Acin. Kemudian kami bergegas naik ke atas mobil dan segera melaju menuju Kota Makassar. Jalur yang ditempuh seperti jalur kemarin yaitu kami lewat Kabupaten Bone melalui jalur Camba yang berkelok-kelok dengan jurang di kiri kanan kami. Aku memilih bersandar santai di tempat dudukku sambil menikmati pemandangan di sepanjang jalan sambil memainkan game di handphone ku. Aku melirik Lenny disamping ku juga sementara asyik memainkan Handphone nya. Kayaknya dia lagi menulis pesan W******p dan aku tidak ingin mengganggunya, aku melanjutkan permainan game ku. Memasuki perbatasan Pangkep dan Maros, mobil kami tiba-tiba melambat dan berhenti. Aku melihat ke depan ternyata sedang terjadi kemacetan. Aku terpaksa bertanya kepada Pak Sopir, "Kenapa berhenti Pak?" "Bi
Hampir setiap hari seperti ini Mbak, apalagi kalau banyak pengunjung yang datang, biasanya mereka parkir kendaraannya sampai ke badan jalan, makanya jalanan jadi sempit dan pasti macet lagi!" Pak Sopir terdengar menggerutu. Terdengar penumpang lain juga menggerutu dengan kemacetan ini. Aku yang belum pernah ke Bantimurung, kemudian bertanya ke Pak Sopir "Pak Sopir, Bantimurung ini tempat wisata yah?" Tanyaku. "Iyahh Mbak, Bantimurung ini Taman Nasional yang objek wisata nya beragam Mbak!" Pak Sopir menjelaskan kepada ku. "Beragam gimana Pak?" Aku jadi penasaran. "Beragam yah banyak Mbak, Mbak bisa lihat ratusan jenis kupu-kupu ada, Mbak mau mandi di air terjunnya juga ada, atau Mbak mau masuk ke gua juga banyak gua nya Mbak!" Kata Pak Sopir bersemangat menjelaskan kepada ku. "Wadduh, maceet lagii, bisa berjam-jam kalau begini inii!" Gerutu Bapak yang duduk di samping Pak Sopir. Bapak yang duduk di samping Pak
Di dalam gua terdapat cekungan yang menjadi sumber air yang oleh masyarakat setempat di manfaatkan untuk mengairi sawah atau di pompa kan untuk memenuhi kebutuhan air untuk peternakan unggas. Dan kabarnya mata air di dalam Gua Timpuseng ini tidak pernah mengering walaupun musim kemarau. Itulah sebabnya maka Gua itu di sebut dengan Gua Timpuseng yang artinya Gua yang memiliki mata air yang tidak pernah kering. "Mampir dulu ke Toko Roti itu yah Pak!" Aku berseru kepada Pak Sopir sambil menunjuk sebuah Toko Roti "Okee Mbak, mau beli Roti Maros buat oleh-oleh yah Mbak?" Tanya Pak Sopir sambil meminggirkan mobilnya. "Iya nih Pak, mau beli Roti Maros buat oleh-oleh orang di rumah, Mamaku suka banget sama Roti ini. Tunggu bentar yah Pak!" Kataku sambil melompat turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam Toko Roti tersebut untuk membeli Roti Maros yang terkenal enak dan lezat itu. Sejam kemudian, mobil sudah melaju meninggalkan Kota Maro
"Astaga, Aya. Baru saja jam dua belas malam, masih pagi tauu.!" Indri membalas ku dengan bercanda. "Ih, pagii dari Hongkong??" Aku terpaksa tertawa dan membalas candaan nya. "Tapi aku sudah tidur ini, Indri. Besok aja lagi kamu telfon yah, Genk!" Seruku kepada Indri. "Oke oke siap, Aya. Lanjutkan deh tidurnya, soalnya aku masih begadang ini, Aya. Terus kepikiran mau nelfon gangguin kamu." Di ujung telepon Indri tertawa gembira. "Ihh jahil kamu yah!" Seruku agak dongkol dikerjain oleh Indri. "Sudahlah, kamu istirahat juga, Indri. Besok kita ketemu di Kampus yah." Kataku sembari menguap. "Iya deh, oke deh. Selamat malam, Aya sayang. Selamat bermimpi indah yahh!" Seru Indri sembari menutup telfonnya. "Ingat loh, Aya. Besok itu sepulang kuliah kita ada tugas ekskul, jadi besok jangan lupa kamu bawa pakaian olahraga untuk nanti di pakai saat kegiatan ekskul tersebut. Ingat loh yah, jangan lupa! Soalnya repot kan kalau kamu gak
"Loh, sejak balik dari Soppeng kalian belum pernah ketemu?" Lenny banyak tanya banget, kataku dalam hati. "Iyoo, Len. Kak Adit nelfon aku aja belum pernah ini" kataku pelan. "Oh ya ampun. Kak Adit kok cuek gitu yah!" Kata Lenny dengan suara sedikit meninggi. "Huss, jangan gitu, Len. Mungkin dia sibuk.!" Kataku membela Kak Adit walau aku juga heran kenapa dia belum menelfon ku. "Udah yuk makan dulu yuk. Aku sudah siapin makanan ini!" Seru Indri memanggil kami makan. "Ayuh deh, lapar inii.!" Seru aku dan Lenny sembari tersenyum. Ntar malam kita jalan-jalan yuk!" Aku lagi santai di rumah ketika Kakak Bermata Dingin menelfon ku. "Jalan-jalan ke mana, Kak?" Aku pura-pura bertanya padahal aku seneng banget di telfon Kak Adit. "Bagusnya kita jalan kemana?" Kak Adit malah balik bertanya. "Aku sih ikut aja deh, terserah Kak Adit saja mau kemana." Aku memelankan suaraku biar Kak Adit tidak tahu kalau aku sangat sena
Aku minuman ringan aja, Kak. Kalau ada jus Alpukat yah itu aja, Kak." Kataku sambil berbisik juga di telinga Kak Adit. "Okey Aya sayang, tunggu yah!" Kata Kak Adit kemudian berjalan ke sebuah bar tender. Aku mengedarkan pandangan ku. Aku yang baru pertama kali ini masuk ke tempat seperti ini sebenarnya merasa kurang nyaman dengan suara musik yang demikian keras. Tapi aku mencoba senyaman mungkin, aku tidak ingin Kak Adit menilai aku kampungan bila aku menunjukkan ketidak nyamanan ku. "Aduhh, tempat apaan sih ini? Bisa marah Papa dan Mamaku kalau tahu aku ke tempat seperti ini!" Bisikku dalam hati. Tidak berapa lama kemudian Kak Adit sudah datang dengan dua gelas minuman di tangannya. "Jus Alpukat gak ada, Aya. Tapi ini enak juga kok rasa jus buah begitu!" Seru Kak Adit agak keras untuk menutupi suara musik yang hingar-bingar. "Makasih Kak!" Seruku sambil mengambil minuman yang disodorkan Kak Adit kepada ku. "Oh ya,
"Maafkan aku Tuhan, kalau aku benar-benar telah melakukannya!" Aku benar-benar menyesal seandainya benar seperti yang aku fikirkan. "Kak Adit, bangun dong," tapi Kak Adit masih tertidur dan kepalaku juga masih terasa pening, akhirnya aku juga kembali tertidur dan tidak ingat apa-apa lagi. Sejak kejadian itu, aku mulai berbohong kepada Papa dan Mama. Aku katakan bahwa malam itu aku terpaksa menginap di kosan Indri karena motor ku tiba-tiba mogok tidak mau jalan. Aku juga berbohong kepada Indri dan Lenny kalau aku pernah menginap di tempat asing berdua dengan Kak Adit. Aku mulai berbohong karena aku masih tidak merasa yakin bahwa kejadian itu benar-benar telah menimpaku. Dan aku mulai berbohong kepada diri ku sendiri bahwa aku baik-baik saja dengan keadaan ini. Aku takut untuk bercerita kepada siapa pun. Aku masih semester satu dan aku masih berusia sembilan belas tahun. "Apakah aku harus bercerita kepada Papa dan Mamaku bahwa aku sudah melakukan perbuata
"Ayahmu ingin mengajak kita berlibur ke Bali." Ucap ibuku saat aku baru sampai ke rumah."Oh ya, asik dong, dalam rangka apa ayah akan ke Bali, Bu?" Aku menghempaskan pantatku di kursi teras."Biasalah, ayahmu kan senang pesiar apalagi di masa pensiun begini dia sudah lama ingin merencanakan pergi ke Bali cuma baru kesampaian sekarang." Ibuku dengan bersemangat menjelaskan kepadaku."Tapi sekarang kan lagi musim pandemi kan, apakah ibu tidak takut kita akan terkena virus Corona atau virus omicron selama di Bali?" Aku antara senang dan ragu dengan rencana mereka."Makanya itu kita harus protokol kesehatan, sayang." ucap ayahku yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah dan langsung duduk di kursi sebelahku. "Maksud aku, kita kan ke Bali dalam rangka liburan pasti kita akan ke pantai Kuta di mana disitu banyak turis lokal dan asing. Apakah ayah tidak takut bila di sana kita akan terkena virus yang selama ini lagi melanda negeri kita?" Aku
Tatapan matanya sangat dingin. Dia menatap tanpa berkedip kepadaku. Aku mencoba memperhatikan wajahnya. Dia sangat tampan, mempesona dan berkharisma menurut ku. Sayang sekali, tatapan matanya sangat dingin seakan akan ingin menelanjangi seluruh tubuhku,. Aku mencoba berdehem. "Hemm.. hemmm.." Dia cuma mengernyitkan sedikit alisnya, tanpa ekspresi. Kalimat yang sudah kususun kurangkai dan ingin kuucapkan seakan terbang entah kemana. Aku tertunduk lesu dan dengan lemah berkata, " Mas, aku ingin menyampaikan sesuatu". Ujarku terbata- bata nyaris tak terdengar. Dia kembali mengernyitkan alisnya sambil bergumam :" hmm". "Mas , aku tidak enak badan belakangan ini,. " " Hm ya? ". Ah , ingin rasanya aku membawa kedua kakiku berlalu dan pergi saat itu juga. Aku harus mengatakan nya. Walaupun saat kejadian malam itu aku tahu bahwa pria didepanku ini tidak menyadari apa yang sudah dia lakukan, karena pengaruh minuman yang kami tenguk malam itu, hingga kami hampir dan
"Assalamualaikum, Mamaa..!" Aku mengetuk pintu sembari memanggil Mama sesampainya di rumah. "Waalaikum salam, Sayang" Seru Mama dan pintu terbuka. "Alhamdulillah, kamu sudah pulang, Nak. Ayo masuk." Kata Mama dan menarik tanganku masuk. "Kamu langsung istirahat saja, yah. Tadi Indri nelfon Mama katanya kamu sakit perut di bus." Kata Mama sembari mengantarku ke kamar. "Iya, Ma. Perut Aya kok perih banget tadi, Ma." Kataku "Mungkin kamu kecapean, Nak. Istirahat saja, yah" kata Mama sembari mengecup keningku. "Baik, Ma.!" Kataku dan langsung merebahkan tubuh di kasur. "Okey, selamat malam, sayang." Kata Mama kemudian berjalan ke luar kamar dan menutup pintu kamarku. Aku merebahkan tubuh dan mencoba menghubungi Kak Adit sekali lagi "Nomor telepon yang anda hubungi sedang sibuk." Dengan kesal kumatikan handphoneku. "Kenapa dia gak bisa di hubungi, yah?" Ujarku dan semakin kesal sampai aku
Bapak harap kita cuma dua jam disana yah, setelah itu kita kembali ke Makassar. Okey, sekarang silahkan menikmati destinasi Studi Tour terakhir kita ini. "Betapa kilo perjalanan ini, Pak?" Tanya Indriani kepada Pak Dosen. "Sekitar empat kilo meter dari Kota Makale, yah. Lima belas menit lagi kita sudah sampai kok" kata Pak Dosen dan benar saja, tidak lama kemudian Mobil bus kami telah parkir di dalam Kawasan Wisata Bukit Burake. "Kita sudah sangat yah, anak-anak. Bapak ingatkan sekali lagi, jam 12:00 kalian sudah berada semua di atas bus,ok!" Seru Pak Dosen dari pengeras suara "Okey Pakk..!" Jawab kami serentak dan berlarian turun dari bus kemudian berjalan menaiki anak tangga menuju Puncak Bukit Burake Toraja "Kalau malam kedinginan kalau siang kepanasan dong!" Kata Indri membuat kami tertawa. "Iya, semalam dingin banget, minta ampun dinginnya." Ujarku "Maka itu kita bera
Jam 5:00 subuh aku terbangun karena hawa dinginnya udara pegunungan Lolai yang mempunyai ketinggian 1300 mdpl ini. Aku bergegas memakai jaketku dan membangunkan Lenny dan Indri. "Len, Indri. Bangun yuk.!" Kataku sembari menggoyangkan tubuh Lenny dan Indri. "Hmm. Udah jam berapa, Ya?" Bisik Lenny yang masih mengantuk. "Sudah jam lima. Bangun dong, kita lihat sunrise yuk!" Anakku lagi "Oh iyaa.. aku mau lihat sunrise!" Seru Lenny dan bergegas bangun. "Indri.. ayo bangun. Kita lihat sunrise, yuk" Lenny membangun kan Indri yang masih meringkuk di selimutnya. "Yaaaa, tungguin..!" Seru Indri dan kemudahan bangun duduk "Ayuh, cepetan!" Kataku dan kami bergegas keluar tenda Ternyata di luar sudah banyak yang berdiri menunggu terbitnya Matahari Pagi. Momen ini banyak di tunggu oleh para pendaki karena hamparan awan seakan terhampar di depan kami seakan kita berada di kayangan. Bapak Dosen dan te
Pak Guide melanjutkan ceritanya lagi "Lubang makam ini disesuaikan dengan arah rumah keluarganya. Biasanya bayi yang di kubur dalam lubang yang mengarah ke rumahnya, lalu di tutupi dengan ijuk agar oksigen bisa tetap masuk." Pak Guide melanjutkan lagi "Sayangnya, ketika sang bayi meninggal, Ibu Kandung mereka tidak dibiarkan melihat hingga jangka waktu kurang lebih setahun, bahkan ketika bayi itu di makamkan." "Kenapa begitu, Pak?" Tanyaku kepada Pak Guide. "Karena menurut kepercayaan masyarakat Toraja masa lalu, melihat bayi yang meninggal dianggap tidak pantas dan akan mengurangi kemungkinan sang Ibu mendapatkan Bayi sehat lagi di masa mendatang." "Strata sosial juga menentukan dalam prosesi pemakaman ini, sehingga letak makam tidak boleh sembarang. Yaitu yang mempunyai Strata Sosial lebih tinggi letak makamnya harus lebih tinggi, dan arahnya ke rumah yang berkabung itu di maksudkan untuk menghargai keluarga yang berkab
Gimana anak-anak setelah mengunjungi Londa? Kita lanjut ke destinasi ketiga atau kita makan dulu?" Tanya Pak Dosen begitu kami semuanya sudah berada di bus. "Makaaann duluu, Pakkk..!" Teriak kami serentak. "Okey.. oke.. baiklah kita makan dulu yah. Setelah makan kita akan lanjut ke destinasi ketiga yaitu Makam Bayi di Batang Pohon, kemudian kita akan kembali ke Makale untuk berkemah di Negeri di Atas Awan sambil besoknya sebelum pulang kita ke Patung Yesus tertinggi di dunia itu. Okey anak-anak?" Seru Pak Dosen dengan bersemangat. "Okey Pak!" Jawab kami dengan tidak kalah semangat. Mobil bus kami kemudian berbelok ke sebuah rumah makan dan kamipun turun untuk mengisi lambung tengah yang mulai bernyanyi minta di isi. Setengah jam kemudian bus sudah meluncur ke Pemakaman Bayi Kambira atau Objek Wisata Baby Grave Kambira di Tongko Sarapung, Sangalla. Tana Toraja. Setibanya di lokasi kami harus berjalan kaki menu
Sebentar lagi kita akan tiba di lokasi Gua Lemo, dan silahkan kalian melihat-lihat dan mengambil foto kemudian kita akan bergeser ke Gua Londa yah. Disini kita punya waktu satu jam saja, jadi tidak usah ke tempat yang terlalu jauh dari sini, cukup di sekitaran sini saja kalian mengamati, ok!" "Oke Pak!" Sahut kami dan segera bergegas turun dari bus dan segera berjalan ke lokasi Gua Lemo yang masih berjarak satu kilometer dari tempat parkir bus kami Setelah mengamati dan membuat catatan kecil tentang Gua Lemo tersebut, satu jam kemudian kami pun kembali ke bus dan melanjutkan Studi Tour ke Gua Londa "Sekarang kita akan menuju Makam terdapat di Gua Londa yah. Jaraknya itu sekitar dua puluh menit dari sini yah. "Iya, Pak!" Seru kami serentak. Selang dua puluh menit kemudian kami di sambut dengan Gapura Gua Londa yang berlukiskan ornamen khas Toraja. Setiap pengunjung diwajibkan membeli tiket masuk seharga Rp.10k/orang. Terdapat juga
Pukul 9:00 malam kami memasuki Kecamatan Enrekang yang terkenal dengan buah salak nya. Deretan salak di jajakan di seputar jalan yang kami lalui. Salak nya segar dan dijual per tandan tertutupi dengan daunnya yang di anyam melingkar. Rasanya pengen beli tapi laju Bus yang gaspol mengurungkan niatku untuk membeli nya. Sekitar satu jam kemudian kami memasuki Kota Makale yang merupakan Ibukota dari Tana Toraja. Tampak kerlap kerlip lampu Patung Yesus memberkati Tana Toraja yang kata orang merupakan patung Yesus tertinggi di dunia itu. Aku mengabadikan dengan kamera ponselku, kerlap kerlip lampu tersebut yang ternyata sangat memukau terlihat di malam hari. "Dimana sekarang, Aya? Kita sudah sampai yah?" Indri terbangun dan mengucek matanya Mobil melaju terus melewati Kota Makale menuju Rantepao tujuan destinasi pertama yaitu "Indri, Lenny, ayo bangun, kita sudah sampai ini!" Aku menggoyang-goyangkan badan Indri dan