"Ethan," gumam Emma langsung melepaskan tangannya dari lengan Dods. Lalu menatap Dods dengan khawatir."Apakah serangganya masih ada?" tanya Emma yang masih ketakutan tapi juga khawatir Ethan akan salah sangka."Tidak, dia sudah pergi," jawab Dods pelan."Oh, syukurlah." Emma menghela napas lega dan langsung mendatangi Ethan.Ethan mengacuhkan Emma dan berjalan mendekati Dods."Aku tahu apa yang kau lakukan. Dengarkan aku baik-baik! Dia adalah kekasihku, jadi berhentilah mendekatinya!" ancam Ethan dengan suara pelan."Aku tidak akan menyerah. Aku akan terus berusaha mendekatinya kapanpun ada kesempatan," balas Dods juga dengan suara pelan."Kau tahu kalau kau tidak memiliki kesempatan dan hanya aku yang ada di hatinya. Apapun yang kau lakukan sekarang hanyalah trik murahan untuk membuatku salah paham dan membencinya. Silakan lakukan yang kau mau, tapi aku pastikan kau tidak akan pernah berhasil!"Ethan segera membalikkan tubuhnya, lalu menarik lengan Emma yang masih berdiri tegang men
Vivi melihat sebuah foto tua tergeletak di dalam laci meja kerja suaminya itu. Dia mengambilnya dengan hati-hati lalu memperhatikan foto itu.Vivi mengenali sang pria, itu adalah suaminya ketika masih sangat muda, tapi wanita yang ada di sampingnya sama sekali tidak pernah dia lihat."Jadi ini dia, perempuan yang kau cintai seumur hidupmu. Aku selalu berusaha untuk percaya bahwa kau sudah melupakan, tapi ternyata aku salah. Bahkan ketika sudah setua ini pun kau masih menangisinya," gumam Vivi dengan hati terluka.Dia bukannya tidak tahu kalau Jonathan pernah mencintai seorang wanita yang berasal dari keluarga yang tidak sekelas dengan mereka. Dia hanya memilih untuk tidak mempercayai dan memikirkannya.Saat itu Jonathan adalah bujangan tampan yang kaya, incaran para orangtua yang memiliki gadis muda, juga incaran para gadis yang langsung jatuh cinta begitu melihat ketampanannya. Tidak terkecuali Vivi dan kedua orangtuanya. Mereka sangat berharap Jonathan Navarro dapat menjadi menantu
Ethan segera menghentikan mobilnya di depan mobil ayahnya, lalu turun."Apa yang Papa lakukan di sini?" tanya Ethan dengan wajah marah. Dia yakin ayahnya pasti datang karena disuruh ibunya untuk meminta Emma meninggalkannya."Papa ingin bicara dengan Emma. Tapi setelah mengetuk pintu rumahnya, Papa baru ingat kalau dia mungkin masih berada di Calamba," jawab Jonathan dengan tenang."Selamat sore, Tuan," sapa Emma begitu keluar dari mobil."Oh, ternyata kau bersama Ethan. Apakah dia menjemputmu ke Calamba?" tanya Jonathan ramah."Benar, Tuan," jawab Emma tersipu."Bagaimana Papa bisa tahu dia ada di Calamba?" "Tadi pagi Papa ke Calamba dan bertemu dengan Emma.""Mengapa kau tidak mengatakan apapun tentang pertemuanmu dengan ayahku?" tanya Ethan kepada Emma."Kami hanya tidak sengaja bertemu. Lagipula kejadian tadi membuat aku lupa pertemuan kami.""Papa datang kesini karena tadi pagi kami tidak sempat berbincang. Ada beberapa hal yang ingin Papa tanyakan kepada Emma," sahut Jonathan c
"Mama, apa yang mama lakukan?" teriak Ethan sambil berlari ke arah ibunya yang menerobos masuk, meski Ethan sudah melarangnya.Ethan menatap ayahnya dan Emma. Dia sangat terkejut karena keduanya sedang berurai airmata. "Ada apa ini? Mengapa kalian berdua menangis?" tanya Ethan terkejut lalu langsung mendekati Emma."Apa yang terjadi?" bisik Ethan sambil menyeka air mata Emma dengan lembut."Tidak terjadi apa-apa. Kami hanya sedang berbincang dan terbawa suasana," jawab Emma sambil berdiri dan memberi salam kepada Vivi Lucero.Vivi mengacuhkan Emma dan langsung mendekati Jonathan."Sebaiknya kita pulang sekarang!" ucapnya tegas lalu menarik tangan suaminya.Jonathan berdiri perlahan lalu menatap Emma sebentar sebelum mengikuti istrinya keluar dari Golden House.Ethan langsung mendekap Emma, dia tidak tahu rahasia apa yang Emma dan ayahnya sembunyikan. Tapi Ethan memilih untuk tidak bertanya lebih banyak. Ethan percaya, kalau Emma mau dia pasti akan mengatakannya kepada Ethan, tapi kal
"Tapi Nyonya .... saya-""Tidak usah takut, aku tidak akan memberitahu suamiku tentang informasi yang kau berikan," potong Vivi melihat kekhawatiran di wajah Emma."Saya tidak bisa menceritakan apapun, Nyonya.""Mengapa? Apa kau tidak benar-benar mengenal wanita itu? Atau suamiku memintamu tutup mulut?" tanya Vivi yang suasana hatinya semakin buruk.Emma diam saja dan hanya menundukkan kepalanya."Apa kau dibayar atau diancam oleh suamiku?" desak Vivi yang bertambah kesal melihat Emma yang tidak mau menjawabnya."Nyonya, saya benar-benar tidak bisa mengatakan apapun," ulang Emma tanpa penjelasan apapun."Sial! Kalau begitu keluarlah! Sia-sia aku mendatangimu!" bentak Vivi dengan marah."Baik, Nyonya. Saya permisi," jawab Emma lalu keluar dari mobil Vivi.Emma segera masuk ke dalam rumahnya dengan tubuh gemetar."Ada apa? Apa yang terjadi? Apa dia memintamu untuk meninggalkan putranya? Apa dia menghina dan mengancammu?" cecar Hazel begitu Emma masuk ke dalam rumah dengan mata berair.
"Jangan mengatakan hal-hal yang akan kau sesali. Sekarang keluar dari ruanganku!" perintah Jonathan dengan suara keras.Ethan menatap ayahnya dengan penuh kemarahan, lalu segera keluar dengan langkah cepat. Dia tidak menyangka ayahnya yang selama ini tampak hampir sempurna dimatanya ternyata hanyalah seorang pengecut. Hal itu membuat Ethan semakin penasaran dengan wanita yang bisa membuat ayahnya menyakiti ibunya meski tidak melakukan apapun.Ethan menghela napas panjang dan tiba-tiba merindukan Emma. Dia segera menghubunginya.Emma yang masih meringkuk di tempat tidur menatap layar teleponnya. Dia melihat nama Ethan muncul di layar telepon genggamnya, tapi dia mengacuhkannya. Emma takut dan tidak sanggup membayangkan saat Ethan mengetahui kalau ayahnya selama ini mencintai ibu Emma dan bukan istrinya sendiri. Ethan pasti akan sangat membenci ayahnya dan ibu Emma. Tapi yang paling Emma khawatirkan adalah Ethan juga akan membencinya dan meninggalkannya. Sebuah pesan masuk, Emma membac
Emma menatap Vivi yang dipenuhi kemarahan sekaligus luka yang sangat mendalam lalu menjawab dengan sopan."Saya mengerti, Nyonya."Vivi mendengus dan segera memutar tubuhnya dan meninggalkan rumah Emma tanpa berkata apa-apa lagi. Ethan keluar perlahan dari kamar Emma, tidak tahu harus berkata dan bereaksi bagaimana. Dia tidak bisa menyalahkan perkataan ibunya, bahkan merasa ikut terluka mendengar kekecewaan ibunya. Tapi disisi lain dia juga tidak ingin berpisah dengan Emma."Maafkan ibuku, dia hanya-""Tidak, jangan minta maaf, dia tidak bersalah. Aku bisa melihat rasa sakitnya dan aku tidak menyalahkan kemarahannya," potong Emma sambil terduduk lemah dan menatap ke pintu yang masih terbuka."Ini semua karena ayahku, sikap pengecutnya dan kebohongannya telah menyakiti orang-orang yang paling mengasihinya," geram Ethan."Tidak, kita tidak tahu apa yang dia lalui hingga tiba di saat ini. Lagipula kisah kita juga tidak jauh berbeda, bukankah cinta kita juga berawal dari kebohongan?" sahu
Ethan keluar dari rumah orangtuanya dengan hati terluka. Sejak ibunya menangis tadi, Ethan sudah membulatkan tekad untuk berpisah dengan Emma. Dia sangat mencintai Emma, tapi dia juga sangat mencintai ibunya. Bertahan bersama Emma hanya akan menyakiti keduanya. Ibunya pasti akan selalu merasa getir karena dia harus menyaksikan putri dari wanita yang merebut hati suaminya kini merebut hati putranya. Emma akan merasa tersiksa karena akan terus menjadi orang yang jahat di hadapan ibunya dan keluarganya yang lain.Ethan tahu dia mungkin akan merasa sakit selama beberapa saat, namun pada akhirnya lukanya akan sembuh dan dia akan menemukan gadis lain. Seperti apa yang terjadi dengannya dan Lea sebelumnya. Begitu juga dengan Emma, dia mungkin akan kecewa tapi seperti hubungannya dengan Oliver, dia pasti akan melupakan Ethan."Besok, aku akan bicara dengannya," gumam Ethan lalu pulang.Sementara Emma tiba-tiba merasa sangat resah. Dia tidak yakin kenapa, tapi perasaan sedih yang sangat dalam
Emma kembali ke rumah sakit saat malam. Dia benar, keadaan sekarang sudah sepi jadi Emma bisa dengan leluasa menemui Ethan. Dia masuk ke dalam kamar Ethan dan sangat bahagia begitu melihat Ethan yang sedang duduk sambil bersandar tersenyum padanya."Apa kau benar baik-baik saja?" tanya Emma sambil berlari ke arah Ethan."Aku baik-baik saja, tapi aku merindukanmu. Mengapa kau baru datang sekarang?""Tadi banyak sekali orang yang ingin menemuimu. Karena itu aku menunggu mereka pulang, agar bisa berduaan denganmu," jawab Emma sambil tersenyum menggoda.Emma melihat sekelilingnya."Mengapa kau sendirian? Apa tidak ada orang yang menjagamu di sini?" "Aku akan pindah malam ini, Tony sedang mengurusnya dan kedua orangtuaku menunggu di rumah sakit Atlantis.""Malam ini?" tanya Emma terkejut."Ya, kau cukup beruntung karena masih sempat bertemu denganku," goda Ethan.Tidak lama kemudian Tony masuk bersama rombongan paramedis. Mereka memindahkan Ethan ke kursi roda dan membawanya."Tuan Tony,
"Keluarga pasien Ethan," panggil perawat dari pintu masuk UGD.Emma segera berdiri dan mendekati perawat, karena kedua orangtua Ethan belum datang. Hazel sudah pulang duluan agar dapat mengistirahatkan kakinya dan Tony sedang menghubungi rumah sakit milik Atlantis meminta mereka untuk mengurus kepindahan Ethan kesana."Ya, saya," jawab Emma."Ada beberapa tindakan yang harus kami lakukan namun membutuhkan izin dari dari keluarga. Apakah anda istrinya?" tanya sang perawat.Emma menggelengkan kepala."Adiknya?"Emma kembali menggeleng."Sepupu? Ibu? Tante?" tanya perawat lagi.Emma terus menggeleng sambil menangis."Kalau begitu anda tidak bisa menandatangani surat ini. Saya mohon, tolong hubungi keluarganya dan minta mereka datang untuk menandatanganinya, kami akan menunggu," ucap sang perawat kepada Emma.Emma benar-benar putus asa dia sedang berbalik ketika melihat ayah dan ibu Ethan berlari ke arahnya."Itu! Itu ayah dan ibunya!" seru Emma senang.Jonathan dan Vivi segera mendekati
[Aku harus kembali ke ibukota karena ada hal mendesak yang harus aku kerjakan. Aku sudah meminta Tony untuk mengurus kalian berdua.]Emma membaca pesan yang dikirimkan Ethan kepadanya. Dia bisa merasakan ada yang berubah dari cara Ethan bicara dengannya meski hanya melalui pesan. Meski berusaha tetap memberikan perhatiannya, tapi seperti ada jarak yang diciptakan oleh pria itu."Ada apa?" tanya Hazel melihat perubahan wajah Emma."Ethan pulang duluan ke ibukota, karena ada pekerjaan mendesak," jawab Emma berpura-pura baik-baik saja."Apa benar karena pekerjaan, atau dia menghindarimu karena kejadian semalam?""Tidak mungkin. Kami bicara baik-baik dan dia sangat bisa menerima penjelasanku. Aku yakin dia benar-benar bekerja," jawab Emma yang sebenarnya juga tidak yakin.Sebenarnya Emma ingin tetap berada di Calamba dan berencana membiarkan Tony dan Hazel pulang berdua saja. Namun Hazel mengancam tidak akan ke rumah sakit kalau bukan Emma yang menemaninya. Gadis itu sangat takut disuntik
Ethan berdiri mematung dengan tangan yang masih menggenggam sebuah cincin berlian di dalam kantongnya."Apa maksudmu?" tanya Ethan bingung dan berusaha keras mencerna maksud perkataan Emma."Mengapa kau tidak mau menikah denganku? Apa kau tidak mencintaiku?" lanjut Ethan mulai sedikit kecewa.Emma menghela napas dalam sambil menatap Ethan sungguh-sungguh."Aku sangat mencintaimu dan kau tahu itu. Tapi ... pernikahan adalah hal lain, dan aku belum siap untuk menjalaninya," jawab Emma sambil berdiri hingga berhadapan dengan Ethan."Apa kau ragu kepadaku? Kau takut tidak akan bahagia bila menikah denganku?""Ethan, ini sama sekali tidak seperti yang kau duga. Bukannya aku tidak percaya kepadamu, aku hanya belum siap menjalani pernikahan," jawab Emma hampir putus asa karena melihat wajah kecewa Ethan."Bagaimana kalau aku memberimu pilihan menikah atau kita putus?" tanya Ethan dengan wajah serius.Emma menatap Ethan dengan tatapan tidak percaya, lalu kembali duduk. Dia tidak menyangka Eth
Tony berdiri mematung begitu pintu dibanting oleh Hazel."Apa? Apa yang sudah aku lakukan?" gumamnya pelan. Dia meremas rambutnya dengan keras, karena menyesali kebodohannya. Dia sangat menyukai Hazel, bahkan dia jatuh cinta pada pandangan pertama kepada gadis itu.Dia mencari tahu semua tentang Hazel dan itu membuatnya semakin menyukai gadis itu. Tapi dia juga sadar akan kedudukannya dan merasa tidak percaya diri mendekati Hazel.Pada saat Hazel mengatakan kalau dia menyukai Tony, pria itu hampir pingsan. Dia tidak menyangka kalau Hazel juga akan menyukainya. Tapi sistem pertahanan diri yang dia miliki, membuatnya mengeluarkan reaksi yang bertolak belakang dengan yang dia rasakan.Kini, dia mengulanginya lagi. Dia kembali mengatakan hal yang tidak dia maksud karena ketakutan. "Aku harus bagaimana sekarang?" Tony menghela napas dalam dengan penuh penyesalan, lalu tiba-tiba teringat kalau Emma dan Ethan belum kembali, jadi Hazel pasti tidak punya tempat menginap. Tony segera keluar
Tony menatap Hazel yang berlari begitu cepat. Dia tidak mengerti mengapa Hazel tiba-tiba mengamuk dan meninggalkannya. Setelah beberapa saat, Tony menyadari gadis itu berlari tanpa tujuan dan dia pasti akan tersesat.Tony segera mengejar Hazel, tapi dia sudah menghilang. Tony mulai merasa khawatir dan mencari Hazel dengan panik. Tiba-tiba dia mendengar suara minta tolong dan segera berlari ke arah suara itu. Tony terkejut ketika melihat Hazel duduk di tanah sambil menangis."Nona Hazel, anda tidak apa-apa?" tanya Tony khawatir dan langsung berjongkok mendekati Hazel.Hazel yang ketakutan dan kesakitan langsung memeluk Tony dan menangis dengan kuat."Ayo, kita kembali ke penginapan," ajak Tony sambil melepaskan dekapan Hazel yang masih menangis."Kakiku sakit, aku tidak bisa berdiri," jawab Hazel sambil menangis.Tony kembali berjongkok."Letakkan tangan anda di leher saya," perintah Tony lalu langsung mengangkat tubuh Hazel seperti mengangkat seorang bayi.Hazel begitu terkejut hingga
"Maksudmu kau akan berpisah dengan Ethan?" tanya Hazel kaget. Emma tersenyum lalu menjawab dengan tenang."Tentu saja tidak. Aku sudah katakan aku sangat mencintainya dan tidak mungkin hidup tanpa dirinya.""Lalu apa maksudmu kau akan pindah ke Calamba? Sementara sudah jelas kehidupan Ethan ada di ibukota."Emma menghela napas panjang, lalu mengembuskannya. Dia tidak menjawab Hazel dan malah mengalihkan pembicaraan."Sudahlah, itu hanya rencanaku. Sekarang katakan padaku, bagaimana dengan kau dan Tony?"Hazel mendengus lalu memajukan bibirnya begitu mendengar nama Tony. Emma tersenyum, dia lega karena pembicaraan tentang dia dan Ethan akhirnya berhenti."Entahlah, aku tidak peduli. Aku sedang berusaha melupakannya.""Mengapa? Kalian bahkan belum memulai apa-apa, kenapa langsung berakhir?" "Emma, kau tahu aku menurunkan harga diriku hingga ke tanah dengan menyatakan perasaanku kepadanya. Tapi dia malah mengkritikku karena mengungkapkan rasa sukaku kepadanya, dan hingga hari ini dia sa
Emma menghela napas sambil menatap punggung Lea. Dia yang dulunya adalah penggemar berat Lea, berubah menjadi musuh sang diva dan berakhir menjadi orang asing yang saling memaafkan kemudian melupakan.Setelah menunggu beberapa saat, Emma bangkit dan keluar dari kafe itu. Kini dia tidak punya tujuan. Pulang ke rumah hanya akan membuatnya meringkuk kembali di atas tempat tidur, tapi dia tidak punya tujuan lain, selain pulang atau ke Calamba."Emma!" teriak Hazel yang sangat terkejut karena bertemu Emma di tempat yang tidak dia duga."Hazel, apa yang kau lakukan disini? Bukankah ini masih jam kerja?""Aku baru selesai menemui klien di restoran itu," jawab Hazel sambil menunjuk sebuah restorang yang tidak begitu jauh."Kau sendiri apa yang kau lakukan disini?""Aku baru saja bertemu Lea.""Apa? Untuk apa kau menemui wanita itu? Apa yang dia katakan? Apa dia mengatakan hal-hal yang buruk kepadamu?" cecar Hazel yang tidak suka kepada Lea."Jangan khawatir, kami hanya menyelesaikan apa yang
"Lea? Ada apa?" tanya Emma sambil duduk dengan wajah tegang."Apa kita bisa bertemu?" tanya Lea pelan."Sekarang?" "Ya, kalau kau tidak keberatan. Kalau kau sibuk aku bisa menemuimu siang, sore atau malam hari nanti," jawab Lea membuat Emma mengernyitkan dahi."Mengapa kau ingin bertemu? Setahuku tidak ada urusan apapun lagi diantara kita.""Ada yang ingin aku bicarakan. Jangan khawatir aku tidak akan menyerangmu. Kau tentukan saja dimana tempat yang membuatmu nyaman untuk kita bertemu," jawab Lea tenang."Aku ... Aku akan menghubungimu," sahut Emma lalu segera mematikan teleponnya.Emma menatap layar teleponnya sambil menyipitkan mata."Aku hanya ingin tidur seharian dan menenangkan tubuhku. Mengapa hal itupun tidak bisa kudapatkan? Mengapa kau harus bertemu denganku? Dan bodohnya, mengapa aku tidak langsung menolakmu?" gumam Emma sambil meletakkan teleponnya dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.Emma memikirkan beberapa saat lalu mengirimkan pesan kepada Lea.[Mari bertemu sian