Dalam perjalanan menjemput Sandra, Aldric berusaha mencerna percakapannya dengan Luke. Ia juga baru menyadari apa yang kakak iparnya itu mungkin ada benarnya. Baik ia ataupun istrinya akan merasa bersalah jika hasil pemeriksaan membuktikan ada kendala kesuburan di antara mereka.Lelaki itu mulai bimbang. Ia dan istrinya sama-sama sangat menginginkan keturunan lagi. Namun, ia juga memikirkan efek psikologis yang mungkin terjadi pada perasaan mereka.“Assalamualaykum,” Sandra memberi salam saat masuk ke dalam mobil. Ia mengulurkan tangan meminta tangan suaminya untuk ia kecup.“Waalaykumussalam, My love.” Aldric membalas seraya mencium dahi istrinya.“Langsung berangkat?”“Hmm … makan dulu, boleh? Aku lapar,” ucap Aldric beralasan.“Mau makan di mana? Yang dekat rumah sakit saja, ya. Dokternya cuma ada sampai jam tujuh malam, lho.” Sandra mengingatkan sambil memakai sabuk pengamannya.“OK. Kita cari restoran bagus searah jalan ke rumah sakit,” sahut Aldric.Sandra terlihat sangat antusi
Tinggal dua hari lagi Alex berada di Inggris. Sisa hari-hari terakhir itu dimanfaatkan oleh Helen dan Alonsa untuk lebih mendekatkan diri dengan cucu mereka. Jika kunjungan kali ini berhasil, kemungkinan besar, Alex akan diizinkan kembali ke Inggris.“Alex mau beli oleh-oleh untuk Mommy dan Daddy?” tawar Helen. “Kita ke mall hari ini.”“Benarkah? Alex suka ke mall, Grandma.” Mata anak lelaki tampan itu berkilat senang.Helen dengan bahagia menjawab, “Tentu saja. OK. Kita ke mall ya, sayang. Kita jemput Grandpa dulu.”Alex mengangguk setuju.Sementara di Perusahaan Osborn, Marvin dan Kevin tetap kalut setiap harinya. Mereka selalu mengontrol pergerakan saham. Bahkan, Marvin sampai menyuntik dana melalui salah satu perusahaan cabang dengan uang pribadinya tanpa diketahui siapa pun termasuk Alonso dan Kevin.Kevin mengacak rambutnya. Penampilannya sudah tidak bisa dibilang rapi. Lengan panjang kemejanya sudah digulung sebatas siku. Marvin pun tidak lebih baik keadaannya.“Lusa aku harus
Kevin menatap pintu yang telah di tutup Lee. Sekertaris itu masih saja terpana pada pembicaraan Marvin dan Alex tentang perusahaan. Kagum adalah kata yang mungkin terlalu biasa.“Itulah kalau lahir dari rahim seorang wanita cerdas dan benih dari seorang pebisnis handal,” cetus Marvin.Lelaki di samping Marvin menoleh dan menyahut, “Lalu, kalau seperti aku bagaimana? Benih dari seorang sekertaris cocok dengan wanita yang bagaimana?”Marvin tergelak, “Yang Tuhan inginkan.”Kevin mencebik. “Takdir suka bercanda. Tetapi, seringkali bercandaannya tidak lucu.”“Takdir tidak pernah salah. Manusia saja kadang tidak pernah bersyukur.”“Lalu, apa yang kamu syukuri dengan keadaanmu sekarang? sementara dua wanita yang mencintaimu dan yang kamu sukai tidak bisa kamu raih.”“Entahlah. Aku sih ingin seperti Aldric, tiba-tiba jodohnya terpampang di depan mata.”“Jalan hidup orang berbeda, Bro.Tapi, ya, aku setuju, Tuan Aldric memang sangat beruntung.”Marvin menepuk bahu Kevin. “Ya sudah, kita lanju
Selesai makan, rombongan pengantar anak laki-laki tampan itu kembali keluar masuk toko. Untung saja, Marvin menyusul mereka. Alex jadi bisa membelikan beberapa kemeja untuk Daddynya dengan ukuran yang tepat.“Uncle Marvin tau dengan pasti ukuran dan selera berpakaian Daddy, ya?” tanya Alex saat mereka menunggu pelayan toko mempersiapkan pesanan Alex.“Iya. Karena dulu, Uncle Marvin yang selalu menyiapkan. Sama seperti Lee yang juga harus tau tentang apa saja yang kamu butuhkan,” Jawab Marvin.“Alex, lihat. Dasi ini bagus untuk Daddy. Bagaimana?” Helen mendekati cucunya dengan membawa satu buah dasi Hermes.Namun Alex menggeleng. “Sekarang, Daddy tidak memakai dasi jika bekerja, Grandma.”Wajah Alex biasa saja saat menjawab. Namun, orang dewasa di sekelilingnya yang mendengar tampak trenyuh. Bagaimana tidak, saat Aldric menjadi CEO, ia selalu berpakaian rapi dengan dasi dan jas mewah.“Tidak apa, sayang. Kita beli saja. Suatu saat, Daddy pasti membutuhkan dasi. Oh ya, bahkan mereka mem
Belum sempat Alonso menjawab, Helen sudah menghampiri mereka dengan paperbag di tangannya. Ia lalu menyerahkan paperbag tersebut kepada Lee. Kemudian berjongkok untuk dapat bicara dengan menatap mata Alex.“Alex mau ke toko buku?”“Iya. Ayo, sayang. Dua jam lagi, mall ini akan tutup.” Alonso mengulurkan tangannya dan menggandeng tangan mungil Alex.Alex mengangguk. Rombongan kecil itu berpindah tempat. Sesampainya di toko buku, Alex langsung mendatangi rak buku science.Lee membantu Alex menemukan buku yang ia cari. Marvin beberapa kali memfoto kebersamaan mereka di mall. Secara tersembunyi, ia juga memfoto kebersamaa Alex, Alonso dan Helen.Alonso menatap ponselnya. Ia tersenyum dan mengangguk bahagia kepada Marvin. Lelaki tua itu baru saja menerima berbagai foto-foto dirinya dengan istri dan cucu mereka.“Sepertinya kunjungan pertama ini lancar, ya,” bisik Kevin.“Lancar karena tidak ada pengganggu. Lagipula Alex berperilaku sangat santun dan tidak menentang Grandma dan Grandpanya s
Sandra menatap berbagai paperbag mewah di kamarnya. Madam Mary meninggalkan Sandra dan Alex setelah selesai menyusun oleh-oleh dari orang tua Aldric tersebut. Mata wanita cantik itu menghitung baran-barang yang diletakkan di lantai kamarnya.“Alex yang beli ini semua?” tanya Sandra pelan.Alex menggeleng. “Itu semuanya dari Grandpa dan Grandma. Mereka bilang itu oleh-oleh untuk Mommy dan Daddy.”Sandra mengerutkan keningnya. “Oleh-oleh buat kami?”“Grandpa dan Grandma juga titip salam. Katanya mereka rindu sama Daddy dan … Mommy.”Wanita berhijab itu hanya tersenyum membalas pernyataan putranya. Alex tidur di ranjang besar. Anak itu emnguap beberapa kali dan tampaknya sangat mengantuk. Matanya terpejam walau Sandra tau Alex belum tertidur.Dengan penuh sayang, Sandra mengelus rambut putranya. “Alex ngantuk, ya? Jetlag?”Anak tampan itu hanya mengangguk. Tak lama kemudian ia menguap kembali dan tertidur sambil memeluk bantal kecil. Sandra menemani putranya sebentar sebelum ia benar-ben
Sore harinya, Sandra dan Alex ke hotel menjemput Aldric dan Marvin. Mereka sempat berjalan-jalan di sekitar Nusa Dua – Bali. Menikmati restoran seafood pinggir pantai dengan pemandangan sunset.“Alex betah di Bali?” tanya Marvin.“Lebih betah dibanding Jakarta, Uncle,” jawab Alex. “Tapi, negara yang aku suka tetap Inggris.”Semua yang mendengar hanya bisa terkekeh. Darah anak lelaki itu agaknya memang lebih condong ke adat barat dibandingkan adat ketimuran. Apalagi postur dan wajah Alex juga sangat bule.“Uncle Marvin besok sudah kembali ke Inggris, ya?”“Iya, sayang. Kamu tau kan, perusahaan saat ini tidak bisa ditinggal lama. Kasihan Grandpa dan Uncle Kevin.”“Iya. Apa Uncle Marvin sudah bertanya pada Daddy apa yang harus dilakukan agar saham perusahaan kembali stabil?”Sandra memandang Alex dengan sedikit terkejut. “Memang saham perusahaan kenapa?”“Waktu Alex berada di ruangan Uncle Marvin, Alex lihat saham perusahaan turun, Mom,” jawab Alex.Wanita berhijab itu melempar pandangan
Aldric memikirkan permintaan istrinya. Sudah hampir satu tahun, ia tidak menghubungi orang tuanya sama sekali. Tetapi, Sandra benar. Ia tetap harus mengucapkan terima kasih.Selain itu, ia juga mempertimbangkan cerita Marvin. Sahabatnya itu mengatakan Alonso dan Helen telah berubah. Mereka kini tau, Sandra adalah wanita cerdas yang pantas mendampingi putra mereka.Pengusaha handal itu menatap ponselnya. Sekarang, ia bahkan baru menyadari, di ponsel barunya ia tidak menyimpan nomer handphone kedua Helen ataupun Alonso. Apakah ini pertanda bahwa lebih baik ia tidak menghubungi mereka?Aldric berusaha mengalihkan pikiran. Ia fokus pada laptop dan membuka satu persatu email. Hingga sampai pada email dari Marvin.Sahabatnya itu mengirimi berbagai foto kebersamaan Alex dengan Grandpa dan Grandma. Aldric tau, Marvin sedang berusaha membuat Aldric kembali rukun dengan orang tuanya. Namun begitu, Aldric masih ragu. Berbagai kenangan tentang segala tuntutan mereka sejak ia kecil hingga menjadi
Sandra berhasil menembus komunitas pendidikan di Inggris. Namanya diperhitungkan dan selalu dibawa-bawa saat ada perbincangan mengenai sistem pendidikan internasional. Bahkan, seringkali Sandra menjadi pembicara ataupun moderator pada seminar bergengsi di negara-negara Eropa. Karir Aldric pun semakin meningkat. Ia tidak perlu lagi mengontrol perusahaannya. Uang-uang yang ia investasikan kini sudah bekerja untuk dirinya dengan menghasilkan pundi-pundi kekayaan yang sangat besar. Sore ini, keadaan mansion kembali ramai. Keluarga Javier dan keluarga Osborn serta sahabat-sahabat Aldric dan Sandra berkumpul untuk merayakan kesuksesan Sandra. Malam ini, wanita cantik itu akan menerima penghargaan dari sebuah media pendidikan sebagai salah satu wanita yang cukup berpengaruh di Inggris. “Cantik sekali,” puji Aldric menatap penampilan istrinya. “Terima kasih, sayang. Kamu juga tampan sekali.” Sandra balas memuji suaminya yang telah menggunakan stelan jas mewah yang elegan senada dengan gaun
Semua kepala menengok ke arah kepala pelayan. Saat lelaki itu bergeser dan memperlihatkan tamu yang datang, Sandra menutup mulutnya. Sementara, Aldric mengembangkan senyum.“Madam Mary!” pekik Alex. Anak lelaki itu segera berlari mendekat dan memeluk tamu yang ternyata adalah Madam Mary dan Jason.Aldric berdiri menyalami tamu-tamunya. Sementara Sandra masih terduduk dengan satu tangan menutup mulutnya. Dengan pandangan haru, wanita itu menatap Madam Mary, mantan pelayan setia Aldric yang juga selalu menjaganya dan Alex di masa sulit mereka.“Nyonya Sandra,” sapa Madam Mary seraya mengulurkan tangannya.Sandra menatap tangan tersebut, ia berdiri lalu memeluk wanita setengah baya di depannya. Bahagia sekali mendapat kunjungan dari orang yang menyayangi mereka. Jason, suami Madam Mary sekaligus mantan pelayan setia Helen dan Alonso pun salling berjabatan dengan penuh haru.“Ayo, silahkan duduk,” ajak Aldric.“Maaf, Tuan. Kenalkan, ini putra kami, Daniel.” Madam Mary menggiring putranya
“Mommy, Abang mau jaga Adik Nayya malam ini. Abang tidur di kamar Adik, ya?” pinta Alex.“Mmm … sebaiknya Abang Alex tanya Daddy. Biasanya, Nayya tidur bersama Daddy,” ucap Sandra dengan lembut pada putranya.Aldric yang mendengar permintaan putranya dan jawaban Sandra, seketika teringat pada nasehat Marvin.“Boleh. Tentu saja, Abang Alex boleh tidur menjaga Adik Nayya,” balas Aldric cepat.Jawaban Aldric membuat Sandra menoleh menatap suaminya. Tumben sekali, ia mau dipisahkan dengan Nayya malam ini. Aldric menangkap tatapan heran istrinya.“Lagipula, Daddy kangen tidur berdua saja dengan Mommy,” imbuh Aldric lagi.“Yeayyy … Abang tidur sama Adik.” Alex melonjak-lonjak senang. Tetapi, kemudian, Alex teringat akan sesuatu.“Tapi, Dad, kalau Adik Nayya menangis, Abang harus bagaimana?”“Ada baby monitor di kamar Adik. Jadi, kalau Adik Nayya menangis, kami akan dengar. Mommy akan datang dan menyusui Adik Nayya.”“Oh, oke.” Alex mengacungkan jari jempolnya.Menjelang tidur, Aldric dan Sa
Sandra menggeleng samar mendengar bisikan suaminya. Ia tidak langsung menjawab karena ada suster bersama mereka. setelah Nayya menyusu dengan tenang, suster menjauhi mereka.Pebisnis mapan itu menatap mulut bayinya yang sedang menghisap. Kedua pipinya terlihat kembang kempis. Tangan mungil Nayya mengenggam jari kelingking ibunya.“Sepertinya nikmat sekali,” canda Aldric.“Memang nikmat ya, Nay. Soalnya Nayya cuma boleh minum ASI saja,” balas Sandra.“Nayya, Daddy boleh minta, nggak?”Aldric memang berbicara pada bayinya. Tapi, tentu saja pertanyaan itu ditujukan pada ibunya. Sandra mencebikkan bibir merespon perkataan sang suami.“Apa rasa ASI, sih, My love?”“Mana aku tau? Aku kan tidak pernah mencoba. Pertanyaan yang aneh.”Aldric terkekeh. “Kok, kamu jadi sensitif begitu. Nanti Nayya jadi terganggu dengan suara Mommy yang tidak ramah.”“Maaf, ya, Nay. Daddy suka usil sama Mommy,” Sandra berkata pada bayinya dengan senyum di bibir.“Daddy ‘kan cuma bertanya, karena Nayya belum bisa
Alex mendorong stroller Nayya dibantu Aldric. Sandra melingkari lengannya pada pinggang suaminya. Pintu kaca besar otomatis terbuka saat mereka akan keluar.Kebetulan, Keluarga Javier dan orang tua Aldric pun sedang berada di taman. Bahkan Marvin, Leah dan Kevin juga tampak mengobrol akrab dengan kakak-kakak Sandra.“Marv, Kev, Kalian ke sini?” sapa Aldric.“Leah,” Sandra pun menyapa dan memeluk sahabatnya.“Kami ‘kan belum menjenguk Sandra dan bayi kalian,” cetus Marvin. “Tuan Alonso mencegah kami mengunjungi rumah sakit karena nanti Sandra tidak dapat istirahat.”“Iya, maaf. Itu juga permintaanku.”“By the way, selamat, ya,” ucap Marvin. Mereka berpelukan secara maskulin yang kemudian juga diikuti dengan Kevin.“Bagaimana kabarmu, Sandra?” tanya Marvin.“Semakin hari semakin membaik, insyaAllah,” balas Sandra.“Marv sayang, lihat Nayya deh. Cantik sekali,” ucap Leah yang memperlihatkan Nayya dalam dekapannya.“Apa kamu sudah cuci tangan, Leah?” Aldric mengerutkan dahi melihat putrin
Akhirnya Sandra kembali ke mansion. Seorang suster senior rekomendasi dari rumah sakit, ikut diboyong Helen. Wanita tua itu tidak memperdulikan protes yang keluar dari mulut putranya saat lelaki itu mengatakan tidak membutuhkan seorang suster.“Kamu akan butuh. Kasihan Sandra jika tidak ada yang membantu mengurus bayinya!” ucap Helen tegas kepada Aldric.“Aku yang akan membantu Sandra, Mom. Aku mau mengurus Nayya sendiri,” kilah Aldric.“Tidak bisa. Kamu juga belum berpengalaman. Yang ada, Sandra nanti malah tambah stress dibantu kamu.”Aldric mengembuskan napas panjangnya. Ia akhirnya mengalah. Apalagi, tidak ada satu pun keluarga yang mendukungnya. Semua setuju, Sandra membutuhkan bantuan seorang suster di mansion.Keadaan Sandra sendiri sudah lebih baik. Setelah berbaring dan mendapat perawatan di rumah sakit selama tiga hari, kini wanita itu mulai bergerak aktif. Walaupun terkadang, gerakannya terhenti karena
Alex menggenggam rangkaian bunga indah di tangan kanan. Tangan kirinya memegang kotak berwarna merah muda. Anak lelaki tampan itu membawa hadiah yang akan ia persembahkan untuk ibu dan adik perempuannya.Di sampingnya Alzam berjalan membawa bungkusan. Bungkusan berisi susu almond untuk putri tercinta yang baru saja melahirkan bayi perempuan cantik. Minuman itu diyakini berkhasiat untuk melancarkan produksi ASI.Setelah mengetuk pintu, Alzam membuka pintu. Alonso segera berdiri saat melihat besannya masuk. Mereka berpelukan dengan akrab.“Selamat pagi. Bagaimana kabar cucu cantik kita hari ini?”“Ia sedang menyusu.” Helen menoleh pada tirai tertutup di samping mereka.“Oh, baiklah. Susu almond untuk ibu menyusui aku letakkan di dalam lemari pendingin, ya.”“Iya.”Alex lalu menghampiri Grandma dan Grandpanya. Anak lelaki itu mencium telapak tangan keduanya. Helen dan Alonso membalas dengan mengecup sayang kepala serta pipi cucu tampan mereka.“Apa kamu membawa bunga untuk Mommy?” tanya
Helen mengamati bayi cantik di dalam dekapannya. Ia berdiri dan mengayun pelan sambil terus tersenyum. Tangannya pun tak henti mengelus kulit halus cucu cantiknya.“Cantik sekali cucu grandma, ya,” puji Helen. Entah sudah berapa puluh kali ia mengucapkan kalimat tersebut sejak melihat Nayya.Hingga Alonso datang menghampiri dan kini berdiri di samping istrinya. Lelaki tua itu juga ikut mengelus kepala baby dan sesekali menciumnya.“Sudah! Jangan diciumi terus. Nanti Nayya bangun!” desis Helen galak.Sandra terkekeh. “Sama seperti Aldric semalam, Mom. Nayya sedang asyik menyusu malah dicium-cium hingga akhirnya menangis.”Kepala Helen menggeleng mendengar penuturan menantunya. Wanita itu meletakkan Nayya sangat hati-hati di dalam box bayi. Lalu, box tersebut ia tutup dengan kelambu halus.“Kamu mau makan, darling?” tanya Helen.“Boleh, Mom.”“Eits, sudah. Di ranjang saja. Biar Mommy yang antar makananmu.” Helen mencegah Sandra yang akan turun dari tempat tidur.Sandra menurut. Ia duduk
Tak hentinya Aldric menatap wajah mungil di dekapan Sandra. Bayi perempuan cantik itu sedang menyusu pada ibunya. sesekali, lelaki itu mencium pelan kepala sang putri.“Sayang!” protes Sandra. “Nanti dulu cium-ciumnya. Dia sedang menyusu.”“Baby cantik wangi sekali, My love. Dia pakai parfum bayi apa?”Sandra terkekeh geli mendengar pernyataan suaminya. “Bayi belum boleh pakai pewangi apapun, sayang. Ini murni aroma tubuh Baby.”“Benarkah? Kok wangi sekali?” Aldric kembali mencium rambut dan pipi putrinya.Gerakan Aldric membuat bayi yang sedang menyusu itu berhenti mengisap sari makanan dari sang ibu. Matanya menatap Sandra. Kepala mungil bayi perlahan bergerak mengusel dada di hadapannya.“Tuh ‘kan, Baby jadi berhenti menyusu karena kamu ganggu,” gerutu Sandra. Wanita itu lalu mencoba memasukkan kembali area areolanya ke dalam mulut bayinya.Namun, bayi pe