Helen membaca koran pagi dengan secangkir kopi panas di tangan. Alonso telah berangkat ke kantor. Sejak mengambil alih perusahaan, ia menjadi sangat sibuk.Wanita tua yang selalu tampil elegan itu meletakkan kembali cangkir kopinya. Ia bahkan belum sempat menyesap kopi panas tersebut. Perhatiannya kini teralih pada sebuah berita tentang Sandra.“Inna!” teriak Helen.Dengan langkah tergopoh, seorang wanita muda menghampiri. “Ya, Nyonya?”“Beli semua majalah dan surat kabar hari ini. Cepat!” titah Helen.“Baik, Nyonya.”Koran pagi terbitan perusahaan percetakan terbesar di Inggris itu memuat foto Aldric, Sandra dan Alex di halaman depan. Hati Helen berdesir mengetahui hatinya ternyata rindu pada putra satu-satunya. Matanya juga menatap foto Alex yang sangat mirip dengan rupa Aldric saat seusianya.Kini, Helen terpana pada tulisan mengenai Sandra. Surat kabar itu menggambarkan Sandra sebagai wanita cerdas, sangat ramah dan pandai memasak. Profesinya sebagai salah satu dosen di sebuah uni
“Apa kamu membaca koran hari ini?” tanya Helen pada Alonso. Suaminya itu sudah pulang satu jam lalu namun masih saja bekerja di ruang kerjanya sekarang.“Tidak. Aku tidak punya waktu untuk itu,” jawab Alonso dengan mata tetap pada laptopnya.“Kamu bekerja sangat keras. Padahal kamu sudah pensiun.”“Ya, dan ini semua gara-gara putramu yang pembangkang itu.”Helen menghela napas panjang. “Aku sudah memperingatimu agar hati-hati mengancam Aldric. Kamu lihat sendiri perbuatannya pada Valerie.”“Aku tidak menyangka ia akan melakukan hal itu juga pada orang tuanya,” dengus Alonso kesal.Helen menatap suaminya. Ia tau dalam hati lelaki itu terselip penyesalan karena telah mengusir Aldric. Apalagi, putra mereka sekarang benar-benar menghilang.“Tajuk utama surat kabar dan majalah hari ini berisi tentang Aldric dan keluarganya,” ucap Helen dengan nada sedih.Alonso mengangkat kepalanya dari laptop. “Dan itu membuatmu sedih?”“Aku rindu putraku, Al.”“Kamu yang rugi. Aldric pasti tidak memikirk
Marvin telah berada di gedung Osborn. Lelaki itu memilih menaiki tangga darurat dibanding lift pribadi. Ia tidak ingin kehadirannya di ketahui Alonso.Dengan langkah cepat dan tidak kentara, Marvin segera menyelinap masuk ke ruangannya. Ia menutup tirai dan mengunci diri di dalam. Beberapa saat kemudian, saat keadaannya terlihat aman, ia menelepon kevin.“Halo?”“Kev, ini Marvin.”“Ya, Tuan?”“Aku sudah di ruanganku sekarang.”Kevin tidak langsung menjawab. Kemudian terdengar suaranya menyahut, “Sebentar, Tuan.”Telepon terputus.Kevin yang sedang berada di ruangan Alonso menatap ponselnya yang bergetar. Ia mengangkat alis melihat no telepon di layar ponselnya. Nomer ekstension pejabat perusahaan Osborn.“Maaf, Tuan Alonso. Saya terima telepon dulu.”Alonso yang sedang memeriksa beberapa berkas mengangguk singkat. Kevin segera melangkah ke pojok ruangan. Ia menyapa lawan bicaranya dengan suara pelan.Setelah memutuskan perbincangan, Kevin kembali ke depan Alonso. Lelaki itu dengan sig
Pagi harinya Marvin datang lebih awal. Ia ingin mempersiapkan diri lebih dulu untuk bertemu dengan Alonso. Walaupun ia sangat ingin memprotes tindak tanduknya terhadap Bosnya, namun Marvin akan menuruti permintaan Aldric untuk bermain halus pada Alonso.Marvin duduk di depan meja Alonso. Kursi yang biasanya diduduki Aldric itu kini telah berpindah orang. Suasana ruangan juga telah berbeda.Alonso masih sibuk dengan laptopnya. Ia membuat Marvin menunggu selama sepuluh menit tanpa melakukan apapun. Asisten Aldric itu terdiam sambil memikirkan apa yang akan ia katakan pada ayah dari bosnya itu.“Kamu tau Aldric sudah tidak bekerja lagi sebagai CEO?” tanya Alonso sambil tetap menatap laptopnya.“Iya, Tuan. Kevin sudah memberitahu saya.”“Dengan tidak adanya Aldric, posisimu sekarang bukanlah seorang asisten pribadi CEO.”Marvin terdiam. Lalu menjawab, “Siapa atasan saya sekarang?”Alonso mengalihkan pandangannya dari laptop ke wajah Marvin. “Tergantung di mana kamu ditempatkan.”“Lalu, di
Di kantor, Marvin dan Kevin berusaha untuk tidak saling berinteraksi. Mereka tetap menjalankan tugas secara profesional. Namun begitu, ketika jam kantor usai, mereka mengadakan pertemuan rahasia.“Bagaimana pekerjaanmu, Kev?”“Berat, Tuan.”“Berat bagaimana?”Kevin mengembuskan napas panjang. “Ternyata Tuan Alonso tidak sesigap Tuan Aldric. Ia bahkan banyak tidak mengerti tentang sistem dan beberapa perencanaan keuangan global.”“Faktor umur. Tuan Alonso telah pensiun dan sudah lama tidak update tentang dunia bisnis dan keuangan. Apalagi Tuan Aldric terbilang sering mengubah sistem demi keamanan,” tukas Marvin.“Betul, Tuan. Bahkan beberapa sistem sulit dipelajari. Terutama sistem yang digunakan satu tahun belakangan. Saya pun belum menguasainya.”Marvin tersenyum simpul. “Untuk sistem yang satu itu hanya aku dan Tuan Aldric yang benar-benar menguasainya. Itu suatu keuntungan bagi kita, Kev. Tuan Alonso akan terpaksa ketergantungan pada keahlian kita sehingga tidak bisa memecat kita s
“Aku hanya mencoba memahami mengapa putra kita sampai jatuh hati padanya. Mengapa Aldric tidak pernah bisa menyukai Valerie. Bahkan, pada tahun terakhir mereka bertunangan, putra kita itu seringkali bertengkar dengan Val.”Alonso terdiam. Apa yang dikatakan istrinya memang benar. Aldric dan Valerie layaknya dua kutub yang berbeda.“Sudah malam. Tidurlah. Aku masih harus menyelesaikan sesuatu,” ucap Alonso.“Kamu mau bekerja lagi?”Alonso memaksakan senyum. “Putra kita itu memang cerdas. Aku sampai kesulitan mengerjakan pekerjaannya. Apalagi ia memegang anak perusahaan Osborn yang lain.”“Kamu mmebutuhkan bantuan, Al.”“Iya. Aku sedang mencari asisten yang potensial.”“Kenapa bukan Marvin saja?”“Marvin sangat dekat dengan Aldric. Aku tidak ingin sepak terjang perusahaan kita diketahui asisten pribadi Aldric itu.”“Memang kenapa kalau ia tau? Ia akan bercerita pada Aldric?” tebak Helen.“Tepat. Anak itu akan semakin besar kepala jika ia tau aku kesulitan menjalankan perusahaan yang dit
Pagi harinya, Marvin melirik beberapa laki-laki dan wanita yang berpakaian resmi di depan ruang rapat direksi. Asisten Aldric itu mengetikkan pesan untuk Kevin. Ia bertanya siapa barisan orang-orang yang berkumpul itu.Marvin : Siapa mereka?Kevin: Calon asisten pribadi.Marvin: Oh.Marvin menghapus pesan.Kevin menghapus pesan.Mereka berdua telah memiliki prosedur untuk berhati-hati. Walaupun keduanya telah memasang alat anti sadap pada perangkat komunikasi mereka, tetap saja mereka harus waspada. Alonso masih sangat curiga pada mereka berdua.Dua jam telah berlalu. Ruang rapat direksi masih tertutup rapat. Marvin yang membawa beberapa berkas untuk Alonso terpaksa menunggu. Seketika ia mendapat ide.Di depan pintu CEO, ia menempelkan kartu identitas CEO milik Aldric. Terbuka. Marvin tersenyum. Kartu milik Bosnya itu memiliki kelebihan kebal sekuritas. Dengan kartu tersebut, ia dapat membuka pintu mana pun di Perusahaan Osborn tanpa diketahui.Sebelum masuk ke ruangan Alonso, Marvin
Malam harinya, di sebuah club malam yang terkenal di Inggris, Noel, Marvin dan Kevin duduk di ruang eksklusif. Mereka sengaja mengadakan pertemuan rahasia untuk membahas masalah Aldric. Para pengawal berdiri di depan pintu untuk menjaga pertemuan tersebut.“Tuan Alonso dan Nyonya Helen pasti kesal sekali denganmu, Noel,” tukas Marvin.Mereka bertiga kini sepakat untuk menanggalkan panggilan Tuan pada depan nama masing-masing. Tentu saja yang paling sungkan adalah Kevin. Namun, karena Marvin dan Noel bersikap akrab, Kevin menjadi lebih santai.“Wajah mereka sulit diterka. Sejak awal bertemu mereka memang sudah tidak bersahabat,” jawab Noel.“Terima kasih kamu mau bekerja sama dengan kami untuk membantu Tuan Aldric,” ucap Marvin dengan tulus.“Aku melakukannya untuk … “ Noel menjeda kalimatnya seraya melirik Kevin lalu menatap Marvin. “Kamu tau pasti untuk siapa.”Marvin mendengus pelan dan memaksakan seulas senyum. Asisten Aldric itu tau pasti jawabannya. Noel pasti mau membantu karena
Sandra berhasil menembus komunitas pendidikan di Inggris. Namanya diperhitungkan dan selalu dibawa-bawa saat ada perbincangan mengenai sistem pendidikan internasional. Bahkan, seringkali Sandra menjadi pembicara ataupun moderator pada seminar bergengsi di negara-negara Eropa. Karir Aldric pun semakin meningkat. Ia tidak perlu lagi mengontrol perusahaannya. Uang-uang yang ia investasikan kini sudah bekerja untuk dirinya dengan menghasilkan pundi-pundi kekayaan yang sangat besar. Sore ini, keadaan mansion kembali ramai. Keluarga Javier dan keluarga Osborn serta sahabat-sahabat Aldric dan Sandra berkumpul untuk merayakan kesuksesan Sandra. Malam ini, wanita cantik itu akan menerima penghargaan dari sebuah media pendidikan sebagai salah satu wanita yang cukup berpengaruh di Inggris. “Cantik sekali,” puji Aldric menatap penampilan istrinya. “Terima kasih, sayang. Kamu juga tampan sekali.” Sandra balas memuji suaminya yang telah menggunakan stelan jas mewah yang elegan senada dengan gaun
Semua kepala menengok ke arah kepala pelayan. Saat lelaki itu bergeser dan memperlihatkan tamu yang datang, Sandra menutup mulutnya. Sementara, Aldric mengembangkan senyum.“Madam Mary!” pekik Alex. Anak lelaki itu segera berlari mendekat dan memeluk tamu yang ternyata adalah Madam Mary dan Jason.Aldric berdiri menyalami tamu-tamunya. Sementara Sandra masih terduduk dengan satu tangan menutup mulutnya. Dengan pandangan haru, wanita itu menatap Madam Mary, mantan pelayan setia Aldric yang juga selalu menjaganya dan Alex di masa sulit mereka.“Nyonya Sandra,” sapa Madam Mary seraya mengulurkan tangannya.Sandra menatap tangan tersebut, ia berdiri lalu memeluk wanita setengah baya di depannya. Bahagia sekali mendapat kunjungan dari orang yang menyayangi mereka. Jason, suami Madam Mary sekaligus mantan pelayan setia Helen dan Alonso pun salling berjabatan dengan penuh haru.“Ayo, silahkan duduk,” ajak Aldric.“Maaf, Tuan. Kenalkan, ini putra kami, Daniel.” Madam Mary menggiring putranya
“Mommy, Abang mau jaga Adik Nayya malam ini. Abang tidur di kamar Adik, ya?” pinta Alex.“Mmm … sebaiknya Abang Alex tanya Daddy. Biasanya, Nayya tidur bersama Daddy,” ucap Sandra dengan lembut pada putranya.Aldric yang mendengar permintaan putranya dan jawaban Sandra, seketika teringat pada nasehat Marvin.“Boleh. Tentu saja, Abang Alex boleh tidur menjaga Adik Nayya,” balas Aldric cepat.Jawaban Aldric membuat Sandra menoleh menatap suaminya. Tumben sekali, ia mau dipisahkan dengan Nayya malam ini. Aldric menangkap tatapan heran istrinya.“Lagipula, Daddy kangen tidur berdua saja dengan Mommy,” imbuh Aldric lagi.“Yeayyy … Abang tidur sama Adik.” Alex melonjak-lonjak senang. Tetapi, kemudian, Alex teringat akan sesuatu.“Tapi, Dad, kalau Adik Nayya menangis, Abang harus bagaimana?”“Ada baby monitor di kamar Adik. Jadi, kalau Adik Nayya menangis, kami akan dengar. Mommy akan datang dan menyusui Adik Nayya.”“Oh, oke.” Alex mengacungkan jari jempolnya.Menjelang tidur, Aldric dan Sa
Sandra menggeleng samar mendengar bisikan suaminya. Ia tidak langsung menjawab karena ada suster bersama mereka. setelah Nayya menyusu dengan tenang, suster menjauhi mereka.Pebisnis mapan itu menatap mulut bayinya yang sedang menghisap. Kedua pipinya terlihat kembang kempis. Tangan mungil Nayya mengenggam jari kelingking ibunya.“Sepertinya nikmat sekali,” canda Aldric.“Memang nikmat ya, Nay. Soalnya Nayya cuma boleh minum ASI saja,” balas Sandra.“Nayya, Daddy boleh minta, nggak?”Aldric memang berbicara pada bayinya. Tapi, tentu saja pertanyaan itu ditujukan pada ibunya. Sandra mencebikkan bibir merespon perkataan sang suami.“Apa rasa ASI, sih, My love?”“Mana aku tau? Aku kan tidak pernah mencoba. Pertanyaan yang aneh.”Aldric terkekeh. “Kok, kamu jadi sensitif begitu. Nanti Nayya jadi terganggu dengan suara Mommy yang tidak ramah.”“Maaf, ya, Nay. Daddy suka usil sama Mommy,” Sandra berkata pada bayinya dengan senyum di bibir.“Daddy ‘kan cuma bertanya, karena Nayya belum bisa
Alex mendorong stroller Nayya dibantu Aldric. Sandra melingkari lengannya pada pinggang suaminya. Pintu kaca besar otomatis terbuka saat mereka akan keluar.Kebetulan, Keluarga Javier dan orang tua Aldric pun sedang berada di taman. Bahkan Marvin, Leah dan Kevin juga tampak mengobrol akrab dengan kakak-kakak Sandra.“Marv, Kev, Kalian ke sini?” sapa Aldric.“Leah,” Sandra pun menyapa dan memeluk sahabatnya.“Kami ‘kan belum menjenguk Sandra dan bayi kalian,” cetus Marvin. “Tuan Alonso mencegah kami mengunjungi rumah sakit karena nanti Sandra tidak dapat istirahat.”“Iya, maaf. Itu juga permintaanku.”“By the way, selamat, ya,” ucap Marvin. Mereka berpelukan secara maskulin yang kemudian juga diikuti dengan Kevin.“Bagaimana kabarmu, Sandra?” tanya Marvin.“Semakin hari semakin membaik, insyaAllah,” balas Sandra.“Marv sayang, lihat Nayya deh. Cantik sekali,” ucap Leah yang memperlihatkan Nayya dalam dekapannya.“Apa kamu sudah cuci tangan, Leah?” Aldric mengerutkan dahi melihat putrin
Akhirnya Sandra kembali ke mansion. Seorang suster senior rekomendasi dari rumah sakit, ikut diboyong Helen. Wanita tua itu tidak memperdulikan protes yang keluar dari mulut putranya saat lelaki itu mengatakan tidak membutuhkan seorang suster.“Kamu akan butuh. Kasihan Sandra jika tidak ada yang membantu mengurus bayinya!” ucap Helen tegas kepada Aldric.“Aku yang akan membantu Sandra, Mom. Aku mau mengurus Nayya sendiri,” kilah Aldric.“Tidak bisa. Kamu juga belum berpengalaman. Yang ada, Sandra nanti malah tambah stress dibantu kamu.”Aldric mengembuskan napas panjangnya. Ia akhirnya mengalah. Apalagi, tidak ada satu pun keluarga yang mendukungnya. Semua setuju, Sandra membutuhkan bantuan seorang suster di mansion.Keadaan Sandra sendiri sudah lebih baik. Setelah berbaring dan mendapat perawatan di rumah sakit selama tiga hari, kini wanita itu mulai bergerak aktif. Walaupun terkadang, gerakannya terhenti karena
Alex menggenggam rangkaian bunga indah di tangan kanan. Tangan kirinya memegang kotak berwarna merah muda. Anak lelaki tampan itu membawa hadiah yang akan ia persembahkan untuk ibu dan adik perempuannya.Di sampingnya Alzam berjalan membawa bungkusan. Bungkusan berisi susu almond untuk putri tercinta yang baru saja melahirkan bayi perempuan cantik. Minuman itu diyakini berkhasiat untuk melancarkan produksi ASI.Setelah mengetuk pintu, Alzam membuka pintu. Alonso segera berdiri saat melihat besannya masuk. Mereka berpelukan dengan akrab.“Selamat pagi. Bagaimana kabar cucu cantik kita hari ini?”“Ia sedang menyusu.” Helen menoleh pada tirai tertutup di samping mereka.“Oh, baiklah. Susu almond untuk ibu menyusui aku letakkan di dalam lemari pendingin, ya.”“Iya.”Alex lalu menghampiri Grandma dan Grandpanya. Anak lelaki itu mencium telapak tangan keduanya. Helen dan Alonso membalas dengan mengecup sayang kepala serta pipi cucu tampan mereka.“Apa kamu membawa bunga untuk Mommy?” tanya
Helen mengamati bayi cantik di dalam dekapannya. Ia berdiri dan mengayun pelan sambil terus tersenyum. Tangannya pun tak henti mengelus kulit halus cucu cantiknya.“Cantik sekali cucu grandma, ya,” puji Helen. Entah sudah berapa puluh kali ia mengucapkan kalimat tersebut sejak melihat Nayya.Hingga Alonso datang menghampiri dan kini berdiri di samping istrinya. Lelaki tua itu juga ikut mengelus kepala baby dan sesekali menciumnya.“Sudah! Jangan diciumi terus. Nanti Nayya bangun!” desis Helen galak.Sandra terkekeh. “Sama seperti Aldric semalam, Mom. Nayya sedang asyik menyusu malah dicium-cium hingga akhirnya menangis.”Kepala Helen menggeleng mendengar penuturan menantunya. Wanita itu meletakkan Nayya sangat hati-hati di dalam box bayi. Lalu, box tersebut ia tutup dengan kelambu halus.“Kamu mau makan, darling?” tanya Helen.“Boleh, Mom.”“Eits, sudah. Di ranjang saja. Biar Mommy yang antar makananmu.” Helen mencegah Sandra yang akan turun dari tempat tidur.Sandra menurut. Ia duduk
Tak hentinya Aldric menatap wajah mungil di dekapan Sandra. Bayi perempuan cantik itu sedang menyusu pada ibunya. sesekali, lelaki itu mencium pelan kepala sang putri.“Sayang!” protes Sandra. “Nanti dulu cium-ciumnya. Dia sedang menyusu.”“Baby cantik wangi sekali, My love. Dia pakai parfum bayi apa?”Sandra terkekeh geli mendengar pernyataan suaminya. “Bayi belum boleh pakai pewangi apapun, sayang. Ini murni aroma tubuh Baby.”“Benarkah? Kok wangi sekali?” Aldric kembali mencium rambut dan pipi putrinya.Gerakan Aldric membuat bayi yang sedang menyusu itu berhenti mengisap sari makanan dari sang ibu. Matanya menatap Sandra. Kepala mungil bayi perlahan bergerak mengusel dada di hadapannya.“Tuh ‘kan, Baby jadi berhenti menyusu karena kamu ganggu,” gerutu Sandra. Wanita itu lalu mencoba memasukkan kembali area areolanya ke dalam mulut bayinya.Namun, bayi pe