“Aku tau kamu marah. Tolong, mengerti. Aku melakukannya juga untukmu.”Wanita yang diajak Aldric bicara tertunduk kembali. Airmatanya telah mengalir deras ke pipi. Sandra menghapus cepat airmatanya.“Aku tidak marah. Aku juga mengerti. Tetapi, aku juga ingin kamu mengerti bahwa aku tak sanggup lagi mempertahankan rumah tangga ini,” lirih Sandra.Aldric tersentak. “Jangan begitu, My love. Aku janji, aku akan menyelesaikan semuanya. Valerie akan menanggung akibat karena telah menyakitimu.”“Lalu kamu, kamu pikir kamu tidak menyakitiku dengan segala kebohonganmu?” desis Sandra.“Aku berbohong agar kamu tidak overthingking, My love. Aku sangat takut mengatakan padamu karena kamu pasti akan stress memikirkannya.”“Dan kamu pikir aku tidak stress melihat ini semua?” geram Sandra sambil menunjuk semua bukti yang terdapat di atas meja.“I-ini tidak seperti yang terlihat. Aku tidak bermesraan seperti ini, tidak tidur dengan Valerie atau apapun yang terlihat di foto. Aku hanya … ““Cukup, Aldri
“Innalillahi,” lirih Ustadz Rachman.“Maukah Ustadz membantu saya? Sandra tidak percaya bahwa saya dijebak.”“Sebentar, Tuan. Istri saya ingin menyampaikan sesuatu.”Ustadz Rachman kemudian terdengar berbicara dalam bahasa Indonesia dengan istrinya. Aldric menunggu beberapa saat. Hingga kemudian, pemuka agama itu kembali bicara.“Maaf, Tuan.”“Tidak apa-apa, Ustadz.”“Istri saya mengatakan, Sandra telah menulis pesan kepadanya dan bercerita tentang masalah rumah tangga kalian.”“Lalu, Ustadz?”Ustadz Rachman terdiam sejenak. “Sebaiknya kalian bicarakan masalah ini dengan seorang konselor rumah tangga.”“Apa Ustadz mau membantu kami?”“Saya bukan seorang konselor rumah tangga tetapi saya akan carikan waktu untuk membantu, Tuan.”“Baik, Ustadz. Saya tunggu kabarnya. Terima kasih. Assalamualaykum.”“Waalaykumussalam.”Sisa malam itu, Aldric berbaring telentang menatap langit-langit kamarnya. Udara malam itu terasa begitu dingin. Tentu saja, ia telah terbiasa tidur memeluk istrinya. Namun
Aldric mengulangi pertanyaannya, “Kamu percaya wanita itu, My love?”“Aku mempercayai segala bukti yang ia berikan.”“Bukti yang ia rekayasa tepatnya,” tegas Aldric.Perlahan Aldric mendekati istrinya. Lelaki itu menghapus lembut pipi Sandra yang basah oleh airmata. Setelahnya, Aldric merengkuh tubuh yang masih terisak itu masuk ke dalam pelukannya.“Maafkan, aku. Aku akan terus mengucapkan kata itu walaupun kamu tidak menerimanya.”“Aku memaafkanmu, Aldric. Aku sadar diri. Memang sejak awal kita memaksakan diri untuk bersama.”“Tapi, aku mencintaimu, My love.”Sandra menggeleng perlahan. “Itu bukan cinta, Aldric. Kita hanya bersama demi Alex.”“Jadi, kamu sekarang juga tidak percaya bahwa aku mencintaimu, My love?”“Apa kamu percaya perasaanmu itu benar?”Rasanya percuma mulut Aldric berbuih dengan kata cinta. Sandra tetap merasa ia tidak seharusnya terluka karena cinta. Baginya cinta itu maha indah di mata dan di hati.“Bagaimanapun, saat ini kamu adalah istriku, My love. Aku berhak
Sandra menjelaskan berbagai keberatannya. Selama ia berumah tangga, ia mengaku tidak tenang. Belum lagi, masalah dengan orang tua Aldric yang tidak kunjung merestui pernikahan mereka.Masih menurut Sandra, suaminya tidak pernah berusaha mendekatkan dirinya dengan mertuanya. Wanita itu merasa lebih banyak mengalah dan pasrah. Namun tidak dengan masalah perselingkuhan.Aldric memejamkan mata saat Sandra berkeluh kesah. Apa yang diungkapkan istrinya memang benar. Ia memang masih perlu banyak belajar menjadi seorang suami.“Tuan Aldric, ada yang ingin anda sampaikan?” tanya Ustadz Rachman setelah Sandra selesai.Aldric menggeleng pelan lalu berujar, “Saya memaklumi dan mengerti apa yang diutarakan istri saya. Saya tidak akan menyangkalnya.”Semua terdiam. Mereka menunggu kelanjutan kalimat yang diucapkan Aldric. Lelaki itu berpikir sejenak, lalu menoleh pada istrinya.“Aku hanya menginginkan satu hal. Tetap bisa bertahan pada rumah tangga kita.”“Sandra, apa kamu masih mau memberikan suam
Tak sengaja, Aldric mengarahkan mobilnya jauh ke pinggir kota. Ia menatap hotel bintang empat di depannya. Sepertinya, hotel itulah yang terbaik di kota ini.Hotel itu berada di dekat laut. Aldric merasakan hembusan angin pantai yang cukup kencang pada wajahnya. Sambil memandang sekelilingnya, lelaki itu mendesah mengingat kebersamaannya bersama Sandra berjalan menyisiri Pantai Nusa Dua Bali.Pelayan hotel mengantarkan Aldric hingga ke dalam kamar suite. Kamar paling kecil dan sederhana yang pernah ia tempati. Meskipun kamar ini adalah kamar terbaik menurut versi manager hotel.Setelah memberikan tips pada pelayan hotel, Aldric merogoh ponselnya. Menurut anjuran Ustadz Rachman, selama mereka berpisah, keduanya harus menulis catatan tentang apa yang mereka lalukan dan apa yang mereka rasakan setiap hari. Lelaki itu duduk di sofa yang menghadap pemandangan laut, mengetikkan perasaannya di ponsel.Hari PertamaAku di Blackpool. Deburan ombaknya mengingatkanku padamu, My love. Kamu senang
Telah dua hari, Aldric berada di Bristol. Hingga detik ini, belum ada keputusan akan ke mana ia berlibur untuk menenangkan diri. Tidak ada tempat yang benar-benar bisa mewakili dirinya agar dapat berintrospeksi.Seraya mengembuskan napas panjang, Aldric memandang jauh ke luar jendela. Pikirannya selalu kembali pada wanita berhijab kesayangannya. Wanita yang senyumnya dapat mengalihkan dunianya.Baru dengan Sandra, Aldric begitu terpesona. Dulu, kehidupannya dengan wanita-wanita hanyalah sebatas mengisi waktu. Tidak pernah ada yang istimewa.Aldric menatap ponselnya. Ia sedang mengikuti kajian online. Link yang diberikan Ustadz Rachman ternyata sangat berguna untuk mengisi waktunya yang lapang.Seringnya Aldric menonton tayangan islami, akhirnya media sosialnya kini dipenuhi dengan berbagai konten keagamaan. Mulai dari kajian, podcast, belajar membaca quran, mempelajari hadits dan perjalanan rohani.Lelaki itu termangu menatap kabah di layar laptopnya. Seorang youtuber sedang mendokume
Pembagian kelompok jamaah diumumkan. Aldric berada pada kelompok 3. Ia dan Andrew yang juga satu kelompok dengannya langsung membaur dengan jamaah-jamaan lain. Mereka beriringan menuju bis dengan nomer tiga.Mengantri juga merupakan hal baru bagi Aldric. Mana pernah Marvin menyuruhnya menunggu untuk sekedar naik bis? Pengusaha itu yakin, asistennya itu akan mencari jalan pintas agar ia mendapat jalur VIP.Berjalan satu demi satu langkah ke depan membuat Aldric dapat lebih banyak mengamati sekitar. Kelompok tiga terdiri hanya sekitar tiga puluh orang. Lima di antaranya masih kanak-kanak.Perjalanan menuju bandara hanya sekitar dua setengah jam. Di dalam bis, Ustadz Danny melantunkan banyak doa dan mengajak jamaah untuk terus berdzikir. Mulut Aldric terus bergerak menggumamkan sholawat dan dzikir.Saat di pesawat, ternyata Aldric duduk bersebelahan dengan Andrew. Lelaki itu bernapas lega. Paling tidak, ia tidak perlu berbasi-basi untuk berkenalan dengan orang baru lagi.“Tuan, apa anda
Berbeda dengan Aldric yang memilih perjalanan rohani, Sandra menghabiskan waktu sendirinya dengan berpetualang di negeri orang. Sebetulnya sejak kuliah, ia dan Leah memang gemar bepergian. Bahkan selain Jerman, Sandra menetapkan Switzerland adalah salah satu tujuan untuk melanjutkan pendidikannya.Sandra bahkan menyempatkan diri bertemu dengan seorang pendidik yang ia kenal melalui sosial media. Wanita muslimah yang juga seorang dosen pada salah satu Universitas terkenal di Switzerland. Mereka sering bertukar kabar dan berbagi tips mengajar.“Assalamualaykum,” sapa seseorang.Sandra menoleh ke samping. Senyum lebar terukir di wajahnya pada seorang wanita bule berhijab. Pelukan hangat ia berikan sambil membalas salam.“Waalaykumussalam, Sofia.”“Ternyata, aslinya kamu cantik sekali, Sandra,” puji Sofia.“MasyaAllah Tabarakallah. Kamu juga cantik.”Keduanya tergelak bersama. Mereka memesan makanan dan minuman di restoran atas rekomendasi Sofia. Keduanya saling mengamati wajah masing-mas
Sandra berhasil menembus komunitas pendidikan di Inggris. Namanya diperhitungkan dan selalu dibawa-bawa saat ada perbincangan mengenai sistem pendidikan internasional. Bahkan, seringkali Sandra menjadi pembicara ataupun moderator pada seminar bergengsi di negara-negara Eropa. Karir Aldric pun semakin meningkat. Ia tidak perlu lagi mengontrol perusahaannya. Uang-uang yang ia investasikan kini sudah bekerja untuk dirinya dengan menghasilkan pundi-pundi kekayaan yang sangat besar. Sore ini, keadaan mansion kembali ramai. Keluarga Javier dan keluarga Osborn serta sahabat-sahabat Aldric dan Sandra berkumpul untuk merayakan kesuksesan Sandra. Malam ini, wanita cantik itu akan menerima penghargaan dari sebuah media pendidikan sebagai salah satu wanita yang cukup berpengaruh di Inggris. “Cantik sekali,” puji Aldric menatap penampilan istrinya. “Terima kasih, sayang. Kamu juga tampan sekali.” Sandra balas memuji suaminya yang telah menggunakan stelan jas mewah yang elegan senada dengan gaun
Semua kepala menengok ke arah kepala pelayan. Saat lelaki itu bergeser dan memperlihatkan tamu yang datang, Sandra menutup mulutnya. Sementara, Aldric mengembangkan senyum.“Madam Mary!” pekik Alex. Anak lelaki itu segera berlari mendekat dan memeluk tamu yang ternyata adalah Madam Mary dan Jason.Aldric berdiri menyalami tamu-tamunya. Sementara Sandra masih terduduk dengan satu tangan menutup mulutnya. Dengan pandangan haru, wanita itu menatap Madam Mary, mantan pelayan setia Aldric yang juga selalu menjaganya dan Alex di masa sulit mereka.“Nyonya Sandra,” sapa Madam Mary seraya mengulurkan tangannya.Sandra menatap tangan tersebut, ia berdiri lalu memeluk wanita setengah baya di depannya. Bahagia sekali mendapat kunjungan dari orang yang menyayangi mereka. Jason, suami Madam Mary sekaligus mantan pelayan setia Helen dan Alonso pun salling berjabatan dengan penuh haru.“Ayo, silahkan duduk,” ajak Aldric.“Maaf, Tuan. Kenalkan, ini putra kami, Daniel.” Madam Mary menggiring putranya
“Mommy, Abang mau jaga Adik Nayya malam ini. Abang tidur di kamar Adik, ya?” pinta Alex.“Mmm … sebaiknya Abang Alex tanya Daddy. Biasanya, Nayya tidur bersama Daddy,” ucap Sandra dengan lembut pada putranya.Aldric yang mendengar permintaan putranya dan jawaban Sandra, seketika teringat pada nasehat Marvin.“Boleh. Tentu saja, Abang Alex boleh tidur menjaga Adik Nayya,” balas Aldric cepat.Jawaban Aldric membuat Sandra menoleh menatap suaminya. Tumben sekali, ia mau dipisahkan dengan Nayya malam ini. Aldric menangkap tatapan heran istrinya.“Lagipula, Daddy kangen tidur berdua saja dengan Mommy,” imbuh Aldric lagi.“Yeayyy … Abang tidur sama Adik.” Alex melonjak-lonjak senang. Tetapi, kemudian, Alex teringat akan sesuatu.“Tapi, Dad, kalau Adik Nayya menangis, Abang harus bagaimana?”“Ada baby monitor di kamar Adik. Jadi, kalau Adik Nayya menangis, kami akan dengar. Mommy akan datang dan menyusui Adik Nayya.”“Oh, oke.” Alex mengacungkan jari jempolnya.Menjelang tidur, Aldric dan Sa
Sandra menggeleng samar mendengar bisikan suaminya. Ia tidak langsung menjawab karena ada suster bersama mereka. setelah Nayya menyusu dengan tenang, suster menjauhi mereka.Pebisnis mapan itu menatap mulut bayinya yang sedang menghisap. Kedua pipinya terlihat kembang kempis. Tangan mungil Nayya mengenggam jari kelingking ibunya.“Sepertinya nikmat sekali,” canda Aldric.“Memang nikmat ya, Nay. Soalnya Nayya cuma boleh minum ASI saja,” balas Sandra.“Nayya, Daddy boleh minta, nggak?”Aldric memang berbicara pada bayinya. Tapi, tentu saja pertanyaan itu ditujukan pada ibunya. Sandra mencebikkan bibir merespon perkataan sang suami.“Apa rasa ASI, sih, My love?”“Mana aku tau? Aku kan tidak pernah mencoba. Pertanyaan yang aneh.”Aldric terkekeh. “Kok, kamu jadi sensitif begitu. Nanti Nayya jadi terganggu dengan suara Mommy yang tidak ramah.”“Maaf, ya, Nay. Daddy suka usil sama Mommy,” Sandra berkata pada bayinya dengan senyum di bibir.“Daddy ‘kan cuma bertanya, karena Nayya belum bisa
Alex mendorong stroller Nayya dibantu Aldric. Sandra melingkari lengannya pada pinggang suaminya. Pintu kaca besar otomatis terbuka saat mereka akan keluar.Kebetulan, Keluarga Javier dan orang tua Aldric pun sedang berada di taman. Bahkan Marvin, Leah dan Kevin juga tampak mengobrol akrab dengan kakak-kakak Sandra.“Marv, Kev, Kalian ke sini?” sapa Aldric.“Leah,” Sandra pun menyapa dan memeluk sahabatnya.“Kami ‘kan belum menjenguk Sandra dan bayi kalian,” cetus Marvin. “Tuan Alonso mencegah kami mengunjungi rumah sakit karena nanti Sandra tidak dapat istirahat.”“Iya, maaf. Itu juga permintaanku.”“By the way, selamat, ya,” ucap Marvin. Mereka berpelukan secara maskulin yang kemudian juga diikuti dengan Kevin.“Bagaimana kabarmu, Sandra?” tanya Marvin.“Semakin hari semakin membaik, insyaAllah,” balas Sandra.“Marv sayang, lihat Nayya deh. Cantik sekali,” ucap Leah yang memperlihatkan Nayya dalam dekapannya.“Apa kamu sudah cuci tangan, Leah?” Aldric mengerutkan dahi melihat putrin
Akhirnya Sandra kembali ke mansion. Seorang suster senior rekomendasi dari rumah sakit, ikut diboyong Helen. Wanita tua itu tidak memperdulikan protes yang keluar dari mulut putranya saat lelaki itu mengatakan tidak membutuhkan seorang suster.“Kamu akan butuh. Kasihan Sandra jika tidak ada yang membantu mengurus bayinya!” ucap Helen tegas kepada Aldric.“Aku yang akan membantu Sandra, Mom. Aku mau mengurus Nayya sendiri,” kilah Aldric.“Tidak bisa. Kamu juga belum berpengalaman. Yang ada, Sandra nanti malah tambah stress dibantu kamu.”Aldric mengembuskan napas panjangnya. Ia akhirnya mengalah. Apalagi, tidak ada satu pun keluarga yang mendukungnya. Semua setuju, Sandra membutuhkan bantuan seorang suster di mansion.Keadaan Sandra sendiri sudah lebih baik. Setelah berbaring dan mendapat perawatan di rumah sakit selama tiga hari, kini wanita itu mulai bergerak aktif. Walaupun terkadang, gerakannya terhenti karena
Alex menggenggam rangkaian bunga indah di tangan kanan. Tangan kirinya memegang kotak berwarna merah muda. Anak lelaki tampan itu membawa hadiah yang akan ia persembahkan untuk ibu dan adik perempuannya.Di sampingnya Alzam berjalan membawa bungkusan. Bungkusan berisi susu almond untuk putri tercinta yang baru saja melahirkan bayi perempuan cantik. Minuman itu diyakini berkhasiat untuk melancarkan produksi ASI.Setelah mengetuk pintu, Alzam membuka pintu. Alonso segera berdiri saat melihat besannya masuk. Mereka berpelukan dengan akrab.“Selamat pagi. Bagaimana kabar cucu cantik kita hari ini?”“Ia sedang menyusu.” Helen menoleh pada tirai tertutup di samping mereka.“Oh, baiklah. Susu almond untuk ibu menyusui aku letakkan di dalam lemari pendingin, ya.”“Iya.”Alex lalu menghampiri Grandma dan Grandpanya. Anak lelaki itu mencium telapak tangan keduanya. Helen dan Alonso membalas dengan mengecup sayang kepala serta pipi cucu tampan mereka.“Apa kamu membawa bunga untuk Mommy?” tanya
Helen mengamati bayi cantik di dalam dekapannya. Ia berdiri dan mengayun pelan sambil terus tersenyum. Tangannya pun tak henti mengelus kulit halus cucu cantiknya.“Cantik sekali cucu grandma, ya,” puji Helen. Entah sudah berapa puluh kali ia mengucapkan kalimat tersebut sejak melihat Nayya.Hingga Alonso datang menghampiri dan kini berdiri di samping istrinya. Lelaki tua itu juga ikut mengelus kepala baby dan sesekali menciumnya.“Sudah! Jangan diciumi terus. Nanti Nayya bangun!” desis Helen galak.Sandra terkekeh. “Sama seperti Aldric semalam, Mom. Nayya sedang asyik menyusu malah dicium-cium hingga akhirnya menangis.”Kepala Helen menggeleng mendengar penuturan menantunya. Wanita itu meletakkan Nayya sangat hati-hati di dalam box bayi. Lalu, box tersebut ia tutup dengan kelambu halus.“Kamu mau makan, darling?” tanya Helen.“Boleh, Mom.”“Eits, sudah. Di ranjang saja. Biar Mommy yang antar makananmu.” Helen mencegah Sandra yang akan turun dari tempat tidur.Sandra menurut. Ia duduk
Tak hentinya Aldric menatap wajah mungil di dekapan Sandra. Bayi perempuan cantik itu sedang menyusu pada ibunya. sesekali, lelaki itu mencium pelan kepala sang putri.“Sayang!” protes Sandra. “Nanti dulu cium-ciumnya. Dia sedang menyusu.”“Baby cantik wangi sekali, My love. Dia pakai parfum bayi apa?”Sandra terkekeh geli mendengar pernyataan suaminya. “Bayi belum boleh pakai pewangi apapun, sayang. Ini murni aroma tubuh Baby.”“Benarkah? Kok wangi sekali?” Aldric kembali mencium rambut dan pipi putrinya.Gerakan Aldric membuat bayi yang sedang menyusu itu berhenti mengisap sari makanan dari sang ibu. Matanya menatap Sandra. Kepala mungil bayi perlahan bergerak mengusel dada di hadapannya.“Tuh ‘kan, Baby jadi berhenti menyusu karena kamu ganggu,” gerutu Sandra. Wanita itu lalu mencoba memasukkan kembali area areolanya ke dalam mulut bayinya.Namun, bayi pe