"BODO!" Armor balas berteriak. Sudah cukup kesabaran Armor menghadapi sikap adiknya itu yang memang senang membuatnya kesal.Hendrick tersenyum miring, "Untung udah gue save datanya, jadi gue masih punya cadangan video sama foto-foto bareng Kay."Armor memberikan tatapan membunuhnya, dalam keadaan sakit seperti ini, bisakah adiknya itu tidak membuatnya kesal? Jika saja dirinya tidak sakit, mungkin mereka akan berakhir dengan saling tinju di atas ring."Makannya, punya bini kaya Kay itu harusnya disyukuri, bukan disakiti.""Kalau lo bener-bener gak butuh Kay, gue siap jadi suami cadangan Bang," ujar Hendrick mengedipkan sebelah matanya kepada Armor yang sudah mengibarkan bendera perangnya sedari tadi."Mending lo keluar sekarang, gue pusing dengernya." Armor memijat keningnya yang berdenyut. Lalu datanglah Chayyara dari arah pintu dengan semangkuk bubur di tangannya."Hen… sudah mau berangkat?" Chayyara bertanya pada pria yang tengah memegang sesuatu itu."Eh Kakak ipar! Iya nih, aku h
Seumur hidup Chayyara, ia tidak pernah berinteraksi dengan pria mana pun, saat di sekolah pun Chayyara lebih senang berdiam diri di perpustakaan. Tidak peduli dengan kehidupan siswa sekolah pada umumnya, seperti bermain bersama, aktif dalam kegiatan, datang ke pesta, menyukai pria popular, dan lain sebagainya.Chayyara tidak tertarik dengan hal semacam itu, ia hanya tertarik pada buku, novel dan semua hal yang bisa ia baca. Menurutnya, membaca adalah hal yang tidak pernah membuatnya bosan, selalu membuatnya terhibur meski deretan tulisan itu hanya berkeliaran di kepalanya membentuk imajinasi yang membuatnya merasa nyaman.Chayyara merupakan siswa kelas sepuluh di salah satu sekolah ternama di negeri gingseng itu. Ia yang selalu membiasakan diri berangkat pagi dengan bus sekolah tiba-tiba menjadi siswa yang harus menetap di dalam rumah selama berbulan-bulan lamanya karena datangnya wabah virus.Dengan hadirnya COVID-19, negaranya mengalami lockdown, tida
“Bolehkah Mama meminta tolong padamu?” pinta Silva memohon.Chayyara mengangguk cepat di pelukan Silva. “Tentu, Mama. Dengan senang hati Kay akan menolong Mama…”“Buatlah Armor sedikit terbuka tentang masalahnya. Mama punya keyakinan bahwa dia akan mencoba terbuka padamu, Kay.”Chayyara terdiam, perasaannya sedikit tidak yakin dengan keinginan Silva.“Tolong Mama untuk menggantikan posisi Mama yang merasa gagal karena tidak bisa mengerti perasaan Armor ketika dia di rundung banyak masalah.”Chayyara mengangguk saja sebagai jawaban meski di dalam hatinya ia pun merasa tidak yakin, tetapi Chayyara juga tetap berdoa semoga apa yang Silva harapkan padanya bisa terwujud.***“Kay… Kay dengarkan Mama sayang… apapun yang terjadi, kamu harus hidup dengan bahagia. Jaga pola makanmu, kesehatanmu, juga jangan lupa semangat untuk sekolahnya… Mama dan Papa sayang
"Kak Armor?" panggil Chayyara dengan nada lirih."Hm?" Armor mencium puncak kepala Chayyara, mengusap pelan perut istri kecilnya itu.Chayyara sedikit terkejut saat terbangun dengan posisi Armor yang memeluknya."Ada yang sakit?" Armor bertanya.Chayyara mendongakkan kepalanya, posisi wajah mereka sangat dekat saat ini, membuat Chayyara memalingkan wajahnya lalu mengangguk, "Kepala Kay sedikit pusing."Armor mengangguk, lalu mencium kembali puncak kepala Chayyara. Tanpa Armor sadari, wajah Chayyara memerah karena perlakuan manis suaminya itu."Jangan sakit."Chayyara mendongakkan kepalanya lagi, "Kay merepotkan ya?" Kali ini Chayyara yang bertanya dengan nada sedihnya. "Maaf Kak Armor kalau Kay merepotkan," ujar Chayyara dengan mata yang berkaca-kaca."Bukan itu maksud saya…" Armor berujar dengan nada rendah."Tapi—"Armor mencium kening Chayyara, "Waktu saya sakit juga, saya merepotkan kamu. Jadi tid
TokTokTok"Masuk," ujar Armor pada seseorang yang mengetuk pintu ruangan kerjanya.Perlahan pintu ruang kerja Armor terbuka, terlihat Chayyara tengah tersenyum kikuk ke arahnya. Armor menaikan sebelah alisnya."Kak Armor?" panggil Chayyara, istri kecilnya itu terlihat berdiri di depan pintu dan seperti tengah menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya.Chayyara bisa melihat jika Armor tengah sibuk memeriksa berkas-berkasnya di meja kebesarannya itu."Kemarilah." Armor berujar membuat Chayyara mengangguk. "Ada apa hm?" Armor menarik pinggang Chayyara saat istri kecilnya itu sudah berada di dekatnya."Apa yang kamu sembunyikan?" tanya Armor lagi.Sebenarnya Chayyara sedikit terkejut saat Armor tiba-tiba menarik pinggangnya. Namun ia kembali fokus pada tujuannya. Chayyara menyerahkan lembaran kertasnya kepada Armor."Ajarkan Kay materi ini, Kak Armor," pinta Chayyara sedikit memoho
Armor membuka pintu kamarnya, ia melihat pemandangan Chayyara yang masih terlelap di balik selimutnya.Armor menghampiri Chayyara, ikut tidur di samping Chayyara, memeluk tubuh istri kecilnya itu. Armor mengusap perut Chayyara pelan, ia juga mencium pipi Chayyara yang terlihat tidak terganggu oleh dirinya."Bangun, Chayyara…" bisik Armor di dekat telinga Chayyara.Chayyara merasa tubuhnya meremang saat mendengar suara berat seseorang dan kecupan berulang kali di pipinya. Chayyara menggeliat dalam tidurnya, ia mulai merasa terganggu.Armor tersenyum miring, pria itu lantas menggigit pipi Chayyara gemas, membuat istri kecilnya itu langsung membuka matanya, "Aw!" Chayyara mengaduh.Nyawa Chayyara langsung terkumpul sepenuhnya saat ia disuguhkan pemandangan wajah suaminya itu, yang kini tengah memperhatikannya dengan intens. Chayyara meneguk ludahnya, ia mulai merasa gugup."Kak Armor...?" cicit Chayyara dengan suara khas bangun tid
Armor langsung menghapus semua jejak pencariannya, menghapus halaman-halaman aplikasi yang sempat di kunjunginya. Armor menaruh kembali ponsel itu di nakas. Bertepatan dengan itu Chayyara keluar dari kamar mandi dengan piyama tidurnya. Chayyara berlari kecil ke arah tempat tidur mereka. Meski sudah hampir satu bulan Chayyara tidur seranjang bersama Armor, Chayyara tetap merasa gugup dan malu saat melihat Armor yang bertelanjang dada. "Tadi saya mengangkat telepon dari Hendrick, kamu memintanya untuk membelikan siomay bandung?" tanya Armor tidak ramah. Chayyara yang sedang menepuk-nepuk bantalnya menoleh ke arah Armor, Chayyara mengangguk cepat. "Iya! Apa Hen sudah membelikan siomaynya, Kak?" tanya Chayyara antusias. "Hendrick terjebak macet di tol, dia meminta kamu untuk sabar menunggu,” ujar Armor dingin. Chayyara mengangguk, saat Chayyara ingin membaringkan tubuhnya, Armor berujar, "Kenapa harus Hendrick?" tanya Armor. Chayyara mengerutkan keningnya, tidak mengerti maksud dari
"Buat jadwal pertemuan dengan direktur keuangan," ujar Armor kepada Fredy.Fredy mengangguk, "Baik Pak." Fredy yang tadinya akan pergi meninggalkan ruang kerja Armor kembali berbalik."Ar," panggil Fredy tanpa memakai bahasa formalnya. Sedangkan Armor mengangkat sebelah alisnya seakan bertanya 'Ada apa?'"Nomor yang kemarin lo kirim dapet dari mana?" tanya Fredy hati-hati.Armor mengerutkan keningnya, "Kenapa?" justru balik bertanya."Nomor yang lo kasih ke gue itu masuk daftar hitam. Salah satu nomor yang gak bisa dihubungin kecuali pemilik nomor itu yang telepon duluan ke nomor kita."Armor mengangguk, "Gue dapet dari daftar panggilan Chayyara."Fredy membulatkan matanya, "Serius?"Armor hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah melihat galeri dan riwayat pesan Chayyara, jari Armor tidak sengaja menggeser ke bagian kanan layar, menampilkan daftar riwayat panggilan.Awalnya Armor tidak merasa curiga, karena hanya ada nama Halmeoni, Mama, Oma dan Hendrick di sana, tetapi saat Armor me
Chayyara menghirup bau lembaran kertas yang sudah menjadi favoritnya. Matanya berbinar saat mulai memperhatikan rak-rak menjulang tinggi di depannya. Armor berdiri di sebelahnya sambil menggendong Valerio. Mereka sengaja mendatangi perpustakaan ibu kota untuk meminjam buku-buku yang dibutuhkan Chayyara. Sebenarnya Armor sudah memaksa Chayyara untuk membeli saja buku-buku yang dibutuhkannya, tetapi istrinya itu menolak dengan alasan bahwa Chayyara ingin melihat dulu isi dari buku-buku yang ada di perpustakaan. Armor pun hanya bisa mengiyakan. "Sayang, aku ke rak yang di sana ya." Chayyara menunjuk jajaran rak di sebelah kanan.Armor mengangguk. Pria itu menepuk-nepuk pelan punggung putranya yang tertidur, terdengar suara Valerio yang tengah mendengkur halus. Seharian ini mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama, dari mulai piknik di taman, bermain sepeda, dan membacakan cerita anak untuk Valerio sambil bersantai. Langit sudah menunjukan warna senja, yang berarti siap menjemput
"Kak Armor," panggil Chayyara.Armor tidak menjawab."Kak."Tetap tidak ada jawaban."Kak Armor! Kay panggil-panggil!" Chayyara mengerucutkan bibirnya melihat Armor yang tidak meresponnya sama sekali. Pria itu tampak sibuk dengan iPadnya di meja kerja.Chayyara beranjak dari ranjang menghampiri Armor. Perempuan itu merebut iPad Armor, lantas ia mendudukkan dirinya di pangkuan Armor. Chayyara menyimpan iPad suaminya itu di atas meja kerja."Kay panggil-panggil, tidak dengar?" tanya Chayyara dengan raut wajah kesal."Panggil apa?" tanya Armor terlihat santai."Tadi Kay panggil. Kak Armor? Kak? Tapi Kakak cuek," ujar Chayyara. Kini tangan Chayyara sudah menangkup wajah suaminya itu. Menatap serius ke arah Armor, "Kak Armor marah?"Armor diam."Kay sudah bikin Kak Armor kesal?"Hening diantara keduanya. Chayyara berdecak setelah menunggu lama Armor untuk menjawab pertanyaannya."Kay sudah bikin Kakak kesal kan? Coba jelaskan, Kay akan bertanggung jawab. Kay janji." Chayyara mengangguk-ang
Setelah obrolan mereka semalam, Chayyara jadi tahu dunia perkuliahan. Armor mengizinkannya untuk kuliah. Suaminya itu juga sengaja menanyakan hal apa saja yang diminatinya selain memasak dan membaca. Chayyara sempat kebingungan, seperti remaja yang baru lulus SMA yang tidak tahu arah tujuannya akan kemana. Chayyara meminta waktu kepada Armor untuk mempertimbangkan jurusan yang akan dirinya pilih karena Chayyara tidak mau salah jurusan dan menyesal di akhir tahun, seperti pengalaman orang-orang di sosial media yang bercerita bahwa penyesalan datang di akhir karena lebih memilih jurusan yang tidak selaras dengan minat dan bakarnya hanya karena agar bisa masuk kampus impian. Begitu banyak hal yang Chayyara tanyakan kepada Armor dan syukurnya suaminya itu sangat sabar dalam menjawab segala pertanyaan-pertanyaannya. Chayyara juga terlihat antusias mendengar penjelasan Armor. Terlihat sekali jika suaminya itu pintar dan berwawasan luas. Ah, semoga Valerio memiliki kepintaran yang sama
Armor berjalan memasuki perpustakaan. Terlihat di sofa, Chayyara tengah tertidur dengan Valerio yang terlelap di dadanya. Armor berdecak melihat putranya itu yang semakin hari semakin menguasai istrinya.Armor melepas jasnya, melampirkannya di lengan sofa. Pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku. Pandangannya terarah ke arah meja kecil di samping sofa. Armor melihat formulir pendaftaran Universitas di sana. Satu alisnya terangkat, lalu beralih menatap istrinya yang masih nyenyak tertidur di sofa.Setelah permasalahan mereka mengenai Hyunjae mereda, Armor dibuat tanda tanya dengan tingkah laku Chayyara akhir-akhir ini. Armor menghampiri Chayyara, mengangkat pelan Valerio dari pelukan Chayyara. Chayyara yang menyadari Valerio diambil dari pelukannya pun terbangun. "Kak?""Tidur lagi saja. Aku akan memindahkan Valerio ke kamar.""Sekarang sudah jam berapa?""Jam delapan."Chayyara membulatkan matanya, "Kay belum memasak apapun!"Armor tersenyum, "Kita makan di luar. Aku sudah b
Chayyara menggembungkan pipinya. Menatap Armor dengan mata berkaca-kaca. Sedangkan Armor tengah duduk di lengan sofa yang tersedia di kamar mereka. Armor tersenyum sinis, "Hanya karena meminjamkan sebuah payung?" Chayyara mengangguk. "Kamu pasti pernah menyukainya kan?" Chayyara membelalakan matanya, lantas menggeleng cepat, "Tidak! Kay tidak pernah menyukainya!" "Lalu kenapa dia sering menyapamu?" "Kay tidak tahu." "Siapa namanya?" Chayyara diam. "Chayyara..." Armor mencoba bersabar. "Hyun...Hyunjae," jawab Chayyara pelan. Armor melangkahkan kakinya perlahan ke arah ranjang. Ia membuka kemeja kerja yang dikenakannya. Menjatuhkan kepalanya di paha Chayyara. Armor tahu jika istrinya itu mulai ketakutan, maka cara yang paling ampuh, Armor harus meredamkan amarahnya. Armor tidak mau sampai mulutnya mengatakan hal yang menyakitkan kepada Chayyara. "Kak Armor masih marah?" tanya Chayyara pelan. Armor tidak menjawab. Pria itu justru memilih memejamkan matanya. Tida
Chayyara dan Armor masih menikmati liburan mereka di Gangwon, banyak tempat-tempat yang mereka kunjungi, salah satunya museum. Chayyara sudah menduga jika Pangeran tidak terlalu menyukai tempat yang memiliki khas ala rumah tradisional di Korea. Anak kecil itu sudah jelas lebih menyukai taman bermain. Sebenarnya ini juga salahnya yang terlalu memikirkan keinginan dirinya karena meski sebelumnya Chayyara pernah tinggal di Korea Selatan, tetapi Chayyara jarang mengunjungi tempat-tempat wisata.Armor yang menyadari sikap Chayyara pun langsung mencium kepala istrinya itu. “Pangeran akan terbiasa.”Chayyara menatap ragu, namun Chayyara tetapmengangguk, melihat Valerio yang terlihat nyenyak di dalam di gendongannya. Pangeran sedari tadi hanya diam di gendongan Armor. Itu cukup membuat Chayyara merasa bersalah.***Chayyara baru selesai dari toilet, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya. “Yara!”“Sunbae,” ujar Chayyara pelan saat melihat seseorang tengah melambaikan tangan k
Armor mencium puncak kepala Chayyara yang terlihat sibuk mengganti pakaian Valerio. Chayyara tersenyum, “Pangeran sudah siap-siap, Kak?”Armor mengangguk, “Dia lagi sarapan roti sambil nonton youtube.”Chayyara menoleh ke arah Armor lantas melotot tajam, “Kakak sudah bilang batas waktunya kan?”Armor tersenyum, pria itu langsung menyambar bibir istrinya. “Kak!” tegur Chayyara, “Jawab dulu!”“Iya, Sayang. Sudah.” Chayyara menghela nafas lega. Pasalnya Pangeran pernah menangis hebat karena tidak ada satu pun anggota keluarga yang mengizinkannya bermain gadget. Bukannya Chayyara tega membiarkan Pangeran hidup tanpa benda-benda elektronik itu, tetapi Chayyara mendapatkan pesan dari orangtua Pangeran bahwa anak itu sudah mulai ditahap keras kepala dan sedikit susah diberitahu jika berkaitan dengan gadget. Oleh sebab itu, Chayyara dan Armor diamanahkan untuk lebih memberi batasan kepada Pangeran dalam memakai gadget. “Tampan sekali anak Mommy!” Chayyara berujar seraya mencium pipi kanan d
“Aunty Kay?” panggil suara anak kecil yang sangat Chayyara kenali.“Pangeran?” tanya Chayyara memastikan suara itu. Chayyara keluar dari walk-in closet kamarnya, dan benar saja. Chayyara melihat sosok yang dulunya masih kecil kini terlihat lebih tinggi dan pastinya dengan wajahnya yang lebih tampan.“Kamu kapan ke sini?” Chayyara bertanya seraya menghampiri Pangeran, Chayyara merendahkan tubuhnya yang membuat Pangeran langsung memeluk Chayyara erat.“Pangeran rindu Aunty Kay…”Chayyara tersenyum saat mendengar tutur kata Pangeran yang sudah tidak cadel lagi. Tidak terasa, sosok kecil ini sudah tumbuh besar.“Aunty juga… Bagaimana sekolahmu di Sydney?”Pangeran menggeleng, “Selesai lebih cepat,” ujar Pangeran dengan wajah sumringah.“Kamu akan lanjut sekolah di sana lagi?”Pangeran menggeleng, “Tentu saja tidak, Aunty,” ujar Pangeran mendelik, “Sesuai perjanjian Pangeran dengan Mama Papa, kalau Pangeran bisa mengontrol emosi dan tidak selalu merengek meminta sesuatu, Pangeran akan lanj
Setelah menemani Valerio tidur siang, Chayyara memutuskan untuk keluar dari kamar, pandangannya tak sengaja melihat ke arah balkon yang menunjukan taman belakang. Ya. Saat ini Chayyara tengah berada di rumah mertuanya karena sudah menjadi rutinitas mereka akan menginap setiap akhir pekan di sini. Meski pada awalnya, Armor, suaminya itu merasa keberatan, tetapi setelah mengetahui bahwa Silva dan Javier meminta agar Valerio tidur bersama kedua orangtuanya itu, membuat Armor pun berubah pikiran. Armor melihat itu sebagai kesempatan.Chayyara tersenyum, mengikat rambutnya lantas berjalan menuruni tangga. Mansion keluarga suaminya itu memang masih menggunakan tangga, berbeda dengan mansion yang mereka tempati yang sudah ada lift di dalamnya.***“Kay dimana?” tanya Silva kepada para pelayan.“Tadi saya melihat Nona Chayyara mengajak Tuan Kecil Valerio untuk tidur siang, Nyonya.”Silva mengerutkan keningnya. “Tadi saya habis