Pukul 21.00 kediaman Ibrahim.
Ceklek.
Tanpa mengetuk pintu aku langsung masuk. Wulan mengikuti dari belakang.
"Akhirnya sampai rumah juga." Aku tersenyum dan melirik sekilas pada Wulan.
"Welcome home," jawabnya sambil membalas senyum ke arahku.
"Kok sepi, ya?"
"Udah malam. Pasti Tante, Om dan Alicia berada di kamar mereka masing-masing."
Ruang tamu hanya diterangi nyala lampu duduk di atas meja. Lampu gantung utama dengan hiasan kaca telah mati.
"
"Maksud Alex ada orang lain dibalik Aseptian Waluyo. Seseorang yang dengan sengaja menekan dan menyuruhnya melakukan semua perbuatan kriminalnya pada keluarga kita."Papa dan Mama saling berpandangan. Seharusnya mereka bisa menduganya. Ada sebuah persekongkolan dibalik semua kejadian di rumah keluarga Ibrahim.Di mulai dari masuknya Paula Stephanie ke kehidupan papa. Bagaimana dia menjadi sekretaris yang menggoda lalu berusaha naik ke ranjang Papa.Kejadian demi kejadian terjadi. Secara bertahap kemudian mama yang depresi dan ketergantungan alkohol hingga terjebak dalam one night stand dengan lelaki lain. Semua hal itu saling berkaitan."Kesimpulan Alex, ada beberapa orang yang terlibat dan orang-orang itu ing
Aku dan David kembali masuk ke dalam mobil. Peninjauan lokasi kali ini cukup. Mungkin lain kali aku akan menyerahkan tugas ini langsung pada penanggung jawabnya."Kita pulang, Bro.""Setelah ini Loe, ada rapat. Kita ke kantor The One Property dulu."Kami segera masuk ke mobil. Matahari kian meninggi. Pekerjaan di kantor meminta untuk segera ditangani."Siapa itu, Bro?" Pandanganku fokus menatap seseorang yang menghalangi jalan kami."Entahlah, aku juga tak tahu." Tanpa menoleh David berkata. Kami sama-sama fokus menatap ke arah lelaki paruh baya yang menghadang jalan.Tak berapa lama muncul b
Dua hari kemudian.Sebuah panggung dari besi sudah berdiri di atas lahan pembangunan pabrik kedua Indonesia Farma. Ada meja memanjang di bagian kiri dan kanan panggung.[Presentasi akan segera dimulai, Bro.]✅✅09.00 WIB.Sebuah pesan masuk dari David.[Tolong awasi. Semuanya kuserahkan padamu.]✅✅09.02 WIB.Pesan yang kukirim segera dibuka dan dibaca. Tanda dua centang biru terlihat di bawah pesanku.Kali ini aku tak ikut ke lapangan. Cuaca terlalu panas. Seorang pemimpin tak harus datang, yang p
Aku tersenyum melihat bibir Wulan yang cemberut tadi. Entah kenapa mengerjainya adalah sesuatu yang membuatku senang. Ceklek. Kamar papa terbuka. Bik Asih muncul dan memegang nampan. Keluar perlahan-lahan. Sepertinya papa dan mama sudah selesai makan siang. "Alex!" Aku berhenti. Menoleh kembali ke arah kamar papa. "Ada apa, Pa?" "Kemarilah?" Aku menutup pintu dan melangkah masuk. Mama duduk di sofa sebelah papa. Wajah keduanya terliht serius. Aku menger
Aku membuka kacamata hitam. Menatap dengan seksama kalung di dalam kotak. Benar-benar indah dan mewah. "Ini adalah kalung The Queen Of Heart, terbuat dari berlian putih. Di tengahnya ada batu rubi berwarna hijau." Aku menoleh pada Wulan, "Cantik." "Pasti mahal! Karena bagus dan bernilai seni," tuturnya lagi. Kami saling bertukar pendapat. "Barang bagus pasti mahal. Kalung ini pernah dipakai Marlyn Monroe saat dia hidup dulu. Saya jamin anda tidak akan menyesal memilikinya." Si pelayan toko berusaha meyakinkanku. Pandangan pertama saat melihat kalung ini aku sudah menyukainya. Wulan bahk
Mama menoleh pada Wulan, "Kamu juga harus ikut, Lan!""Iya, Tante." Wulan mengangguk dengan patuh. Ia terlihat sedikit canggung ikut makan semeja dengan keluarga Ibrahim."Apa yang kalian beli, tadi?" Papa menaruh gelas kosong di sebelah piring."The Queen of Heart." Kataku dengan bangga."Apa itu?" Alicia bertanya dengan penuh semangat.Aku tersenyum, mengambil kotak hitam di dalam paper bag, membukanya pelan. Semua mata tertuju pada perhiasan di dalamnya, "Lihatlah!""Waahh, bagus," seru Alicia.Semua orang menghentikan makan. Menatap pa
"Ali!" Mama memelototiku, "Wulan cantik pake baju ini. Kalau gak cantik kenapa kamu memandang Wulan tanpa berkedip?!" Tak sadar aku segera berkedip. Merapatkan bibir yang sedari tadi menampakkan sederet gigi, "Jelek dia Ma," kilahku. Kedua alis tebal Wulan kian merapat, tampak seperti akan menyatu. Hei … apa aku mengatakan sesuatu yang salah? Kenapa mama dan Wulan menatapku dengan aneh? Wulan berjalan pelan ke sisi ranjang. Ia duduk dengan lemas, wajahnya hanya menunduk, "Wulan, gak ikut aja ya, Tante? Wulan malu. Toh, gak ada yang Wulan kenal di sana nanti." Wajah Wulan terlihat putus asa. Apa karena aku mengatakan dia jelek?
Tangan terulur untuk menyalakan tombol playlist di dashboard. Sebuah lagu yang sering kudengar. Entah kenapa aku sangat menyukai lagu ini.Nada pembuka lagu mulai mengalun. Wulan mendongak, ia selalu menunduk sedari tadi. Menatapku sebentar lalu melirik playlist yang menyala.Suasana canggung di dalam mobilku berubah menjadi lebih romantis tentunya. Wulan menoleh ke arah kaca jendela. Aku masih dapat melihatnya, ia menarik segaris datar senyuman.🎶🎶Kutuliskan kenangan tentang.Caraku menemukan dirimu.Tentang apa yang membuatku mudah.Berikan hatiku padamu.