Lastri masih diam. Menunggu jawaban dari Gea. Sedangkan Gea masih diam menunduk sambil menangis. Ia bingung sekaligus takut. Takut Lastri pingsan dan sakit. Gea tidak siap dengan semua resiko itu.
Lastri yang bosan, lantas berkata tegas, "Jawab sekarang atau kamu nggak Mama anggap sebagai anak lagi!"Seketika kepala Gea terangkat untuk menatap Lastri. "Jangan gitu dong, Ma. Aku mohon, kasih waktu buat jelasin ini semua. Kalau sekarang aku belum siap," ucapnya lirih."Nggak. Kamu harus jelasin sekarang."Dengan berat hati, Gea mulai menceritakan awal mula kenapa perjanjian itu dibuat. Gea bercerita sambil menangis. Entah berapa lembar tisu yang ia pakai untuk menghapus air mata dan ingusnya.Sedangkan Lastri mencoba mengendalikan diri agar tidak emosi setelah mendengar semua kejujuran Gea. Terbongkar sudah kebohongan putrinya. Ternyata dugaan awalnya benar. Gea sedang hamil dan pria yang menghamilinya adalah Ervan.Keesokan harinya, Gea yang sibuk masak di dapur terkejut saat mendengar suara ketukan pintu yang sangat kasar dan berulang. Gea menoleh ke lantai dua. Mendadak ia takut Ervan akan terbangun dari tidurnya karena baru saja pulang ke rumah pagi ini.Gea menghentikan aktivitas dan bergegas ke depan. Membuka pintu itu dengan cepat untuk memaki si pembuat onar di pagi hari."Ya Allah, Mbak. Bisa nggak sih sopan dikit kalau ke rumah orang?" ucap Gea kesal setelah tahu siapa yang datang."Nggak usah sok nasehatin kamu! Mana Mas Ervan! Dia harus tanggung jawab sama penderitaan aku! Kalau nggak, aku bakal sebarin aib dia ke semua media! Biar sekalian perusahaannya bangkrut!" teriak Intan emosi.Gea memejamkan mata sejenak sambil menghembus napas pelan. Menghadapi Intan lama-lama membuat tubuhnya lemas. Apalagi ia belum sarapan apa-apa pagi ini."Mbak, saya nggak tahu masalah Mbak sama Mas Ervan apa. Tapi tolong, jangan buat
Empat bulan kemudian, kehamilan Gea semakin membesar. Pagi ini, ia berniat memeriksakan kandungannya ke rumah sakit. Gea sudah ada janji dengan salah satu dokter kandungan yang merupakan teman semasa SMA dulu, Fredy Ariansyah.Gea memasuki area rumah sakit dan langsung berjalan menuju poli kandungan. Saat tiba di sana, beberapa pasien sudah menunggu di depan ruangan. Untunglah Gea sudah membuat janji terlebih dulu. Hingga dirinya mendapat nomor urut dua.Setelah menunggu beberapa saat, kini giliran nama Gea yang dipanggil oleh salah satu asisten Fredy. Gea bergegas masuk dan tersenyum pada pria tampan di depannya."Pagi, Dok," sapa Gea.Fredy terkekeh sejenak sambil mengusap tengkuk lehernya. "Pagi juga. Nggak usah formal banget, Ge. Kita kan udah saling kenal," ujarnya."Ya nggak apa-apa dong. Menyesuaikan kondisi dan lokasi," ucap Gea sedikit berbisik.Tawa Fredy pecah sambil geleng kepala. Kebiasa
"Gimana kondisinya, Dok?"Dokter Ardi yang memeriksa kondisi Gea saat ini pun tersenyum. Ia menjawab, "Nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Cuma demam sama flu biasa. Nanti saya kasih resepnya ya dan minum sesuai anjuran. Soalnya dia lagi hamil.""Baik, Dok."Dokter Ardi memberikan resep obat yang sudah ditulis kepada Ervan. Setelah itu, Dokter Ardi pamit dan Ervan mengantarnya sampai ke pintu depan.Ervan kembali ke kamar untuk memeriksa keadaan Gea. Kemudian, bergegas pergi untuk menebus resep di apotek dekat rumah. Untungnya apotek itu buka selama 24 jam. Jadi, Ervan tidak perlu repot pergi jauh.Beberapa menit kemudian, Ervan sudah sampai di rumah dan langsung menemui Gea di kamar."Ge, ayo makan dulu," ucap Ervan. "Kamu belum makan, kan?"Gea hanya menggeleng pelan. Tubuhnya terasa sakit semua. Kepalanya juga masih pusing dan berat. Tidak sanggup untuk duduk."Aku udah
Selesai sarapan, Ervan berinisiatif mencuci piring bekas mereka makan. Sementara Gea hanya duduk saja sambil memperhatikan. Mereka tak banyak bicara sejak tadi. Ada rasa canggung di dalam hati masing-masing.Ervan pun selesai dengan tugasnya dan mengambil ponsel yang baru saja berdering di saku celana. Ternyata itu panggilan telepon dari Bagus."Halo, Pa.""Halo, Van. Kamu di rumah, kan?" tanya Bagus dengan suara yang terdengar cemas.Ervan duduk berhadapan dengan Gea, lalu menjawab, "Iya, Pa. Kenapa?""Ck! Ada masalah di kantor gara-gara ulah kamu. Beberapa saham ditarik sama pihak investor. Kita butuh bantuan dana dari investor lain. Kalau nggak ketemu juga, perusahaan terancam gulung tikar. Kamu juga sempat pakai uang perusahaan, kan? Sekarang, kamu harus tanggung jawab," ucap Bagus di seberang sana.Ervan menghembuskan napas panjang. Ia memijat pelipisnya yang terasa sakit. "Iya, Pa. Nanti aku us
Setibanya di kantor, Herman yang bertugas menangani kasus Ervan pun menunjukkan beberapa bukti pada Ervan. Bukti itu didapatkan dari salah satu penyidik kepolisian. Salah satunya bukti rekaman cctv bar.Herman memutar rekaman cctv itu di depan Ervan. Saat melihatnya, Ervan tidak terkejut. Karena sebelumnya, ia sudah menduga kalau pelaku yang merekam kebiasaannya itu adalah Fahri. Tak bisa dipungkiri lagi karena Ervan selalu pergi ke bar bersama Fahri, bukan dengan Wahyu atau yang lainnya.'Tapi, ada hubungan apa Fahri sama Intan? Kok bisa Fahri ngerekam gue, terus dikasih ke Intan? Kan Fahri temen kampus gue. Sedangkan Intan … mantan gue waktu SMA. Kok bisa mereka saling kenal? Atau jangan-jangan …?' batin Ervan mulai terusik.Kali ini, Ervan penasaran dengan hubungan Fahri dan Intan. Haruskah ia menyelidikinya sendiri? Atau … meminta bantuan Herman lagi?"Gimana, Pak Ervan? Hasil penyidikan ini mau diproses atau nggak?" tanya
Ting!Ponsel Ervan berdenting saat dirinya sedang menandatangani sebuah berkas. Ervan menoleh ke arah ponsel yang ia letakkan di samping tangan kanannya.Satu notifikasi dari … Gea.Kedua mata Ervan langsung melebar. Untuk pertama kalinya ia mendapatkan notifikasi dari sang istri. Ervan tersenyum tipis.Diraihnya ponsel itu dan membacanya.[Mas, tadi cctv udah dipasang. Terus, penjaga yang Mas suruh juga udah datang.]Ervan mengetik sebuah balasan sambil tetap tersenyum. Merasa bangga orang suruhannya selalu datang tepat waktu.[Oke. Kalau ada sesuatu yang aneh, langsung pantau dari cctv. Jangan lupa kabari aku.]Tak berapa lama, ada balasan masuk dari Gea.[Iya, Mas. Tapi, apa nggak terlalu berlebihan? Oh iya, kamu juga pakai pesan kopi di kafe segala lagi. Kan aku bisa buatin kopi untuk mereka. Buang-buang uang, Mas.]Ervan tercenung sesaat. I
Dua hari kemudian, Ervan tak sengaja bertemu dengan Intan di salah satu kafe. Kebetulan Ervan baru saja mengadakan pertemuan dengan salah satu klien yang datang dari Singapura. Ervan menyempatkan waktu untuk bertemu kliennya di sebuah kafe yang letaknya tak jauh dari lokasi kantor.Setelah klien tersebut pergi, Ervan memandang ke arah lain, dimana Intan berada. Wanita itu yang terlebih dulu memanggil namanya."Mas Ervan."Ervan menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan. Tatapan sinis Ervan tunjukkan agar Intan tahu, betapa marahnya ia karena ulah kurang ajar Intan dan Fahri."Mas," panggil Intan sekali lagi."Mau apa kamu kesini?" tanya Ervan dengan ucapan tidak ramah sama sekali."Aku mau ketemu sama Mas Ervan. Aku mau jelasin kalau aku itu ….""Kalau kamu itu memang cewek sialan," lanjut Ervan, memotong ucapan Intan.Intan langsung melotot tidak suka. "Aku kan
Intan tergesa-gesa memasuki kawasan perkampungan, dimana Fahri tinggal. Intan harus tahu, dari mana Ervan mendapatkan semua bukti itu. Jika Ervan sudah tahu, niat busuknya untuk mendapatkan kembali apartemen dan mobilnya pun akan sirna.Sesampainya di salah satu rumah berukuran sedang, Intan mengetuk pintunya dengan kasar. Mengetuk beberapa kali sampai akhirnya si pemilik keluar dengan wajah tidurnya.Fahri menggaruk kepalanya dengan mata terpejam. Nyawanya masih belum terkumpul sepenuhnya."Fahri!"Mendengar teriakan Intan, Fahri pun terlonjak dan langsung membuka mata. "Loh, Intan? Mau ngapain ke sini? Nanti ketahuan sama Ervan gimana? Dia sering datang ke sini loh.""Udah deh, nggak usah pura-pura kamu. Ervan udah tahu semuanya dan pasti kamu kan yang bilang sama dia?" tuduh Intan tanpa bukti."Heh, jaga omongan kamu!"Intan mendengus kesal sambil masuk ke dalam rumah Fahri tanpa izin. Fahri sedikit terkejut dan celingukan ke kanan dan kiri. Tidak ada yang mengawasi. Fahri pun lang
Delapan tahun kemudian....“Papa!”Iqbal berseru riang saat melihat sang ayah sudah menunggunya di parkiran mobil. Saat ini, Iqbal sudah bersekolah di Sekolah Dasar yang cukup terkenal dan bonafit di Semarang. Iqbal baru saja selesai ulangan matematika dan mendapatkan nilai terbaik. Ia tidak sabar ingin menunjukkan hasil ulangannya pada sang ayah.Iqbal berlari-lari kecil menghampiri ayahnya. Setelah hampir sampai, Iqbal tersandung batu dan hampir terjatuh. Untunglah sang ayah dengan sigap menangkap tubuhnya.“Astaga, Iqbal. Kamu tuh jangan suka lari-lari. Hampir aja jatuh kamunya. Kalau sampai ada yang luka, Papa yang dimarahi Mama,” ucap Ervan.Iqbal justru tertawa lalu meminta maaf pada Ervan. “Iya maaf ya, Pa. Soalnya aku semangat banget mau nunjukin hasil ulangan matematika aku ke Papa.”“Kamu ada ulangan matematika hari ini?” tanya Ervan.“Iya, Pa. Ini hasilnya.”Iqbal menyodorkan selembar kertas ulangan pada Ervan. Ervan pun dengan senang hati menerimanya dan memeriksa hasil ul
Dua tahun kemudian, Ervan tampak disibukkan dengan toko sembakonya yang semakin hari semakin ramai pembeli. Padahal ia sudah memiliki tiga orang pekerja, namun dirinya masih harus membantu jika sudah ramai pesanan. Belum lagi ada pesanan yang berasal dari beberapa toko kelontong yang harus diantar. Ervan benar-benar kewalahan, namun tetap bersyukur karena kios sembakonya selalu ramai pembeli.Hingga malam pun tiba, Ervan bergegas masuk ke kamar untuk tidur setelah menghitung keuntungan hari ini. Saat masuk ke kamar, ia melihat istrinya masih belum tidur. Sedangkan Iqbal sudah tidur di kamar satunya.“Sayang, kok belum tidur?” tanya Ervan sambil memeluk istrinya yang berdiri memandangi langit malam dari jendela kamar.“Aku belum bisa tidur, Mas. Tadi udah minum susu hangat, tapi belum ngantuk juga,” jawab Gea. “Oh iya, gimana keuntungan hari ini, Mas?”“Alhamdulillah makin meningkat, Sayang. Aku kayaknya butuh dua karyawan lagi deh, Yang. Soalnya setiap hari pembeli makin ramai. Kadang
Seminggu setelah kepergian Intan, Ervan dan Gea memutuskan untuk mengikhlaskan semuanya. Mulai dari permasalahan awal dengan Intan dan Irma, sampai merembet ke masalah Wahyu yang dendam karena kematian Jelita. Bahkan sampai menyeret beberapa orang, termasuk Restu. Mereka sudah mulai berdamai dengan masa lalu dan akan memulai kehidupan baru bersama-sama.Dan pagi ini, mereka berniat melihat kondisi terkini Irma dan juga Dira. Mereka berada di RSJ yang sama. Namun, mereka hanya bisa melihat dari kejauhan saja. Kondisi Irma dan Dira sangat buruk dan sulit untuk dikendalikan, terutama Irma yang terkadang berteriak bahwa dirinya adalah orang paling kaya di muka Bumi ini. Obsesinya menjadi orang kaya memang masih sangat melekat di pikirannya, sehingga membuatnya depresi ketika keinginan itu tak tercapai.Setelah selesai melihat kondisi Irma dan Dira, mereka memutuskan untuk berkunjung ke makam Wahyu dan Intan. Hanya sebentar karena mereka sekeluarga berencana untuk liburan ke tempat rekreas
Fahri berjalan memasuki kafe yang menjadi tempat pertemuannya dengan Ervan malam ini. Pagi tadi, ia ditugaskan Ervan untuk mengunjungi para pelaku yang sudah mengganggu kehidupan Ervan. Hanya sekadar mengetahui keadaan mereka masing-masing. Kalau Restu, Ervan sendiri sudah mempekerjakannya lagi mulai besok, dan itu atas permintaan Gea. Ervan juga sudah bisa memaafkan kesalahan Restu, mengingat kondisi Restu saat itu sedang terdesak.Ervan yang melihat keberadaan Fahri langsung melambaikan tangan. Posisi duduknya memang sedikit ke belakang area kafe karena lebih sepi dari bagian depan. Untung saja Fahri bisa menyadari lambaian tangannya dan bergegas menghampirinya.Fahri duduk di hadapan Ervan. Wajahnya tampak murung setelah mengunjungi Intan, Irma dan Dira. Ervan bisa merasakan aura tidak enak dari tatapan mata Fahri.“Ada apa, Ri?” tanya Ervan.Sebelum berbicara, Fahri menghela napas terlebih dulu. Helaan napasnya terdengar sangat berat sekali. Kemudian, Fahri berkata, “Van, gue puny
Gea melambaikan tangan ketika mobil Bagus sudah melaju meninggalkan rumahnya. Senyum bahagia Gea tak luntur sedetikpun. Hatinya sangat-sangat lega sekarang. Bagus kembali bersikap seperti biasanya dan justru menerima putranya sebagai cucu.Hingga tak lama kemudian, suara Ervan terdengar jelas di telinganya. Gea menoleh dan ternyata Ervan sudah berdiri di sampingnya.“Loh, ini kado dari siapa, Yang?” tanya Ervan sambil mengernyit heran.“Dari Papa, Mas.”Ervan melongo mendengar jawaban Gea. “Hah? Papa?”“Iya, Mas.”“Papa kesini?” tanya Ervan lagi.Gea mendengus dan hanya mengangguk. Sementara Ervan mencoba menepuk pipinya. Ia merasa sedang bermimpi. Namun hal itu justru membuatnya terlihat lucu di mata sang istri, sampai membuat istrinya tertawa.Ervan lantas menatap istrinya dengan alis yang tertaut samar. “Kok kamu ketawa, Yang?”“Ya soalnya kamu lucu,” jawab Gea apa adanya.“Lucu kenapa?”“Itu tadi, tepuk-tepuk pipi.” Gea menekan pipi Ervan yang tampak sedikit berisi. “Kamu itu lagi
“Ma, makasih banyak udah kasih pencerahan Gea. Berkat Mama, dia sekarang jauh lebih tenang dan nggak jadi pergi,” ucap Ervan lega.“Iya, Van. Mama ngelakuin ini demi kebahagiaan kalian. Jangan sampai kalian berpisah hanya karena ocehan dari tetangga. Memang pernikahan kalian terjadi atas dasar kesalahan. Tapi, bukan berarti mereka berhak menilai kalian seenaknya.”Saat ini, Ervan dan Lastri sedang duduk di ruang tamu. Sedangkan Gea dan Iqbal sudah tidur di kamar. Mereka masih mengobrol sambil menikmati segelas teh yang dibuat oleh Lastri.Ervan benar-benar lega sekali ketika hati Gea luluh oleh nasehat Lastri. Ia tidak menyangka, ucapan Lastri sangat berpengaruh pada keputusan Gea. Hingga akhirnya, Gea membatalkan keputusannya untuk pergi meninggalkan Ervan.“Ehm, atau kami pindah aja ya, Ma. Ke Semarang lagi. Soalnya tetangga di lingkungan sana baik-baik banget, terutama sama Gea. Beda sama tetangga di sini,” ujar Ervan.Lastri tersenyum dan berkata, “Van, mau kalian keliling dunia p
Semenjak Gea berkata seperti itu kemarin, Ervan terus memikirkan hal tersebut sepanjang hari. Bahkan ia tak fokus lagi membantu Nurma untuk menyiapkan acara syukuran. Fokusnya hanya tertuju pada Gea dan juga anaknya, Iqbal Zubayr Pratama. Bahkan Ervan sampai menghampiri para tetangga yang kemarin sudah menghujat istri dan anaknya. Abdi yang memberitahukan siapa saja tetangga itu.Ervan tidak segan membentak para tetangganya karena sudah berani mengusik ketenangan keluarganya. Karena ucapan mereka, Gea yang masih sangat sensitif pasca melahirkan pun memutuskan hal yang menyakitkan bagi Ervan.“Jadi orang itu jangan suka usik urusan orang lain! Kalian itu nggak tahu apa-apa tentang keluarga kami! Saya udah pernah kasih peringatan sama kalian. Siapapun yang menghina istri saya, kalian akan berurusan sama polisi! Tapi kalian nggak ada kapoknya! Gara-gara kalian, istri saya jadi stres!”Dan karena dilabrak langsung oleh Ervan, para ibu-ibu itu pun tampak ketakutan. Ditambah lagi suami-suam
Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Gea diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Rencananya, besok Ervan dan Gea akan mengadakan syukuran kecil-kecilan untuk menyambut kehadiran buah hati mereka.Ervan sendiri tampak semangat sekali mempersiapkan segala sesuatunya, dibantu oleh Fahri, Herman, Nurma dan Lastri. Sementara Gea hanya duduk di ayunan taman sambil menggendong bayinya yang sedang terlelap. Dipandanginya wajah sang anak yang telah ia kandung selama 9 bulan itu.Gea tersenyum bahagia. Bayi yang tadinya tak ia harapkan ternyata berhasil ia pertahankan sampai lahir ke dunia. “Wajah kamu mirip banget sama Papa, Nak,” ucapnya pelan.Saat sedang sibuk mengamati wajah anaknya, tiba-tiba dari arah gerbang rumah, para tetangga julid itu muncul lagi. Mereka melontarkan kalimat-kalimat menyakitkan yang ditujukan pada Gea.“Tuhkan ibu-ibu, bener dugaan kita. Pasti itu anak di luar nikah.”“Iya, Bu. Ya ampun, nggak nyangka ya. Mukanya polos, tapi kelakuannya memalukan.”“Percum
Menjelang kelahiran, Gea tiba-tiba mengalami serangan panik. Ia khawatir jika dirinya akan meninggal dunia setelah melahirkan. Itu semua karena Gea baru saja menonton sebuah video tentang seorang wanita yang meninggal dunia setelah melahirkan, di salah satu media sosialnya. Gea mulai memikirkan hal-hal buruk itu, sehingga membuatnya tidak nafsu makan.Ervan yang melihat perubahan sikap istrinya seketika bertanya, “Sayang, kamu kenapa?”“Nggak papa, Mas.”“Kalau nggak papa, kenapa nggak mau makan? Mukanya juga murung terus. Ada apa? Nggak mau cerita sama suami sendiri?” tanya Ervan dengan suara lembut.Gea menghela napas berat, dan menatap Ervan. Ia pun berkata, “Mas, aku takut.”Mendengar pernyataan Gea, dahi Ervan mengernyit heran. “Takut? Takut kenapa, Sayang? Masih takut soal Papa? Kan belakangan ini Papa udah nggak ganggu kita.”Memang benar yang dikatakan Ervan. Semenjak peristiwa pertengkaran dengan Lastri, Bagus sudah tidak pernah lagi mengganggu kehidupan Ervan dan Gea. Bahkan