Mungkin pria itu mengkhawatirkannya.Thasia sudah baik-baik saja sekarang, jadi kenapa dia masih terlihat sedih?Namun, yang mengejutkan Thasia adalah dia mengetahuinya dengan begitu cepat."Sepertinya berita ini sampai ke Negara Marnion."Jason menambahkan, "Aku sempat pulang sekali waktu itu."Thasia menatapnya. Entah apa maksud Jason, tapi pria itu menambahkannya, "Tapi aku segera kembali ke Negara Marnion, jadi aku nggak sempat bertemu denganmu."Thasia berkata, "Nggak masalah, waktu itu kita juga nggak terlalu dekat."Jason hanya tersenyum. "Ya, bagimu kita memang nggak dekat sama sekali." Topik pembicaraannya berubah lagi. "Tapi sekarang kalau dipikir-pikir aku menyesal. Kalau aku nggak pergi ke luar negeri, mungkin saja saat kamu dalam bahaya, aku bisa melindungimu dan kamu nggak akan mengalami kejadian mengerikan itu. Biar mereka menculikku saja, daripada menculikmu.""Kamu sungguh pandai bercanda." Kata-kata Jason terdengar setengah bercanda, jadi Thasia tidak menganggapnya te
Jason sudah lama tidak kembali ke kampung halaman, jadi dia mulai lupa dengan kebiasaan di sini.Thasia mengikuti jejaknya, mereka berjalan berdampingan.Jason menikmati berjalan-jalan bersama Thasia, dia sedikit tersenyum.Namun, sebuah mobil melaju dan memecah ketenangan saat itu.Mobil itu melaju tepat di depan mereka. Jason takut mobil itu akan menabrak Thasia, tanpa sadar dia mendorong wanita itu ke samping, jadi dirinya berjalan di sisi luar.Jeremy melihat pemandangan ini dengan jelas dari kaca spion.Alisnya berkerut, wajahnya menjadi dingin dan bibirnya membentuk garis lurus. Tentu saja, dia juga memperhatikan kelembutan dan ketenangan di wajah Thasia.Wanita itu sepertinya sangat menikmati kebersamaan mereka.Sudah berkali-kali mereka jalan bersama di belakangnya.Bukannya Thasia menyukai pria bernama Leo itu?Jangan-jangan Leo itu nama panggilan Jason?Jeremy pun mengepalkan tangannya. Thasia sangat peduli pada pria di hatinya dan pria di depannya itu, hal ini membuat Jeremy
Jeremy tidak berpikir begitu. Jika hanya kebetulan kenapa bisa berkali-kali, sudah pasti tidak begitu.Thasia juga terlihat sangat bahagia setiap kali bertemu Jason, maka pasti ada yang tidak beres di sini."Pak Jeremy sudah datang!"Kepala Sekolah Wandy tahu Jeremy telah tiba, jadi dia keluar untuk menyambutnya, tapi dia tidak mengetahui suasana tegang di antara mereka. Kepala Sekolah Wandy berkata dengan penuh semangat, "Sekarang semua sudah di sini, ayo kita pergi ke restoran. Kali ini aku yang akan mentraktir kalian makan."Jeremy mengangguk kepada Kepala Sekolah Wandy dan tidak berkata apa-apa lagi.Setelah beberapa kali berinteraksi dengan Jeremy, Kepala Sekolah Wandy juga tahu sifatnya Jeremy. Pria ini memiliki sifat yang dingin, tidak suka berbasa-basi, tegas dan cepat dalam melakukan sesuatu, jadi Kepala Sekolah Wandy tidak keberatan.Jason memandang Jeremy. "Silakan, Pak Jeremy."Jeremy masuk ke dalam mobil dengan ekspresi dingin.Jeremy sengaja tidak memanggil Thasia, dia in
Thasia tertegun sejenak.Pria ini seharusnya lebih ingin cepat-cepat menemukan wanita itu.Jeremy pasti sedang mengujinya.Thasia tidak terlalu paham, tapi dia hanya bisa mengikuti maksudnya dan berkata, "Aku akan berusaha untuk membantu Pak Jeremy, bukan hanya dalam masalah ini, tapi dalam semua hal."Jawaban ini memang tidak ada yang salahSebagai sekretarisnya, Thasia harus mematuhi perintah Jeremy di tempat kerja.Hal ini juga menunjukkan kesetiaan Thasia sebagai sekretarisnya.Tidak ada sedikit pun kesedihan di wajah istrinya ini. Thasia dengan senang membantu Jeremy menemukan wanita yang pernah tidur dengannya.Baik sebagai istri atau sekretarisnya, Thasia sangat perhatian!Jeremy membuang muka, wajahnya terlihat dingin, dia berkata dengan tenang, "Bu Thasia sungguh sekretaris yang baik dan kompeten, nggak ada sekretaris yang lebih baik darimu."Thasia tadi masih merasa tegang, tapi setelah mendengar pujian Jeremy, dia langsung menjawab dengan senang. "Sudah sepatutnya, ini semua
"Benar, Thasia sangat cantik, pasti banyak orang yang mengejarnya, dia tentu saja memiliki kriteria yang tinggi." Kepala Sekolah Wandy memandang Jason lagi. "Tapi Jason juga nggak buruk, dia masih muda, berbakat, kepribadiannya baik dan memiliki masa depan yang cerah!"Mendengarkan pujian ini, wajah Jeremy pun terlihat tidak senang. Jelas bahwa Kepala Sekolah Wandy sangat suka pada Jason dan sangat ingin menjodohkannya dengan Thasia.Jason memandang Jeremy, lalu berkata sambil tersenyum, "Pak Wandy, kamu terlalu memujiku. Tapi Thasia memang wanita paling baik di dunia, dia pantas dicintai dan diperhatikan."Thasia merasa terkejut, tapi dia tetap tersentuh mendengar kata-kata Jason.Pria itu mengatakan dirinya adalah wanita terbaik di dunia, pantas untuk dicintai dan diperhatikan.Tidak ada seorang pun wanita yang bisa menolak pujian seperti itu.Jeremy juga menyadari Thasia sedang memperhatikan Jason, mungkin dia tersentuh oleh perkataan pria itu, hal ini pun membuatnya merasa sangat t
Kepala Sekolah Wandy hanya memiliki satu putri yang berharga, dia sangat menyayanginya. Di depan tamu saja dia berbicara sedikit tegas pada putrinya itu, tapi di rumah, dia selalu memanjakannya.Wandy jarang mengajak Rinesa keluar kecuali gadis itu yang mau ikut.Namun, dia tidak pernah membawanya menemui Jeremy.Dia khawatir putrinya tidak akan bisa menarik perhatian orang yang berhati dingin seperti Jeremy, nanti malah membuat masalah.Dia sempat berpikir memperkenalkan Rinesa kepada Jason.Jason memiliki kepribadian yang baik, jika putrinya bisa menikahi pria seperti itu, pasti akan sangat bagus.Namun, ada perubahan sekarang. Jason sepertinya menyukai Thasia, mereka semua bisa melihat itu.Sedangkan Rinesa lebih tertarik pada Jeremy, jadi dia pun hanya bisa menuruti keinginan putrinya dan melihat situasi apakah mereka bisa jadian.Selain mereka, Kepala Sekolah Wandy juga mengajak beberapa temannya.Teman-temannya sudah tua, kebanyakan dari mereka mengenal Rinesa dari kecil, juga sa
Jason dulu sangat gemuk saat masih di bangku SMP, bagaimana mungkin dia percaya diriDia hanya bisa memandang Thasia secara diam-diam dari kejauhan."Aku yang saat ini adalah diriku yang terbaik."Thasia tidak menyangka pria ini memiliki perasaan seperti itu padanya, dia benar-benar tidak menyadarinya.Jason memandangnya dan tersenyum penuh kasih sayang. "Thasia, aku sempat pulang sekali ketika tinggal Negara Marnion, saat itu aku baru tahu bahwa kamu terluka. Ketika aku kembali, kamu sudah masuk SMA. Aku hanya berani melihatmu dari belakang, aku sangat senang saat melihatmu baik-baik saja! Pada saat itu, aku memutuskan untuk membuatmu bahagia begitu aku kembali."Thasia merasa terkejut.Dia bisa memahami perasaan Jason.Sudah lebih dari sepuluh tahun sejak mereka duduk di bangku SMP.Jason telah menyukainya lebih lama daripada dirinya menyukai Jeremy.Thasia bertanya, "Apakah kamu nggak pernah menyukai siapa pun selama ini?"Jason berkata dengan nada menggoda, "Mungkin karena Keluarga
Saat ini, Thasia seperti disambar petir. Wajahnya pucat, tubuhnya terasa kaku, dia tidak bisa bergerak.Dia ingin lari dari tempat itu, tapi kakinya terasa seperti dipaku, dia juga tidak bisa mengalihkan pandangannya.Dia tidak menyangka ketika keluar dari toilet, hubungan kedua orang itu sudah berkembang sampai ke titik ini.Namun, detik berikutnya Jeremy segera menarik tangan Rinesa.Kebetulan matanya bertemu dengan tatapan Thasia, pria itu tertegun sejenak. Mata mereka saling berpandang di udara, ada keraguan dan kesedihan.Jeremy tidak punya waktu untuk menjelaskan apa pun, dia segera membuat jarak dengan Rinesa, lalu berkata, "Nona Rinesa, mohon tahu diri sedikit."Rinesa mengejarnya dari belakang.Melihat Jeremy sendirian, gadis itu ingin melakukan sesuatu yang lebih intim dengannya.Dia berpikir tidak ada pria yang bisa menolak wanita cantik, belum pernah ada yang menolak dirinya.Selama dia bisa bertindak lebih agresif, dirinya pasti bisa menaklukkan Jeremy.Meskipun hanya kenc
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak