Wajah Thasia terlihat tidak senang.Dia meletakkan ponsel itu kembali ke nakas.Thasia berbaring di ranjang, saat mendengar suara air di kamar mandi, dia merasa resah.Jeremy siang ini ke mana?Pergi ke tempat kejadian mayat wanita itu atau pergi menemui Lisa?Thasia diam-diam merasa resah, dia percaya pada Jeremy.Setelah menikah dengannya selama tiga tahun, Jeremy tidak pernah memperlakukannya seperti beberapa hari terakhir ini.Thasia bisa merasakan kasih sayang dan perlindungannya.Dia juga bisa melihat tatapan penuh cinta pria itu untuknya.Jeremy juga bilang akan mencintainya selamanya.Thasia selamanya akan menjadi istrinya.Sikap Jeremy yang aneh membuat Thasia berpikir, pasti ada sesuatu di antara mereka yang dirinya tidak ketahui.Mungkin ada suatu rahasia.Thasia masih merenung, kebetulan Jeremy sudah selesai mandi.Pria itu masih menyeka rambutnya dengan handuk, dia melihat ke arah Thasia, ingin melihatnya sudah tidur atau belum.Kepala Thasia bergerak, lalu dia menoleh pad
"Sudahlah." Shella tersenyum sambil berkata, "Kita main saja berdua, hari ini kita ke mal, aku ingin membelikanmu tas Hermes, bagus dan mudah dibawa!"Thasia sudah sangat mengenal Shella, jadi dia tidak sungkan. "Baik sekali?""Masa aku nggak baik padamu? Kalau aku baik padamu, maka Kak Jeremy akan bersikap ramah padaku!" Shella tidak suka Jeremy bersikap dingin padanya."Aku ganti baju dulu." Thasia juga ingin ke mal, perutnya sudah semakin membesar, jadi dia harus membeli barang untuk anaknya.Mereka berdua berjalan keluar rumah.Ada sopir dan pengawal yang membawa mereka ke mal.Thasia juga meminta cuti dari kantor.Meski dia tidak ada, masih ada Veren di sana, kalau memang di kantor ada masalah, Thasia pasti akan segera mengatasinya.Angel juga sudah keluar dari rumah sakit.Pemeran utama drama itu sekarang sudah diganti, sudah bukan Meicy lagi.Katanya tetap Angel yang menjadi pemeran utamanya.Namun, Angel menolaknya.Sekarang mereka sedang mencari orang lain.Thasia dan Shella p
Thasia menoleh. "Itu Jeremy?"Shella menatap sorot mata Thasia yang terlihat seakan-akan tidak memercayai semua ini, sehingga wanita itu bertanya padanya, Shella juga terlihat tidak senang, dia berkata dengan marah, "Pria berengsek ini! Aku kira Kak Jeremy berbeda, ternyata semua pria memang sama!"Shella sedang marah-marah, tapi Thasia tidak fokus mendengarkannya, dia menoleh lagi kepada dua orang di dalam sana.Lisa menggandeng tangan Jeremy, kelihatannya hubungan mereka sangat baik.Seakan-akan sudah kembali ke titik awal.Kaki Thasia seakan-akan berakar di sana, dia berdiri tanpa bergerak.Saat mereka berjalan keluar, Lisa berkata, "Jeremy, terima kasih sudah membelikan tas semahal ini untukku."Pria yang dia suka membelikan barang yang dia suka, hal ini merupakan hal yang membahagiakan bagi semua wanita.Termasuk Lisa."Nggak masalah asalkan kamu suka," kata Jeremy."Kalau aku suka, apakah kamu akan puas?" tanya Lisa."Hmm."Lisa berkata dengan lembut, "Kamu sungguh baik padaku, k
Thasia menatap Jeremy sambil bertanya, "Benarkah?"Sorot mata Jeremy terlihat dingin, dia menatap wajah Thasia yang terlihat sedih, tapi pria itu tetap diam saja.Thasia lanjut bertanya, "Kamu berhubungan dengan Lisa? Beri tahu aku, apakah hal ini benar? Aku hanya percaya padamu!"Jeremy masih saja tidak berbicara.Mata Thasia memerah, dia masih memiliki sedikit harapan dalam hubungan mereka. "Kalau kamu bilang semua ini nggak benar, aku nggak akan mempermasalahkannya, meski aku melihat kalian jalan bersama, meski aku melihat dia menggandeng tanganmu, aku percaya kamu pasti memiliki alasan lain. Kenapa kamu diam saja? Bicaralah, berikan aku sedikit harapan."Saat mengatakannya Thasia merasa hatinya sangat sakit.Seakan-akan lamaran dan cinta pria itu hanyalah mimpinya.Setelah bangun dari mimpi, Thasia harus menerima kenyataan bahwa Jeremy tidak pernah mencintainya.Padahal dia merasa bahagia karena hal itu.Pria yang dia sukai selama bertahun-tahun, akhirnya mencintainya balik, pengor
Perkataan ini membuat Lisa merasa bingung.Mungkinkah Jeremy tidak tahu kalau Thasia sedang hamil?Atau ada alasan lain.Sedangkan tatapan Jeremy masih sama dinginnya, seakan-akan masalah yang dikatakan Thasia tidak ada hubungan dengan dirinya.Thasia berpikir dengan menggunakan anak ini, dia mungkin bisa mendapatkan kembali hati Jeremy.Ternyata dialah yang terlalu berharap.Ketika seorang pria menjadi kejam, anak juga tidak ada artinya.Lebih baik dia tidak memberitahunya.Ternyata harapan terakhir Thasia tidak ada gunanya, perasaannya sudah hampir mati lagi."Jeremy, ayo kita pergi." Lisa bersandar pada Jeremy, memotong pertengkaran mereka. "Thasia, jangan berharap lagi, sebaiknya kamu gugurkan anak itu sehingga kamu nggak terlihat memalukan seperti hari ini."Jeremy mengalihkan tatapannya, nada bicaranya masih terdengar tenang, dingin dan tanpa perasaan. "Ayo, jangan pedulikan dia. Demi tetap menjadi istriku, dia bisa berkata seperti itu."Mereka berdua pergi dari hadapan Thasia.T
Meski dilahirkan juga tidak akan diterima.Daripada anaknya bersama ayah seperti itu, lebih baik dia menjadi orang tua tunggal untuknya.Di dalam vila suasana sangat hening.Thasia duduk di sana selama beberapa jam.Dia mengingat banyak hal terjadi selama bertahun-tahun ini, masa mudanya, sejak dia masuk ke dunia masyarakat, dia sudah berada satu kantor dengan Jeremy, lalu menjadi istrinya. Meski tidak pernah diliriknya, Thasia tetap menahan diri, hingga dia memutuskan untuk menyerah dan melepaskan pria itu, membiarkannya bersama wanita impiannya, tapi Jeremy malah menjeratnya lagi.Langit sepertinya sedang bercanda dengannya, pada akhirnya dia juga yang berakhir dengan menyedihkan.Sama sekali tidak memberinya akhir yang bahagia.Kali ini benarkah mereka akan bercerai?Namun, kenapa dirinya masih saja berharap? Dia merasa Jeremy tidak akan bercerai dengannya.Thasia terus menunggu, hingga larut malam, akhirnya Jeremy pulang.Jeremy pulang dengan tergesa-gesa, seakan-akan hanya ingin b
"Diam kamu!" Thasia berkata dengan marah, "Bisa-bisanya kamu berkata seperti itu, aku telah salah menilaimu!"Wajah Jeremy terdorong ke samping, dia tidak menghindar, malah menerima tamparan Thasia.Wajah Jeremy memerah, tapi dia masih tersenyum sinis, ekspresinya terlihat dingin dan jahat. Jeremy menoleh kembali.Tatapan Jeremy menjadi semakin menusuk, dia berkata sambil mendengus, "Kalau hal ini bisa membuat perasaanmu padaku menghilang, maka baguslah, aku juga bukan orang berhati baik!"Thasia merasa sangat sakit hati, dia marah sampai seluruh tubuhnya bergetar.Seumur hidup dia tidak pernah bertemu dengan pria sejahat Jeremy."Kalau kamu berkata seperti ini agar aku menandatangani surat cerai ini, maka kamu berhasil. Memangnya hanya kamu yang ingin bercerai, aku juga ingin!" Thasia segera mengambil pena, menandatangani surat itu, lalu melemparnya ke arah Jeremy. "Keluar, segera keluar dari rumahku!"Ekspresi Jeremy tidak berubah, seakan-akan dia tidak peduli akan amarah Thasia.Sed
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak