Thasia terkejut melihat tindakannya. "Bagaimana kamu bisa tahu aku mau makan kue strawberry?"Jeremy tersenyum. "Aku bisa sulap."Thasia tidak percaya, mana ada hal yang begitu kebetulan.Thasia melihat ke arah lemari baju, lalu melihat Jeremy lagi, dia berjalan ke sana, lalu membuka lemari itu.Dia baru sadar di dalamnya ada banyak barang.Di sana ada banyak makanan. Cemilan, buah, kue dan yang lainnya, semua memenuhi lemari itu.Thasia menatap Jeremy.Jeremy menutup bibirnya. "Semuanya makananku."Thasia malah tertawa. "Bohong, kamu pasti ingin membuatku senang jadi menyiapkan semua ini."Jeremy terlihat salah tingkah, dia menatap ke arah Novan yang menjaga pintu.Novan dengan canggung melihat ke luar, dia segera menghindarinya.Setengah jam yang lalu Jeremy dan Novan sedang membahas bagaimana caranya memberikan kejutan pada wanita, agar membuat wanita itu senang.Novan langsung berkata, "Letakkan cemilan di lemari, lalu berpura-pura melakukan sulap, nanti makanan kesukaannya akan mu
Thasia merasa bingung. "Kenapa? Memangnya sekejam itu?"Novan berkata, "Kemarin Ketua menghukumku, menyuruhku latihan sampai tengah malam, juga harus bangun pagi-pagi.""Bukannya kamu suka latihan malam-malam?" Thasia merasa terkejut."Ketua bilang begitu?" Novan merasa dirinya sungguh kasihan, dia hanya bisa menerima hal itu. "Baiklah, memang aku yang suka latihan malam-malam."Setelah sampai ke lantai tempat tinggal Thasia, wanita itu berkata, "Kalian tunggu aku di sini, aku akan masuk sebentar.""Oke."Novan pasti akan melindunginya, tapi juga menghargai privasinya.Mereka sudah memeriksa kondisi apartemen ini, keadaannya cukup aman.Thasia berjalan ke rumahnya, saat melewati pintu tempat Kent, langkahnya berhenti sejenak.Thasia memiliki banyak pertanyaan, tapi entah kenapa Kent tidak mau bertemu dengannya.Mungkin ada hal yang sulit dikatakan.Apakah saat ini dia berada di rumah?Thasia merasa ragu, dia pun menekan bel rumahnya Kent.Dia menekannya sebanyak tiga kali.Setelah bebe
"Mana mungkin."Thasia tidak menyangka akan melihat sikap Kent seperti ini.Bagaimana bisa pria itu takut dirinya akan membencinya.Kent merupakan orang yang hebat, seharusnya dia tidak takut orang lain membencinya.Thasia sekarang harus fokus mengurusi lukanya, dia berkata dengan suara pelan, "Ayolah, biar aku urusi luka-lukamu dulu."Kent masih tetap ragu.Namun, Thasia tidak peduli lagi, dia ingin membantunya memberesi masalah mendesak saat ini.Setelah membuka baju Kent, lalu terlihat di kulitnya yang putih terdapat banyak luka panjang, jelas sangat mengerikan, membuat Thasia merasa sedih.Di atas meja terdapat beberapa obat.Thasia mengambilnya, lalu mengoleskan obat itu dengan pelan sambil berkata, "Kemarin kamu pergi melihatku?"Kent terdiam sambil menurunkan tatapannya.Thasia membersihkan lukanya sambil memikirkan kejadian selama dua hari ini, dia berkata lagi, "Kemarin kamu pergi mencariku, saat melihatku kamu malah menghindar. Saat itu kamu masih belum terluka, tapi setelahn
Thasia terkejut melihat tindakannya."Apa yang kamu lakukan?" tanya Thasia sambil menahan dada Kent.Tatapan Kent menjadi mengerikan, dia berkata dengan dingin, "Kamu sembarangan masuk ke rumah pria asing, memangnya kamu nggak takut?"Thasia berkata, "Kita sudah kenal cukup lama.""Kamu tahu siapa aku?"Thasia menutup bibirnya, lalu menatap Kent dengan berani. "Kamu berani?""Meskipun aku nggak tahu siapa kamu, memangnya kamu berani melakukan sesuatu padaku?" Thasia bersandar lebih dekat, sama sekali tidak takut akan ancaman Kent.Sedangkan tatapan Kent menjadi rumit.Thasia mendekat, sedangkan Kent malah bergeser semakin menjauh.Thasia sadar bahwa Kent hanya mengancamnya dengan kata-kata saja.Kalau Kent ingin mencelakainya, pria ini tidak akan menolongnya waktu itu.Kent pada akhirnya bangkit dari sofa, matanya menatap dengan tidak berdaya. "Kamu benar, nggak peduli bagaimanapun aku tetap nggak bisa mencelakaimu."Thasia segera duduk. "Hari itu Redly nggak membunuhku."Kent berkata,
Novan melihat Thasia mendekat, "Nyonya, kamu lama sekali, kami tadi hampir mengetuk pintumu."Thasia tidak bilang dirinya bertemu Kent, dia malah berkata, "Tadi aku sempat membicarakan sesuatu dengan kepala editorku, jadi agak lama. Ayo kita pergi."Novan mengangguk, tapi saat Thasia mendekat, dia bisa mencium bau darah.Novan mengendus sebentar. "Nyonya, kamu terluka?""Nggak." Thasia berpikir mungkin terkena bau darah dari tubuh Kent. "Mungkin terkena bau darah dari tubuh Jeremy."Novan tidak bertanya lagi, tapi dia melihat gelang mutiara di tangan Thasia.Di sepanjang jalan Thasia terus memainkan gelang itu.Entah kenapa Kent memberinya gelang ini.Setelah melihatnya dengan saksama, dia menyadari di dalam mutiaranya ada darah.Apakah benda ini memang seperti itu?Thasia merasa bingung, dia tidak tahu banyak tentang masa lalu Kent, sekarang muncul hal lain lagi. Namun, dia yakin akan satu hal, bahwa Kent tidak akan menyakitinya.Saat di jalan, Veren meleponnya."Thasia, drama Angel d
Angel segera menoleh, dia menatap Thasia. "Kamu bisa membantuku?"Angel sudah lama menjadi artis, dia sudah bertemu berbagai macam orang, orang jahat ataupun yang baik, bahkan yang berkhianat sekalipun.Angel tidak akan dengan mudah memercayai orang.Tentu saja selain Thasia, karena dia bisa merasakan bahwa Thasia bukanlah orang jahat, malahan sangat baik.Karena bantuannya, Angel bisa kembali terkenal melalui video pendek.Namun, di dunia hiburan jika hanya mengandalkan kemampuan saja masih belum cukup."Thasia, bukannya aku nggak percaya padamu, tapi aku mengerti cara main di dunia hiburan." Angel ragu sebentar, lalu dia berkata lagi, "Aku tahu kamu memiliki hubungan dengan Pak Jeremy, meski hubungan kalian nggak diumumkan, tetap saja orang yang dekat dengan kalian pasti akan curiga kalau istri misteriusnya Jeremy itu kamu."Thasia tidak menyangkalnya. "Memang aku."Angel tersenyum. "Hebat sekali kalian menutupinya, siapa pun nggak akan menyangka kalau sekretaris kepercayaan Pak Jere
Setelah berpisah dengan Angel, Thasia mulai bertindak.Dia menelepon Veren lagi."Bikin artikel, tulis bahwa peran Angel telah direbut, semua ini kerjaan sponsor, sponsor yang berbuat curang di belakang," kata Thasia.Veren tertegun. "Kamu yakin? Bukannya orang baru itu berasal dari perusahaan suamimu?"Kalau bertindak seperti ini, maka akan memengaruhi perusahaannya Jeremy.Meski begitu mereka tetap tidak akan bisa melawan Jeremy.Thasia tidak peduli lagi, di dunia bisnis memang selalu terjadi persaingan, suami istri juga sama, mana mungkin dia masih memikirkan hubungan mereka. "Tulis saja, kalau terjadi apa-apa, aku yang akan tanggung jawab."Veren berkata, "Oke, kalau begitu aku akan menulis seperti itu, kalau nanti sampai Pak Jeremy menanyakan hal ini, maka jangan salahkan aku."Veren merasa takut akan hal ini."Jangan takut, kita akan bersaing dengan sportif."Veren masih bingung. "Kamu membantu Angel sampai begini, memangnya kamu punya musuh yang sama dengan dia?""Hmm."Mereka s
Jeremy bertatapan dengan Thasia, wanita itu sedang menantangnya, jadi Jeremy memilih untuk mengalah. "Angel bukan artis dari agensiku, tapi kalau kamu mau, aku bisa mengaturkan orang untuk kamu urus."Mereka sama sekali tidak berada di jalur yang sama.Jeremy pikir Thasia tertarik pada bidang ini jadi ingin mencoba terjun ke dalam, setelah Thasia bosan, dia juga akan kembali lagi.Sedangkan Thasia sudah bertekad akan melakukan hal ini.Kalau masih belum berhasil, dia tidak akan menyerah.Mendengar saran Jeremy itu, dia lebih merasa tidak terima, setelah berpikir sebentar dia berkata, "Begini saja, urusan pribadi nggak ada hubungannya dengan urusan kerjaan, jangan digabungkan. Jadi kamu nggak perlu ikut campur dalam urusanku dan Angel!"Jeremy bertanya, "Memangnya harus dia?""Aku suka pada sikapnya.""Kamu yakin bukan karena ingin melawan Lisa?" tanya Jeremy sekali lagi.Thasia sedang berpikir, dirinya sempat ingin diculik beberapa kali, semua itu mungkin kerjaan Lisa.Thasia bingung a
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak