Setelah mendengar ini tangan Thasia terkepal, dia mengalihkan pandangannya, takut dirinya berharap lagi. "Karena peduli makanya ingin berubah, kalau begitu untuk apa begitu peduli?"Jeremy melihat ke arahnya. "Kamu ini istriku."Thasia merapatkan bibirnya, alat makannya mengaduk sup mala itu, tapi dia tidak memakannya. "Bukankah kita akan bercerai? Terlalu mengada-ada kalau alasannya karena aku ini istrimu. Dulu kamu nggak pernah berpikir ingin berubah karenaku, sekarang kenapa jadi seperti ini?"Jeremy menatap Thasia, sepertinya pria itu sedang berpikir, tapi tidak berkomentar apa-apa.Thasia bisa merasakan tatapan pria itu, tapi Jeremy hanya diam saja, Thasia pun tidak menunggu jawabannya lagi dan langsung mulai makan."Aku rasa aku menyukaimu.""Uhuk, uhuk, uhuk ...."Kalimatnya itu membuat Thasia tersedak, rasa pedas dari sup mala membuat tengorokannya sakit, dia merasa kesakitan.Melihat ini Jeremy juga sadar Thasia pasti kesakitan, dia segera menuangkan air untuk Thasia. "Apakah
Thasia duduk di ranjang, matanya menatap ke arah pintu, dia tahu Jeremy ada di depan, jadi dirinya tidak bisa tidur.Hatinya masih berdetak kencang.Dia masih mengingat kalimat Jeremy tadi.Thasia merasa terkejut, dia masih tidak berani mengatakan isi hatinya.Juga merasa resah.Setelah beberapa saat, pintu terbuka, Thasia menoleh, dia melihat Jeremy berjalan mendekat.Thasia tercengang melihatnya, rasanya seperti saat pertama kali bertemu dengannya, selain melihat pria itu dengan tercengang, dia tidak bisa bersuara sedikit pun.Jeremy membawakan segelas susu, dia meletakkannya di depan Thasia, lalu berkata, "Sebelum tidur minum susu dulu, hal ini baik untuk tubuhmu. Rasanya manis, bisa menghilangkan stres."Thasia melihat ke arah susu di depannya, lalu melihat urat di lengan Jeremy yang menonjol, seketika dia sepertinya mengingat sebuah gambaran.Dia merasa akhir-akhir ini dirinya sedikit bermasalah.Tidak hanya suka melamun, terkadang dia akan mendapat gambaran tentang masa lalu yang
Melihat Jeremy benar-benar tidak tahu dan sama sekali tidak ada gambaran, Thasia merasa sedikit kecewa.Thasia menggeleng. "Nggak ada."Jeremy pun terdiam.Thasia berbaring dengan menyamping, dia tidak melihat wajah Jeremy lagi.Namun, tadi Thasia sempat memperhatikan bahwa sorot mata Jeremy begitu tenang.Kenapa Jeremy masih belum sadar kalau Leo itu dirinya.Mungkinkah pria itu melupakan kejadian saat itu?Meski begitu tetap saja seharusnya Jeremy mengingat dirinya sempat memiliki nama itu.Apakah ada kesalahan pada kejadian itu?Semakin memikirkannya Thasia semakin merasa hal ini sangat memusingkan, suasana hatinya menjadi kacau, kepalanya terasa sakit.Thasia menutup matanya, memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi.Setelah Jeremy merapikan selimut, pria itu berjaga sebentar di samping Thasia, hingga napas Thasia menjadi teratur, dia baru berjalan pergi.Jeremy mengeluarkan ponselnya, dia melihat ada belasan panggilan tidak terjawab.Saat dia menelepon balik, ekspresinya terlihat
Selama dia bisa selamat dari keadaan ini, dia baru bisa berdiri teguh di dunia hiburan, maka perusahaannya juga akan berpihak padanya.Lisa berjalan keluar, belum sampai beberapa menit dirinya sudah terlihat oleh seseorang. Orang itu segera berkata, "Bukankah itu Lisa yang tukang bohong?"Melihat ada orang di jalan yang mengenalinya, Lisa seketika merasa panik, tanpa sadar dia menutupi wajahnya."Ya benar itu dia, pasti dia ingin bersembunyi!"Lisa sudah memakai kacamata hitam dan masker, tidak disangka masih saja ada orang yang mengenalinya.Sekali ada yang bersuara, semua orang langsung melihatnya.Seketika Lisa dikelilingi orang."Masih berani kamu keluar? Kamu nggak takut dilempari telur busuk?""Kalau dia nggak berani, dia nggak akan melakukan hal yang keterlaluan!""Dasar tukang bohong, membuat penggemarnya menyerang orang lain, dia seharusnya masuk neraka!"Lisa melihat mereka seperti iblis, wajahnya memucat, hatinya bergetar, dia segera menjelaskan, "Aku nggak mencelakai orang
Bagaimana bisa dia?"Kenapa kamu bisa ke sini?Thasia menatap dengan waspada, dia baru bertemunya beberapa kali, salah satunya juga karena urusan Lisa makanya mereka bertemu.Sedangkan orang itu tiba-tiba muncul di sini, jadi Thasia pun curiga dirinya diikuti.Juga curiga apa tujuannya.Kent juga terlihat terkejut, dia berkata dengan datar, "Ternyata tetanggaku itu kamu."Thasia menatapnya, dia masih tidak mengerti apa maksud Kent.Kent menyadari Thasia menatapnya dengan waspada dan curiga, dia menunjuk ke arah sebelah dan berkata, "Aku tinggal di sebelah, aku tetangga barumu."Thasia melihat pintu apartemen sebelah terbuka, dia pun mengerti.Ternyata apartemen di sebelahnya sudah ada yang isi.Thasia melihat ke arah Kent lagi, lalu berkata, "Kapan kamu pindah ke sini?""Tadi pagi.""Seingatku saat aku pergi mencarimu, tempat kerjamu juga sudah termasuk tempat tinggal." Thasia kira Kent tinggal di sana."Nggak juga, saat sibuk aku memang akan tidur di sana, tapi aku tetap perlu tempat
Meski Thasia membayarnya, tetap saja dia akan mengingat bantuannya itu."Boleh saja kalau ada kesempatan." Thasia juga tidak menolak. "Kamu tunggu dulu, aku juga harus memberimu sesuatu sebagai balasan strawberry ini."Setelahnya Thasia segera berjalan masuk.Kent tidak berpikir untuk masuk, dia masih menunggu di depan pintu.Thasia masih tidak kepikiran ingin memberinya apa.Saat melihat ada beberapa botol susu, dia langsung mengambilnya.Kent melihat punggung Thasia, dia tersenyum, sorot matanya terlihat lembut, hingga Thasia menoleh, dia baru menghilangkan sorot matanya itu."Di dalam nggak ada apa-apa, ini susu yang aku suka, aroma susunya lebih pekat, entah kamu akan suka atau nggak," kata Thasia.Kent tidak menolak, dia menerima dua botol susu itu. "Kalau begitu terima kasih.""Sama-sama, kamu telah membantuku, aku pasti akan mengingat bantuanmu itu.""Kamu telah membayarnya, jadi kamu nggak berutang apa pun padaku," kata Kent."Informasi tentang Lisa itu bukan informasi biasa."
Mereka berjalan masuk.Kent ikut di belakang.Saat melangkah Kent merasa sedikit ragu.Pada akhirnya dia memilih untuk melangkah masuk.Sabrina meletakkan tasnya di samping, dia duduk di sofa.Sedangkan Thasia berjalan masuk ke dapur, dia menyiapkan mi untuk tiga orang.Kent masih berdiri di pintu, dia memperhatikan isi rumah itu tanpa berbicara, lalu tersenyum.Sabrina melihatnya yang berdiri segera berkata, "Kenapa kamu berdiri saja, duduklah."Kent melihat Sabrina, lalu dia berjalan masuk.Sabrina segera menuangkan teh untuknya.Sabrina penasaran pada pria di depannya ini.Dia cukup tampan.Sepertinya Thasia memang selalu menarik perhatian pria.Semuanya sangat tampan."Kamu kerja apa? Berapa usiamu? Keluargamu ada berapa orang?" Sabrina meminum teh, dia seperti keluarganya Thasia yang menanyakan kondisi keluarga pasangan Thasia."Aku seorang dokter," kata Kent dengan santai, dia hanya menjawab pertanyaan pertama, lalu meminum teh.Sabrina melihat ada gelang mutiara di lengannya, se
Thasia menatap Kent. "Nggak perlu, nanti malah merepotkanmu."Kent berkata, "Aku nggak suka makan buah, kalau strawberry kena panas ia akan membusuk, jadi lebih baik kasih kamu saja."Sabrina menatap Kent, dia merasa ada yang tidak beres.Sepertinya pria ini sangat peduli pada Thasia."Cepatlah makan, kalau nggak nanti mi-nya bengkak," kata Thasia.Mereka pun mulai makan.Kent menatap mangkuknya cukup lama, baru dia mulai makan.Kent makan cukup lama.Saat Thasia sudah selesai makan, Kent baru makan sampai setengah mangkuk.Thasia membawa mangkuk ke dapur, Sabrina juga ikut, dia menyenggol siku Thasia. "Dia suka padamu, ya?"Thasia hampir saja memuntahkan mi yang tadi dia makan. "Mana mungkin, ditambahkan dengan hari ini kami baru bertemu tiga kali. Lagi pula, kita hanya pernah mengobrol sebentar saja."Sabrina sedang berpikir, sepertinya dia juga tidak pernah bertemu orang sehebat ini."Entah kenapa aku merasa sepertinya kalian sudah saling kenal cukup lama." Sabrina berkata, "Tatapan
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak