Share

Bab 82

Author: Iffah Viyay
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Satria buru-buru berlari melewati koridor rumah sakit karena ingin segera sampai. Akhirnya dia tiba di ruang rawat Nara.

"Bagaimana keadaan Nara, Dok?" Satria langsung bertanya pada dokter yang ternyata masih ada di ruangan Nara.

"Oh sudah datang rupanya," kata dokter itu mengenali Satria karena memang sudah sering bertemu di rumah sakit ini.

"Keadaannya sudah membaik. Hanya perlu hati-hati merawatnya karena pasien mematahkan tulang rusuknya saat terjatuh."

"Saya akan merawatnya dengan baik, Dok."

Dokter itu tidak berlama-lama di ruangan Nara karena masih memiliki banyak pasien yang harus diperiksa. Meninggalkan Satria berdua dengan Nara yang masih belum sadarkan diri.

"Jangan buat saya khawatir, Nara," kata Satria dengan suara pelan dan lirih.

Untungnya Nara pulih dengan baik. Meski kesehatan mentalnya bermasalah. Satria tetap merawatnya dengan tulus meskipun mereka tidak memiliki hubungan apa-apa.

Sementara itu di tempat lain, hubungan yang dijalin oleh Ervan dengan Nadia berjalan dengan lambat. Meski hampir setiap hari Nadia selalu datang ke kantor Ervan. Namun bukan berarti hubungan mereka berkembang menjadi lebih erat. Ervan masih terkesan menghindari Nadia.

"Kamu kenapa sih? Bukannya kita ini pacaran?" tanya Nadia di suatu kesempatan karena terus menghadapi sikap Ervan.

"Kita kan pura-pura ...."

Nadia tersentak, baru menyadari kalau Ervan hanya menganggap hubungan mereka sebagai kepura-puraan. Padahal ....

"Apa lo berharap sesuatu yang lebih dari itu?"

Perkataan Ervan yang diucapkan dengan nada datar terasa menusuk hati Nadia. Baru setelah itu dia menyadari kalau Ervan ternyata merasa terganggu dengan hubungan mereka yang seperti ini.

Mungkin bagi Ervan, hubungan mereka ini adalah sebuah paksaan yang tidak dia inginkan.

Nadia melangkah mundur dengan tatapan nanar sebelum kemudian pergi meninggalkan Ervan sendirian.

Dan Ervan membiarkan saja Nadia pergi tanpa berniat untuk mencegahnya. Dia merasa inilah yang terbaik untuk mereka.

Jujur saja, sampai detik ini Ervan masih terbayang-bayang pernyataan cinta dari Nadia hari itu. Sama sekali tidak terlupakan.

Entah mengapa, momen itu membuat Ervan gelisah. Padahal Ervan ingin dengan tegas mengatakan kalau dia tidak punya perasaan apa-apa pada Nadia. Tapi rasanya bibirnya terasa kelu, seperti ada yang menahannya untuk mengatakan itu.

Kalau ditanya apa perasaan yang dia rasakan pada Nadia, Ervan sendiri bingung harus menjabarkannya dengan cara seperti apa.

Awalnya dia hanya menganggap Nadia sebagai 'adik' dari temannya. Lambat laun, Nadia bukan sekadar adik dari teman tetapi sudah dia anggap seperti adiknya sendiri meskipun kelakuannya yang kadang-kadang bikin jengkel.

Sekarang, setelah mendapat pengakuan dari Nadia, Ervan menyadari kalau perasaannya terhadap Nadia tidaklah sesederhana yang dia pikirkan. Namun Ervan sendiri masih susah untuk mendefinisikannya juga. Dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah dia jatuh cinta pada Nadia? Kalau benar begitu, kapan itu terjadi?

"Akhhhhhhh ... Bikin bingung aja...."

~~~

Sementara itu di tempat lain, Agas baru saja pulang ke rumahnya dan mendapati Riri ternyata ada di rumah dan sedang bermain dengan Bima.

Kedua alis Agas bertautan heran. Merasa tidak biasanya Riri mau meladeni Bima. Saat Agas sedang memandangi keduanya tanpa suara, rupanya Bima masih menyadari kedatangan ayahnya itu.

Anak itu langsung menghentikan aktivitasnya dan langsung berlari menerjang Agas dengan penuh semangat.

"Papaaaa ...," katanya, menghambur ke pelukan ayahnya dan Agas pun menyambutnya dengan sama antusiasnya.

"Udah makan?" tanya Agas dengan senyuman penuh kasih sayang.

"Udah, Pa. Sama mama," jawab Bima.

Agas tidak tahu mengapa, merasa asing dengan suasana seperti ini. Padahal dulu dia berharap bisa anaknya mendapatkan kasih sayang dari ibunya, terlepas dari kenyataan kalau Agas sendiri tidak memiliki perasaan pada wanita itu.

Dia tetap berharap anaknya mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya. Tapi sekarang, di saat dia harusnya senang karena Riri mau berinisiatif mendekatkan diri dengan Bima, namun entah mengapa Agas justru merasa ragu dan curiga. Aneh, pikirnya.

"Agas, sudah pulang? Sudah makan malam?" Riri tiba-tiba bicara dengan nada lembut.

Agas sampai terkejut sendiri. Namun itu hanya sebentar sebelum akhirnya dia menolaknya karena sudah makan di kantor.

Agas menggendong Bima lalu berjalan menuju kamar anaknya tanpa mengucapkan apa-apa pada Riri.

"Sudah malam, ayo papa antar ke kamar tidur," kata Agas pada anaknya.

"Tapi Bima lagi main sama mama, pa." Bima menjawab dengan nada enggan.

"Nanti bisa dilanjut besok," kata Agas.

Akhirnya Bima menurut dan membiarkan ayahnya membawanya menuju ke kamar. Setelah sampai di kamar, Agas meminta Bima menggosok gigi dulu lalu menemani anaknya sampai tertidur.

Setelah yakin Bima sudah terlelap, barulah Agas keluar dari sana dan menuju ke kamarnya sendiri. Agas tidak melihat keberadaan Riri dan sebenarnya tidak terlalu peduli juga.

Sampai di kamar, Agas langsung pergi menuju ke kamar mandi karena dia ingin membersihkan tubuhnya yang lengket setelah seharian bekerja.

Baru saja beberapa detik dia ada di sana, tiba-tiba terdengar suara pintu terkunci. Refleks Agas berbalik dan mendapati kehadiran Riri.

Mata Agas langsung terbelalak saat melihat langsung kelakuan Riri yang menurutnya gila.

"Apa yang kamu lakukan?!" teriak Agas dengan muka kesal.

"Bagaimana tubuhku? Menggoda bukan?" jawab Riri tanpa merasa takut dan justru memamerkan bentuk tubuhnya yang tidak tertutupi sehelai benang.

"Dasar gila!" umpat Agas sangat merasa benci dengan wanita di hadapannya.

"Yakin kau tidak tergoda?" kata Riri yang malah berjalan mendekat. "Sentuh aku seperti yang dulu pernah kamu lakukan sebelum menikah dulu."

Agas menggertakkan gigi sambil memandang wanita di hadapannya dengan tatapan benci. Jika tatapan bisa membunuh, mungkin Riri sudahlah mati dari tadi.

"Kau akan menyesal, Riri ...."

°••• Bersambung ••°

Related chapters

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 83

    Amarah Agas menggebu-gebu. Tanpa mempedulikan lagi kalau wanita di hadapannya ini adalah ibu dari anaknya, Agas mendorong Riri ke samping lalu menendang pintu kamar mandinya sampai roboh.Riri yang terdorong, tidaklah terluka tapi tentu saja dia merasa kaget dengan reaksi Agas yang keras. Hal itu membuat Riri semakin merasa benci pada Agas dan wanita yang dicintai Agas."Segitunya kamu sama aku, gak pernah memberi aku kesempatan sama sekali. Bagaimana aku tidak membencimu dan wanita itu karena ini," ujar Riri pada suami yang telah melenggang pergi. "Kamu akan membayar penghinaan, Agas!"Sementara itu, Agas berjalan dengan langkah cepat yang panjang menuju mobil yang sebelumnya telah dia masukkan ke garasi.Tanpa kata, Agas mengeluarkan kembali SUV Hitam miliknya untuk pergi dari rumahnya sendiri. Dia perlu waktu untuk menenangkan diri lebih dulu.~~~"Makan ya, satu suap aja," bujuk Satria yang saat ini sedang berusaha membuat Nara makan.Namun sayangnya Nara tidak menanggapinya dan h

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 84

    "Satria gak mau dijodohkan sama siapapun itu," kata Satria, entah sudah berapa kali dia mengatakan itu seminggu belakangan ini.Sejak Risa yang datang ke ruang rawat Nara untuk menyampaikan pesan mamanya Satria, ternyata kejutan yang dimaksud oleh Risa itu mengenai perjodohan yang direncanakan oleh kedua orangtua Satria.Sungguh gagasan yang membuat Satria sakit kepala. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa kedua orangtuanya begitu ngotot untuk menjodohkannya. Memangnya dia tidak bisa mencarinya sendiri?"Kali ini harus mau," kata papanya Satria yang bernama Umar. "Papa udah janji sama sahabat papa.""Yang bikin janji papa, kenapa aku yang harus jadi korban?" sahut Satria merasa tidak adil."Coba aja ketemu dulu," kata Umar."Gak mau. Pokoknya gak mau," balas Satria dengan tegas. Setelah mengatakan hal itu, Satria pamit pergi."Anak itu, benar-benar," ujar Umar dengan geram, tapi tidak menghentikan anaknya pergi."Sudahlah, Pa. Kalau Satrianya gak mau, jangan dipaksa," ucap istri Umar

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 85

    "Sampai sekarang, gak ada kabar apapun dari Nara. Apa dia baik-baik saja?" gumam Lia dengan sedih.Aldi, yang saat ini sedang berada di samping Lia, berusaha menghibur calon istrinya agar tenang."Jangan khawatir, Nara pasti baik-baik aja," kata Aldi sambil menghapus airmata sang kekasih.Lia menatap Aldi dalam diam. Dia merasa tersentuh dengan perhatian Aldi yang lembut. Hal itu membuatnya teringat dengan kebaikan Aldi yang mau menunda pernikahan mereka sampai ada kabar yang jelas.Sudah berbulan-bulan, kabar itu masih tidak jelas. Lia bertanya-tanya mau ditunda seberapa lama lagi. Dia merasa bersalah pada Aldi dan keluarganya akan keinginannya yang egois ini."Kenapa diem aja?" tanya Aldi yang merasakan tatapan Lia yang intens."Ayo lanjutkan rencana pernikahan kita berdua," kata Lia dengan yakin, setelah dipikir-pikir, mungkin ini yang seharusnya dia lakukan.Mata Aldi sedikit mengerjap saat mendengar penuturan Lia. Dia diam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, "Jangan dipaksak

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 86

    Agas buru-buru pergi ke rumah sakit setelah menerima kabar dari wali kelas kalau anaknya pingsan."Gimana keadaan Bima, Bu guru?" tanya Agas pada wali kelas Bima karena saat dia sampai di sana, Agas hanya melihat gurunya Bima saja."Sudah ditangani oleh dokter tadi, Pak Agas. Anu ...," ucap sang guru, tampak masih memiliki sesuatu yang belum dikatakan."Ada apa, Bu guru? Apa masih ada hal penting yang perlu saya tahu?" tanya Agas tanpa menyudutkan. "Katakan saja, Bu."Meski awalnya ragu, akhirnya wali kelas Bima mengatakannya. "Pak Agas, kondisi Bima tidak sesederhana yang kita pikirkan.""Maksudnya bagaimana Bu guru? Apa anak saya punya penyakit serius?" Agas bertanya dengan ekspresi yang tampak masih tenang, walaupun sebenarnya di dalam hati dia sedang cemas.Mana mungkin dia bisa tenang-tenang saja di saat anak semata wayangnya sedang sakit ini."Ada tanda-tanda kekerasan di tubuh Bima.""Apa?!" Agas membeku. "Maksudnya bagaimana, Bu? Saya gak pernah lihat ...."Sebelum Agas menyel

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 87

    Satria memandang perempuan di hadapannya dengan sorot mata yang tajam. Sementara perempuan itu tampak santai-santai saja."Gue pinjem bentar, kamar mandinya," ujar perempuan itu sambil berjalan melewatinya.Satria sampai terbengong-bengong, meski hanya sesaat karena dia langsung melontarkan pertanyaan lagi. "Heh, lo itu siapa sih? Masuk ke kamar orang sembarangan. Maling ya?"Ucapan 'Maling ya?' seakan jadi pemicu, perempuan langsung berbalik cepat dengan wajah galak. "Apa lo bilang? Siapa yang lo panggil maling?""Elo! Siapa lagi?" sahut Satria tidak kalah galak. "Sekarang jawab pertanyaan gue, elo itu siapa? Kenapa elo ada di kamar gue?!"Perempuan itu tampak tertegun. Tatapannya yang galak melemah berganti rasa heran. "Jangan-jangan ...."Alis Satria mengerut dan matanya terus memandang wajah perempuan itu tanpa mengalihkan pandangan, tampak jelas pria itu sedang menunggu apa yang akan selanjutnya dikatakan perempuan itu."Jangan-jangan elo gak ngenalin wajah adek kandung lu sendir

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 88

    Aldi tampak terdiam sejenak, tidak langsung menjawab pertanyaan dari Agas. Sebelum akhirnya tetap mengatakannya. "Pelakunya adalah ibu Riri, Pak."Tidak ada perubahan besar pada ekspresi Agas saat mendengar ucapan Aldi, karena pada dasarnya sejak awal Agas sendiri sudah curiga pada Riri.Namun begitu masih belum membuat Agas mengerti, mengapa ada seorang ibu yang tidak memiki kasih sayang pada anaknya sendiri."Oke. Terima kasih," kata Agas kemudian menutup telepon.Tangan Agas mengepal kuat, jelas sekali kalau saat ini dia sedang marah. "Kali ini, sudah terlalu jauh, Riri."Setelah mengatakan itu, Agas kembali ke kamar rawat untuk pamit kepada ibunya. Kemudian keluar lagi untuk pergi entah kemana.Satu jam kemudian, SUV Hitam milik Agas memasuki kediamannya sendiri. Rupanya dia langsung pulang dari rumah sakit. Namun bukan dengan tujuan untuk beristirahat melainkan hal lain. Agas berjalan masuk ke rumah dengan wajahnya yang serius. Namun dia tidak pergi ke arah kamarnya, tapi menuju

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 89

    Tepatnya beberapa jam yang lalu Agas tidak hanya meminta Aldi untuk mencari pelaku kekerasan pada Bima tetapi juga untuk menjalankan tugasnya melakukan tes DNA.Agas meminta Aldi mengambil sesuatu dari laci di ruang kantornya. Berupa sample rambut milik Bima dan Riri.Sebenarnya belakangan ini Agas merasakan keraguan samar tentang hubungan antara Riri dan Bima. Padahal mereka adalah ibu dan anak tapi wanita itu tampak tidak suka dekat dengan anaknya sendiri.Sample ini Agas dapat saat tidak sengaja melihat sisir bekas dipakai Riri. Ada sehelai rambut yang menyangkut di sana. Saat itu entah dari dorongan apa, Agas memutuskan menyimpan sample tersebut.Bukannya Agas tidak pernah berpikir untuk mengetesnya. Sudah berkali-kali pikiran itu terus terbesit namun ketika sampai pada praktiknya, dia merasa ragu. Entah karena alasan apa karena dia sendiri tidak tahu.Lebih tepatnya, nurani Agas agak segan untuk melakukannya. Mengingat sejak awal menikah dengan Riri, dia tidak bisa memberikan apa

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 90

    Apa yang ingin ditunjukkan oleh Lia ternyata sebuah undangan yang mana tercetak nama mereka berdua.Aldi merasa terpesona dengan desainnya yang indah. Sungguh seperti mimpi bagi Aldi, tinggal menghitung hari, dia akan segera mempersunting sang pujaan hati."Apa bagus?" tanya Lia. "Kalau ada yang mau kamu tambahkan, bilang sama aku, biar nanti aku minta revisi. Ini baru sample aja.""Cuma satu aja? Bukannya kalau sample biasanya lebih dari satu?" tanya Aldi."Emang lebih dari satu sih, cuma aku langsung jatuh cinta sama sample yang ini," jawab Lia. "Ya, kalau kamu kurang suka desain yang ini, kita bisa minta desain lain.""Gak usah. Kalau kamu suka yang ini, aku juga pilih yang ini," sahut Aldi sambil tersenyum.~~~Sudah dua minggu sejak Agas tahu kalau Riri bukanlah ibu kandung Bima, dia sama sekali belum membuat langkah apapun selain memecat pembantunya. Justru dia menutupi masalah itu dan tidak membesarkannya.Orang lain tidaklah melihat perubahan yang ada dalam diri Agas. Seolah-o

Latest chapter

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 92

    Riri memandang heran pria yang ada di hadapannya. Seingatnya dia tidak pernah pria ini, tapi kenapa orang ini malah ada di depan pintu apartemennya."Perkenalkan nama saya Sugeng, pengacara utusan Pak Agas Pratama," kata pria itu seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Riri."Pengacara?" Riri menatap bingung pria di hadapannya. "Ada urusan apa ya?"Entah mengapa ada firasat tidak enak yang menggelitiknya. Namun begitu dia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh pengacara dari suaminya ini. "Bisakah kita membicarakannya di dalam, Bu?" tanya Sugeng dengan sopan.Riri berpikir sejenak. Sebenarnya dia agak tidak nyaman membiarkan orang asing masuk ke dalam apartemennya, tapi dia lebih tidak nyaman kalau harus bicara di luar begini. Dengan profesinya dan juga skandalnya yang masih 'panas', akan sangat tidak aman kalau dia sampai dipotret.Pada akhirnya Riri membiarkan Sugeng masuk ke dalam apartemennya. Mereka duduk berseberangan di ruang tamu. Kemudian percakapan mereka berlanjut."J

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 91

    "Meskipun dia anak kandungmu, tapi jangan seenaknya menemuinya." Kalimat itu yang sepintas terdengar oleh Aldi dan membuatnya merasa bingung. Perlu diketahui, Aldi telah menyelidiki wanita itu cukup menyeluruh karena perintah Agas. Sejauh yang telah Aldi selidiki, wanita yang merupakan ibu tiri dari Nara itu bukan sedang bersama dengan suaminya sendiri. Karena Aldu telah melihat wajah dari ayah kandung Nara. Tidak salah lagi, pria itu memang bukanlah Prayoga. "Apa maksudnya tadi?" gumam Aldi bertanya-tanya.Namun perhatiannya kemudian teralihkan karena Lia telah keluar dari toilet."Maaf agak lama, ayo kita lanjut jalan."Pada akhirnya Aldi harus menunda masalah itu karena dia tidak mau mengganggu waktu spesialnya bersama Lia.Beberapa hari sejak Aldi tidak sengaja bertemu Maya, dia telah menyelidiki lebih jauh dan menemukan sesuatu yang menurutnya cukup penting."Jadi maksudnya, Aurel itu bukan anak kandung Prayoga?" kata Agas saat Aldi memberitahunya masalah itu.Aldi mengangguk

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 90

    Apa yang ingin ditunjukkan oleh Lia ternyata sebuah undangan yang mana tercetak nama mereka berdua.Aldi merasa terpesona dengan desainnya yang indah. Sungguh seperti mimpi bagi Aldi, tinggal menghitung hari, dia akan segera mempersunting sang pujaan hati."Apa bagus?" tanya Lia. "Kalau ada yang mau kamu tambahkan, bilang sama aku, biar nanti aku minta revisi. Ini baru sample aja.""Cuma satu aja? Bukannya kalau sample biasanya lebih dari satu?" tanya Aldi."Emang lebih dari satu sih, cuma aku langsung jatuh cinta sama sample yang ini," jawab Lia. "Ya, kalau kamu kurang suka desain yang ini, kita bisa minta desain lain.""Gak usah. Kalau kamu suka yang ini, aku juga pilih yang ini," sahut Aldi sambil tersenyum.~~~Sudah dua minggu sejak Agas tahu kalau Riri bukanlah ibu kandung Bima, dia sama sekali belum membuat langkah apapun selain memecat pembantunya. Justru dia menutupi masalah itu dan tidak membesarkannya.Orang lain tidaklah melihat perubahan yang ada dalam diri Agas. Seolah-o

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 89

    Tepatnya beberapa jam yang lalu Agas tidak hanya meminta Aldi untuk mencari pelaku kekerasan pada Bima tetapi juga untuk menjalankan tugasnya melakukan tes DNA.Agas meminta Aldi mengambil sesuatu dari laci di ruang kantornya. Berupa sample rambut milik Bima dan Riri.Sebenarnya belakangan ini Agas merasakan keraguan samar tentang hubungan antara Riri dan Bima. Padahal mereka adalah ibu dan anak tapi wanita itu tampak tidak suka dekat dengan anaknya sendiri.Sample ini Agas dapat saat tidak sengaja melihat sisir bekas dipakai Riri. Ada sehelai rambut yang menyangkut di sana. Saat itu entah dari dorongan apa, Agas memutuskan menyimpan sample tersebut.Bukannya Agas tidak pernah berpikir untuk mengetesnya. Sudah berkali-kali pikiran itu terus terbesit namun ketika sampai pada praktiknya, dia merasa ragu. Entah karena alasan apa karena dia sendiri tidak tahu.Lebih tepatnya, nurani Agas agak segan untuk melakukannya. Mengingat sejak awal menikah dengan Riri, dia tidak bisa memberikan apa

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 88

    Aldi tampak terdiam sejenak, tidak langsung menjawab pertanyaan dari Agas. Sebelum akhirnya tetap mengatakannya. "Pelakunya adalah ibu Riri, Pak."Tidak ada perubahan besar pada ekspresi Agas saat mendengar ucapan Aldi, karena pada dasarnya sejak awal Agas sendiri sudah curiga pada Riri.Namun begitu masih belum membuat Agas mengerti, mengapa ada seorang ibu yang tidak memiki kasih sayang pada anaknya sendiri."Oke. Terima kasih," kata Agas kemudian menutup telepon.Tangan Agas mengepal kuat, jelas sekali kalau saat ini dia sedang marah. "Kali ini, sudah terlalu jauh, Riri."Setelah mengatakan itu, Agas kembali ke kamar rawat untuk pamit kepada ibunya. Kemudian keluar lagi untuk pergi entah kemana.Satu jam kemudian, SUV Hitam milik Agas memasuki kediamannya sendiri. Rupanya dia langsung pulang dari rumah sakit. Namun bukan dengan tujuan untuk beristirahat melainkan hal lain. Agas berjalan masuk ke rumah dengan wajahnya yang serius. Namun dia tidak pergi ke arah kamarnya, tapi menuju

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 87

    Satria memandang perempuan di hadapannya dengan sorot mata yang tajam. Sementara perempuan itu tampak santai-santai saja."Gue pinjem bentar, kamar mandinya," ujar perempuan itu sambil berjalan melewatinya.Satria sampai terbengong-bengong, meski hanya sesaat karena dia langsung melontarkan pertanyaan lagi. "Heh, lo itu siapa sih? Masuk ke kamar orang sembarangan. Maling ya?"Ucapan 'Maling ya?' seakan jadi pemicu, perempuan langsung berbalik cepat dengan wajah galak. "Apa lo bilang? Siapa yang lo panggil maling?""Elo! Siapa lagi?" sahut Satria tidak kalah galak. "Sekarang jawab pertanyaan gue, elo itu siapa? Kenapa elo ada di kamar gue?!"Perempuan itu tampak tertegun. Tatapannya yang galak melemah berganti rasa heran. "Jangan-jangan ...."Alis Satria mengerut dan matanya terus memandang wajah perempuan itu tanpa mengalihkan pandangan, tampak jelas pria itu sedang menunggu apa yang akan selanjutnya dikatakan perempuan itu."Jangan-jangan elo gak ngenalin wajah adek kandung lu sendir

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 86

    Agas buru-buru pergi ke rumah sakit setelah menerima kabar dari wali kelas kalau anaknya pingsan."Gimana keadaan Bima, Bu guru?" tanya Agas pada wali kelas Bima karena saat dia sampai di sana, Agas hanya melihat gurunya Bima saja."Sudah ditangani oleh dokter tadi, Pak Agas. Anu ...," ucap sang guru, tampak masih memiliki sesuatu yang belum dikatakan."Ada apa, Bu guru? Apa masih ada hal penting yang perlu saya tahu?" tanya Agas tanpa menyudutkan. "Katakan saja, Bu."Meski awalnya ragu, akhirnya wali kelas Bima mengatakannya. "Pak Agas, kondisi Bima tidak sesederhana yang kita pikirkan.""Maksudnya bagaimana Bu guru? Apa anak saya punya penyakit serius?" Agas bertanya dengan ekspresi yang tampak masih tenang, walaupun sebenarnya di dalam hati dia sedang cemas.Mana mungkin dia bisa tenang-tenang saja di saat anak semata wayangnya sedang sakit ini."Ada tanda-tanda kekerasan di tubuh Bima.""Apa?!" Agas membeku. "Maksudnya bagaimana, Bu? Saya gak pernah lihat ...."Sebelum Agas menyel

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 85

    "Sampai sekarang, gak ada kabar apapun dari Nara. Apa dia baik-baik saja?" gumam Lia dengan sedih.Aldi, yang saat ini sedang berada di samping Lia, berusaha menghibur calon istrinya agar tenang."Jangan khawatir, Nara pasti baik-baik aja," kata Aldi sambil menghapus airmata sang kekasih.Lia menatap Aldi dalam diam. Dia merasa tersentuh dengan perhatian Aldi yang lembut. Hal itu membuatnya teringat dengan kebaikan Aldi yang mau menunda pernikahan mereka sampai ada kabar yang jelas.Sudah berbulan-bulan, kabar itu masih tidak jelas. Lia bertanya-tanya mau ditunda seberapa lama lagi. Dia merasa bersalah pada Aldi dan keluarganya akan keinginannya yang egois ini."Kenapa diem aja?" tanya Aldi yang merasakan tatapan Lia yang intens."Ayo lanjutkan rencana pernikahan kita berdua," kata Lia dengan yakin, setelah dipikir-pikir, mungkin ini yang seharusnya dia lakukan.Mata Aldi sedikit mengerjap saat mendengar penuturan Lia. Dia diam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, "Jangan dipaksak

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 84

    "Satria gak mau dijodohkan sama siapapun itu," kata Satria, entah sudah berapa kali dia mengatakan itu seminggu belakangan ini.Sejak Risa yang datang ke ruang rawat Nara untuk menyampaikan pesan mamanya Satria, ternyata kejutan yang dimaksud oleh Risa itu mengenai perjodohan yang direncanakan oleh kedua orangtua Satria.Sungguh gagasan yang membuat Satria sakit kepala. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa kedua orangtuanya begitu ngotot untuk menjodohkannya. Memangnya dia tidak bisa mencarinya sendiri?"Kali ini harus mau," kata papanya Satria yang bernama Umar. "Papa udah janji sama sahabat papa.""Yang bikin janji papa, kenapa aku yang harus jadi korban?" sahut Satria merasa tidak adil."Coba aja ketemu dulu," kata Umar."Gak mau. Pokoknya gak mau," balas Satria dengan tegas. Setelah mengatakan hal itu, Satria pamit pergi."Anak itu, benar-benar," ujar Umar dengan geram, tapi tidak menghentikan anaknya pergi."Sudahlah, Pa. Kalau Satrianya gak mau, jangan dipaksa," ucap istri Umar

DMCA.com Protection Status