"Mama enggak seperti yang kamu pikirkan. Mama sejak lama sudah mencari kamu, tapi ibu tiri kamu selalu menghalangi. Maaf, kalau Mama salah Lian." Bu Shafira menggenggam tangan Berlian, ia berharap tidak ada kesalahpahaman lagi. Memang benar mungkin yang di katakan Berlian, tapi ia merasa sayangnya pada kedua anaknya adil. Namun, ternyata tidak bagi Berlian. Bu Shafira menatap lekat sang anak, dia sudah dewasa tapi mungkin karena kekurangan kasih sayang ibunya maka merasa kembali cemburu seperti masih kanak-kanak. Hal itu sangat wajar, Bu Shafira bisa memahaminya. ia bertekad akan memikirkan apa yang ia lakukan sebelum bertindak. Tapi, tidak bisa di pungkiri jika mengenai Alva dirinya malah begitu cemas."Maafkan Mama." Lagi, Bu Shafira meminta maaf. Berlian hanya bergeming sampai Jonathan masuk, pria itu menjadi bingung dengan keduanya. "Kalian kenapa?" tanya Jo."Ada kesalahpahaman antara mama dan Berlian. Jo, mama mau ke luar dulu. Titip Berlian," ujar Bu Shafira."Aku bukan ana
"Jangan bercanda, kamu enggak serius kan?" Wajah Bu Shafira terlihat sangat panik. Apalagi ia mengingat nama wanita yang yang tadi datang ke rumah sakit adalah Cantika. "Ma, aku serius. Cantik hamil anak aku, dan aku sama sekali tidak sengaja ma." Alva mencoba berakting dengan total di hadapan sang ibu. Bu Shafira menangis histeris, ia merasa gagal menjadi seorang ibu. Bagaimana bisa anaknya membuat kesalahan dengan merusak masa depan gadis muda. Cantik masih sangat muda untuk sebuah pernikahan apalagi kehamilan. Alva memeluk sang ibu, ia paham apa yang di rasakan olehnya. "Ma, Alva akan bertanggungjawab. Mama jangan cemas," ujar Alva lagi."Bukan masalah itu, Alva kamu anak mama yang baik. Kenapa sampai kamu seperti itu. Mama kecewa sama kamu." "Ma, Alva meminta maaf." Alva sampai bersujud di kaki sang ibu, ia merasa sangat bersalah tengah membohongi ibunya. Walau Bu Shafira adalah ibu angkat, dia adalah ibu yang sangat baik. Merawat dirinya sejak kecil seperti anak kandungnya.
Senang sekali Berlian sudah sampai di rumah. Ia pun di sambut riang oleh sang anak. Cinta berlari menghampiri Berlian, tapi Jonatan sigap menahannya. Dia takut Cinta mengenai bagian luka di tubuh ibunya. "Om Jo, kenapa menahan aku. Aku kangen sama mama," keluhnya. "Oh, iya. Cinta tapi pelan pelan ya. Mama Cinta lagi sakit," ujar Jonathan.Cinta mengangguk lalu menghampiri ibunya dan memeluk erat. Berlian pun merasakan apa yang di rasakan Cinta. kerinduan pun kian memuncak dan membuat keduanya lama berpelukan."Cinta janji enggak akan nakal lagi, tapi Mama jangan pergi ninggalin aku lagi," oceh Cinta. Nenek Lastri pun ikut menghampiri Berlian. Ia ikut larut dalam kesedihannya. Pelukan hangat juga diberikannya pada Berlian. "Mama enggak akan pergi kemana - mana." Sembari menghapus air mata Cinta, ia pun menghapus air matanya.Nenek Lastri lega melihat Cinta tersenyum kembali, ia pun merasakan takut kehilangan yang sangat besar saat sang cucu belum kembali dan kabarnya di culik.Ia m
"Aku cinta sama kamu? Jangan mimpi, mana mungkin aku mencintai gadis kecil seperti kamu dan pembawa sial." Alva membalikkan tubuhnya menghindar dari Cantika. Perjanjian yang mereka buat adalah salah satu syarat dari Alva agar mau menikahinya. Cantika setuju saja karena dia tidak mau menikah dengan pria tua yang di Carikan sang ayah. Cantika hanya terkekeh, ia melihat wajah masam Alva malah begitu senang. Hari-hari yang akan di lewatinya bersama pria yang baru saja ia kenal dan malah menjadi suaminya. Awal yang tak di sangka olehnya. "Aku harus ikut ke Jakarta?" tanya Cantika. "Iya. Aku bekerja di Jakarta, mana bisa aku di sini," ujar Alva. "Ih, kamu di sini saja. Minta pekerjaan sama Papa aku, lagi pula gaji kamu paling UMR. Mana bisa menghidupi aku, apalagi aku mau lahiran. Aku enggak mau di ajak hidup susah."Apalagi ini pikir Alva. Cantika yang membawanya masuk ke masalahnya. Namun, saat ini dia malah sibuk mencari pria yang kaya dan bisa menghidupi dirinya. "Heh anak manja,
Bu Shafira, Berlian dan nenek Lastri gegas masuk ke ruangan, mereka kaget melihat Alva yang sudah berada di lantai dengan cairan merah di ujung bibir. Lelaki itu terlihat begitu pasrah. Ia berusaha, untuk menjelaskan. Namun, Alva masih bingung bagaimana bisa menjelaskan semuanya. Tak mungkin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi."Pa, cukup!"Bu Shafira melihat suaminya yang begitu marah pada sang anak. Mungkin saat ini dia sudah tahu jika Alva tengah menghamili anak gadis orang. Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup ia melihat pak Hardian yang terlihat begitu murka dan emosi kepada Alva.Lelaki itu biasanya tidak pernah sampai semarah itu jika putranya melakukan kesalahan, tetapi kali ini bak singa yang ingin menerkam mangsanya pak Hardian terus membabi buta meluapkan kekecewaannya kepada sang putra karena.Bu Shafira mencoba merelai pak Hardian."Sudah, Mas jangan seperti ini," ujar Bu Shafira.Wanita itu menjadikan tubuhnya sebagai benteng pertahanan untuk menyelamatkan Alva d
Berlian tertawa mendengar Alva akan bertanggungjawab. Dirinya bukan tidak menghargai perasaan dari saudara sambungnya itu ataupun mengetahui keseriusan dari sang lelaki untuk mempertanggungjawabkan apa yang sudah dirinya perbuat. "Mungkin mudah bagi pria bicara akan mempertanggung jawabkan semuanya. Namun, kembali lagi wanita yang harus berusaha untuk berjuang dalam kehamilan apalagi Cantika masih sangat muda," ungkap Berlian.Di sini juga masih mengingat momen-momen saat Cinta masih berada dalam kandungan, mungkin posisi dirinya dan Cantika saat ini sama sama-sama mengandung pada usia belia dan hamil diluar nikah karena. Di sini berlian juga yakin mungkin saat ini Cantika pasti merasakan apa yang dulu dirinya rasakan, belum siap untuk menjadi seorang ibu di usia muda, banyak ketakutan ketakutan lainnya yang harus dirinya lewati dalam proses kehamilan. Apalagi tugas menjadi seorang ibu tidak berhenti hanya saat mengandung saja."Ya, aku tahu maka dari itu aku ingin mendampinginya unt
Berlian menemui Jonathan, ia tersenyum walau hatinya sedang tidak baik-baik saja. Pertemuan tak sengaja dengan pak Ferdinand membuat moodnya pagi hancur. Entahlah biasanya juga saat mendatangi kantor dirinya tidak pernah berpapasan dengan calon mertuanya itu, tetapi pagi ini entah kesialan apa yang menimpanya sampai ia bisa bertemu dengan lelaki itu.Jika dapat mengundur waktu, ia memilih untuk datang lebih awal ataupun datang lebih siang lagi agar mereka tidak bertemu. Terkadang pertemuannya dengan pak Ferdinand membuat ia selalu berpikir yang tidak tidak tentang kelanjutan hubungannya dengan Jonathan.Menurut Pak Hardian yang selalu meyakinkannya jika suatu saat nanti pasti pak Ferdinand akan mau menerima dirinya dan juga Cinta."Sedang sibuk?" tanya Berlian.Jonathan langsung menoleh, ia tersenyum lalu menggeleng. Tadi wanita itu sudah mengabarinya apabila dirinya akan datang. Sesibuk apapun dirinya jika itu menyangkut berlian ataupun cinta maka ia akan mengutamakan dua orang wani
Alva kesal karena dirinya terus diejek oleh Jonathan. Namun, dirinya juga jauh lebih kesal kepada Berlian yang sudah membocorkan aibnya kepada calon iparnya itu."Tak perlu malu, kau hebat bisa mendapatkan daun muda," ujar Jonathan.Alva berpikir hebat dari mananya, bahkan dirinya hampir mati di tangan sang ayah."Ini bekas amarah pak Hardian ya?" tanya Jonathan.Jonathan pun dengan sengaja menyentuh lebam-lebam yang berada di wajah Alva, dengan sedikit menekannya membuat lelaki itu meringis lalu menepis tangan Jonathan dengan kesal.Kini Alva bukan kesal lagi karena sikap Jonathan kepada berlian, tetapi ternyata Jonathan memiliki sisi yang sangat usil bahkan lelaki itu sangat senang menggoda orang lain sampai membuatnya marah seperti yang ini tengah Jonathan lakukan kepadanya."Jo!" Alva kesal sudah tahu lebam di wajahnya cukup banyak dan tentulah pasti sangat sakit, tetapi mengapa Jonathan justru sengaja menekan-nekannya."Kau dan Berlian itu sama saja ternyata, senang melihat aku m