Di dalam kamar mandi, rintik shower membasahi tubuh kekar Rully. Rully terdiam dengan tetesan air shower yang membasahi tubuhnya. Kedua tangan kini menopang pada dinding kamar mandi, Rully memejamkan matanya dengan perasaan yang kacau."Aku harus bersikap bagaimana kepada Amelia? Bagaimana jika penyakit yang diderita Amelia tidak sembuh? Atau mungkin dia hanya Pura-pura?" gumam Rully dengan kacau. "Haah…! Mungkin dia membohongiku karena himpitan ekonomi yang dialami oleh keluarganya. Dan memaksa dirinya untuk berpura-pura pikun atau amnesia?"Rully terlihat frustasi dan lelah menerka-nerka apa yang terjadi kepada Amelia. Wanita yang begitu misterius kehadirannya. Bahkan tempat dimana Rully menabrak Amelia pun, tidak ada satu orang yang mengenali Amelia. Rully keluar dari kamar mandi, ia dapati Amelia sudah tertidur, wanita ini sedari tadi memaksa tidur bersama Rully. Rully pun naik ke atas ranjang dengan hati-hati, karena ia takut akan membangunkan Amelia yang sudah terlelap.Rul
"Evelyn!" Evelyn mendongak wajah mencari suara wanita yang memanggilnya . Hari ini, dia sedang membuat janji dengan temannya yang waktu itu sempat bertemu di toko perhiasan. Rena, wanita bersurai emas sedikit ikal itu memanggil Evelyn sambil berlari. Evelyn segera berdiri dia menyambut Rena sambil berpelukan. "Bagaimana kabarmu, Rena?" tanya Evelyn. "Aku tentu baik." Rena melepaskan pelukannya. Dia sedikit mendorong tubuh Evelyn memberi jarak. "Aku tidak menyangka kau mengundangku datang ke kafe saat kita masih bekerja," ucap Rena. Evelyn memberikan seuntai senyuman. "Silahkan, duduk." Evelyn mempersilahkan.Rena pun segera duduk berhadapan dengan Evelyn. Dia tidak sabar ingin mendengar cerita dari temannya itu. "Oww … Eve, kudengar kau akan menikah. Aku merasa sangat gembira mendengar kabar ini.""Dari itu aku mengundangmu sebelum aku akan menikah. Agar kita bisa menghabiskan waktu," ucap Evelyn. "Kamu, pesan apa yang kamu inginkan, Rena." sambung Evelyn. Rena tersenyum menggod
"Rully, tapi aku … badan aku kurang enak. Bisakah lain kali?" kilah Amelia. Rully yang sudah melepaskan kemejanya itu menaikan satu alisnya mendengar penuturan Amelia. Semakin penasaran dengan kondisi Amelia yang sebenarnya. "Amelia, katakan yang sebenarnya. Kau siapa? Apakah waktu itu kau pura-pura menabrak mobilku dengan sengaja?" Rully bertanya, dia menekan. "A-aku, tidak mengerti apa yang kau maksud, Suami. D-dan masalah aku tidak bisa karena aku sedang datang bulan," kilah Amelia.Rully berjongkok, dia mencengkram pipi Amelia pelan. Tampak raut wajah Amelia tersirat nanar ketakutan. Entah apa yang disembunyikan wanita ini. "Amelia, mumpung aku berbaik hati. Maka tolong katakan yang sebenarnya, aku tidak akan marah. Sebenarnya, kau berasal dari mana? Mengapa saat mobilku menabrakmu, kau bahkan tidak cedera?" tanya Rully. Amelia semakin gelisah dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Rully. Gelagatnya tidak nyaman dan tertekan. "M-maafkan aku jika aku membuatmu bingung. Tapi d
"Saudara Rully, sebelumnya mohon maaf. Berapa lama anda berhubungan dengan Nyonya Amelia." Ruangan yang minim cahaya, hanya ada bohlam kuning yang bercahaya saya di ruangan Interogasi. Rully kini duduk berhadapan dengan seorang penyidik. "Baru beberapa Minggu. Sebenarnya, aku ingin mengantarnya pulang. Namun wanita itu selalu memberikan alamat yang salah." Penyidik tersebut menarik nafas panjang lalu membuangnya kasar. "Begini, sebenarnya, aku tidak menyalahkan anda sepenuhnya. Namun, dia adalah penerus Grup Emerson yang kabur." Deg! Rully tercengang. Bagaimana bisa dia tidak mengenali Amelia seorang penerus? Bisa-bisanya dia menyembunyikan penerus grup yang berkuasa di kota tempat Rully tinggal. Namun dalam pikiran Rully, kenapa Amelia sampai bisa kabur dan menyembunyikan identitasnya. Jika Rully tertuduh, matilah Rully karena sudah berani menyembunyikan keberadaan Amelia. 'Untung, aku belum sempat Unboxing wanita itu. Jika dia menuntutku bagaimana?' Rully membatin. Rully kemu
“Amelia, apakah kau sudah siap?” Rully berteriak di depan pintu kamar Amelia.Terdengar suara derap langkah kaki berlari menghampiri pintu. “krek!” Pintu di hadapan Rully terbuka. Sosok Amelia yang menggunakan kaos dengan jaket jeans, kini telah berdiri dan memberikan senyuman lebar kepada Rully.“Aku sudah siap. Apakah kita akan pergi sekarang?” “Ya, kita harus check-in,” jawab Rully. Rully memperhatikan bawaan Amelia. “Hanya ini bawaanmu?” tanya Rully.Amelia mengangguk, dia pun menjawab, “Ya, hanya beberapa setelan baju.”Rully menarik koper kecil itu sambil berkata, “ayo berangkat.” dia berjalan ke arah pintu keluar.Amelia mengikuti punggung Rully. Hari ini, mereka berdua ingin pergi ke negara xxx untuk menghadiri pernikahan Evelyn yang akan dilangsungkan dua hari kemudian.“Tentu temanmu ini sangat berarti, ya, Rully?”Saat menuju bandara, Amelia melayangkan pertanyaan tersebut. Amelia masih berpikir jika teman yang Rully maksud adalah seorang pria. Karena Rully hanya mengatak
"Bu. Aku pulang!" seru Rully saat dirinya baru saja menginjakan kaki di rumah Ibunya yang berada di kampung. Pandangan Amelia kini sedang mengamati setiap sudut bangunan rumah yang tampak sederhana khas pedesaan. Halaman yang luas dan beberapa pohon-pohon cemara masih tumbuh menjulang memberikan kesan asri yang begitu damai. "Rully, ini rumahmu?" tanya Amelia berbisik saat dia berada di belakang tubuh Rully. Rully yang menunggu pintu terbuka pun menoleh ke belakang. "Ya, tempat aku menenangkan diri. Apa kamu tidak suka? Jika kamu tidak nyaman dengan suasana pedesaan kita bisa mencari hotel." Amelia melambaikan kedua telapak tangannya di dada dengan cepat. "Hah … tidak, aku nyaman. Tadi aku hanya bercanda," jawab Amelia. Rully tersenyum manis. "Aku senang jika kamu menyukai desa ini Amelia. Aku akan mengajakmu berkeliling menggunakan sepeda setelah kita bertemu dengan ibuku. Aku akan menunjukkan sebuah tempat kepadamu," ucap Rully. Manik mata Amelia berbinar. Dia tidak sabar ingi
"Wow, Rully! Danau ini sangat indah! Aku tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya!"Senja mulai menjelang di Danau Aloeran, dan langit kini tampak berubah menjadi merah jingga yang damai. Rully dan Amelia kini berdiri menatap ke arah danau yang keindahannya tersembunyi oleh rimbunnya pepohonan dan belukar. Saat mereka tiba, mereka disambut oleh angin serta gemericik air dan burung-burung berkicau bersahut-sahutan, menciptakan suasana yang begitu sempurna.Rully tersenyum dan berkata, "Amelia, ini yang ingin aku tunjukan padamu. Danau ini benar-benar tersembunyi, sangat jarang orang yang tahu tempat ini. Ini adalah tempat dimana aku menghilangkan stres dan mengagumi keindahan Sang Pencipta."Amelia menoleh, menatap pria yang berdiri di sampingnya dengan pandangan lurus ke depan. "Apakah kau sering membawa Evelyn kemari?" tanya Amelia, di hatinya terbesit sedikit rasa cemburu. Rully tersenyum kemudian menundukkan kepalanya. Mengingat betapa indah kenangan dirinya bersama
Seperti bunga yang mekar di kebun yang subur, Evelyn memancarkan keindahan yang menakjubkan dengan gaun pengantin mewahnya. Saat memandang wajahnya di cermin, ia takjub akan kecantikannya yang mempesona. Namun, di balik kilau cahaya itu, gelombang gugup bercampur dengan degupan jantung yang memekakkan telinga. Ya, ini adalah hari di mana dua jiwa akan bersatu dalam ikatan pernikahan: Evelyn dan Ethan. Asisten Evelyn yang setia, Manda, bertepuk tangan menahan kagum, sementara Diana, menahan tangis bahagia yang menggenang di dalam hatinya.Evelyn menghela nafas, dia memutar tubuhnya dan menatap ke arah Diana. "Bu, rasanya seperti ribuan kupu-kupu berseliweran di perutku, benar-benar gugup! Bagaimana kalau aku tersandung saat berjalan nanti?" ungkap Evelyn. Diana menyeka air mata, sambil tersenyum. "Evelyn, sayangku, kupu-kupu itu adalah rasa cintamu yang menjelma menjadi kegembiraan. Aku tahu kamu adalah wanita yang kuat dan semua akan berjalan dengan lancar. Percayalah, saat kamu me
Beberapa minggu kemudian, keluarga ini mulai mempersiapkan perayaan ulang tahun Raizel yang ke-7 di panti asuhan yang sebelumnya dijanjikan oleh Evelyn. Tak ingin mengecewakan Raizel, Evelyn dan Ethan, Rosalie, Diana serta Kakek James saling bahu-membahu menyiapkan berbagai perlengkapan dan makanan untuk pesta tersebut."Sayang, apa kamu yakin makanan ini cukup untuk semua anak-anak di panti asuhan?" tanya Evelyn khawatir pada suaminya.Ethan tersenyum, meyakinkan istrinya. "Tenang saja, sayang. Aku sudah berbicara dengan pengelola panti asuhan, mereka menyediakan makanan tambahan jika dibutuhkan. Jadi, semua anak pasti akan kenyang."Di hari H, keluarga ini tiba di panti asuhan dengan membawa berbagai perlengkapan pesta dan makanan. Mereka disambut hangat oleh pengelola panti asuhan dan anak-anak yang tinggal di sana."Selamat datang, Tuan Ethan, Nyonya Evelyn, dan keluarga!" sambut salah satu pengelola. "Terima kasih banyak atas kebaikan hati kalian merayakan ulang tahun Raizel bers
Kehamilan Evelyn menjadi berita yang membawa berkah bagi keluarga ini. Raizel begitu bahagia ketika mengetahui akan memiliki adik. Diana dan Rosalie pun tak dapat menyembunyikan kebahagiaan mereka dengan hadirnya calon anggota keluarga baru."Seharusnya kita merayakannya!" seru Rosalie ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang tamu."Aku setuju!" sahut Diana, "Terlalu lama kita tidak merayakan sesuatu yang istimewa. Mari kita mengadakan pesta kecil untuk merayakan kebahagiaan ini."Semua anggota keluarga pun bersemangat untuk mempersiapkan pesta tersebut. Mereka semua bekerja sama, menghias rumah dengan balon berwarna-warni dan bunga-bunga indah. Diana dan Rosalie mengatur menu makanan untuk pesta tersebut, sementara Evelyn dan Ethan mengundang beberapa sahabat dekat mereka untuk merayakan momen bahagia ini bersama-sama."Huek!" disaat pesta sedang berlangsung, Ethan mengalami mual yang hebat. Evelyn yang melihat hal itu pun segera meletakkan makanannya dan mengusap punggung s
"Bulannya, indah, ya," ucap Evelyn saat dia dan Ethan kini duduk di atas balkon sambil menatap langit malam. "Iya, seperti kamu. Yang selalu bersinar dalam kegelapan hidup seseorang," sahut Ethan yang saat ini dirinya sedang memeluk tubuh Evelyn dengan erat dari belakang sambil memandang langit yang sama. Sudah satu bulan berlalu saat mereka melakukan perjalanan bulan madu. Dan saat ini, kebahagiaan yang mereka rasakan semakin tajam. Mereka saling melengkapi, bagaikan potongan-potongan puzzle yang sempurna."Evelyn, masih ingat masa-masa sulit yang kau hadapi?" tanya Ethan sambil tersenyum."Tentu saja, aku masih ingat bagaimana kamu menceraikanku. Aku menangis di tengah jalan saat hujan lebat. Dan, kau tidak tahu betapa sulitnya saat aku mengetahui jika aku hamil. Merangkak dan tertatih," jawab Evelyn dengan nada yang sedih. Ethan kemudian melepaskan pelukannya, berdiri tepat di depan Evelyn. "Maaf karena sikapku dulu pada separah itu. Tapi, ada sesuatu yang ingin kutanyakan," uca
"Yey! Mama sama Papa pulang, pasti Rai dibawakan oleh-oleh Adik!" seru Rai sore ini, dia tampak bersemangat. Diana datang membawakan segelas coklat panas dan beberapa cemilan ke arah gazebo di taman depan. Sambil memperhatikan Raizel bermain-main ditemani oleh Manda. "Sayang! Ayo, sini, Nenek bawakan coklat panas!" Diana berteriak. Anak itu segera menoleh, dia pun menjawab, "ya ... Nek!" Raizel berlari dengan senyum yang merekah menuju ke arah Diana, di belakangnya disusul oleh Manda. "Nenek, sebentar lagi, Mama sama Papa akan pulang, kan?" tanya bocah itu antusia. Melihat keringat dari dahi cucunya itu menumpuk, Diana segera menggosoknya dengan telapak tamgan sambil menjawab, "iya, memangnya, Rai menunggu apa?" tanya Diana. "Kata Tuan kecil, dia sedang menunggu kedatangan tuan muda dan nyonya muda. Karena akan membawa Adik!" Manda mencoba menimpali. Diana terkekeh. Bisa-bisanya Raizel berpikir kalau buat adik sama seperti kita membuat adonan kue yang langsung jadi. "Rai Sayang
Ethan melepaskan kimononya, dengan tubuh polos itu, dia melangkah ke arah pemandian air panas yang terlihat mengepul, dia segera merendamkan tubuhnya. Dan perasaan nyaman pun mengalir di tubuhnya saat air panas tersebut mengenai permukaan kulitnya. "Oh … nyaman sekali." Ethan bergumam sambil memejamkan matanya, meresapi setiap sentuhan hangat dari air.Evelyn, dengan malu-malu melangkah ke arah pemandian air panas itu dengan kimono yang masih menempel di tubuhnya.Evelyn pun melucuti kimono yang dia. Dan tubuh polos itu pun terlihat bercahaya tertimpa sinar rembulan. Evelyn pun berkata, "Ethan, aku sudah siap." Ethan yang mendengar suara Evelyn pun membuka matanya. dia dapat melihat Istrinya itu berdiri di sisi kolam pemandian Air panas dengan penuh tatap keanggunan.Ethan tersenyum lalu berkata, "Evelyn, jangan sungkan-sungkan. Kolam air panas ini akan merilekskan otot-otot kita yang tegang setelah berkelana seharian, ayo! Kemari." ajak Ethan.Evelyn tersenyum tipis, kemudian melan
Kyoto-Jepang;"Whoa, Sayang, lihat! Ini begitu cantik!" seru Evelyn sambil berlari dengan kimono di bawah pohon sakura yang sedang mekar. Ethan dan Evelyn memilih Jepang untuk bulan madu mereka. Karena Evelyn suka dengan keindahan bunga sakura. Apalagi waktu senja dari klenteng puncak Kyoto menatap ke arah gunung Fuji. Itu sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. "Hati-hati, nanti kau tersandung, Evelyn!" Seru Ethan. Ethan memperhatikan tingkah Evelyn itu dengan riang. Perasaannya begitu bahagia saat melihat istrinya itu begitu bersemangat. Ethan segera menyusul Evelyn. Saat berjalan beriringan, Ethan menggenggam tangan Evelyn dan berjalan di bawah pohon-pohon sakura. "Setelah ini, kita mau kemana?' tanya Ethan sambil melangkah. Evelyn merenung beberapa detik. Dia memikirkan sesuatu. "Aku ingin pergi ke kuil, Kinkaku-ji, Kiyomizu-dera, dan Fushimi Inari-taisha!" seru Evelyn dengan semangat. Ethan mengusap kepala Evelyn. "Kamu maruk sekali, ya, Sayang! Masa mau dikunjungi semu
"Ya, Sayang, itu adalah Mama kamu. Mama yang menjadi malaikat untukmu. Malaikat yang nyata yang merawatmu disaat Papa tidak berada di sisimu," ungkap Ethan peru haru. Ethan menahan tangis harunya. Saat melihat Evelyn begitu anggun. Lorong waktu kenangan dimana dia menghina Evelyn dan mengusir Evelyn layaknya seorang anjing jalanan membuat penyesalan kini merajai. Dia tidak tahu, sekuat apa Evelyn didera kesedihan saat dia mengusir Evelyn. 'Kau wanita hebat, kau layak untuk mendapatkan semuanya, Evelyn. Kali ini, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan wanita sepertimu. Aku akan menebus semua kesalahanku di masa lalu dan membuka masa depan yang indah bersama dirimu dan Anak kita.' Batin Ethan. Sementara di tempat Evelyn, James menyambut putrinya itu dengan wajah sendu. Mengingat bagaimana dirinya memperlakukan anak angkatnya itu. Akan tetapi, Evelyn mampu berdiri tegak layaknya batu karang yang terus terhantam ombak. "Apakah kau sudah siap?" tanya James sebelum menuntut putrinya itu k
Seperti bunga yang mekar di kebun yang subur, Evelyn memancarkan keindahan yang menakjubkan dengan gaun pengantin mewahnya. Saat memandang wajahnya di cermin, ia takjub akan kecantikannya yang mempesona. Namun, di balik kilau cahaya itu, gelombang gugup bercampur dengan degupan jantung yang memekakkan telinga. Ya, ini adalah hari di mana dua jiwa akan bersatu dalam ikatan pernikahan: Evelyn dan Ethan. Asisten Evelyn yang setia, Manda, bertepuk tangan menahan kagum, sementara Diana, menahan tangis bahagia yang menggenang di dalam hatinya.Evelyn menghela nafas, dia memutar tubuhnya dan menatap ke arah Diana. "Bu, rasanya seperti ribuan kupu-kupu berseliweran di perutku, benar-benar gugup! Bagaimana kalau aku tersandung saat berjalan nanti?" ungkap Evelyn. Diana menyeka air mata, sambil tersenyum. "Evelyn, sayangku, kupu-kupu itu adalah rasa cintamu yang menjelma menjadi kegembiraan. Aku tahu kamu adalah wanita yang kuat dan semua akan berjalan dengan lancar. Percayalah, saat kamu me
"Wow, Rully! Danau ini sangat indah! Aku tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya!"Senja mulai menjelang di Danau Aloeran, dan langit kini tampak berubah menjadi merah jingga yang damai. Rully dan Amelia kini berdiri menatap ke arah danau yang keindahannya tersembunyi oleh rimbunnya pepohonan dan belukar. Saat mereka tiba, mereka disambut oleh angin serta gemericik air dan burung-burung berkicau bersahut-sahutan, menciptakan suasana yang begitu sempurna.Rully tersenyum dan berkata, "Amelia, ini yang ingin aku tunjukan padamu. Danau ini benar-benar tersembunyi, sangat jarang orang yang tahu tempat ini. Ini adalah tempat dimana aku menghilangkan stres dan mengagumi keindahan Sang Pencipta."Amelia menoleh, menatap pria yang berdiri di sampingnya dengan pandangan lurus ke depan. "Apakah kau sering membawa Evelyn kemari?" tanya Amelia, di hatinya terbesit sedikit rasa cemburu. Rully tersenyum kemudian menundukkan kepalanya. Mengingat betapa indah kenangan dirinya bersama