"Berikan Anak itu kepadaku!" Ethan kini mencoba merebut paksa Raizel dalam dekapan Evelyn. Evelyn dengan sekuat tenaga tidak melepaskan pelukannya dari buah hati. Kendati Ethan kini sedang mencoba menekannya, tidak membuat Evelyn takut seperti yang sudah-sudah."Mama… sakit!" Raizel meringis saat Ethan menarik tubuhnya paksa. "Ethan, lepas! Kau menyakiti Raizel. Biarkan Raizel bersamaku!" pekik Evelyn. "Berikan, Evelyn. Raizel akan hidup layak dan terjamin bersamaku!" sentak Ethan. Selama ini, Ethan yang membuangnya, dirinya mengandung, mengasuh dan membesarkan Raizel hanya seorang diri. Di saat Raizel sudah sebesar ini, pria Arogan ini ingin mengambilnya dariku? Evelyn tidak akan membiarkan hal itu terjadi. "No… Paman, lepas! Aku maunya sama Mama! Aku tidak ingin ikut dengan Paman!" Raizel meronta dengan hebatnya saat Ethan berhasil meraih tubuh Raizel dari Evelyn. "Paman? Panggil aku Papa! Aku ini Papu, Rai." Sentak Ethan. Deg! Iris mata Evelyn melebar saat Ethan menyebutkan
Evelyn tersentak saat seorang wanita yang sudah terlihat berumur itu berjalan ke arah Evelyn dengan wajah yang begitu tidak enak dilihat. Plak! Wanita tersebut tiba-tiba saja menampar pipi Evelyn. Evelyn terdiam saat tangan telapak wanita itu mengenai pipi kanannya."Kau Janda yang mempengaruhi Anakku, 'kan? Bisa-bisanya kau membuat Anakku terluka seperti ini. Dasar wanita sial!" maki wanita tersebut yang merupakan Ibunya Rully. Evelyn membungkuk. Evelyn tahu kesalahan yang dirinya perbuat karena telah menyeret Rully dalam problematik yang sedang dirinya hadapi. "Maafkan aku, Bu. Sungguh, aku tidak bermaksud membawa Rully dalam bahaya—" "Pergi sekarang! Jangan menampakan wajah menjijikkanmu lagi di hadapanku atau di depan Rully. Kau itu hanya Janda dan wanita pembawa sial! Tidak pantad kamu dekati Anak saya!" Sentak wanita itu. Ucapan wanita di hadapan Evelyn begitu menyakitkan. Tapi, ucapan wanita tersebut ada benarnya juga. Karena Rully terluka karena dirinya. "Sekali lagi, tol
“Mohon maaf Tuan, jika kami memanggil anda kemari. Karena kami mendapat laporan dari Nyonya Evelyn. Jika anda melakukan penembakan kepada Saudara Rully,” ucap seorang petugas Kepolisian yang kini sudah duduk berhadapan dengan Ethan.Ethan yang duduk berhadapan memasang wajah ketidaksukaannya. Jelas ia marah saat dirinya dilaporkan oleh Wanita yang notabenenya adalah mantan Istrinya sendiri. “Iya, aku menembak pria yang membawa lari Anakku. Aku akan memberikan jaminan untuk kebebasanku. Sebagai gantinya, aku ingin melapor balik.” Petugas itu mengerutkan alisnya mendengar ucapan Ethan. “Melapor mantan Istri anda? dengan tuduhan?” Tanya Polisi tersebut.“Dengan tuduhan menyembunyikan Anak kandungku.”“Tapi, bukankah anda sudah bercerai?”“Yah, tapi dia sengaja melarikan diri dan menyembunyikan dirinya. Jelas aku tidak terima. Dan aku minta, Hak asuh Anak, harus jatuh kepadaku. Karena Anakku jauh lebih terjamin denganku daripada dengan Ibunya.”“Tapi Tuan, Nyonya Evelyn adalah ibu kandun
"Percaya diri sekali kamu menolak tawaranku. Jika demikian, selamat membusuk di penjara. Dan jangan lupakan Anakmu karena Anakmu akan hidup denganku," ucap Alice dengan Sinis. Alice memutar tubuhnya, berlalu meninggalkan Evelyn yang masih berdiri. Kepergian Alice, membuat Evelyn terduduk lunglai di atas lantai penjara yang lembab dan dingin. Entahlah keputusan yang diambil oleh Evelyn adalah keputusan yang baik atau mungkin, dirinya akan kehilangan Raizel. Dan kenyataan yang lebih buruk, Evelyn mungkin tidak akan pernah keluar dari penjara ini. Satu Minggu kemudian, Diana selalu pulang—pergi menjenguk Evelyn. Sama seperti hari ini, Diana tengah mengantarkan beberapa makanan untuk Anaknya itu. "Evelyn, bagaimana jika kita ajukan banding?" tanya Diana membuka obrolan saat dirinya kini berada di ruangan pengunjung."Percuma, Bu, kita tidak akan pernah menang jika yang kita lawan adalah Ethan. Dia punya segalanya, lantas kita?" "Apakah Ethan sama sekali tidak mengunjungimu? Setidakny
"Bagaimana dengan lukamu?" Tanya Evelyn saat dirinya bertatap dengan Rully. "Aku sudah sehat dan jauh lebih baik. Evelyn, ku harap kau bersabar ya, Aku akan menebusmu sebagai penjamin," ucap Rully. "Syukurlah jika kamu sudah membaik. Rully, terima kasih karena kamu begitu peduli kepadaku. Tapi, untuk kedepannya, ku mohon, jangan lagi ikut campur dengan masalahku." pinta Evelyn.Hari ini Evelyn dijenguk oleh Rully. Evelyn hanya membatu, ia Tidak banyak bicara. Karena dirinya tidak ingin menyeret Rully dalam masalahnya lagi. Jika mengingat, bahwa Rully hanyalah orang asing yang tidak sengaja masuk ke ke dalam kehidupan Evelyn sebagai teman."Mengapa aku tidak boleh mencampuri masalahmu lagi? Apa aku melakukan kesalahan? Evelyn, aku sungguh ingin membantumu. Setelah pulang dari sini, aku akan segera mencairkan uangku dan membebaskan mu dari sini," ucap Rully. "Rully tolong, jangan melakukan apa-apa lagi kepadaku. Aku tidak ingin ada hutang budi di antara kita. Cukup! Aku sudah tidak i
"Bagaimana keadaan Raizel, Dok?" Ethan bertanya saat bertatap dengan Dokter yang memeriksa keadaan Raizel. "Hanya demam dan sedikit stress. Kalau bisa, buat Raizel jangan sampai tertekan. Karena itu sangat berdampak pada pertumbuhannya." Mendengar penjelasan Dokter, Ethan tampak berpikir. Bagaimana bisa Raizel tertekan. Sedangkan apa yang diinginkan Anak itu selalu Ethan penuhi. Atau, mungkin karena Alice? Sepertinya Ethan harus memeriksa keadaan CCTV karena Ethan selalu percaya kepada Manda. Dan tidak tahu bagaimana Alice bersikap kepada Raizel selama dirinya tidak berada di kediaman. "Terima kasih Dokter. Aku akan membuat Raizel lebih nyaman ke depannya," ucap Ethan. "Aku tambahkan. Mungkin Raizel sedang merindukan Ibunya. Sehingga membuat Raizel menjadi sedih dan tertekan saat anda membawanya pergi dari Ibunya." tambah Dokter. Lagi-lagi, Ethan harus mengalami dilema dengan perasaannya. Sejak dirinya menceraikan Evelyn, Ethan memendam perasaan bersalah. Entah sejak kapan Ethan
"Ya, kau boleh mengantarku pulang."Jawaban beberapa menit disaat Ethan meminta jawaban pasti dari Evelyn. Kini mereka berdua hanya terdiam saat mobil itu membela jalan sepi. Hening, tidak ada dari mereka yang memulai percakapan. Hanya bunyi deru mesin mobil yang terdengar meraung. 'Entah situasi seperti apa yang aku alami sekarang? Mengapa pria ini masih saja beku? Apakah rasa bencinya begitu mendarah—daging sampai-sampai, beberapa Tahun berlalu pun, sikap dinginnya tidak pernah berubah untukku,' Evelyn membatin. Sesekali, ekor matanya sering mencuri pandang ke arah pria yang sorot matanya itu tidak lepas dari gawai yang ia pegang. "Tidak perlu melirik. Jika ada sesuatu yang ingin kau katakan, katakan saja." Evelyn membuang wajahnya dengan cepat ketika dirinya ketahuan mencuri pandang. Evelyn nampak kikuk dengan pipi yang terasa panas. Ia begitu malu sehingga Evelyn pun menjadi salah tingkah. 'Evelyn… dasar bodoh, pria Arogan ini tidak mungkin berubah. Kau saja yang terlalu berha
"Evelyn! Evelyn!" "Diana! Diana!" Masih pagi sekali tetapi sudah terdengar gaduh di depan pintu utama rumah Evelyn. Evelyn terlonjak ketika mendengar suara ketukan pintu yang menghentakkan gendang telinga. Cepat-cepat, Evelyn turun dari tempat tidurnya berlalu dari kamar. "Mengapa sangat berisik?" tanya Diana dengan paras kusut saat berpapasan dengan Evelyn yang sedang menuruni anak tangga. "Tidak tahu, Bu. Coba kita lihat," jawab Evelyn. Ibu—Anak itu melangkah cepat menuju pintu. Sesampainya di pintu, dibukanya pintu ruang utama itu. "Evelyn, perternakanmu…," ucap seorang wanita warga di tempat Evelyn tinggal. Raut wanita itu terlihat begitu carut-marut karena panik. Dahi Evelyn mengkerut mendapati ekspresi wanita di hadapannya. "Ada apa dengan peternakan?" tanya Evelyn. "Peternakanmu kebakaran!" jawab Wanita itu. Deg! Seperti disambar petir, Evelyn bergegas segera berlari tanpa menjawab apa-apa lagi. Peternakan sapi milik Evelyn terletak di halaman belakang rumah Evelyn. S