"Ethan, kita mau kemana?" tanya Evelyn saat mobil itu melaju melewati beberapa kawasan hutan yang masih asri dan terjaga. Ethan yang sedang menyetir pun satu tangannya menggenggam tangan Evelyn. "Kau pasti akan tau kita akan kemana. Aku ingin melewati hari ini bersamamu," ucap Ethan. Evelyn tersenyum menanggapi ucapan Ethan. Sorot matanya kembali memperhatikan jalanan yang mereka lalui. Dalam hati Evelyn ber berkata jika jalan yang mereka tuju mengarah ke pegunungan Rocky. 'Kenapa harus ke pegunungan? Apakah ada sesuatu di sana?' pikir Evelyn. Ujung ekor mata Ethan melirik ke arah Evelyn. Ethan tersenyum penuh maksud karena melihat kegelisahan Evelyn. 'Ada sebuah kejutan di sana, Evelyn,' batin Ethan penuh semangat untuk memperlihatkan sesuatu kepada Evelyn. ****Alice menangis sejadi-jadinya saat kandungannya semakin membesar. Satu bulan di dalam sel tahanan membuat keadaannya begitu kacau. Namun, Alice seharus beruntung karena tidak di tempatkan di dalam sel tahanan bersama nar
"Dokter, bagaimana dengan kondisi wanita yang aku bawa, Dok?" tanya Rully saat Dokter yang memeriksa keadaan wanita yang ditabrak itu keluar dari ruangan UGD. "Dia hanya syok. Jadi anda tidak perlu khawatir. Jika anda ingin melihatnya, silahkan. Kebetulan, pasien sudah sadar." "Terima kasih, Dok," jawab Rully. Rully bergegas masuk ke dalam ruangan tersebut. Di dalam sana, seorang wanita dudung menyandarkan punggungnya. Sambil sorot matanya menatap ke arah jendela kaca transparan. "Hei, apakah kau baik-baik saja?" tanya Rully dengan sangat hati-hati. Dia tidak ingin wanita itu tiba-tiba menyalahkannya. Wanita yang duduk di atas ranjang pasien itu menoleh. Kedua matanya menyipit, seakan-akan dia memperhatikan Rully seperti memikirkan sesuatu. Rully merasa khawatir saat wanita itu menatapnya dengan sedemikian rupa. Rully melambaikan tangannya di depan wajah wanita itu. "Hei, kau tidak apa-apa, kan? Tolong jangan melihatku seperti itu. Katakan sesuatu jika kau merasakan sakit atau h
"Apa kamu yakin, ini rumahmu?" tanya Rully saat mengantar Amelia. Gadis yang tidak sengaja ditabraknya. "Aku tidak yakin," jawab Amelia ragu-ragu. Setelah memastikan kondisi Amelia baik-baik saja, Rully memutuskan untuk mengantar Amelia kembali. Namun, ada hal yang aneh pada wanita ini. Amelia selalu saja melupakan apa yang telah terjadi di dalam dirinya. "Mengapa kau tidak yakin? Ayo, kita turun!" ajak Rully. Mereka berdua pun turun dan menuju ke arah rumah sederhana bergaya minimalis. Pagar kayu putih sepinggang dengan halaman tertata oleh taman hias yang rapi. Di depan sana, rumah bercat putih itu terlihat tampak nyaman. "Spada! Permisi!" seru Rully saat berada di depan pintu rumah itu sambil menekan bel. Amelia berdiri dengan gelisah. Dia tampak meremas kedua tangannya. Memperhatikan jika dirinya tidak nyaman. Klek!Pintu di hadapan Rully terbuka. Seorang pria kekar berotot muncul di ambang pintu itu. Rully menelan Salivanya saat menatap pria dengan perawakan mirip atlet an
"Papa, kenapa paman David begitu lama? Apakah paman David sedang berdandan dulu, sama seperti Mama?"Celoteh Raizel membuat Evelyn terkekeh. Bisa-bisanya Anaknya itu menyamai dirinya dengan David. Ethan yang tengah memangku Raizel sambil menatap keindahan bintang malam begitu tergelitik mendengar ucapan Raizel. "Ha ha, Raizel, paman David pasti akan segera datang. Kita sudah menunggu di sini, kan? Mungkin dia menemukan jalan yang agak sulit, atau mungkin sedang tersesat di hutan," jawab Evelyn sambil tersenyum."Aku ingin melihat paman David," seru Raizel dengan terus bergerak dalam gendongan Ethan. "Dia bilang akan membawa hadiah untukku.""Paman David selalu membawa hadiah untukmu, kan?" sela Ethan.Raizel mengangguk sambil tatapan matanya terus memandang langit yang sedikit mendung. "Dia bilang akan memberikan coklat untukku," kata Raizel dengan penuh semangat."Hmm, coklat? Itu gigi Rai kan sudah jarang-jarang dimakan ulat. Masa mintanya coklat?" ujar Ethan menggoda. "Mana ada P
"Ethan, Kira-kira yang ini bagus tidak?" tanya Evelyn saat dirinya melihat mode gaun pengantin. Sudah 2 minggu setelah acara di kaki gunung. Dan hari ini, Ethan dan Evelyn sedang mengurusi masalah pernikahan mereka yang akan digelar satu bulan kemudian. Ethan yang melihat gaun yang ditunjuk oleh Evelyn pun mengerutkan alisnya. "Sepertinya, ini terlalu sederhana," ucap Ethan. Apa? Terlalu sederhana? Bahan yang terpampang di dalam katalog yang dilihat oleh Evelyn saja membuat lehernya tercekik. Evelyn tidak habis pikir dengan pikiran Ethan, bisa-bisanya Ethan mengatakan ini sederhana. "Ethan—" "Mulai sekarang, panggil aku Si ganteng yang membuat hatimu meleleh!" potong Ethan. Evelyn terbelalak. Apalagi ini? Semakin kesini kenapa Ethan menjadi lebay? Kenapa nama panggilan harus seabsurd itu? Evelyn tersenyum aneh menatap Ethan. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Si.. Ganteng…," Evelyn meragu mengucapkan panggilan itu. "Aaa… Ethan, kepada harus lebay sekali?" gerutu Evelyn
Di dalam kamar mandi, rintik shower membasahi tubuh kekar Rully. Rully terdiam dengan tetesan air shower yang membasahi tubuhnya. Kedua tangan kini menopang pada dinding kamar mandi, Rully memejamkan matanya dengan perasaan yang kacau."Aku harus bersikap bagaimana kepada Amelia? Bagaimana jika penyakit yang diderita Amelia tidak sembuh? Atau mungkin dia hanya Pura-pura?" gumam Rully dengan kacau. "Haah…! Mungkin dia membohongiku karena himpitan ekonomi yang dialami oleh keluarganya. Dan memaksa dirinya untuk berpura-pura pikun atau amnesia?"Rully terlihat frustasi dan lelah menerka-nerka apa yang terjadi kepada Amelia. Wanita yang begitu misterius kehadirannya. Bahkan tempat dimana Rully menabrak Amelia pun, tidak ada satu orang yang mengenali Amelia. Rully keluar dari kamar mandi, ia dapati Amelia sudah tertidur, wanita ini sedari tadi memaksa tidur bersama Rully. Rully pun naik ke atas ranjang dengan hati-hati, karena ia takut akan membangunkan Amelia yang sudah terlelap.Rul
"Evelyn!" Evelyn mendongak wajah mencari suara wanita yang memanggilnya . Hari ini, dia sedang membuat janji dengan temannya yang waktu itu sempat bertemu di toko perhiasan. Rena, wanita bersurai emas sedikit ikal itu memanggil Evelyn sambil berlari. Evelyn segera berdiri dia menyambut Rena sambil berpelukan. "Bagaimana kabarmu, Rena?" tanya Evelyn. "Aku tentu baik." Rena melepaskan pelukannya. Dia sedikit mendorong tubuh Evelyn memberi jarak. "Aku tidak menyangka kau mengundangku datang ke kafe saat kita masih bekerja," ucap Rena. Evelyn memberikan seuntai senyuman. "Silahkan, duduk." Evelyn mempersilahkan.Rena pun segera duduk berhadapan dengan Evelyn. Dia tidak sabar ingin mendengar cerita dari temannya itu. "Oww … Eve, kudengar kau akan menikah. Aku merasa sangat gembira mendengar kabar ini.""Dari itu aku mengundangmu sebelum aku akan menikah. Agar kita bisa menghabiskan waktu," ucap Evelyn. "Kamu, pesan apa yang kamu inginkan, Rena." sambung Evelyn. Rena tersenyum menggod
"Rully, tapi aku … badan aku kurang enak. Bisakah lain kali?" kilah Amelia. Rully yang sudah melepaskan kemejanya itu menaikan satu alisnya mendengar penuturan Amelia. Semakin penasaran dengan kondisi Amelia yang sebenarnya. "Amelia, katakan yang sebenarnya. Kau siapa? Apakah waktu itu kau pura-pura menabrak mobilku dengan sengaja?" Rully bertanya, dia menekan. "A-aku, tidak mengerti apa yang kau maksud, Suami. D-dan masalah aku tidak bisa karena aku sedang datang bulan," kilah Amelia.Rully berjongkok, dia mencengkram pipi Amelia pelan. Tampak raut wajah Amelia tersirat nanar ketakutan. Entah apa yang disembunyikan wanita ini. "Amelia, mumpung aku berbaik hati. Maka tolong katakan yang sebenarnya, aku tidak akan marah. Sebenarnya, kau berasal dari mana? Mengapa saat mobilku menabrakmu, kau bahkan tidak cedera?" tanya Rully. Amelia semakin gelisah dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Rully. Gelagatnya tidak nyaman dan tertekan. "M-maafkan aku jika aku membuatmu bingung. Tapi d