Pagi sekali di rumah mewah Jo Daniel terlihat sibuk. Pelayan mengerjakan tugas masing-masing ada yang memasak, membersihkan rumah dan melayani tuannya. Nara berjalan menuju dapur. Seorang wanita paruh baya terlihat menatap Nara dengan mata sipitnya. Ia adalah bibi Jang kepala pelayan di rumah itu.
"Nona muda kau tahu tugas mu?" tanya bibi Jang sedikit menyindir.
Pagi itu Nara harus membantu mempersiapkan keperluan Jo Daniel sebelum ia berangkat ke kantor. "Aku hanya mau mengambil segelas air putih bi" jawab Nara sambil berlalu.
Ia menaiki anak tangga menuju kamar Jo Daniel. Kamarnya tidak di kunci. Nara tertegun menatap interior kamar itu sungguh mirip dengan hotel mewah di eropa. Terdengar suara gemericik air dari shower. Rupanya tuan muda itu sedang mandi, pikir Nara. Ia langsung menju ruangan tempat menyimpan stelan jas dan aksesoris yang biasa di kenakan Jo. Lagi-lagi Nara di buat tercengang dengan jajaran jas mahal dan kemeja dengan berbagai warna, meski warna hitam dominan disana.
Nara mengambil sebuah kemeja hitam dan jas dengan warna serupa. Ia meraih sebuah dasi bergaris abu-abu. Lalu jam tangan berwarna silver. Nara memejamkan matanya begitu melihat Jo keluar dari kamar mandi hanya dengan berbalut handuk putih sepinggang. Badan atletis dan kulitnya yang putih membuat Nara merinding.
"Bagus kau sadar dengan kewajiban mu rupanya" sindir Jo.
Jo berdiri di depan cermin, ia melemparkan handuk kecil ke arah Nara. "Cepat keringkan rambut ku"
Nara tetap diam di tempatnya. Ia meremas handuk kecil itu. "Apa aku harus mengulangi lagi?" Nara bergegas mendekati Jo, ia mulai mengeringkan rambut Jo dan menyisirnya dengan rapi. Jo beranjak mengenakan kemejanya. Ia melepas handuk yang melilit pinggangnya. Nara segera memalingkan wajahnya. Dasar sembarangan sekali, dia itu apa tidak punya malu! batin Nara kesal.
"Pakaikan jas itu untuk ku" Nara melakukan perintah Jo, ia memakaikan jas hitam itu pada pria itu dan mengancingkannya. "Kau bisa memasang dasi?"
"Tidak" jawab Nara ketus. Jo berjalan mendekati Nara dan mencolek pipi cubi Nara. "Kenapa kau tidak memandang ku saat kita bicara?" Jo semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Nara. Ia melepas kaca mata minus Nara.
"Kau sebenarnya lumayan juga kalau tidak memakai benda itu" Jo meletakan kaca mata Nara di atas meja. Nara bergegas memakainya kembali karena pandangan matanya buram.
"Mulai besok kau yang memasangkan dasi untuk ku" Nara mengekor Jo keluar kamar menuju lantai bawah. Di meja makan sudah siap hidangan untuk sarapan. Ada nasi goreng, roti gandum, roti tawar dan salad. Jo mengambil sepiring kecil salad dan jus jeruk.
Sementara Nara ia biasa sarapan berat seperti bubur ayam, nasi goreng, lontong sayur atau opor dan pecel. Jo tertawa melihat Nara mengambil sepiring nasi goreng. Selesai sarapan Nara mengantar Jo keluar menuju mobil. Ryan sudah menunggu di sana. Pria itu membuka kan pintu mobil untuk Jo. "Kemari" perintah Jo Daniel.
Nara segera mendekat. Jo membuka kaca mobil. "Mulai hari ini kau harus diet, kurangi berat badan mu itu" kata Jo sambil tertawa.
Nara tak menggubrisnya. Ia berjalan meninggalakan mobil Jo. Ryan menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. "Ryan kau selidiki tentang Nara dan laporkan pada ku. Jangan sampai dia mencoba melarikan diri dari ku! gadis itu harus ikut membayar kesalahan Manuela"
"Baik tuan"
_______
"Jadi kau tinggal bersamanya di rumah itu?" Tania terkejut mendengar cerita Nara yang tinggal satu atap dengan pria menyebalkan seperti Jo Daniel.
"Apa kalian emmm...Maksud ku apa kalian layaknya suami istri sungguhan?"
"Sinting! jelas tidak. Aku memiliki kamar sendiri di rumah itu"
"Ah leganya, aku kira kalian layaknya suami istri yang saling mencintai" Tania tertawa geli dengan ucapannya sendiri. Mengingat pernikahan Jo dan Nara adalah mainan belaka. Nara mengerjakan pekerjaannya. Ia sibuk membaca kembali agendanya. Terakhir ia melayani klien sinting Jo dan Manuela sekarang ada beberapa pasangan yang akan berdiskusi dengannya tentang pesta pernikahan.
Seperti biasanya, Nara sibuk mempersiapkan keperluan Jo sebelum berangkat bekerja. Memilihkan kemeja, dasi, jas, dan jam tangan.Jo keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk melilit di pinggangnya. Nara segera mengeringkan rambut Jo yang basah.Jo mengenakan kemeja putihnya."Pakaikan dasi ini" Jo menyerahkan dasi itu pada Nara.Jo jauh lebih tinggi dibanding Nara. Gadis itu kesulitan mengikat dasi Jo.Nara mengambil kursi rias. Ia naik ke atas kursi itu dan mulai memakaikan dasi untuk Jo."Hei apa yang kau lakukan! kau bisa terjatuh nanti""Tenang itu tidak akan terjadi tuan"Nara selesai dengan dasi Jo. Saat akan turun dari kursi tiba-tiba ia tergelincir dan jatuh menimpa tubuh Jo. Badan Nara menindih sebelah lengan Jo hingga terkilir."Nara!" Jo berteriak kesakitan. Nara bergegas bangkit dan berdiri. Ia memandang Jo yang meringis menahan sakit."Tuan Jo kau tidak apa-apa?" Nara mengguncang bahu Jo. Ryan
Sepulang bekerja Jo tidak segera pulang, ia pergi dengan dokter Edward untuk minum di bar langganan mereka."Jo bagaimana dengan Manuela?" Edward memberanikan diri bertanya pada Jo tentang Manuela.Jo hanya terdiam dan meneguk minuman di gelasnya."Tidak mungkin kau tidak tahu soal dia, apa kau sengaja membiarkan dia karena...." Edward menghentikan perkataannya."Karena apa?" tanya Jo tenang."Karena kau sudah nyaman dengan permainanmu pada gadis itu"Jo menyeringai ia kembali meneguk minumannya. Manuela tidak lagi mengisi secuil pun tempat di hatinya.Edward benar ia mulai terjebak dengan permainannya sendiri. Ia menikmati ketika sedang mengerjai Nara dan melihat gadis itu jengkel atau marah itu adalah kepuasan baginya."Hati-hati Jo" kata Edward lagi."Untuk apa?""Aku juga melihat Nara kemarin, meski tubuhnya sedikit besar tapi ia memiliki wajah yang cantik. Kau bisa jatuh hati padanya nanti"
Jo sudah siap dengan stelan jas, tuxedo dan dasi kupu-kupu yang terlihat elegan di lehernya.Ryan mengikuti langkah Jo menuju kamar Nara karena sedari tadi gadis itu tidak keluar juga. Bahkan ia tidak membantu Jo untuk bersiap."Nara! sedang apa kau di dalam kenapa lama sekali?" Jo mulai kesal ia mengetuk kasar pintu kamar Nara yang terkunci.Pintu kamar Nara terbuka pelan. Jo terpana menatap Nara dengan gaun tertutup berwarna biru laut di padukan dengan anting panjang berwarna senada dengan gaunnya. Rambutnya dicepol rapi di belakang.Nara terlihat canggung. Ia nampak kurang percaya diri dengan penampilannya."Apa gaun ini bagus?" tanya Nara."Gaunnya bagus, tapi kau terlihat jelek!" kata Jo ketus.Nara sudah biasa dengan pria ceplas ceplos itu. Keduanya diantar Ryan menaiki mobil mewah Jo menuju kediaman orangtua Jo. Di pelataran sudah terparkir rapi mobil-mobil mewah, mereka adalah tamu undangan orangtua Jo yang k
Nara terlihat sedang meeting dengan timnya. Dua hari lagi akan ada penyelenggaraan pesta pernikahan dari salah satu klien Y&J. "Bagaimana persiapannya?" tanya Nara pada Tania."Oke sudah delapan puluh persen" kata Tania. "Oh ya pastikan pengantin perempuan tidak kabur lagi ya teman-teman" seloroh Tania hingga semua tertawa. Nara mencubit Tania. Tapi perkataan Tania benar juga jangan sampai pengantin perempuan kabur lagi karena tidak ada stok gadis di tim kerja Tania. Semua sudah menikah dan tidak bisa jadi pengganti apa lagi sampai di ajak nikah kontrak. Nara pergi makan siang dengan Tania di cafe dekat kantornya."Jo Daniel mencium mu?" Tania terlihat terkejut. Hingga ia tersedak minumannya. "Pelankan suaramu!" "Yang benar? apa ia sudah jatuh cinta pada mu?" "Jangan harap! dia sedang mabuk waktu mencium ku" "Owww aku kira kalian berdua terlibat cinta" "Jangan ngarang, aku men
Jo pulang larut malam, sebelum ke kamarnya ia sempat ke depan kamar Nara. Jo membuka handel pintu dan ternyata tidak di kunci.Jo menatap Nara yang tertidur pulas dengan piama pendeknya. Kulit kaki Nara yang mulus terlihat oleh Jo. Ia lalumengambil selimut dan menyelimuti Nara.Jo tidak sengaja menatap kalender di meja Nara. Rupanya Nara melingkari setiap tanggal dan menghitung perpisahan dengannya.Jo berjalan keluar kamar Nara. Ia menuju kamarnya dan duduk di sofa.Jo membayangkan perpisahannya dengan Nara nanti. Gadis itu tidak tahu apa-apa, sudah bagus ia mau menyelamatkan harga diri Jo di hadapan banyak orang dengan menggantikan posisi Manuela.Jo mandi di bawah guyuran shower. Selesai mandi ia bergegas mengenakan baju dan pergi ke kamar Nara. Ia merebahkan diri di samping Nara sembari memandang wajah Nara yang tertidur pulas.Apa kau sama sekali tidak tertarik dengan ku? batin Jo. Ia membelai rambut Na
Nara menghabiskan makan siangnya. Ia meminum es kopi latte kesukaannya."Kau terlihat lebih diam?" tanya Tania.Nara mengedikkan bahunya. Ia sedang malas bicara banyak. Bahkan hari ini ia tidak ingin bertemu klien manapun."Apa kau bertengkar lagi dengan Jo?""Tidak, dia malah jadi baik padaku""Bagus, kurasa dia memang menyukaimu Nara" kata Tania lagi."Manuela sudah kembali" Kata Nara pelan.Tania meletakkan sendoknya. Ia menatap Nara menunggu kelanjutan ucapan Nara."Kurasa ia akan kembali pada Jo Daniel dengan cara apapun""Apa Jo masih menyukai Manuela?""Kurasa tidak setelah Manuela mempermalukannya di hari itu. Jo bahkan tidak mau memandang wanita itu""Nara, apa kau sama sekali tidak tertarik pada Jo Daniel?"Nara terdiam dengan pertanyaan Tania. Ia sendiri bingung dengan perasaannya yang akhir-akhir ini sulit di kendalikan oleh akalnya."Jika kau memang ada perasaan pada
Dokter Edward terlihat keluar dari ruang operasi. Papa dan mama serta Nara segera mengerumuninya."Operasi sudah selesai pelurunya berhasil di keluarkan. Jo akan di pindahkan ke ruang rawat"Semua terlihat lega termasuk Nara. Edward memandang Nara yang terlihat sangat sedih dan cemas."Tenanglah dia tidak apa-apa" kata Edward mencoba menenangkan Nara"Nara mengangguk. Tak berapa lama perawat mendorong ranjang Jo menuju kamar rawat. Jo masih belum siuman karena pengaruh obat bius. Nara menatap wajah tampan yang tergolek di atas ranjang itu."Nara kau pulanglah dulu biar papa dan mama yang menjaga Jo""Tidak ma, papa dan mama yang beristirahat saja biar Nara menjaga Jo disini, lagipula ada dokter Edward juga"Jo membuka matanya, ia merasakan sakit di lengan atasnya. Ia mengedarkan pandangannya."Kau mencarinya?" suara dokter Edward mengejutkan Jo yang baru siuman."Dia aku suruh pulang, kasihan kelelahan menunggu d
Nara siap dengan baju santainya. Rambut ikal panjangnya diikat keatas sehingga terlihat lincah. Ia mengenakan topi koboi berwara krem terlihat serasi dengan bentuk wajahnya."Kau belum bersiap?" Nara menatap Jo Daniel yang masih berdiri di depan cermin dengan stelan kemeja hitam dan celana panjang hitam, sepatu pantofel dan jam tangan kulit berwarna coklat tua."Hei tuan, kita mau tamasya ke kebun binatang bukan mau meeting dengan kolega besar mu" Nara terkekeh melihat penampilan Jo."Memang apa yang salah dengan penampilan ku?""Ayo" Nara mendorong Jo duduk di atas kasur, ia pergi memilihkan baju untuk Jo. Nara menggeleng di lemari itu hanya tersimpan baju-baju formal.Nara menghubungi Ryan dan meminta tolong Ryan membelikan baju santai untuk Jo.Nara mengajak Jo tamasya ke kebun binatang karena Jo belum pernah ke tempat itu dan kebun binatang adalah tempat wisata yang paling Nara suka sejak kecil.Tak berapa la
Jo Daniel berdiri di depan pintu apartemen Nara dan memencet bel dengan brutalnya. Nara yang tadinya tidak berniat membukakan pintu akhirnya mengalah juga dengan tingkah suaminya itu. Nara membiarkan rambut panjangnya tergerai, ia menyambar kaca mata minusnya lalu berjalan membuka pintu apartemennya. Terlihat Jo Daniel bersandar pinggiran pintu dan menatap Nara dengan lekat. ia mengepulkan asap rokok di hadapan Nara. "Mau apa?!" tanya Nara ketus. Jo tersenyum menyeringai sembari mematikan puntung rokoknya dengan menggenggam erat puntung rokok itu. "Jo hentikan! tangan mu bisa luka bakar!" kata Nara yang tidak habis pikir dengan tingkah Jo Daniel. "Kau tahu kalau hati ku terluka parah?!" tangan Jo meraih wajah Nara dengan lembut. Nara menepisnya dan memalingkan wajahnya. "Pergilah, aku mohon jangan mengganggu ku lagi, surat perpisahan kita akan aku kirim melalui Ryan" kata Nara yang semakin memancing amarah Jo Daniel. Jo memaksa masuk ke apartemen Nara dengan kasar ia mendo
Marisa menangis memeluk kakaknya. Ia patah hati karena merasa Edward juga mengkhianatinya. "Sudahlah hentikan tangisan mu itu. Bukan kah kakak sering bilang jangan dekati pria macam Edward!" "Huhuhu maaf aku tidak menghiraukan nasehat kak Jo" "Gadis nakal sekarang kau tahu kan rasanya patah hati?" Jo menahan getir di hatinya. Ia sendiri juga merasakan patah hati yang teramat dalam. Rasanya jiwanya terguncang. Barang kali sekarang ia sudah benar-benar gila. Ditinggal Nara adalah bencana baginya. Tapi melihat wanita itu bersama pria lain membuat darah Jo mendidih. Ia selalu tidak bisa berpikir jernih jika sudah menyangkut Nara. "Kakak sendiri bagaimana dengan kak Nara?" "Itu bukan urusan mu anak kecil" "Ryan antarkan Marisa ke kamarnya. Jangan lupa kunci pintu kamarnya dari luar, Pastikan dia tidak kabur mencari si brengsek Edward!" "Kakak untuk apa melakukan hal itu?! aku sudah benci padanya aku tidak akan lagi mencarinya. "Bagus, carilah pria muda setidaknya seusiamu untuk
Jo meneguk minuman di gelasnya lalu dengan emosi ia membanting gelas itu ke dinding. "Tuan saya mohon kendalikan diri anda" Ryan mencoba menyadarkan tuannya agar bisa waras kembali. Sejak kejadian pemukulan di rumah sakit Jo dan Edward kini sudah putus pertemanan. "Ryan apa kau tahu artinya di khianati oleh sahabat mu sendiri?!" "Tuan...." "Kenapa harus Nara? kenapa bajingan itu harus menyukai Naraku?" Jo menahan tangisnya. Sesungguhnya ia sangat merindukan Nara. Tapi kemarahannya dan rasa sakit karena di khianati membuatnya ingin membuang wanita itu jauh-jauh dari hidupnya. "Apa tuan ingin saya menyelidiki perihal nona dengan tuan Edward?" "Untuk apa kau mau menyelidiki lagi soal mereka?! Semua sudah jelas! Apa kau dungu Ryan?!" "Kalau begitu saya akan antar anda pulang, anda sudah mabuk" "Aku tidak mau pulang, jika aku pulang aku akan mengingat wanita itu. Wanita yang telah meembuaatku jadi hancur. Kenapa aku begitu menyukai wanita kejam itu? Apa kelebihannya Rya?!" Jo me
Nara merasakan sekujur tubuhnya sakit. Terutama di area selangkangan yang terasa perih sekali. Jo memeluknya dengan kuat seolah takut Nara akan meninggalkannya setelah apa yang ia lakukan pada Nara tadi. Jo tertidur di samping Nara. Air mata Nara mengalir, ia ingin pergi dari kehidupan Jo Daniel. Ia tidak ingin lagi mengenal pria itu.Pagi tiba, semburat sinar matahari menerobos masuk ke kamar Nara melalui kisi-kisi jendela balkon. Nara menyingkirkan tubuh Jo yang mnindihnyam. Ia bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Nara menangis di bawah guyuran shower. Ia membersihkan dirinya dengan geram. Ia tidak mau aroma tubuh Jo tertinggal disana.Jo terbangun perlahan membuka matanya. Nara sudah tidak di sampingnya. Jo bergerak mencari jubah mandi milik Nara. Ia mandi di kamar mandi Nara. Jo mengingat betapa kejamnya ia pada Nara kemarin.Jo membenturkan pelan kepalanya ke dinding kamar mandi. Menyadari kesalahannya. Selesai mandi Jo bergegas keluar
Nara bergegas berangkat ke kantor Y&J begitu Jo Daniel berangkat dengan Ryan ke kantor. Nara mampir terlebih dulu ke coffe shop dekat kantornya. Ia membeli segelas latte dan sandwich mentimun. Ia menjalani program diet untuk menurunkan sekitar 5Kg. Ia ingin mencapai berat di bawah 50kg."Hai Nara...""Hai dokter Edward, kau disini?""Iya kebetulan saja aku baru bertemu seseorang. Apa kau sedang buru-buru?""Tidak nanti aku akan meeting dengan klien jam sembilan""Jika kau tidak keberatan apa kau mau sarapan bersamaku?""Oh tentu, ayo kita duduk disana" Nara menunjuk sebuah meja kosong. Ia sedikit terkejut kenapa Edward mengajaknya sarapan. Tapi ia tidak berpikir aneh karena toh Edward adalah teman Jo Daniel.Sementara di kantornya Jo sedang terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Ia baru saja selesai meeting untuk produk baru yang akan di luncurkan oleh perusahaan. Yaitu berupa mainan anak-anak. Jo tertarik sekali de
Marisa datang ke rumah sakit tepat jam makanan siang. Ia membawa bekal untuk dokter Edward. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu Marisa langsung masuk ke ruang kerja dokter Edward. Di dalam ruangannya dokter Edward sedang berbicara dengan seorang perawat cantik bernama suster Tiffany. Edward terkejut ketika Marisa berdiri di hadapannya dengan wajah sedikit pucat. "Kak Ed aku sakit" kata Marisa dengan suara yang di buat-buat. Edward yang sudah terbiasa dengan tingkah Marisa pun tersenyum dan meminta suster Tiffany keluar dari ruangannya. Edward mendekati Marisa dan pura-pura memeriksa kondisi gadis itu. Ia memegang kening Marisa lalu menyentilnya dengan sedikit keras hingga gadis itu kesakitan. "Kakak kenapa kau malah menyakitiku bukan memeriksaku dengan stetoskop mu?" "Ada apa kau kemari?" Edward memasukan kedua tangannya ke dalam saku jas putihnya. "Jika kau bosan bermain mainlah dengan teman-temanmu" "Aku tidak enak b
Malam itu Jo dan Edward minum di bar langganan mereka. Suasana hati Jo sedang tidak bagus. Ia banyak minum tidak seperti bisanya yang hanya sesekali saja."Kau masih kesal padanya?""Menurutmu"Edward tersenyum dan sedikit menggeleng. Ia tahu Jo sepertinya menginginkan seorang anak dalam pernikahan kontraknya dengan Nara. "Jika kau memang mencintainya kenapa kau tidak melegalkan saja pernikahanmu tanpa surat kontrak"Jo meletakkan gelasnya yang sudah tandas. Ia memejamkan matanya sejenak dan wajah Nara selalu melintas di benaknya. "Tidak semudah itu Ed, kau tahu Nara sangat keras kepala""Kenapa kau menginginkan anak darinya?""Tadinya aku menginginkan anak untuk tetap menahannya berada disisiku, tapi sekarang keinginanku lebih dari itu. Aku benar-benar menginginkan seorang anak darinya, kau bayangkan Ed aku memiliki seorang anak yang lucu dalam pernikahanku" Jo tersenyum getir mengingat Nara tidak mau memberinya anak."Mu
Pagi yang cerah Jo baru saja selesai berolah raga. Nara belum tampak keluar dari kamarnya. Jo mencoba melihat ke kamar Nara. Kamar terlihat sepi karena Nara berada di kamar mandi. Terdengar seperti Nara sedang muntah."Nara?!" Jo menggedor pintu kamar mandi karena cemas."Nara buka pintu atau ku dobrak!""Jo aku tidak apa-apa pergilah""Nara cepat buka pintunya!" suara Jo terdengar seantero rumah luas itu. Marisa segera berlari menuju kamar Nara. Sementara para pelayan menunggu di depan kamar Nara."Ada apa kak?"tanya Marisa bingung karena pagi-pagi Jo sudah teriak-teriak."Nara keluar dari Sana tau ku dobrak paksa pintu ini" akhirnya Nara membuka pintu kamar mandi ia terlihat pucat dan lemas."Marisa cepat telpon Edward""Baik kak" Marisa segera kembali ke kamarnya dan mengambil ponsel miliknya. Ia bergegas menghubungi dokter Edward untuk memeriksa kondisi Nara. Setelah menelpon Edward Marisa kemb
Jo terbangun lebih dulu ia membuka matanya dan memandang Nara yang tertidur di pelukannya. Jo tersenyum senang tapi sebelah lengannya kesemutan karena Nara memakainya sebagai bantal semalaman. Jo menarik perlahan tangannya agar Nara tidak terbangun. Tapi Jo gagal karena Nara membuka matanya dan menggeliat perlahan."Kenapa aku di kamarmu Jo?""Kau bermimpi dan berjalan dalam tidur lalu datang kemari dan memelukku semalaman""Benarkah?!" Nara terbangun dan bergegas turun dari ranjang. Sementara Jo meringis menahan kesemutan di lengannya."Maaf Jo" dengan wajah malu Nara bergegas pergi dari kamar Jo Daniel. Nara segera mandi karena ia harus berangkat lebih awal. Ia akan bertemu dengan kliennya pagi ini.Nara mengenakan stelan kerjanya celana panjang berwarna putih dan atasan biru muda dengan tambahan aksesoris scraft di lehernya . Ia mengikat rambutnya sedikit tinggi dan itu membuatnya tampak mengagumkan.Nara berlari k