Share

Kabar terbaru

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-01 20:04:29

Tahun berganti, Imelda akhirnya diangkat menjadi pegawai tetap di kantor itu. Ia tak mengejar jabatan, yang penting bekerja, menghasilkan uang untuk kehidupan bersama anak-anaknya.

Rizal, ia rutin mengirimkan uang untuk anak-anaknya tiap bulan, tanpa berkomunikasi apa pun dengan Imelda, hal itu sempat membuat Imelda heran, ada apa dengan mantan suaminya? Tapi ia abaikan karena toh, bukan urusannya lagi, pun Dewa dan Ardan tak ada yang menanyakan kabar ayahnya.

"Mel... kamu udah tau mau ada acara reuni sekolah kita?" Kara duduk di kursi kosong sebelah kubikel Imelda.

"Belum, emang ada?" tanya balik Imel sembari merapikan invoice harian.

"Lo buka email, undangannya dikirim ke sana," lanjut Kara. Imel lalu membuka kotak masuk di laman surelnya, jemarinya bergerak mencari undangan itu, dan ya, ada. Ia membuka lalu membaca dengan cepat.

"Reuni akbar?" gumamnya. Kara mengangguk.

"Dateng nggak? Minggu depan, kan?" sambung Kara lagi.

"Nggak tau, Kar, pasti ada Rizal di sana, kan?" Imel menata
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Pulang

    "Maafin Ayah, Dek, maaf ...." Rizal masih memeluk erat Ardan hingga sang putra melepaskan."Yah, makasih udah ajak kita ketemuan, makan pizza, tau aja makanan kesukaan Bang Dewa sama Ardan," kekeh Ardan yang mendapat sentilan di keningnya dari Rizal. Ardan beranjak, berpindah tempat duduk kembali. Dewa mengatur napasnya, ia tersenyum melihat Imel yang juga menangis tanpa ia sadari.Makanan pesanan mereka tiba, Rizal tampak lebih lega, pun kedua anaknya. Tangis berganti tawa, karena Dewa dan Ardan bercerita banyak hal, terutama urusan sekolah dan cewek. Ya... akhirnya Imel cukup lega karena Rizal segera menanggapi curhatan anak-anaknya. Imel menikmati makanannya dengan pemandangan yang lama tak ia lihat.Ponselnya bergetar, nama Kara muncul. Ibu jari Imel menggeser layar. "Ya, halo... Kar," jawab Imel, ia lalu pamit beranjak sebentar untuk bicara dengan Kara."Gimana? Aku penasaran, nih...!" tanya Kara.Imel berdecak, "besok aku ceritain. Sabar, Kara..."jawab Imel yang mendapat balasan

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-01
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Hari bersama ayah

    Ardan menggendong Araska yang pulas tertidur, Rizal meminta menidurkan bocah itu dikamarnya. Sementara Dewa, ia merasa rumah itu tak ada berubahnya sama sekali, sentuhan Imel masih lekat di sana. Bahkan, kamar lama ia dan Ardan masih sama interiornya, kondisi rumah juga bersih, terlihat juga kalau Rizal berusaha keras menjaga serta merawat rumah itu."Ardan, lo di kamar aja, gue di sofa ini," ucap Dewa menepuk-nepuk sofa bed ruang TV saat Ardan keluar kamar."Oke," jawab remaja itu. Rizal di dapur, ia memanaskan makanan yang sempat ia beli, ayam goreng kremes dan nasi uduk. Araska sudah makan duluan tadi di day care."Bang, Ayah cuma beli ini. Besok pagi-pagi kita jalan ke Bandung, nginap semalam di sana. Jadi Ayah sengaja nggak stok banyak makanan," tukas Rizal."Ini, Ibu bawain kue," sambung Dewa yang mengeluarkan tiga toples kue kering. Ada nastar, chocochips, dan sagu pandan, semuanya buatan Imelda. Rizal tersenyum, sagu pandan kue kesukaannya, sudah lama ia tak menikmati kue keri

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-02
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Menebus waktu

    Dewa membantu mengeringkan tubuh Araska yang baru selesai mandi, walaupun wajahnya datar–datar saja tak se-excited Ardan saat bersama Araska, namun Dewa tetap mempedulikan adik sambungnya itu dengan baik. “Bang, kita hari ini ke mana?” tanyanya.“Araska mau ke mana? Bang Dewa ikut aja.” Jawabnya sambil memakaikan minyak kayu putih ditubuh adiknya itu. “Bang Dewa nggak seneng jalan-jalan sama Ayah dan Raska, ya?” pertanyaan itu membuat Dewa menghentikan gerakan tangannya. Ia menatap Araska, tanganya terulus mengusak rambut bocah itu. “Seneng, kok. Raska coba tanya Ayah, semalam bukannya bilang mau ajak beli sepatu Bang Ardan, karena kemarin belum dapat, ‘kan?” Dewa memakaikan baju lalu celana jeans, tak lupa ia menyisir rambut sang adik juga. Di masa depan, mungkin jika ia memiliki anak, akan menjadi ayah yang baik untuk anak-anaknya dan ringan tangan membantu istrinya mengurus buah hati mereka. Tak ada gengsi jika ayah mau membantu mengurus anak. “Bang,” panggil Rizal. Dewa berdiri

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Ibu itu segalanya

    Mereka berempat selesai berbelanja, kini, mereka mampir makan es krim dan waffle. Ardan yang memang senang saat tau Araska ada bersama mereka, inisiatif mengajak adik sambungnya yang berusia 5 tahun itu bermain di playground, tepatnya bermain panjat dinding. Sementara Rizal dan Dewa duduk menikmati camilan itu dengan mata mengawasi Ardan juga Araska."Bang, selama ini, Ibu kerja doang atau ada sampingan lain selain bikin kue?" Rizal membuka bahasan. Dewa yang sedang membalas pesan singkat dari pacarnya yang kuliah di Solo, dengan cepat meletakkan ponsel di atas meja lagi."Nggak ada, Yah. Seringnya terima pesanan makanan sama kue bolu, kalau kue kering Ibu nggak sanggup, ovennya nggak cocok, di apartemen kecil soalnya. Temen-temen kantor yang sering mesen," jawab Dewa."Kalau sekolah, kalian diantar Ibu juga?" pertanyaan berlanjut."Iya..., Ibu nggak pernah absen anterin kita tiap hari. Kalau pulang baru ojek online atau nebeng temen." Dewa melirik Rizal yang mengangguk pelan."Yah...

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-04
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Keluarga tak sempurna

    Siapa yang mau memiliki keluarga tak sempurna, begitupun dengan Dewa. Masa ABG hingga akhirnya sekarang duduk di bangku SMA kelas 3, merasakan gejolak perpisahan orang tua tanpa bisa terlalu bersuara memprotes apa yang ia rasakan sesungguhnya. Sebagai anak tertua, ia juga harus bisa menjaga perasaan adik juga ibunya yang berjuang sendiri demi terlihat normal, tak ada kekurangan kasih sayang walau tanpa hadirnya sosok ayah. “Bang, kamu lagi ngapain?” tanya Imelda saat Dewa baru saja menyalakan laptop di kamarnya, ia duduk di depan meja belajar. “Mau video call sama Tisya, ada apa, Bu?” Dewa beranjak, berjalan menghampiri Imelda di depan pintu kamar. Imel menunjukan kotak jam yang diberikan Rizal saat mereka pulang liburan singkat. “Ibu nggak bisa terima ini dari Ayahmu, Bang.” Raut wajah Imel sungguh memperlihatkan rasa sungkan. “Kenapa, Bu? Apa Ibu masih marah dan kecewa sama Ayah?” Dewa dan Imel masih berdiri di depan ambang pintu. Kamar itu sebenarnya kamar Ardan, berhubung adik

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Chiffon Cake

    Imel membuka pintu apartemen, tampak Dewa dan Ardan masuk ke dalam, sebelumnya ia mencium pipi ibunya dulu."Bu... Ayah beliin ini, tadi ketemu di parkiran apartemen," ujar Dewa sembari meletakkan bungkusan besar berisi brownies, kue kering, juga camilan lainnya."Banyak banget, Bang?" sahut Imel."Iya, kata Ayah, Ibu suka semua makanan itu." Dewa lalu masuk ke kamar mandi, seperti biasa, ia tidur di sofa bed, mengalah kamarnya dipakai Ardan."Ayah masih inget makanan kesukaan Ibu, kirain udah lupa," sambar Ardan yang memeluk manja leher Imel lalu mencium pipi wanita itu lama."Bu... kapan-kapan ikut jalan-jalan, ya, kemarin waktu di Bandung sepi nggak ada Ibu. Terus, Ayah mau ajak ke puncak, sewa villa di sana," bisik Ardan."Nggak, ah. Kalian aja," tolak Imel sembari melepaskan pelukan anaknya itu."Kenapa, Bu? Malunya jalan bareng mantan?" goda Ardan. Imel berdecak, ia lalu mengeluarkan semua makanan dari kantong plastik besar.Tak lama, Dewa duduk di sofa bed. "Kalian Happy bisa

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Araska sama aku

    "Mel... kok aku lihat mobil Rizal di parkiran?" Kara bertanya saat keduanya tengah berada di toilet kantor."Hh? Ngapain?" Imel buru-buru mencuci tangan lalu mengeringkannya dengan alat pengering."Ngapelin kamu, kali," goda Kara. Imel berdecak lalu merogoh ponsel di dalam saku. Ada lima pesan masuk dan satu telepon tak terjawab, keduanya dari Rizal. Imel mengusap layar, ia lalu membaca pesan itu. Isinya, Rizal mau bertemu untuk ambil pesanan kue.Imel pamit ke parkiran kantor untuk bertemu Rizal kepada Kara, wanita itu terus menggodanya sedangkan Imel hanya tersenyum tipis. Tiba di lobi, Rizal ternyata sudah berdiri di teras gedung, ia melihat ke sekeliling memegang ponsel di tangan, berniat menghubungi Imelda pada awalnya."Mas," sapa Imel. Rizal berbalik badan. Ia tersenyum menatap Imelda yang melihat ke arahnya bingung."Kuenya, ‘kan, besok, bukan sekarang," tutur Imelda sembari bersedekap, ia menatap Rizal dengan kepala sedikit mendongak karena tubuh Rizal tinggi tegap."Lho... b

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-07
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Belajar mengemudi

    "Ayah, yakin?" Dewa menoleh, menatap lekat Rizal yang sudah duduk di posisi penumpang depan."Yakin, ayo, jalan. Matic ini mobilnya, kamu naik motor bisa, mobil pasti bisa. Ayo, pelan-pelan dulu," ucap Rizal yang sengaja cuti di hari jumat itu demi mengajarkan Dewa belajar nyetir mobil. Rizal mendadak menjemput Dewa di sekolah setelah putranya mengatakan jika hari itu tak ada pelajaran, karena hanya persiapan try out minggu depan.Dewa membaca doa, lalu kaki kanannya menginjak pedal gas. Rizal mengarahkan dengan santai tapi serius, layaknya laki-laki dan Rizal mengarahkan langsung ke jalan utama menuju ke area komplek perumahan mereka dulu, di sana lebih lega jalanannya dan sepi, memudahkan Dewa untuk terbiasa dengan pedal gas rem."Jangan tegang, Bang, santai aja, sama kayak naik motor, kok, cuma bedanya kalau mobil perhitungan kamu aja harus lebih cepat dan teliti, karena body mobil gede, kan." Rizal melirik ke spion kiri."Oke, Yah," jawab Dewa."Rem, Bang. Pelan-pelan coba kamu ra

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-07

Bab terbaru

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Kebahagiaan Sesungguhnya

    "Mas Rizal, anak-anak kenapa nggak ada yang telepon kita? Tumben banget hampir satu minggu nggak kasih kabar. Araska juga, katanya mau pulang kemarin, sampai hari ini mana? Koper-koper aja yang ada." Imel menggerutu sendiri, ia dan Rizal tengah asik menonton acara TV setelah pulang membeli sarapan bubur ayam di tempat langganan. "Lagi sibuk semua kali, Mel, udah biar aja. Kamu nggak masak buat makan siang?" Rizal meletakkan ponsel miliknya yang sedari tadi ia gunakan untuk membalas pesan singkat teman-teman warga komplek. "Nggak, biar Bibi aja yang masak. Aku kepikiran anak-anak, mana Ardan dan Sahila juga nggak kirim foto Reno sama Bima. Aku kangen cucu-cucu ku juga, Mas ...." Imel tampak kesal, bahkan sedikit menghentakkan kaki ke lantai. "Kok kamu kayak anak kecil gini? Udah tua sayang, uban mu mulai banyak," goda Rizal yang membuat Imel makin kesal. Mendadak muncul Gadis dari arah depan rumah, ia datang bersama Dewa. "Ayah ... Ibu ...," sapa Gadis. "Hai sayang!" teria

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Awet muda

    Imelda duduk di teras rumah, menatap area depan hingga garasi yang sudah di renovasi menjadi lebih lebar sehingga muat 3 mobil terparkir, karena Rizal memang membeli rumah sebelah kanannya yang sudah lama kosong. "Kenapa kamu bengong?" Rizal memeluk Imelda begitu hangat. Pelukan itu membuat Imel tersenyum lalu menoleh ke samping kanan. Wajah keriput Rizal bahkan tak melunturkan bagaimana Imelda mencintai pria itu begitu luar biasa. "Lagi mikir sisa usia kita, mau lakuin apa. Aku juga mikir, apa anak-anak bisa lepas dari kita dan hidup dengan baik." Helaan napas Rizal menerpa pipi kanan Imelda. "Jangan seperti ini mikirnya, nggak boleh, Mel." Rizal melepaskan pelukan, kemudian berpindah duduk di sebelah istrinya. Ia meraih jemari lembut wanita yang tetap cantik, digenggam erat. "Anak-anak sudah masuk di fase kehidupan yang baru, ada di posisi kita dulu. Kamu nggak bisa khawatir kayak gini. Kita ... cukup perhatikan, biarkan mereka berkreasi dengan rumah tangga mereka, kita nggak bis

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Curhatan lelaki

    Peresmian restoran masakan Indonesia milik Ardan dan Sahila berjalan begitu meriah. Araska bertepuk tangan sambil bersorak ke arah dua kakaknya, hal itu membuat seseorang yang setia berdiri di sebelahnya melirik jengah. Sahila melihat hal itu, sebagai seorang kakak, ia tak mau adiknya mencintai seseorang yang salah. Sahila mendampingi Ardan menjamu tamu undangan yang diantaranya banyak pejabat juga pengusaha sukses kenalan Praset. Dua kakak Sahila juga datang bersama keluarganya, hanya satu kakak lelakinya yang tinggal di London dan tidak bisa pulang ke Thailand. "Mas Ardan, aku ke Araska dulu, ya," pamitnya sambil mengecup pipi Ardan yang kala itu memakai kemeja putih pres body, celana panjang warna krem juga kacamata yang kini setia bertengger di hidung bangirnya. Sama seperti Araska yang memang berkacamata. "Hai, aku kira kamu jadi pulang ke Singapura semalam?" sapa dan sindir Sahila kepada perempuan yang tampak tak nyaman berada di sana. Araska melihat itu, tetapi seolah tertut

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Kedatangan Araska

    "Yakin mau di sini?" Sahila memeluk pinggang Ardan yang merangkul bahunya. "Yakin. Kita bisa mulai semua dari sini, hidup sederhana dan yang penting selalu bersama-sama." Ia mengecup pelipis Sahila. Mereka menatap ke ruko yang di sewa untuk membuka restoran masakan khas Indonesia. Ardan banting setir, menjadi pengusaha restorannya sendiri, dan Sahila mengatur kinerja harian. Keduanya memutuskan akan menetap di sana, merantau di negara yang tak asing bagi Sahila. Lingkungannya juga baik, tak jauh beda dengan di tanah air. "Mana bisa sederhana, kamu nggak lihat di belakang kita? Baru juga kita mau persiapan buka resto ini, mereka udah stand by." Sahila menoleh ke belakang, terlihat beberapa ajudan dari Praset berjaga di sekitar resto. "Kamu bilang sama Papi, jangan berlebihan. Anak-anak juga kasihan jadinya, La," bisiknya. "Iya, nanti aku bilang. Ngomong-ngomong, Reno sama Bima ke mana?" Wanita itu celingukan, mencari keberadaan dua putranya yang sejak beberapa waktu lalu tak tampak

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Melepas Rindu

    Kaki Sahila melangkah pelan setelah turun dari mobil SUV mewah milik keluarganya yang berhenti di depan rumah tempat tinggalnya. Tangannya terus menggandeng erat jemari Ardan, Bima berada di gendongan Praset, sedangkan Reno sudah membuka pagar rumah yang terbuat dari kayu bercat putih. Halaman yang cukup luas dengan rerumputan yang tertata apik hasil kerja keras Ardan yang memang mau melakukannya sendiri, membuat senyum Sahila merekah. Di teras depan, Rizal, Imel, Dewa beserta istri dan kedua anaknya menyambut dengan wajah penuh bahagia. Kedua tangan Imel ia rentangkan, betapa bersyukur bisa melihat Sahila kembali dalam keadaan sehat. "Ibu," sapa Sahila dengan derai air mata. "Sayang," peluk Imel. "Jangan nangis, Ibu nggak mau ada air mata kesedihan lagi dikeluarga kita selain air mata bahagia," lanjutnya. Sahila mengulur pelukan, mengangguk, lalu berpindah memeluk Rizal. Di dalam rumah, orang suruhan Praset sudah menyiapkan hidangan yang pasti Sahila suka. Jadilah acara sederh

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Permintaan kembali

    Gaun putih yang dikenakan terasa cocok dan tidak membuat langkah Sahila kesusahan. Justru ia begitu anggun melangkah. Ardan dan Reno menatap sambil mengukir senyuman, di lengan Ardan juga, ada Bima yang menatap ke arah ibunya yang berjalan mendekat. "Aku kangen kamu, La," ucap Ardan lalu terpejam karena Sahila mengecup lembut pipi suaminya, tanpa suara membalas kalimat itu, hanya saja tangan Sahila membelai wajah Ardan yang masih terus terpejam. "Mama," panggil Reno dengan air mata yang jatuh. Air mata bahagia tepatnya. Sahila bergeser, berlutut menyetarakan tinggi tubuh dengan anaknya. "Reno kangen," lirihnya lalu memeluk leher Sahila. Tangan wanita itu mengusap lembut punggung Reno. Tak lama, Sahila berdiri, kembali berhadapan dengan Ardan. Bima menatap Sahila, digendongnya bayi yang bahkan belum genap enam bulan. Dipeluk hangat hingga diciumi gemas putra yang selama hampir sembilan bulan ada di dalam kandungannya. "Ayo kita masuk ke dalam, La," ajak Ardan. Sahila tersenyum, me

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Kesabaran diuji

    Rumah bercat putih itu, menjadi tempat di mana Ardan, Sahila, Reno juga Bima tinggal. Sahila masih koma, tak tau kapan ia akan bangun, dan kini sudah memasuki waktu tiga bulan semenjak kecelakaan itu terjadi. Sejak pagi, Ardan sudah menyiapkan air hangat untuk membersihkan tubuh Sahila dengan cara membasuh perlahan. Reno membantu, ia mengambil handuk, juga pakaian Sahila sambil sesekali melihat Bima yang semakin hari semakin sehat. "Pagi, Sahila," sapa Ardan yang sudah melipat kaos lengan panjangnya hingga siku. "Pagi, Mama," sapa Reno sambil mengecup kening wanita yang masih terbujur tak sadarkan diri. "Reno, kamu lihatin Bima, ya, udah bangun atau belum?" "Iya, Pa." Kemudian Reno berjalan keluar dari kamar orang tuanya menuju kamar lain yang ditempati ia juga Bima. Ardan perlahan melucuti pakaian istrinya, hingga separuh telanjang. Dengan telaten dan perlahan, ia mengelap tubuh istrinya dengan handuk yang sudah dibasahi dengan air hangat. Tangannya mengarah ke wajah, begitu pe

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Terus menunggu

    Tepat dua minggu kemudian, kondisi ibu dan bayi stabil, dokter juga memberikan izin untuk keluarga membawa mereka berangkat ke Bangkok, Thailand. "Semua sudah siap, Dan?" Rizal memastikan lagi supaya Ardan tak perlu bolak balik mengurus banyak hal karena tertinggal. "Udah, Yah." Ardan yang sudah resign dari pekerjaannya tampak begitu syok dengan kondisi yang ia alami saat ini. Ambulance sudah bersiap berangkat menuju ke bandara dari rumah sakit. Bima digendong Imelda yang ikut serta juga Rizal. Bayi mungil itu sudah tidak perlu alat bantu napas, kondisinya membaik dengan cepat. Seperti mukjizat yang datang dengan cepat kepada bayi Bima. Reno duduk di mobil yang membawa ia juga Imelda dengan tenang. Wajahnya murung, tapi mau apa lagi, semua sudah keputusan Ardan. Ia juga sedih melihat Sahila masih dalam keadaan koma. "Nenek, Mama nanti bangun, 'kan?" Reno menyandarkan kepala ke bahu kanan Imelda. "Iya. Reno berdoa terus, ya, supaya Mama bangun. Nanti di sana, Reno tetap harus raji

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Terguncang

    Gibran berlari menghampiri Sahila yang terkapar di tengah jalan dengan kondisi tak sadar. Buru-buru ia menghubungi ambulance lalu memeriksa denyut nadi Sahila. Masih ada namun, lemah. Wajah Gibran panik, ia segera memeriksa kandungan wanita itu, tak ada pergerakan. Ia menjambak kencang rambutnya, lalu menatap wajah istri Ardan yang mulai tampak pucat. Di lain tempat, Ardan terus melamun, ia memegang dada kirinya. Perasaan tak nyaman mendadak datang kepadanya. Pintu ruangan terbuka, Maya menatap panik. "Ada apa?" Ardan masih duduk di tempatnya. Regi melangkah di belakang Maya lalu meraih cepat kunci mobil Ardan yang tergeletak di meja kerja. "Pulang, Dan. Kita temenin lo. Ayo." "Tunggu, ada apa?" Ardan beranjak. Ia bingung. Lalu ponselnya berbunyi, Maya segera menyambar. Mereka berdua seperti tau apa reaksi Ardan jika mendengar langsung berita buruk yang menimpa istrinya. "Ikut kita, Dan. Ayo cepet!" Maya menarik tangan Ardan, Regi sudah berjalan lebih dulu. Tiba di parkiran, Arda

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status