Share

BAB 25

Penulis: jasheline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-09 22:43:24

Selena terpental keras ke samping, tubuhnya terbentur dinding dengan kekuatan yang tak terduga. Di dunia nyata, Rangga dan Linggar terlihat panik. Sejak tadi, tubuh Selena mematung tanpa menghirup napas sama sekali. Mereka terus berusaha menyadarkannya, bahkan Rangga dan Linggar sama-sama mengucapkan doa dengan suara gemetar.

"Selena! Ya Allah, apa yang terjadi padamu?" Rangga berseru penuh kecemasan.

"Sel, kamu nggak apa-apa kan?" tanya Linggar, suaranya dipenuhi kekhawatiran yang mendalam.

Tiba-tiba, Selena menarik napas dengan terengah-engah, seolah-olah udara di sekitarnya makin menipis. Napasnya sempat terhenti saat dia dan Jovi saling tarik menarik, namun akhirnya napas itu kembali mengalir deras.

"Jovi." Selena menyadari bahwa sosok Jovi berhasil melepaskan diri dari cengkeraman gelap.

Di sampingnya, Selena menyaksikan Aki mencekik sosok tua yang sebelumnya mencengkeram Jovi. Sosok tua itu kini terlihat kelabakan dan panik sebelum Aki membawanya pergi dengan cepat dan tegas.

Se
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • CALON TUMBAL   BAB 26

    (Kilas balik Jovi, Tahun 1987)Jovi adalah anak yang pendiam, tumbuh dalam kemewahan, tetapi kekayaan keluarganya tak mampu menggantikan kekosongan kasih sayang yang dia butuhkan. Ayah dan ibunya, keduanya pekerja keras yang terjebak dalam rutinitas, jarang memiliki waktu untuk anak mereka yang kesepian."Pa, nanti bisa ikut kumpulan orang tua, kan?" tanya Jovi, suaranya penuh harap, mengharapkan sedikit perhatian dari sosok ayahnya."Jovi, papa udah bilang kan berkali-kali, papa sibuk. Nanti tanya mama aja," jawab ayahnya, tak sedikit pun melirik ke arah Jovi."Iya, pa," jawab Jovi, suara lirih menahan kecewa.Jovi sudah mencoba bertanya pada ibunya juga, dan jawabannya tak jauh berbeda. Keduanya tak pernah punya waktu. Sejak saat itu, Jovi belajar bahwa dia harus menghadapi dunia seorang diri. Setiap kali ada acara perkumpulan orang tua, Jovi akan datang tanpa pendamping, berjalan sendirian. Dia tak memiliki teman sejati, dan setiap kali dia mencoba mempercayai seseorang, dia hanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • CALON TUMBAL   BAB 27

    Selena tiba di rumah, dan sepanjang perjalanan, pikirannya terusik oleh cerita pilu Jovi. Siapa sangka, di balik senyumnya yang selalu ceria, Jovi menyimpan luka mendalam yang begitu pahit.‘Terima kasih, ya Allah. Meski aku tak lagi memiliki orang tua, aku masih jauh lebih beruntung dibandingkan Jovi. Aku bersyukur atas semua jalan yang Engkau beri. Aku tahu, semua ini telah Engkau atur, dan sebaik-baiknya pelindung hanyalah Engkau,’ batin Selena dengan penuh rasa syukur.Ia kembali berbicara dalam hati, membayangkan wajah keluarganya. ‘Ayah, Bunda, Uti... Terima kasih atas cinta yang begitu besar. Meski aku tak dapat bersama kalian lebih lama, aku tetap merasakan kasih sayang kalian. Aku tidak sendiri, tidak pernah kesepian. Aku beruntung... sangat beruntung.’Dari arah pintu masuk, sosok Ayah Nicholas terlihat, lengkap dengan jubah dokternya. Selena yang melihat ayah angkatnya pulang, langsung tersenyum lebar."Papa!" serunya ceria. Ia berlari kecil, menghampiri, dan langsung menya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • CALON TUMBAL   BAB 28

    Selena duduk di tepi ranjangnya, tubuhnya bergetar pelan, dan air matanya mengalir deras. Ia baru saja terbangun dari mimpi yang begitu nyata, pertemuan pertamanya dengan sang bunda. Hatinya terasa sesak karena momen indah itu berakhir terlalu cepat. "Hiks… hiks… Bunda…" gumamnya di antara isakan yang semakin mengoyak ketenangannya. Mimpi itu, meski singkat, meninggalkan jejak yang dalam. Selena merasa begitu banyak yang ingin ia tanyakan, tetapi ibunya dalam mimpi itu menyuruhnya pergi sebelum sempat semua pertanyaannya terucap. Perasaan bercampur aduk membuatnya sulit untuk menenangkan diri. Dengan nafas tersengal, ia menghapus air matanya. "Snif… snif… hiks… hiks…" Perlahan, ia bangkit dan memutuskan untuk menenangkan hatinya dengan sholat malam. Di atas sajadahnya, Selena memohon dengan sepenuh hati. Ia meminta ketenangan, mendoakan orang tua yang telah tiada, serta mengenang kasih sayang sang uti yang membesarkannya dengan penuh cinta. "Robbana aatina fiddunya hasanah, w

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • CALON TUMBAL   BAB 29

    Setelah perjalanan panjang, mereka akhirnya tiba di rumah Selena, yang tampak asri dan nyaman. Rumah lama itu kini telah direnovasi oleh Ayah Nicholas, namun tetap mempertahankan bentuk aslinya. Selena sengaja meminta agar rumah tersebut tidak diubah total, supaya kenangan bersama ayah dan utinya tetap terasa. Beberapa bagian diperkuat dan halaman depan kini lebih rapi, dengan tanaman yang tertata indah.Rumah itu dulunya menjadi tempat tinggal bagi anak-anak didik Ustad Sholeh, namun kini mereka sudah dipindahkan ke pondok baru yang dibangun Ayah Nicholas tidak jauh dari sana.Saat mobil berhenti, seorang wanita tua muncul dari dalam rumah. Dengan sigap, ia membantu Selena dan sopir menurunkan barang-barang bawaan."Wah, ini rumah siapa?" tanya Linggar, matanya menyapu rumah sederhana namun penuh karakter itu."Rumahku," jawab Selena dengan senyum penuh nostalgia, menatap rumah yang menyimpan sejuta kenangan bersama orang-orang yang dicintainya."Bang Rangga pulang!" Teriak seorang a

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • CALON TUMBAL   BAB 30

    Rangga duduk dengan napas terengah-engah, matanya celingukan, terkejut setengah mati. Wajah itu tiba-tiba muncul di atasnya, dengan mata serba putih dan wajah penuh darah."Astaghfirullah," Rangga mengusap dadanya, mencoba menenangkan diri.Baru kali ini dia mengalami gangguan langsung dari makhluk gaib. Rasanya sangat mengerikan, seperti dunia tiba-tiba berubah jadi mimpi buruk.Terdengar langkah kaki dari luar kamar. Linggar keluar setelah mendengar teriakan Rangga, sementara Selena masih terlelap dalam tidurnya."Napa sih lu!? Kaget gue," tanya Linggar dengan bingung."Ada setan, Li. Tadi nongol di depan muka gue, serem banget. Astaghfirullah," jawab Rangga, masih terlihat ketakutan dan celingukan."Boongan kan lu?" ujar Linggar, masih tak percaya."Ngapain juga gue boong? Lu tahu sendiri, gue bisa lihat," Rangga menegaskan, membuat Linggar sedikit ragu.Linggar melirik sekitar dengan cemas. "Jangan berisik, ntar Selena bangun. Gue tidur di sini juga deh sama lu," katanya, sementar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • CALON TUMBAL   BAB 31

    Ayah bayi itu melangkah mendekati Selena dengan wajah merah padam, amarahnya meluap-luap. Namun, sebelum ia berhasil mencapai Selena, Linggar maju dengan sigap, berdiri di depannya seperti perisai hidup. Sementara itu, Rangga menarik Selena menjauh, menjadikannya aman dari jangkauan pria yang sedang kehilangan kendali."Minggir kamu!" bentaknya kepada Linggar, suaranya penuh amarah. Tubuhnya yang besar dan gemuk memberikan tekanan saat ia mendorong Linggar."Enggak akan! Saya nggak akan minggir," jawab Linggar tegas, tetap berdiri tegap meski terdorong mundur beberapa langkah. Berkat latihannya, kuda-kudanya kokoh, dan ia tidak gentar menghadapi pria itu.Di sisi lain, ibu Rangga dengan cepat menyerahkan bayi itu kepada ibunya si bayi, mencoba mengurangi ketegangan. Ia lalu berusaha melerai, khawatir situasi semakin tak terkendali."Owek! Owek! Owek!" Tangis bayi yang keras berpadu dengan suara pertengkaran, membuat suasana semakin mencekam."Cukup, Gun! Udah, berhenti!" seru ibu Rang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • CALON TUMBAL   BAB 32

    Hari itu, Selena menghabiskan sisa waktunya dengan berat hati. Namun, karena bukan masa liburan panjang dan esok hari ia harus kembali ke sekolah, ia memutuskan kembali ke Jakarta secepatnya. Barang-barangnya telah rapi disimpan ke dalam mobil, tetapi pikirannya masih kacau.Rasa khawatir terus menggelayuti hatinya. Bayangan apa yang dilihatnya sebelumnya membuatnya gelisah. Tak ingin berdiam diri, Selena akhirnya menghubungi Ustadz Sholeh, memohon agar sang ustadz segera mendatangi rumah Pak Gunawan untuk menolong bayi malang itu.Namun, semua sudah terlambat.Rumah Pak Gunawan kini dipenuhi suara tangis pilu, bukan suara bayi, tetapi jerit kesedihan orang dewasa. Kenzi, bayi mungil yang baru berusia satu bulan, telah tiada."Huhuhu... Kenzi... Hiks... Hiks..." Ibu sang bayi menangis sejadi-jadinya, tubuhnya melemah hingga beberapa kali pingsan.Ia telah lama menanti momen menjadi seorang ibu, tetapi kebahagiaan itu direnggut dengan kejam. Kenzi menghembuskan napas terakhirnya satu j

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • CALON TUMBAL   BAB 33

    Ayah Nicholas duduk di ranjangnya, matanya terpaku pada sebuah foto lama yang ia temukan. Foto itu diambil saat ia masih berada di pondok pesantrennya, dan yang terlihat di dalamnya adalah seorang perempuan santriwati. Wajahnya yang tampak familiar membuat hati ayah Nicholas tergetar. Ya, itu adalah foto mendiang ibu Selena saat masih muda."Aku masih nggak bisa percaya, gadis yang ada di foto ini adalah ibu kandung Selena," gumam ayah Nicholas dengan perasaan campur aduk.{Kilas balik ayah Nicholas}Tiga tahun lalu, ayah Nicholas merasa ada yang aneh. Tak ada satupun anggota keluarga ibu Selena yang datang ke kampung. Maka, ia pun mencari tahu tentang sosok ibu Selena. Dari warga kampung, ia mendengar cerita yang tak kalah misterius."Dia itu orang asing yang hilang ingatan. Gak ada yang tahu kenapa bisa sampai ke kampung kita. Yang pertama kali menemukannya itu Sinclar, ayahnya Selena," ujar salah seorang warga yang tahu tentang kedatangan ibu Selena ke desa tersebut."Dia memang ca

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13

Bab terbaru

  • CALON TUMBAL   BAB 94

    Sepupu Linggar sudah sadar, dan kini mereka semua berada di dalam mobil. Seharusnya mereka segera pergi dari rumah itu, tapi Selena masih berat meninggalkan dua anak kecil yang dilihatnya di dalam.Di luar, Linggar sibuk bertanya kepada warga sekitar tentang rumah kosong itu. Salah satu yang bersedia berbicara adalah seorang tukang kebun yang tinggal di sebelahnya."Setelah tahun 2011, pemilik rumah ini pergi entah ke mana. Tiba-tiba aja kosong. Beberapa bulan kemudian, ada plang ‘Rumah Dijual’ dipasang," ujar si tukang kebun.Linggar mengangguk, mendengarkan dengan saksama."Setiap malam ada suara-suara aneh," lanjut pria itu. "Kadang suara perempuan teriak, kadang kayak orang berantem sambil banting-banting barang. Padahal nggak ada yang tinggal di situ. Pernah juga ada maling yang masuk, malah dia sendiri yang teriak minta tolong. Katanya lihat kuntilanak!"Linggar merinding. "Jadi rumah ini memang angker, ya, Pak?" tanyanya.Tukang kebun itu mengangguk mantap. "Angker banget. Stra

  • CALON TUMBAL   BAB 93

    Selena tiba di sebuah perumahan yang tampak sepi, bayangan pohon menari-nari di bawah cahaya lampu jalan yang redup. Di depan sebuah rumah kosong, Linggar sudah menunggu dengan wajah tegang. Begitu melihat mobil Selena berhenti, ia langsung berlari menghampiri, nafasnya tersengal."Selena, tolongin sepupuku!" serunya panik.Selena turun dari mobil, ekspresinya berubah tajam. "Dimana dia? Jangan bilang kamu tinggalin dia sendirian!?""Enggak! Abangnya ada di atas, jagain dia," jawab Linggar cepat. Tanpa banyak bicara, mereka segera masuk ke dalam rumah, langkah kaki mereka menggema di lorong gelap menuju lantai atas.Begitu mencapai lantai dua, suara teriakan menggema dari dalam salah satu kamar. Selena merasakan hawa yang begitu berat, seakan udara di ruangan itu lebih padat dari biasanya."Deon!" Linggar menerobos masuk, melihat sepupunya yang tengah mengamuk.Di tengah ruangan yang berantakan, Deon meronta-ronta, tubuhnya dipeluk erat oleh kakaknya yang sudah kelelahan menahannya. M

  • CALON TUMBAL   BAB 92

    KEESOKAN HARINYASelena duduk di meja belajarnya, pena menari di atas halaman sebuah buku bersampul biru muda, buku diary miliknya. Senyum manis menghiasi wajahnya, membuat siapapun yang melihatnya tahu betapa bahagianya ia saat ini.Dari sudut ruangan, ibunya memperhatikan putrinya dengan penuh kasih. Kebahagiaan Selena seolah menular padanya.“Apa yang bikin kamu bahagia, sayang?” suara lembut ibunya menyapa.Selena tersentak, hampir lupa bahwa ibunya tak bisa ia sentuh lagi. Refleks, ia hampir saja memeluk sosok yang begitu dirindukannya."Hmm, sepertinya Bunda tahu," lanjut ibunya dengan senyum penuh arti. "Anak Bunda lagi kasmaran, ya?"Selena tersipu. “Hehe... Bunda.”"Menurut Bunda, Bang Nicholas gimana?" tanyanya, ragu-ragu tapi penuh harap."Nicholas?" sang ibu tersenyum. "Dia anak yang baik. Saleh, sopan santun, dan penyayang."Selena semakin tersenyum malu-malu. Pipinya bersemu merah."Bunda, Selena udah jadi pacarnya Bang Nicholas," bisiknya dengan nada bahagia.Ya, pacarn

  • CALON TUMBAL   BAB 91

    Nicholas menuangkan air ke dalam gelas, lalu mengambil obat untuk Selena. Tapi sejak tadi, senyum di wajahnya tak kunjung hilang. Berkali-kali ia berdehem, berusaha menetralisir kegugupannya."Ehem!" deheman kecil itu terdengar lagi. Ia tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Ketakutannya ternyata tak menjadi kenyataan."Astaghfirullah…" gumamnya, masih tak percaya.Siapa sangka, saat ia mengajak ayahnya bicara di ruang kerja, reaksinya justru di luar dugaan. Ia mengira akan dimarahi, atau setidaknya mendapat teguran keras. Namun yang terjadi malah sebaliknya, ayahnya ikut bahagia.[Flashback Nicholas, On..]Setelah Nicholas mengungkapkan perasaannya pada ayahnya, lelaki paruh baya itu terkejut bukan kepalang."Astaghfirullah, Abang! Akhirnya!" seru ayahnya, nyaris bersorak.Nicholas mengernyit. Ia sudah siap menghadapi kemarahan, atau paling buruk, tamparan. Tapi senyum lebar malah menghiasi wajah ayahnya."Papa nggak marah?" tanyanya ragu."Marah? Enggak lah! Papa malah seneng. Pap

  • CALON TUMBAL   BAB 90

    Selena terbangun dengan mata yang tajam, menyapu sekeliling dengan cepat. Suara itu masih menggema di telinganya, dan saat ia menoleh, sebuah sosok berdiri di kejauhan, tersenyum sinis dengan tatapan penuh tipu daya.Makhluk itu bukan sembarang sosok, ia adalah penghasut, yang senang mengajak manusia yang tengah terpuruk dalam masalah untuk mengakhiri hidupnya. Biasanya, ia berbisik pelan di telinga, merayap masuk ke dalam pikiran, dan perlahan menguasai tubuh manusia hingga mereka tak sadar melakukan tindakan yang tak seharusnya.'Ayo, mati... Ikutlah aku.'"Kamu menghasutku?" Selena menatap tajam.'Lihat, dia di sini. Kamu nggak mau ikut dengan dia?' Sosok itu berubah rupa menjadi Raka, wajah yang dikenal Selena.Selena merasa perih di hati, namun ia tahu itu bukan Raka. Dengan cepat, Selena membaca doa, dan sosok itu menghilang begitu saja. Ia bukanlah jenis makhluk yang dikirimkan, melainkan jiwa yang pernah terperangkap dalam keputusasaan hingga memilih jalan tragis, lalu berusah

  • CALON TUMBAL   BAB 89

    Selena melangkah mendekati Sagara, langkahnya mantap, tetapi ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan dari sorot matanya. Kini, ia berdiri tepat di hadapan Sagara dan menatapnya dalam-dalam."Mbak Marry... Aku akan mengizinkan Mbak masuk ke dalam tubuhku. Katakan sendiri apa yang ingin Mbak sampaikan ke Bang Sagara... Tapi jangan melewati batas," ujar Selena dengan suara tegas.Sejak tadi, sosok Marry terus berusaha meraih Sagara, tangannya yang tak kasat mata berkali-kali ingin memeluk lelaki itu.Linggar segera berdiri di belakang Selena, bersiap berjaga. Nicholas yang menyaksikan kejadian itu ikut maju, menepuk pundak Linggar."Gue aja," katanya.Linggar menatap Nicholas sejenak, lalu tersenyum kecil sebelum akhirnya melepaskan Selena. Begitu Marry masuk ke tubuhnya, Selena tersentak. Tubuhnya bergetar, lalu air matanya tumpah tanpa bisa dibendung."Mas Sagara..." suara lirih itu keluar dari bibirnya, tetapi itu bukan lagi suara Selena. Itu suara Marry.Tubuhnya bergerak, tangann

  • CALON TUMBAL   BAB 88

    Selena dan Nicholas sedang dalam perjalanan. Biasanya, Selena tak pernah kehabisan cerita, tapi kali ini ia hanya diam, menatap keluar jendela. Nicholas pun tak banyak bicara, pikirannya tampak jauh, seakan ada sesuatu yang membebani.Selena mencoba bersikap biasa, namun sejak mereka keluar dari rumah, suasana hati Nicholas terasa berbeda. Akhirnya, ia memilih memperhatikan jalanan, mengamati manusia dan yang bukan manusia. Sosok-sosok yang seharusnya tak terlihat oleh orang biasa berlalu-lalang di antara mereka, seolah masih hidup.Nicholas melirik Selena yang terus menatap ke luar. Tiba-tiba, ia menepikan mobil di dekat sebuah danau buatan yang sedang ramai dengan orang-orang. Selena menoleh, heran.“Kita mau turun di sini, Bang?” tanyanya.“Iya. Di sini ada festival jajanan. Kamu pasti betah,” jawab Nicholas dengan senyum tipis.Selena tertawa kecil. “Hehe, tau aja aku tukang jajan. Ya udah, yuk!”Ia melepas sabuk pengaman dan hendak turun, tapi Nicholas menahan tangannya.“Dek,” p

  • CALON TUMBAL   BAB 87

    Nicholas tiba di rumah, tetapi bayangan Selena tak tampak di mana pun. Ia bertanya pada bibi di rumah, dan mereka mengatakan bahwa Selena sedang berkeliling dengan sepedanya. Tanpa banyak berpikir, Nicholas langsung menuju kamarnya untuk mandi.Namun, baru beberapa anak tangga ia tapaki, suara roda sepeda yang memasuki halaman membuatnya berhenti. Sebuah senyum tersungging di wajahnya, lalu ia berbalik dan turun kembali.Di depan matanya, Selena berdiri dengan napas tersengal, meneguk air dari botolnya dengan rakus."Astaghfirullah, capek banget," gumamnya sambil mengelap keringat di pelipisnya.Tiba-tiba, sebuah handuk kecil jatuh di atas kepalanya. Selena mendongak, dan di sana, Nicholas berdiri dengan senyum khasnya."Abang? Abang udah pulang?" tanyanya, terkejut."Hm, ada seseorang yang di-chat tapi balesnya jutek. Jadi abang pulang aja," sahut Nicholas santai.Selena mengerutkan kening. "Hm? Temen abang?"Nicholas terkekeh. Gadis ini memang tidak pernah peka.Tanpa berkata apa-ap

  • CALON TUMBAL   BAB 86

    Selena kini duduk sendiri di kamarnya. Malam semakin larut, namun tidur seakan menjauh dari matanya. Pikirannya terus terjaga, terperangkap dalam kejadian yang membuatnya merasa sangat memalukan tadi."Bisa-bisanya aku pingsan, coba. Apa jangan-jangan aku beneran sakit jantung ya?" gumam Selena pelan, merasa cemas dengan perasaan yang tak biasa ia alami.Setelah sadar, Selena berkata bahwa dia merasa kelelahan agar Nicholas dan ayahnya meninggalkan kamarnya, sebab dia terlalu gugup untuk menghadapi kenyataan. Namun, kini, meski kamar terasa begitu sunyi, tidur tetap tak bisa menyapa matanya. Ia terus berguling, mencari posisi nyaman, tapi tetap tak berhasil.Akhirnya, Selena bangkit dan duduk di meja belajarnya. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia membuka laptop dan mulai mencari arti dari gejala yang sedang ia rasakan. Ia takut jika itu adalah gejala penyakit jantung sungguhan, padahal usianya masih muda dan seharusnya tidak ada masalah seperti itu. Namun, setelah membaca hasilnya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status