Malam berlalu dan hari pun berganti. Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, pagi-pagi sekali Cahaya bersama dua adik laki-lakinya berangkat menuju kampus. Satria duduk di kursi pengemudi mobil mewah berwarna merah itu, sementara Satrio memilih duduk di kursi belakang dan mempersilakan kakak perempuannya untuk duduk di kursi depan, tepat di samping kursi pengemudi. “Mbak, Mbak tenang aja, ya. Nanti sampai kampus kami bakalan kasih tahu kelasnya. Terus, kalau ada yang macem-macem sama Mbak, Mbak tinggal telepon kami aja,” ucap Satria seraya menoleh ke arah Cahaya. “Memangnya siapa yang mau macam-macam sama gadis jelek kayak Mbak ini, Dek. Nggak mungkin ada.” Cahaya menjawab dengan ekspresi mencebik.“Kata siapa Mbak Cahaya jelek? Cantik, kok.” Satria tersenyum menggoda kakaknya. Satrio yang duduk di kursi belakang pun ikut berkomentar. “Emangnya siapa yang ngomong Mbak Cahaya jelek? Sini, Mbak kasih tahu aja sama kita. Kita bakalan bikin perhitungan sama dia!” Ucapan Satria dan
Pukul 19.00, waktu di mana janji temu Bu Salma dengan dokter sekaligus pemilik klinik kecantikan yang bernama Dokter Rossa sebentar lagi akan tiba. Setelah salat Magrib, Bu Salma mendatangi kamar Cahaya untuk memanggilnya agar mereka bisa segera berangkat. Berharap putrinya sudah siap, tetapi kenyataannya adalah Cahaya masih tertidur pulas dengan lampu kamar yang masih gelap semua. “Sayang, kamu masih tidur?” tanya Bu Salma sambil berjalan menuju sakelar lampu dan seketika ruang kamar bernuansa pastel itu berubah terang. Kemudian wanita itu mendekati putrinya yang terlihat mengerjapkan mata. “Ah, Mama ....” Cahaya terbangun dan segera berganti posisi menjadi duduk. Di kamar yang luas dan di atas ranjang busa tebal yang sangat empuk. Dalam sekejap, Cahaya yang semula hanya gadis desa yang hidup dengan penuh kesederhanaan, kini menjelma seperti putri kerajaan yang tinggal di negeri dongeng. “Capek banget kayaknya ya ... jadi ketiduran sampe malam,” balas Bu Salma seraya tersenyum.
“Masuklah! Gue antar lu pulang!” ucap Raka dengan wajah datar, tetapi terlihat sangat tulus. Dia tidak tega melihat teman satu kelasnya dari tadi berdiri sendiri sambil celingukan menunggu taxi.“Eh, Raka .... Enggak, enggak perlu. Aya nunggu taxi aja. Paling bentar lagi juga lewat.” Cahaya menolak tawaran Raka dengan halus. “Yakin enggak mau?” “Iya, enggak usah. Aya takut nanti malah ngerepotin kamu,” balas Cahaya lagi. Mendapat penolakan dari niat baiknya, Raka meniup napas cepat. “Oh, ya udah kalau enggak mau.” Tanpa menunggu jawaban dari Cahaya lagi, pemuda itu kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang meninggalkan Cahaya yang masih berdiri di pinggir jalan.Lama Cahaya menunggu dan akhirnya taxi pun datang. Sore ini Cahaya datang lebih lambat dari hari biasanya membuat Bu Salma sangat khawatir karena ketiga anaknya tak kunjung pulang dan ketiga-tiganya tidak bisa dihubungi. Handphone Satria dan Satrio memang sengaja dimatikan karena perintah dari dosen, sementara itu
“Cahaya, kita nggak perlu bertegur sapa lagi sama mereka. Apa kamu lupa bagaimana mereka merendahkanmu dan memperlakukanmu seperti babu?” Bu Salma menarik lengan Cahaya agar segera menjauh dari Adam dan ibunya.“Tapi, Ma ... gimanapun Aya pernah tinggal bersama mereka. Aya Cuma pengen menyapa mereka sebentar aja,” balas Cahaya dengan wajah tidak nyaman. Berharap sang ibu memahami apa yang ada di benaknya saat ini. Entah terbuat dari apa hati Cahaya yang pernah disakiti oleh dua orang itu dengan sedemikian rupa, tetapi dia sudah melupakan semuanya dan malah penasaran tentang kehidupan mantan suami dan mertuanya itu.“Tidak! Pokoknya Mama nggak rela kamu bertemu dengan mereka lagi!” Begitu sakit hati Bu Salma pada keluarga mantan suami putrinya, sehingga membuatnya bersikeras melarang Cahaya untuk menyapa mereka. Dan pada akhirnya Cahaya menuruti keinginan sang ibu. Dia dan ibunya kembali melanjutkan langkah menuju ke toko pakaian yang terletak di lantai atas. Toko pakaian ini adalah m
BAB 30Ketahuan Belangnya“Mana menantu cantiknya kok nggak diajak, Bu? Pasti Bu Lastri suruh dia bersih-bersih rumah, ‘kan?” Bu Salma sengaja menyindir mantan mertua putrinya dengan memasang ekspresi menggoda.“Maksud Bu Salma apa ya?!” Bu Lastri berlagak bod oh.“Ah, Bu Lastri ini, nggak usah pura-pura polos gitu, Bu. Saya tahu semua yang Bu Lastri lakukan kepada Cahaya selama gadis itu tinggal di rumah Ibu dulu. Ibu menjadikan Cahaya pembantu gratisan kan? Bahkan, saya juga tahu kalau sebenarnya Adam menikahi Nadia, mantu Ibu yang cantik itu lama sebelum dia menceraikan Cahaya. Artinya, Adam berselingkuh dari Cahaya!” Mendengar ucapan dari Bu Salma, tiba-tiba wajah Bu Lastri memerah seperti kepiting rebus. “Ah, enggak kok! Enggak gitu! Jangan bicara sembarangan ya, Bu! Saya nggak pernah nyuruh Cahaya ngelakuin pekerjaan rumah. Semua dia lakukan dengan senang hati karena dia ingin.” Sebisa mungkin wanita itu mengelak.Akan tetapi, Bu Salma semakin bersemangat membalikkan keadaan .
“Ma, alhamdulillah ... Aya naik semester dengan nilai terbaik!” seru Cahaya setelah berhasil menutup pintu mobil dan melihat ibunya sedang duduk santai di teras. Bu Salma spontan bangkit dari kursi dan menghampiri putrinya. “Kamu serius?” “Iya, Ma. Aya juga nggak nyangka. Padahal, Aya itu ketinggalan pelajaran lumayan jauh, tapi alhamdulillah Aya bisa dapetin nilai bagus!”“Kamu mirip seperti papamu, Sayang. Papa itu cerdas. Sama seperti kamu saat ini, papa selalu mendapat nilai terbaik di kampusnya. Bahkan, sampai lulus.” Bu Salma kembali menjawab dengan senyuman. Peristiwa yang dialami sang putri mengingatkannya kembali pada kenangan masa lalu.Dokter Hasan memang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Bukan hanya tentang nilai akademis, tetapi juga tentang kepiwaiannya dalam praktik dan berbisnis. Oleh karena itu, Dokter Hasan mulai merintis membangun rumah sakit pribadi mereka sejak masih muda. Kala itu, setelah kedua orang tuanya meninggal, dr. Hasan yang tidak memiliki saudar
“Cahaya, kamu ingat nggak siapa dia?” tanya dr. Hasan pada Cahaya dengan tersenyum menoleh sekilas kepada pemuda yang duduk di tengah-tengah mereka. Karena desakan dari sang ibu, akhirnya Cahaya menurut dan saat ini empat orang itu sedang duduk di sofa besar ruang tamu.Dengan malu-malu Cahaya menggeleng pelan. “Nggak tahu, Pa.”Gadis itu benar-benar lupa bahwa Farel adalah dokter yang menangani neneknya sebelum meninggal dulu, karena yang memenuhi benaknya saat ini adalah perasaan malu. Ya, beberapa menit yang lalu gadis itu tak sengaja mempermalukan dirinya sendiri di depan tamu ayahnya itu.Dr. Hasan tertawa kecil. “Coba diingat-ingat lagi. Dia ini dokter yang merawat nenekmu sebelum meninggal,” terang dr. Hasan mencoba menggali ingatan putrinya.Namun, sepertinya saat itu pikiran dan hati Cahaya tidak saling menyatu karena kecemasan dan kesedihan membuatnya tidak fokus pada siapa saja yang ditemuinya. Jangankan wajah dokter yang menangani neneknya, jika ditanya wajah Pono, sopir a
“Oh, jadi Raka itu adik Dokter?" tanya Cahaya setelah mendengar nama teman pria sekelasnya yang terkenal dingin dan cuek.“Iya, Raka adik saya. Anaknya ngeselin kan?” Farel kembali menyahut. “Maksudnya ngeselin gimana, Dok? Maaf, soalnya Aya nggak pernah ngobrol sama dia, walaupun kami satu kelas dan setiap hari bertemu.” “Ya gitu, kalau kata orang tua kami bilang, dia itu anak yang super masa bodoh. Cuek, tapi kalau udah ngomong, omongannya ceplas-ceplos,” jelas Farel membogkar aib adiknya. Lha iya, aib adik sendiri kenapa dibongkar pada teman sekelasnya. Entah mengapa, tiba-tiba Farel merasa nyaman berbicara tentang keluarganya pada sosok Cahaya yang baru dia temui dua kali. “Oh, iya. Raka emang jarang ngomong. Terkesan dingin dan cuek sama teman sekelasnya.” Cahaya menyahut lagi dengan diakhiri senyuman.Ketika empat orang ini sibuk makan seraya berbincang di ruang makan, di saat yang bersamaan dua putra dr. Hasan datang. Banyaknya kesibukan dan kegiatan bersama teman-temannya
“Maksud Dokter apa?” tanya Cahaya dengan wajah serius. “Jangan bercanda kayak gitulah, Dok. Enggak lucu.” Detik ini, ketika Farel mendapat kesempatan duduk berdua dengan Cahaya, ingin sekali pemuda itu bersorak dan mengungkap isi hatinya. Akan tetapi, entah mengapa nyalinya tiba-tiba menciut. Keberanian untuk berterus terang dan menyatakan cintanya tidak sebesar nyalinya ketika menantang Adam beberapa menit yang lalu.Pemuda itu terkekeh. “Hehe, enggak lucu ya? Padahal itu sudah sangat lucu buat saya.” “Nggak lucu, Dokter.”“Hehehe.” Cahaya tertegun. Dia baru ingat bagaimana bisa dokter muda itu datang tepat di saat dia membutuhkan bantuan. Mengingat jarak rumah sakit tempat bekerja pemuda itu sangat jauh karena berbeda kota. “Dok, tadi kok bisa pas gitu? Bagaimana Dokter tahu kalau Aya sedang dalam masalah karena Mas Adam tadi? Kan rumah sakit tempat Dokter kerja jauh. Apa Dokter Farel pas kebetulan lewat aja atau bagaimana??” tanya Cahaya dengan memberondong pertanyaan demi pert
Setelah hampir 30 menit Cahaya akhirnya memantapkan hati untuk keluar. Sebenarnya dia sangat malas jika harus bertemu lagi dengan mantan suaminya itu, tetapi tidak mungkin juga dia tidak pulang hanya karena menghindari Adam yang saat ini sedang menunggunya di gerbang depan.Benar saja, dengan penuh sabar Adam menunggu Cahaya keluar sejak beberapa jam yang lalu. Setelah dilihatnya mobil mungil milik Cahaya yang perlahan berjalan menuju gerbang, Adam segera menyalakan mesin mobilnya untuk menghadang jalan Cahaya. Cahaya yang melihat kehadiran mobil Adam segera menghentikan mobilnya. Dengan perasaan kesal, wanita muda itu keluar dari mobil seraya memegang satu buket bunga di tangan. Cahaya akan mengembalikan buket itu kepada si pengirim. “Assalamualaikum, Cahaya.” Adam menyapa dengan meyunggingkan senyuman tanpa sedikit pun merasa malu atau merasa sungkan.Bruk!Cahaya melempar satu buket bunga tepat di bawah kaki Adam. “Ini! Ambil kembalikan! Karena aku nggak sudi menerima apa pun da
Pagi hari di kampus tempat Cahaya berkuliah. Setelah tiba di kampus Cahaya menemui dua sahabatnya Lisa dan Paula di kantin. Sebelum berangkat mereka bertiga memang sudah janjian untuk bertemu di kantin kampus dan sarapan bersama. Beberapa hari yang lalu ketika Lisa dan Paula mengetahui status janda Cahaya keduanya merasa dibohongi sehingga berniat memutuskan persahabatan mereka. Akan tetapi, kedekatan yang sudah terjalin di antara mereka cukup kental sehingga mampu mengalahkan kekesalan mereka. Dua gadis yang awalnya hanya mendekati Cahaya karena status Cahaya yang putri seorang dokter terkenal itu kini perlahan mulai merasakan hal yang berbeda. Apa lagi setelah mendengar pengakuan Cahaya sendiri tentang status jandanya, bukannya benci dan menjauhi, tetapi Lisa dan Paula malah semakin salut dan simpatik kepada Cahaya. Dan hari ini adalah hari di mana mereka kembali bersatu setelah beberapa hari yang lalu di antara mereka bertiga terjadi kerenggangan. Tiba di kantin, Cahaya disambut
“Cahaya, tolong beri waktu sebentar aja. Aku pengen banget ngomong sama kamu,” pinta Adam pada wanita cantik yang berdiri di samping mobil. Wanita itu menghentikan gerakan tangannya yang ingin membuka pintu mobil.“Enggak ada yang perlu diomongkan lagi, Mas. Sudah, Aya buru-buru.” “Jangan pergi dulu, Cahaya. Plis ... kasih aku waktu sebentar aja,” pinta Adam lagi dengan wajah memelas membuat Cahaya pun mengurungkan niat untuk pergi. “Memangnya ada apa?” Cahaya kembali membalas tanpa menatap ke arah sang mantan suami. “Emm ... aku minta maaf,” ucap Adam dengan wajah tertunduk.Kening Cahaya mengerut. “Maaf? Untuk apa??” Adam menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Pria itu mendongak dan menatap Cahaya dengan memasang wajah sendu penuh penyesalan. “Maaf karena sudah menyak itimu dulu. Maaf karena telah mengabaikan cintamu dulu. Dan maaf karena sudah mengkhianatimu.” Kenapa bisa segampang itu Adam mengatakan maaf setelah melakukan hal menyakitkan kepada Cahaya? Mesk
“Bagaimana Abang tahu kalau gua suka Cahaya?” tanya Raka kepada kakaknya dengan spontan karena dia tidak pernah bercerita kepada siapa pun tentang perasaannya. “Yah, Abang cuman tahu aja. Emangnya kamu beneran suka Cahaya atau cuman suka-suka biasa?” Farel bertanya pada sang adik dengan tatapan tajam hingga membuat Raka merasa tidak nyaman.“Abang ini kenapa sih?” Pemuda yang sedari tadi berbaring itu kini mengubah posisi menjadi duduk.Sementara itu, masih dengan posisi berdiri, Farel semakin menatap sang adik dengan penuh keseriusan. “Abang cuman ngingetin aja. Kalau perasaanmu pada Cahaya hanya cuman sekadar suka, lebih baik jangan diteruskan. Jangan main-main dengan perasaan perempuan.”Mendengar ucapan kakaknya membuat Raka kesal. “Siapa juga yang main-main? Lagian, gua juga nggak ada nembak Cahaya. Dia juga nggak tahu perasaan gua. Jadi, gua ada salah apa-apa dong?” “Oh, jadi kalian belum jadian?” Farel malah dibuat penasaran dengan ucapan Raka. “Bukannya kalian sudah sering j
atap mantan mertuanya dengan penuh keberanian, kemudian gadis itu mengangguk pelan. “Iya, Bu. Aku Cahaya, mantan menantu yang kau sia-siakan dulu.” Mendengar ucapan Cahaya yang terkesan menantang, Bu Lastri hanya bereaksi tersenyum, malu-malu. “Ah, jangan berlebihan seperti itu, Cahaya. Ibu tidak pernah berniat menyia-nyiakanmu dulu. Ibu cuman mengajarimu cara menjadi istri yang baik. Gitu aja. Tapi, Ibu penasaran banget, kenapa kamu tiba-tiba jadi putri dari Dokter Hasan? Apa mungkin cerita nenekmu dulu tentang orang tua kandung yang membuangmu waktu bayi itu beneran Dokter Hasan?” Cahaya hanya diam, tetapi ibunyalah yang langsung memasang diri untuk berhadapan dengan sang mantan besan. “Iya, Cahaya benar-benar anak kami. Emangnya kenapa, Bu Lastri? Ada yang salah?” Bu Salma balik bertanya dengan penuh emosi. Beberapa orang yang berada di sekitar mereka termasuk Dokter Hasan sampai mendengar ucapan istrinya. “Ma, sudah, Ma.” Dokter Hasan paham betul dengan perasaan istrinya saat
“Dam, kamu lihat putri Dokter Hasan itu? Kenapa dia mirip sekali dengan Cahaya?” tanya Bu Lastri pada Adam dengan tatapan terus tertuju pada sosok gadis cantik yang berdiri di hadapan mereka. “Kayaknya iya, tapi aku nggak yakin sih, Bu. Karena Ibu kan tahu kalau Cahaya dan neneknya sudah balik ke desa. Dan coba aja perhatikan wajah gadis itu, sangat cantik, Bu. Beda jauh dari Cahaya yang kita kenal dulu.” Adam menjawab, datar. Berusaha menepis kenyataan yang mengejutkan dengan semua hal yang ingin dia yakini selama ini. “Tapi, Dam. Kamu denger sendiri kan tadi Dokter Hasan memperkenalkan putrinya itu dengan nama Cahaya?” Bu Lastri bertanya lagi. Wanita paruh baya dengan dandanan menor itu sangat yakin bahwa gadis yang berdiri di hadapan mereka saat ini adalah menantunya dulu.Akan tetapi, Adam kembali mengelak dan berdalih, “Nama Cahaya bukan cuman punya gadis kampung itu aja, Bu. Adam yakin dia bukan Cahaya yang kita kenal dulu.” “Aku sependapat sama Ibu,” sahut Nadia memberikan k
Dua jam sebelum menghadiri undangan pesta peresmian rumah sakit baru milik tetangga terkaya di komplek ini, Adam terlihat sudah siap mengenakan setelan jas berwarna hitam mengkilap yang membuatnya tampak lebih gagah dan tampan dari biasanya. Sementara itu, sang ibu juga sudah siap dengan memakai kebaya mewah yang baru dibelinya kemarin. Setelah perdebatan panjang, demi bisa ikut hadir di acara tetangga kayanya, Bu Lastri tidak punya pilihan selain menyetujui keinginan Nadia untuk menyewa baby sitter khusus untuk menjaga putrinya hari ini. Pagi-pagi sekali si penjaga bayi yang dipesan Nadia sudah datang karena kebetulan gadis muda itu tinggal di sekitar rumah mereka. Sama seperti Bu Lastri yang sudah siap dengan kebayanya, Nadia pun sudah siap dengan gaun merah marun indah berbahan satin yang dia beli beberapa hari yang lalu. Keduanya sudah siap dengan pakaian mereka. Akan tetapi, belum dengan riasan wajah dan rambut mereka, karena keduanya akan singgah di salon langganan untuk mempe
Hari ini tepat satu hari sebelum acara besar yang akan diselenggarakan di salah satu aula hotel bintang lima di tengah kota. Hampir seluruh persiapan sudah selesai mulai dari persiapan dekorasi, pembuatan undangan khusus untuk para tamu, hingga pemesanan kue ulang tahun berukuran besar untuk si kembar yang ulang tahun dan pemesanan beberapa menu catering untuk perjamuan tamu. Bukan hanya persiapan tempat dan hidangan acara, tetapi persiapan gaun dan setelan jas dan kemeja untuk keluarga Dokter Hasan ini pun telah siap semua. Tas dan sepatu dari sahabat Bu Salma yang tinggal di Korea pun sudah tiba di rumah beberapa hari yang lalu. Ya, sang perancang sepatu sendiri yang membawakannya sampai rumah karena perempuan bernama Tiara itu juga ingin menghadiri acara besar sahabatnya sekaligus dia ingin bertemu dengan Cahaya, putri sulung dari Bu Salma yang dulu telah dinyatakan meninggal dunia. Hari ini, Cahaya kembali melakukan perawatan kulit seluruh wajah dan tub uhnya di salah satu klin