Setelah semalam, menginap di sebuah hotel di Surabaya, Reynaldi dan kedua orang tuanya melanjutkan perjalanan menggunakan jasa persewaan mobil untuk mengantar mereka ke Kediri. Dibutuhkan waktu sekitar tiga jam. Oleh karena itu, usai mereka sarapan pagi di hotel mereka pun kini telah berada di jalan menuju kediri.Selama dalam perjalanan menuju kediri, mereka membicarakan tentang rencana yang akan mereka lakukan saat berada di rumah Meytha.“Mii.., jangan ngomong dulu sama Meytha, kalau Mami mau lamar dia. Dia itu perempuan yang beda. Rey aja jadi bingung sama sikapnya. Apalagi sekarang ada masalah sama Elmira. Udah pasti Meytha tambah ambil jarak,” tolak Reynaldi saat Widyawati akan melamar Meytha langsung kepada ibundanya.“Gimana Pii..?” tanya Widyawati menoleh ke arah suaminya.“Benar apa kata Rey.., biarkan dulu putra kita melakukan pendekatan. Masalah yang lalu aja belum di selesaikan Rey.., ditambah dengan masalah foto yang dikirim Elmira. Plus masalah pemecatan juga pastin
Mobil yang membawa Reynaldi bersama keluarga dan kedua anak kembarnya sampai di depan halaman rumah Meytha. Wulandari yang mendengar deru mesin mobil di halaman rumahnya pun keluar rumah. Sementara Meytha yang pulang dari pasar jam 10 pagi masih sedang menyiapkan makan siang, usai beristirahat satu jam. Wulandari yang melihat kedua cucunya bersama Reynaldi tersenyum lebar. Lalu, Reynaldi pun mengenalkan kedua orang tuanya pada Wulandari yang dulu pernah menghina dirinya, kalai ia tak punya orang tua. “Buu.., kenalkan ini kedua orang tua saya,” tutur Reynaldi. Terlihat Widyawati menyalami Wulandari begitu pula dengan Richard. Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah mengikuti langkah Wulandari sebagai tuan rumah. “Silakan masuk Buu.., Pak... Maaf saya tinggal dulu ke belakang.” Widyawati dan Richard mengamati rumah sederhana yang dijadikan tempat tinggal oleh Meytha bersama kedua anak dan ibundanya. Kedua anak kembar Reynaldi pun dengan santun meminta izin mengganti pakaian. Paa.., B
Usai Meytha membersihkan piring dan perabot di dapur, wanita cantik itu berjalan menuju ruang tamu untuk menghormati kedua orang tua Reynaldi yang telah ke rumahnya. Suasana ruang tamu demikian hangatnya. Obrolan dan canda tawa si kembar membuat kebahagiaan bagi seluruh anggota keluarga yang ada di ruang tamu. Hal itu terpancar dari mata mereka saat Meytha ke ruang tamu. “Mey.., kita akan ajak jalan anak-anak.., Oh, Ya.., mami ada bawa beberapa potong baju untuk anak-anak dan ini ada mainan juga,” tutur Widyawati yang hatinya dibaluri kebahagiaan atas sambutan keluarga Meytha mengingat ia sempat bersitegang dengan ibu dari kedua anak yang telah begitu cepat mengisi kebahagiaan hatinya. “Terima kasih Buu.., Bulan, Bintang.., udah ngomong terima kasih sama Oma dan Opa?” tanya Meytha memandang kedua anaknya yang sedang memegang mainan. “Udah Maa..,” sahut kedua anak kembar itu masih fokus dengan mainannya. “Mey.., tolong anak-anak disiapkan aja.., kita akan jalan. Kamu ikut yaa..,” pi
Meytha.., aku mau kita menikah secepatnya. Aku mau kedua anak kita punya Papa yang setiap saat melindungi mereka dan mereka juga tidak malu sama teman-temannya kalau ditanya siapa Papanya,” pinta Reynaldi menggenggam tangan Meytha dan sesekali lelaki itu mencium tangan wanita yang selama ini dicintanya. Meytha pun menganggukkan kepalanya dan berkata, “Aku setuju dengan apa yang kamu mau. Tapi, aku nggak bisa meninggalkan ibu sendirian di sini." “Kita ajak Ibu di rumahku. Mami juga pasti akan senang.., ada teman ngobrolnya..., Di belakang rumah kita ada kebun kecil. Mami biasa menghabiskan waktu di sana sendirian,” tutur Reynaldi lembut meyakinkan Meytha. “Lalu, tokoku gimana..? Kasian.., lumayan hasilnya untuk seukuran orang desa kayak kami..,” ucap Meytha menatap lekat netra Reynaldi dan menekan intonasi pada kata-katanya. “Mey.., aku pengusaha.., apa pun jenis usaha kalau sudah menghasilkan udah pasti harus dipertahankan. Kamu bisa minta saudaramu yang tinggal di sini, jaga toko
Satu hari sebelum acara seserahan, Widyawati yang meminta tolong kakak sepupunya untuk membawakan kebaya berwarna jingga berikut aksesoris serta lengkap dengan selop dan make up yang akan dipakai acara seserahan pun datang. “Widya.., apa cukup ukuran tubuhnya ‘L’? Katamu kan udah pernah punya anak, 2 pula,” tanya Pipit kakak sepupu Widyawati kala ia telah berada di kamar hotel. “Badannya masih bagus.., nggak melar kayak Mbak Pipit.., hehehehe,” canda Widyawati ada saudara sepupunya. Lalu, mereka mengobrol tentang Reynaldi dan kondisi perusahaannya di Jakarta. Kemudian, Pipit pun meminta pada Widyawati untuk memperkenalkan Meytha padanya. “Kenalkan aku sama calon menantumu, sekalian coba kebaya yang aku bawa ini..,” pinta pipit. Sesaat Widyawati melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, ia pun berucap, “Sore aja sekalian liat kedua cucuku. Soalnya kalau gini hari kita kesana.., calon menantuku baru pulang dari pasar. Kasihan kalau kita ganggu. Apa lagi dia tiap ha
Kepergian Reynaldi kali ini berbeda dari biasanya. Hari ini kedua anaknya melepas kepergian Reynaldi dengan memeluk dan menyampaikan pesan untuk seorang papa yang kini hadir dalam kehidupan mereka. “Papa ingat ya, sampai Jakarta telepon kakak sama adek..,” pinta Bintang saat memeluk Reynaldi. “Iyaa.., nanti sampai di bandara Surabaya aja udah Papa telepon. Gitu juga waktu di Bandara Jakarta Papa akan telepon lagi,” janji Reynaldi dengan mengangkat jari telunjuk dan tengahnya. “Papa.., bisa setiap hari telepon Bulan? Kalau bisa Papa teleponnya pagi sebelum Papa kerja, kalau siangnya waktu Papa makan siang dan malamnya waktu Bulan lagi belajar. Biar Bulan bisa denger suara Papa tiap hari,” tutur putri cantik Reynaldi dengan manjanya. “Yaa, sayang Papa akan telepon setiap nggak sibuk. Papa juga pastinya kangen sama kalian semua,” ucap Reynaldi memandang putri kecilnya, mencium pipinya dan memandang mesra ke arah Meytha. Setelah itu, Meytha mencium punggung tangan Reynaldi. Lalu, tanp
Widyawati dan Reynaldi pun menemui Imelda bersama putrinya di ruang tamu. Reynaldi langsung duduk di sofa panjang dan Richard duduk pada sofa tunggal di bagian tengah. Sedangkan Elmira dan Imelda duduk pada sofa tunggal yang berdampingan. Terlihat Widyawati berjalan menuju sofa yang di duduki Imelda dan wanita paruh baya itu mendekati Imelda dan membungkuk untuk melihat kaki palsu Imelda. “Mel.., apa terasa sakit waktu kamu pakai?” tanya Widyawati mengamati kaki palsu yang digunakan Imelda. “Yaa agak sakit. Tapi, hatiku ini lebih sakit.., Wid,” ucapnya dengan kelopak mata yang telah basah. Melihat sahabatnya menangis tanpa bersuara, Widyawati pun terkejut dan memegang tangannya dan berucap, “Ada apa Mel..? Apa ada masalah?” Mendengar pertanyaan sahabatnya, isak tangis Imelda pun semakin kuat. Dan Elmira yang melihat Imelda menangis tanpa mampu mengatakan tujuan mereka ke rumah itu, bersimpuh di hadapan Widyawati. Gadis cantik itu memegang kaki Widyawati dan menangis pula. “Hey..,
Widyawati yang mendengar ucapan Richard jelas sangat terkejut dengan apa yang dikatakan suaminya. Richard pun tersenyum lebar melihat raut wajah Widyawati yang tampak tersenyum kecut. “Emang Papi punya niat untuk nikah lagi?” tanya Widyawati serius. “Sayang.., bukannya kamu ingin kita membantu Elmira untuk mencari ayah dari bayi yang dikandungnya?” tanya Richard masih tersenyum lebar. “Nggak lucu..! Kenapa Papi yang harus maju? Maksud Mami kan.., Rey bisa minta izin sama Meytha.., siapa tahu dia setuju,” ucap Widyawati tetap ada keinginannya karena kasihan pada Elmira. “Sayang.., sekarang coba kamu tempatkan dirimu menjadi Meytha.., kira-kira apa yang akan kamu lakukan? Apa lagi Elmira berperilaku tidak baik. Apa kamu pikir, Meytha akan mau terima usulan itu?” tanya Richard memandang Widyawati yang terlihat baru menyadari kesalahannya. “Hmm.., gimana dong Pii.., aku kasihan sama Elmira. Aku takut dia stress dan akan berpengaruh pada janin yang dikandungnya,” tutur Widyawati dengan