____
Aku langsung membawa suamiku ke rumah sakit dibantu Surti dan Mas Parto. Sepanjang perjalanan darahnya terus mengalir hingga membuatku ngeri. Walaupun ia bukanlah suami yang baik, karena akhir-akhir ini sikapnya banyak berubah padaku, tetapi aku tak tega melihat keadaannya yang tragis.Tiba-tiba suamiku mengerang kesakitan, matanya terbelalak seolah menahan rasa sakit yang teramat dalam, lalu tiba-tiba ia kembali lemas dan tak sadarkan diri."Bang Indra, sadar, Bang!" Aku menjerit histeris hingga membuat Surti dan Mas Parto terkejut."Sabar, Mir, sabar, doakan suamimu selamat." Mas Parto yang tengah menyetir mencoba menenangkanku yang tengah gelisah.Setibanya di rumah sakit, suamiku langsung dibawa ke UGD. Namun, tiba-tiba Dokter keluar dengan wajah lesu."Disini apakah ada pihak keluarga korban?" tanya Dokter."Saya istrinya," jawabku."Suami Anda telah meninggal," jawabnya hingga membuatku terkejut.Aku tak menyangka semua ini bisa terjadi, padahal tadi dia masih ada dihadapanku. Mengapa tiba-tiba ia pergi begitu saja dengan cara yang tragis.Tiba-tiba polisi datang setelah Mas Parto menelponnya sebelum kami berangkat ke rumah sakit. Mereka memintaku menceritakan semuanya secara detail. Keesokan harinya para polisi mendatangi rumah kosong itu untuk menyelidiki semuanya. Namun, mereka tiba-tiba mengungkapkan bahwa di rumah itu tak ada tanda-tanda keberadaan manusia. Semua itu membuatku bingung, karena aku yakin betul, bahwa ada seorang perempuan yang mengaku tinggal di rumah itu bahkan meminta air panas padaku."Kami sudah menggeledah semua isi ruangan, tak ada siapapun disana, bahkan tak ada pakaian atau tanda-tanda apapun yang menunjukan keberadaan seseorang di rumah itu."Semuanya menjadi misteri yang ingin kuungkap. Aku penasaran bagaimana ceritanya suamiku tiba-tiba berada di rumah itu dengan keadaan tanpa busana dan kondisi yang sangat mengerikan.kejadian hilangnya burung Suamiku beserta nyawanya yang hilang secara tiba-tiba membuat kampung tempat tinggalku geger. Banyak orang yang menduga bahwa burung Suamiku dimakan Kuntilanak penghuni rumah kosong itu, tetapi ada pula yang menduga bahwa wanita itu bisa saja manusia yang berjiwa psikopat.Hantu ataupun manusia, dua-duanya sangat mengerikan bagiku. Karena keduanya sama-sama bisa menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang tragis.Setelah suamiku dikuburkan, aku hanya termenung seorang diri sambil menatap wajah keempat anakku yang baru saja kehilangan sosok ayahnya. Tiba-tiba aku menyesali diriku sendiri yang tak mau berKB hingga melahirkan empat orang anak yang hanya selisih tiga tahun.Yudha 12 tahun, Yoga 9 tahun, Yuna 6 tahun dan Yura, 3 tahun. Mereka semua kini menjadi beban pikiranku, bagaimana caranya aku melanjutkan hidup dan menghidupi mereka tanpa seorang suami. Kedua orangtuaku telah meninggal, sedangkan keempat saudaraku tinggal di provinsi yang berbeda dan sangat jauh, selain itu aku juga tak yakin mereka akan menerima keberadaanku jika aku berniat tinggal di rumah mereka.Malam itu, suasana begitu hening. Sepertinya tak ada orang yang berani meronda sejak kejadian yang menimpa mendiang suamiku. Kejadian tragis itu membuat semua orang bergidik ngeri bahkan untuk sekedar membayangkannya saja.Tepat di pertengahan malam, tiba-tiba terdengar suara tawa wanita yang terdengar begitu nyaring dari arah rumah kosong itu. Semua itu membuatku ketakutan dan tak karuan. Aku langsung berlari sambil membawa anak bungsuku ke kamar anak-anakku yang lain lalu berbaring disamping mereka.Tiba-tiba terdengar suara derit lantai seolah seseorang menyeret pisau di lantai teras rumahku. Semua itu membuatku ketakutan dan bingung harus berbuat apa.Aku bergegas ke kamar untuk mengambil ponsel. Seseorang yang bisa kumintai tolong saat aku terdesak adalah Surti dan Mas Parto. Dua tetangga yang paling peduli padaku.Aku tersentak kaget saat sebuah suara benturan di kaca jendela, sepertinya seseorang melempar batu ke kaca jendela rumah. Aku menahan diriku untuk berteriak histeris, lalu segera masuk ke kamar anak-anak dan mengunci pintu rapat-rapat. Tak hanya itu, aku juga mendorong lemari hingga menghalangi pintu, berjaga-jaga dari bahaya yang bisa saja menerobos ke rumah.Aku langsung menelpon Surti dan Mas Parto, tetapi naasnya tiba-tiba ponselku mati. Aku langsung menggerutu, menyalahkan diriku sendiri yang tak mengecamnya seharian. Saat aku berusaha meraih charger, tiba-tiba listrik mati sehingga membuatku tak kuasa menahan diri untuk berteriak histeris.Tak ada yang bisa kulakukan selain berbaring di tempat tidur anakku dengan degup jantung yang berdegup sangat kencang. Aku hanya bisa pasrah sambil terus berdoa memohon perlindungan kepada Allah.Suara adzan subuh terdengar nyaring di telinga hingga membuatku tersentak dari tidurku. Untunglah aku masih bernyawa, selain itu tak terjadi hal buruk pada anak-anakku. Kulihat listrik telah kembali menyala jadi aku bisa bernapas dengan lega. Aku keluar dari kamar untuk mengambil air wudhu, lalu mendirikan shalat subuh dan memohon perlindungan kepada Allah.Setelah selesai shalat, aku berjalan menuju jendela depan. Rupanya semalam itu bukan mimpi, karena kaca jendela rumahku benar-benar pecah berantakan.Setelah matahari terbit, aku berniat ke rumah Surti untuk menceritakan semua yang terjadi padaku semalam. Tiba-tiba langkahku terhenti saat ekor mataku melihat sosok wanita yang tengah berdiri di balik gorden rumah kosong itu. Aku langsung menoleh dan memperhatikan dengan seksama. Tiba-tiba sosok tadi menghilang begitu saja, rasanya tadi aku melihat jelas ada sesosok wanita disana, aku sangat yakin dengan penglihatanku."Mirna, kamu sedang apa berdiri disana?" tanya Mas Parto yang tiba-tiba muncul hingga membuatku tersentak kaget."Tadi aku mau ke rumah Mas Parto, mau minta tolong benerin jendela kaca yang pecah."Ia mengangguk, tetapi sebelumnya ia minta izin dulu pada Surti agar istrinya yang pencemburu itu tidak salah paham."Kaca rumahmu kenapa, Mir?" tanya Surti.Aku langsung menceritakan apa yang terjadi padaku semalam hingga membuat Mas Parto dan Surti tercengang."Kita harus lapor polisi," ucap Mas Parto.Aku mengangguk pertanda setuju, lalu setelah kaca jendelaku selesai diganti, Mas Parto langsung menelpon polisi kenalannya.Sekitar dua jam kemudian, para polisi datang untuk menanyaiku semua yang telah terjadi. Aku langsung menceritakan semuanya termasuk suara derit pisau yang diseret ke lantai. Polisi langsung memulai penyelidikan di sekitar rumahku beserta rumah kosong itu."Apa Anda memiliki musuh atau seseorang yang memiliki masalah dengan Anda atau mendiang suami Anda?" tanya polisi.Aku menggeleng, karena selama ini aku tak pernah memiliki masalah dengan siapapun."Sebaiknya kamu pindah dari kampung ini, bahaya," ucap Surti setelah polisi pergi.Aku termenung mendengar saran Surti, sarannya ada benarnya juga tetapi rumah yang kutinggali ini adalah peninggalan kedua orangtuaku yang menyimpan banyak kenangan tentang mereka. Aku masih ingat saat kedua orangtuaku meregang nyawa, mereka berpesan agar rumah ini tak dijual kepada siapapun. Mereka juga berpesan agar aku yang menempati rumah ini karena kakak-kakakku bisa bisa menjualnya jika rumah ini dipasrahkan pada mereka.Malam itu terdengar suara orang yang tengah mengobrol sambil berjalan di depan rumah, tampaknya warga kembali melakukan siskamling sesuai komando dari Pak RT setelah polisi menghimbau agar Pak RT mengerahkan warga untuk kembali menjaga keamanan kampung, terutama rumahku.Keesokan harinya, aku membuat kue, lalu kuantar ke rumah Surti dan Mas Parto."Tumben kamu membuat kue, bukankah kamu tipe orang yang tidak menyukai makanan yang manis?" tanya Surti dengan wajah heran."Sebenarnya ini sebagai ucapan terima kasih untuk Mas Parto karena telah mengganti kaca jendela rumahku, selain itu berkat polisi kenalannya Pak RT menghimbau para warga untuk kembali meronda sehingga aku bisa kembali bernapas dengan lega."Tiba-tiba raut wajah Surti sedikit masam hingga membuatku bingung, aku bertanya-tanya apakah aku salah jika berterima kasih pada suaminya. Mungkinkah ia cemburu? Padahal selama ini aku menganggap Mas Parto sebagai sahabat sama seperti perasaanku pada Surti yang telah bersahabat denganku sejak SD.Bersambung.Malam itu tercium aroma sate yang begitu menusuk hidung. Gegas kulangkahkan kaki keluar rumah, kulihat gerobak sate berada tepat di depan rumah kosong itu. Namun, anehnya tak terlihat batang hidung penjual sate itu. "Mah, aku mau sate," ucap Yuna dan Yura saat mencium aroma sate.Aku mengangguk dan menyuruh abang-abangnya untuk menjaga mereka. Gegas ku berjalan menuju gerobak sate itu, walau sebenarnya bulu kudukku mulai meremang saat melihat rumah kosong itu. Sejak suamiku meninggal, aku tak pernah keluar rumah setelah magrib hingga pagi. Namun kali ini aku memberanikan diri saat melihat tukang sate itu."Mas Eko--- Mas Ekoooo---!" Aku berteriak memanggilnya dari kejauhan, karena jujur saja aku masih paranoid jika harus mendekati rumah itu.Hening, tak ada jawaban.Tiba-tiba terdengar suara tawa Mas Eko dari dalam rumah."Mas Ekoooo------!" Aku berteriak lebih kencang, tetapi Mas Eko malah terus tertawa dari dalam rumah kosong itu tanpa memperdulikan teriakanku.Aku merasa bingung h
Keesokan harinya kulihat Mas Parto berjalan celingukan sambil bersiul. Matanya terus melihat ke atas sambil sesekali celingukan kanan kiri."Cari apa, Mas?" tanyaku."Burung saya menghilang," jawabnya hingga membuatku terkejut dan langsung menoleh ke arah celana bagian depannya."Itu masih ada," tunjukku. "Eh Astagfirullah, ngapain saya." Seketika aku langsung menutup mata karena malu."Oalah, bukan ini toh Mir, burung kakaktua jambul hitam itu loh, harganya mahal, Mir, sayang banget kalau hilang," ucap Mas Parto.Tiba-tiba terdengar suara kicauan burung dari dalam rumah kosong depan rumahku yang membuat Mas Parto seketika berlari ke arahnya."Hati-hati, Mas, nanti burung yang lain yang hilang," ucapku sambil tetap berdiri dari kejauhan. Rasanya masih mengerikan saat mengingat suara cekikikan semalam yang masih terngiang-ngiang di telinga."Sini, Mir, temani saya!" teriaknya.Aku langsung mengangguk, mengingat dia yang selalu sigap membantu setiap aku membutuhkan pertolongan. Selama
Mas Parto dan warga lainnya ke rumah sakit. Aku tidak mengenali lelaki itu, tetapi ada beberapa warga yang kenal dengannya. Mereka bilang kalau lelaki itu berasal dari kampung sebelah. Kejadian itu membuat kami semua bergidik ngeri, aku juga merasa khawatir kalau orang itu akan mengalami nasib seperti suamiku yang tak tertolong nyawanya, kalaupun ia bisa selamat, lalu bagaimana kelanjutan hidupnya tanpa burung.Entahlah, aku merasa bingung dengan penghuni rumah kosong itu yang masih misterius. Mengapa ia harus sampai menghilangkan burung-burung lelaki yang mencoba masuk ke rumah itu, tetapi Mas Eko dan Mas Parto tidak ia ganggu sama sekali.Keesokan harinya terdengar kabar bahwa lelaki yang bernama Parman itu bisa selamat, tetapi harus menjalani operasi yang biayanya tak sedikit. Kasihan sekali karena ternyata operasi itu tak bisa mengembalikan burungnya, entahlah bagaimana kelanjutan hidupnya tanpa burung.Malam itu, terdengar suara pintu rumahku diketuk hingga membuatku ketakutan. S
Aku tersentak kaget saat mendengar suara tangis anakku yang berusia tiga tahun. Aku merasa bingung saat kusadari bahwa diriku tengah terbaring di depan televisi bersama anak-anak. Rupanya tadi aku ketiduran setelah Surti pulang, lalu memimpikan ayah dan Ibu."Mama tadi ngorok kenceng banget," ucap Yudha yang tengah mengerjakan PR, sementara adik-adiknya asyik menonton televisi.Aku hanya menggaruk-garuk kepala lalu tersenyum malu. Setelah itu beranjak ke kamar dan melihat kolong ranjang. Mimpi tadi membuatku penasaran, seolah itu pertanda dari kedua orangtuaku. Aku segera menggeser ranjang berbahan kayu jati peninggalan kedua orangtuaku lalu kulihat ada beberapa keramik yang tampak ditandai dengan cat berwarna hitam. Karena penasaran, aku langsung mencongkelnya menggunakan pisau scrab.Keramik itu akhirnya bisa terbuka, lalu tiba-tiba aku melihat seperti kayu yang ditutupi pasir. Aku segera menyibak pasir itu, lalu kulihat sebuah peti kayu berbentuk persegi. Gegas kuangkat peti kayu i
Aku terus kepikiran ucapan Kang Dedi tentang wanita gemuk tetapi bisa berlari dengan cepat. Ada seseorang dengan ciri-ciri seperti itu, tubuhnya gemuk, tetapi gerakannya sangat lincah. Namun, aku harus memergokinya dengan mataku sendiri, agar aku tak salah menduga.Malam itu aku sengaja tidur di ruang depan untuk bisa memergoki wanita yang selalu menerorku itu. Aku sengaja memadamkan lampu agar si peneror tak melihat bayanganku."Mama sedang apa disini gelap-gelapan?" tanya Yudha sambil mengucek-ngucek kedua bola matanya."Yudha kenapa bangun?" tanyaku lirih."Aku haus," jawabnya.Aku membiarkannya ke dapur lalu tiba-tiba ia kembali sambil berbisik bahwa ia melihat bayangan seorang perempuan dari kaca jendela dapur. Aku dan Yudha mengendap-endap ke dapur, tampaknya si peneror sengaja lewat belakang agar tak melewati rumah Kang Dedi. Semua itu membuatku yakin bahwa si peneror adalah orang yang berbeda dengan wanita misterius yang mengaku tinggal di rumah Kang Dedi.Aku dan Yudha mengen
Keesokan harinya kulihat Kang Dedi yang tengah menyiangi rumput. Tiba-tiba ia menoleh kearahku saat menyadari keberadaanku yang tengah memperhatikannya sejak tadi. Ia tersenyum lalu menyapaku dengan wajah santai, seolah tak tahu apa yang telah terjadi semalam padaku."Hallo, Mir, pagi-pagi ngelamun aja?" sapanya.Aku langsung berjalan mendekati lelaki berkulit sawo matang yang kini memangkas dahan pohon jambu kristal."Kang Dedi, semalam saya dikejar Kuntilanak." Aku memberanikan untuk bercerita walaupun mungkin tanggapannya akan menertawakanku."Hahahahahahahhaha." Benar saja, ia tertawa terpingkal-pingkal saat mendengar ceritaku."Dimana?" tanyanya setelah tertawa begitu lama sambil keluar air mata."Kuntilanak penghuni rumah Kang Dedi," sahutku."Kok Kuntilanak itu gak pernah nemuin saya, padahal lumayan buat nemenin selama saya tinggal disini," sahutnya santai.Aku hanya menggeleng, benar juga, mengapa Kuntilanak itu tidak mengganggunya."Semalam Kang Dedi ngobrol sama siapa?" tan
Keesokan harinya kulihat Kang Dedi telah bersiap kembali ke Kalimantan, terlihat ia telah memakai pakaian rapi juga menenteng sebuah koper. Tidak berapa lama kemudian tiba-tiba sebuah mobil travel berhenti tepat di depan rumahnya."Pamit dulu, Mir!" teriaknya sambil menoleh kearahku yang tengah berdiri mematung sambil memegangi sapu."Iya, Kang, hati-hati di jalan," sahutku.Setelah itu Kang Dedi melambaikan tangan lalu masuk mobil. Tiba-tiba terlihat sesosok wanita dari balik gorden rumah Kang Dedi yang sedikit terbuka, ia tampak melambaikan tangannya ke arah mobil travel itu. Lalu tiba-tiba ia kembali menutup gorden itu setelah mobil travel yang dinaiki Kang Dedi telah meluncur jauh.Deegh-- Jantungku terasa berdegup lebih kencang. Wanita misterius itu ternyata benar-benar menempati rumah itu. Rupanya Kang Dedi selama ini berbohong dengan keberadaannya. Namun, bagaimana caranya ia bersembunyi disaat para polisi menggeledah semua sudut ruangan bahkan sempat mengepung sekeliling rumah
Kami semua terus berjaga di semua pintu juga jendela saat para polisi tengah menggeledah setiap sudut ruangan. Namun, hasilnya masih tetap nihil. Wanita misterius itu tak ada di setiap ruangan manapun yang telah digeledah polisi, entah ilmu apa yang ia pakai sehingga ia begitu licin seperti belut. Polisi menemukan stok makanan beku, sayuran, makanan instan bahkan bahan makanan lengkap dalam kulkas . Ini menunjukan bahwa di rumah ini ada seseorang yang menghuni, karena tak mungkin Kang Dedi menyetok makanan begitu banyak juga sengaja memenuhi rumah ini dengan perabotan lengkap, jika tak ada orang lain selain dirinya.Dalam kebingungan kami, tiba-tiba terdengar suara sepeda motor yang berhenti tepat di depan rumah ini. Para polisi langsung keluar dari rumah lalu menemui siapa yang datang."Kalian semua sedang apa di rumah anak saya?" tanya seorang wanita renta yang rambutnya telah memutih semua."Di rumah ini pernah terjadi penganiayaan, makanya rumah ini masih kami pantau karena kami
"Setiap gue nyaris diculik, lo selalu ada. Apa jangan-jangan lo dalang dibalik semua ini?" tanya Siti pada Bryan yang dalam perjalanan pulang bersama Yura."Jadi gue harus diem aja melihat lo dalam bahaya?" tanya Bryan dengan wajah kesal."Kak Sinta, kita seharusnya berterima kasih sama Kakak ini," ucap Yura sambil menatap kagum wajah tampan Bryan."Sinta?" "Iya, nama panjangnya Kak Siti Yasinta, jadi bisa dipanggil Sinta juga," sahut Yura."Oh, ya, by the way gue Bryan.""Gue Yura, Kak.""Hati-hati Yura kalau kenalan sama cowok asing, jangan mentang-mentang dia good looking, karena bisa saja dia juga salah satu anggota kawanan penculik itu," ucap Siti sambil melirik ke arah Bryan dengan wajah sinis."Kalau gue penculik, gak mungkin gue balikin lo ke suami lo!" sahut Bryan dengan wajah kesal."Udah jangan berantem," ucap Yura sambil kembali menatap ketampanan lelaki berwajah bule yang tengah fokus menyetir.Beberapa waktu kemudian ia menghentikan mobilnya di depan rumah Siti. "Cepet
Suatu hari Yura mendatangi rumah Yudha dan Siti. Mata Rendi langsung terbelalak melihat kecantikan gadis itu."Biasa aja lihatnya Rendi Lukmanul Hakim," ucap Yura sambil menutup mulutnya yang tengah menganga."Makin cantik aja, Kak Yura. Oh, iya, makasih banget, loh karena masih mengingat nama kepanjanganku dengan lengkap.""Udah, ah, berisik, aku mau ketemu sama Kak Sinta.""Kak Siti maksudmu?""Iya, whatever."Rendi mempersilahkan Yura masuk, tampak Siti tengah melatih bela diri pada beberapa gadis seusia Rendi."Kak!" panggil Yura.Siti langsung menoleh dan berjalan menghampiri adik iparnya itu."Kenapa gak bilang-bilang mau kesini?" Siti langsung memeluknya dengan erat."Ada hal penting yang ingin kubicarakan." Yura melirik ke arah Rendi seolah obrolannya itu tak ingin didengar siapapun."Oke, aku tak akan dengerin percakapan kalian," ucap Rendi sambil bergegas pergi."Rend, mainnya jangan jauh-jauh ya," ujar Siti."Siap, Kak." Siti mengajak Yura ke ruang tamu, lalu mempersilahka
Siti menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan tasnya masih ada, karena di dalamnya ada ponsel yang GPSnya selalu aktif. Ia sengaja selalu mengaktifkan GPS agar Yudha bisa melacak keberadaannya.Namun, rupanya para penculik itu telah mengamankan tasnya lebih dahulu. Bukan hanya dimatikan tapi dilempar jauh dari mobilnya. Siti mencoba mencari cara agar ia bisa lolos, lalu tiba-tiba ia menggedor-gedorkan kepalanya ke kaca mobil, berharap menjadi perhatian bagi para pengendara lain.Namun, tiba-tiba penjahat itu mengacungkan pisau kepadanya."Berani macam-macam? Maka pisau ini akan menari di wajah cantikmu!" ancam penjahat itu.Siti mencoba pasrah sambil mencari cara lain untuk kabur. Jantungnya semakin berdegup lebih kencang saat ia lihat mobil yang membawanya semakin melaju menjauhi kota tempat tinggalnya. Mobil Siti semakin membayangkan bahwa dirinya akan kembali disekap seperti beberapa hari lalu.Setelah beberapa jam berlalu, mobil itu berhenti tepat di sebuah villa. Siti menoleh ke
Dua lelaki itu melayangkan tendangannya hingga tubuh Siti terpental, sedangkan dua remaja tadi hanya berdiri dengan tubuh gemetaran."Kalian pergi dari sini!" teriak Siti.Dua remaja itu langsung kabur meninggalkan Siti yang tengah mencoba bangkit walau harus menahan rasa sakit.Dua lelaki itu langsung menangkap Siti, tetapi dengan sisa tenaga yang ada, ia berhasil membuat kedua lelaki bertubuh tinggi besar itu kembali terguling. Tanpa berlama-lama ia mencoba untuk kabur. Namun, dua lelaki tadi langsung bangkit dan mengejar Siti yang masih berada di gerbang, sedangkan dua remaja tadi telah jauh meninggalkannya.Dua lelaki tadi berhasil kembali menangkap Siti. Namun, tiba-tiba sebuah mobil hitam melaju ke arah rumah itu. Seorang lelaki tampan bak Aktor Hollywood keluar dari mobil bersama dua remaja tadi."Lepaskan wanita itu!" teriak lelaki tampan yang mengenakan jas hitam dan kaca mata hitam."Bbbbb--."Belum sempat dua penjahat itu mengatakan sesuatu, tiba-tiba lelaki itu melayangkan
Bu Suhaetik adalah seorang janda yang memiliki dua orang anak perempuan. Anak sulungnya dibawa merantau ke luar kota oleh suaminya, sedangkan anak bungsunya baru kelas 2 SMA. Suami Bu Suhaetik meninggal karena kecelakaan, sejak itu ia berjualan nasi uduk di depan rumahnya untuk mencukupi semua kebutuhannya juga anak bungsunya.Siti meminta Bu Suhaetik untuk menunjukan foto anak gadisnya."Anak saya bernama Desi," ucapnya sambil menunjukan foto anak gadisnya. Setelah melihat foto tersebut, Siti menggeleng karena sama sekali tak pernah melihat gadis itu."Rend, kamu kenal anaknya Bu Suhaetik, gak? Kan kamu satu sekolah dengannya," ucap Siti sambil menunjukan foto gadis tersebut."Aku kan baru masuk sekolah, jadi aku belum mengenal banyak orang disana," sahutnya setelah memperhatikan lekat-lekat foto tersebut.Saat itu Bu Suhaetik masih belum bisa melapor pada polisi karena anaknya belum menghilang selama 24 jam. Kesokan harinya seperti biasa Yudha berangkat bekerja setelah mengantar Ren
Mirna membawa Siti juga adiknya ke rumahnya. Untuk sementara, mereka tinggal di paviliun rumah keluarga Mirna karena belum sah menjadi istri Yudha.Sebelum menikahkan ia dengan putra sulungnya, Mirna berpesan agar Siti tak lagi berbuat gegabah ketika menghadapi seorang pria hidung belang atau pelaku pemerkosaan."Boleh saja melawan saat kita dalam bahaya, tetapi sebisa mungkin hindari untuk menghilangkan nyawanya, kecuali jika kita memang benar-benar terdesak," kata Mirna.Pesan tersebut disampaikan juga kepada Yura, yang memiliki jiwa psikopat sejak bergabung dengan Siti dan Rere. Siti dan Yura mengangguk dan berjanji untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Acara pernikahan Siti dan Yudha pun berlangsung di sebuah gedung mewah. Karena sudah tidak memiliki ayah ataupun kakek dan paman, maka adik lelakinya menjadi wali nikah untuk Siti. Hingga akhirnya Siti dan Yudha telah resmi menjadi sepasang suami istri.Saat itu air mata Siti terus bercucuran, ia tak menyangka kalau
Mirna tak kuasa menahan tangis saat polisi menemukan Surti yang tengah bersembunyi di rumah saudaranya. Pengadilan menetapkan hukuman lima belas tahun penjara baginya. Air mata Mirna terus mengalir saat melihat sahabatnya itu kini harus mendekam di penjara. Selain itu ia juga tak menyangka dengan nasib naas yang menimpa Parto, lelaki yang sudah ia anggap seperti kakak kandungnya sendiri itu harus meninggal secara mengenaskan. Terbayang dalam ingatannya, saat dulu Parto selalu membela dirinya dari ulah iseng kakak-kakak angkatnya. Mirna juga masih ingat saat Surti selalu rajin memberinya coklat demi bisa dekat dengan Parto.Mirna berdiri menatap rumah peninggalan kedua orangtuanya, ia tak bisa lagi menjadikan rumah itu sebagai kost-kostan. Maka ia putuskan untuk membiarkan anak-anak yang menyewa untuk mencari hunian lain. Ia tak bisa membiarkan mereka tinggal di rumahnya tanpa pengawasan. Tiba-tiba Kakak angkatnya datang menemuinya, wanita berusia 45 tahun itu membujuk Mirna untuk me
Parto tidak bisa tertolong lalu akhirnya menghembuskan napas terakhir. Mirna tampak terpukul dengan kematian suami sahabatnya itu. Namun, ada hal lain yang membuat ia bingung. Kemanakah Surti? Siapakah pelaku yang telah menganiaya Parto.Kini kepala Mirna telah dipenuhi banyak tanda tanya.Polisi meminta keterangan dari Mirna, Bu Kokom bahkan penghuni kost."Kemarin saya sempat melihat Mas Parto dan Surti bertengkar, tapi saya tidak mau ikut campur makanya langsung pulang tanpa bertanya alasan pertengkaran mereka," ujar Mirna."Sebenarnya saya juga pernah lihat mereka bertengkar," ucap Nina, gadis berambut pendek yang menghuni kamar nomor 8.Mirna menelpon suami juga anak lelakinya untuk datang melayat. Roby tampak terkejut dengan kematian sahabatnya yang sangat tragis. Ia benar-benar tak menyangka kejadian itu bisa menimpa Parto yang telah lama bersahabat dengannya.Semua anggota keluarga bahkan orang tua Parto yang telah sangat lanjut usia telah datang, mereka semua tampak bersedih
Yura terbangun saat mencium aroma minyak kayu putih. Ia mengerlip-ngerlipkan dua bola matanya, tampak ibu dan adiknya juga beberapa penghuni kost yang tampak penasaran dengan apa yang menimpanya."Yura, kenapa kamu tidur di dapur?" tanya Mirna dengan wajah cemas."Tadi aku melihat hantu di dapur," sahutnya sambil bergidik ngeri.Para penghuni kost langsung saling menoleh dan berbisik, wajah mereka langsung menegang saat mendengar ucapan Yura.Mirna mengambil segelas air putih lalu menyuruh Yura untuk segera meneguknya. Setelah itu ia mencoba menenangkan para gadis yang menghuni kostnya, lalu menyuruh mereka kembali ke kamar masing-masing. Setelah itu ia mengajak Yura dan Yuna kembali ke kamar."Mah, rumah ini serem," rengek Yura."Bukankah kamu sekarang jadi gadis tangguh sejak belajar bela diri sama Sinta," goda ibunya."Ih, Mama, Kuntilanak mana bisa dihajar, Mah." Ia kembali merengek."Dulu mama juga melawan rasa takut mama pada sosok Kuntilanak yang meneror kampung ini, tapi terny