Bab 11 Ketika Perasaan Itu Muncul Kembali"Ma ...," ucap Mas Alvin seraya hendak menenangkan ibu nya kembali."Benar, Bu, tolong kendalikan emosi Ibu," ujar Dewi tenang. Membuatku dan lainnya menoleh ke arahnya sekaligus membuat Mas Alvin mengurungkan niatnya. Dewi pun sedikit melangkah lebih dekat dengan Bu Mirna. "Lebih baik sekarang kita fokus mencari siapa yang menyebarkan fitnah ini," ucap Dewi lagi seraya melirik sinis ke arahku seakan-akan ia menuduhku.Tak mau kalah. Aku pun menatap tajam ke arah Dewi sebagai tanda aku tidak takut dengan tuduhan yang secara tidak langsung ia layangkan padaku. Dan di momen ini lah aku mulai menyadari bahwa dari ucapan dan gerak gerik Dewi barusan menunjukkan kalau sekertaris ibu mertuaku itu amatlah berbahaya.Bu Mirna mengatur napasnya usai mendengar ucapan dari Dewi. Wanita paruh baya itu lantas mendudukkan tubuhnya ke sofa yang terletak tak jauh darinya. Melihat sikap Bu Mirna yang demikian sejujurnya membuatku sedikit merasa heran. Bu Mirna
Bab 12 Peristiwa Yang Tak Bisa Dihindari"Terima kasih, ya, sayang." Mas Alvin kembali mencium tanganku.Dan aku hanya bergeming mendapati perlakuan yang diberikan Mas Alvin seraya menatapnya dengan perasaan agak bersalah. Kebahagian yang ia tunjukkan malam ini sungguh membuat hatiku terasa perih. Perasaan tak tega lantaran telah membohonginya pun mulai muncul kembali. Apalagi ia menganggapku melakukan hal yang sama sekali aku tak menganggapnya serius. ***"Sayang?"Aku tercekat mendengar panggilan dari Mas Alvin yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar. Saking terkejutnya aku bahkan mendadak bingung dan tak tahu harus bersikap bagaimana. Sedangkan itu Mas Alvin kini telah melangkahkan kakinya guna mendatangiku yang masih berada di tempat aku melaksanakan sholat subuh belum lama ini."Sudah sholatnya?" tanya Mas Alvin yang saat ini berada di hadapanku."Sudah, Mas," jawabku sambil memalingkan tubuhku dan membelakangi suamiku. Lalu melepas mukena yang sejak tadi masih ku kenakan d
Bab 13 Daftar Nama Para Polisi Yang Terlibat"Tapi aku antar, ya," kata Mas Alvin lagi. Membuatku yang tadinya bernapas lega kini malah merasa panik. Sebab, tak mungkin Mas Alvin hanya akan mengantarku begitu saja. Karena bagaimana pun suamiku itu juga termasuk teman dari Mas Bima. Apalagi hari ini adalah hari libur. Yang mana pastilah mereka akan melakukan obrolan yang nantinya akan merusak tujuan pertemuanku dengan kakak sepupu ku itu.Namun di sisi lain, aku juga tak bisa menolaknya karena aku tidak memiliki alasan untuk mencegah suamiku itu guna tetap berada di rumahnya ini. Akan tetapi, jika aku mengiyakan perkataan Mas Alvin, itu sama saja aku hanya membuang-buang waktu ku. Sedangkan berita yang di angkat oleh Arga, sekarang ini masih ramai dibicarakan di media sosial. Terlebih, pihak Bu Mirna sendiri pun juga sudah mulai bergerak yang artinya aku pun juga harus bertindak lebih cepat.Ah, sial! "Sayang?" panggil Mas Alvin yang membuyarkan lamunanku. "Iya, Mas?" "Itu ditanya B
Bab 14 Kasus Yang Sudah Tertutup Lama Itu ..."Karena itu, Mas, aku butuh bantuan mu," kataku.Mas Bima menunjukkan ekspresi kebingungan mendengar perkataan ku barusan. Lalu tanpa diminta aku pun melanjutkan ucapan ku yang mana aku memilliki sebuah rencana supaya Dewi bisa lebih dikendalikan. Tentu saja dengan bantuan kakak sepupu ku yang pintar itu."Terus apa yang bisa aku bantu?" tanya Mas Bima serius.Aku tersenyum lebar menanggapi keseriusan yang diperlihatkan laki-laki berusia empat tahun di atasku itu. Lalu barulah kemudian aku menjawab pertanyaan dari Mas Bima."Deketin Dewi, dong," kataku sambil tersenyum nyengir. Berharap Mas Bima akan mengiyakannya tanpa banyak bertanya alasannya.Sayangnya, harapanku ternyata tak sesuai kenyataan. Mas Bima malah menunjukkan ekspresi terkejut setelah mendengarkan perkataan ku barusan."Yang bener aja kamu, Lay? Mas mu ini suruh deketin cewek yang senyum aja gak pernah," ujar Mas Bima tak terima.Mendapati respon yang tak sesuai ekspektasi t
Bab 15 Siapa Yang Memb*n*h Bapak ku?Mendapati kenyataan yang seperti ini malah menjadikanku semakin bersemangat untuk lebih bisa membalaskan rasa sakit ku yang kini berlipat ganda. Tentu saja dengan caraku sendiri."Aku sudah sejauh ini melangkah dan mengorbankan segala yang aku punya. Kalaupun polisi tidak bisa bergerak karena aturan, biarkan aku yang bergerak. Tentunya dengan caraku sendiri."***"Sayang .... "Aku menoleh ke arah Mas Alvin yang tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar kami. Rupanya suamiku itu baru saja sampai rumah setelah sibuk dengan pekerjaannya sehari ini.Mas Alvin berjalan mendekat dimana aku berada. Dengan wajah sumringah suamiku itu lantas mengecup keningku. Sesuatu hal yang menjadi kebiasaannya setelah kami menikah."Ada apa, Mas? Kok, kamu kelihatan seneng banget hari ini," tanyaku. Mas Alvin mendudukkan tubuhnya di bangku sebelahku."Melihat istriku yang cantik, ya pasti seneng lah," rayu Mas Alvin sambil tersenyum."Jangan bercanda lah," balasku. Lalu m
Bab 16 Benarkah Dia Dalangnya?"Atau kamu yang membun*hnya!!" tuduh Mas Alvin yang kini menatap marah pada Dewi. Dan membuatku semakin tercengang dengan apa yang barusan aku dengar.Mungkinkah suamiku itu betul-betul tidak pernah tahu menahu tentang kecelakaan bapak ku itu?"Alvin, cukup!" tampik Dewi."Apa kamu lupa siapa yang memulai masalah ini?! Hah!" Kali ini Dewi pun terlihat begitu emosi. Wajahnya betul-betul berubah dari sebelumnya.Sedangkan aku? Aku hanya bisa terdiam menatap situasi menegangkan di hadapanku saat ini. Ditambah setelah mendengar ucapan Dewi barusan yang menjadikanku mulai berpikir, jangan-jangan Mas Alvin memang terlibat pada kecelakaan yang dialami bapak ku."Kematian Darmawan bukan karena aku. Tapi kamu!" sergah Mas Alvin seraya menunjuk ke arah wajah sekretaris ibu nya itu."Cukup!!" pekik Bu Mirna yang tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya. Dan seketika itu secara bersamaan Mas Alvin dan Dewi pun saling terdiam.Meski tampak lemas wanita paruh baya itu
Bab 17 Berita TrendingKecelakaan pun tak bisa dihindari. Dengan keadaan setengah sadar dan posisi kepala yang tersandar di dashboard, aku menyadari kalau mobil yang dikemudikan Mas Alvin telah menabrak sebuah tiang listrik yang tepat mengenai bagian dimana aku berada. Karena itu lah yang kemudian aku bisa melihat Mas Alvin masih dalam kondisi yang tidak begitu parah dibanding diriku. Hanya saja dengan penglihatan yang semakin melemah, aku menyaksikan kalau suamiku itu sedang menangis seakan-akan sedang menyesali sesuatu."Apa benar kamu dalangnya, Mas?" batinku menatap Mas Alvin yang tak menyadari keadaanku.Hingga akhirnya penglihatan ku pun mulai menghitam total. Aku tak sadarkan diri. ***Entah sudah berapa lama aku tak sadarkan diri. Sebab, ketika kedua mata ku terbuka, aku telah mendapati diriku yang terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan kondisi yang masih terasa lemas. Di saat itu aku juga melihat Mas Alvin yang tengah tertidur dengan posisi terduduk dan meletakkam kepa
Bab 18 Siapa Orang Yang Melaporkannya?Benar, dua nama tersebut adalah polisi yang dulu menangani kasus kecelakaan bapak ku yang juga menangani kasus yang sama yang menyeret nama Bu Mirna beberapa waktu yang lalu. Sebab tertangkapnya mereka juga lah yang kemudian banyak yang mengkait-kaitan dengan kasus kecelakaan bapak ku itu sehingga kembali ramai-ramai dibahas di media sosial. Hingga trending seperti yang disampaikan Lastri.Tak hanya itu, ada satu hal lagi yang membuatku terkejut karena berita ini. Dimana ada salah satu akun yang memposting berita ini dan dia mendapatkan banyak views, komentar juga share yang banyak. Dan dia adalah ... Arga."Kamu, Mas, yang ngasih info ke Arga?" tanyaku pada Mas Bima.Mas Bima menggeleng. "Enggak, Lay," jawabnya."Kalau bukan Mas Bima, terus siapa yang jadi narasumbernya Arga? Apa iya Arga cari tau sendiri soal ini?" pikirku dalam hati."Layla!" panggil Mas Bima yang membuyarkan lamunanku."Mas .... " Aku menatap Mas Bima dengan serius. "Menurutm
Bab 34 TAMAT"Bu, ada kabar buruk," kata pembantu itu."Kabar apa? kenapa?" tanya Bu Mirna tak sabar.Pembantu itu pun terdiam sejenak, lalu mulai membuka suaranya yang mana kabar yang barusan ia terima datang dari sekertaris Bu Mirna. Yaitu Dewi."Mbak Dewi di kantor polisi."Seketika kami yang ada terkejut mendengar kabar barusan. Apa yang terjadi hingga membuat Dewi berada di kantor polisi?"Vin, tolong antar Mama ke kantor polisi sekarang," pinta Bu Mirna yang tampak syok dengan kabar barusan."Iya, Ma," balas Mas Alvin."Aku ikut!" sahutku.Mas Alvin menatapku sejenak. Lalu mengangguk kecil. ***Sesampainya aku, Mas Alvin dan Bu Mirna di kantor polisi, kami mendapati kenyataan bahwa Dewi sudah ditahan. Tentu hal itu membuatku bertanya-tanya. Terlebih Bu Mirna selaku ibu kandungnya yang merasa syok dengan keadaan ini."Maafkan Dewi, Bu. Dewi sudah mengakui semuanya dan ini adalah konsekuensi yang harus Dewi terima," jelas Dewi."Mengakui? kamu mengakui apa?" tanyaku penasaran.De
Bab 33 Pengakuan Bu MirnaDi saat itu rasa jengkelku semakin naik, tapi ... ah, mungkin suamiku itu juga merasa lapar dan memutuskan untuk membeli martabak yang memang jelas-jelas masih buka.Setelah beberapa menit Mas Alvin pun kembali dengan membawa satu bungkus martabak manis. Dan tepat ketika suamiku itu menutup pintu mobil, mendadak ia tampak terkejut dan pandangannya tak teralihkan dari arah depan. Ketika aku menulusuri arah yang dimaksud Mas Alvin, ternyata ... ada Dewi yang baru saja turun dari mobilnya."Itu Dewi, kan?" tanyaku memastikan, tanpa mengalihkan pandanganku."Iya," jawab Mas Alvin."Ada urusan apa dia ke sini tengah malah kayak gini?" aku terus memperhatikan pergerakan sekertaris Bu Mirna itu yang masih berjalan."Beli martabak kali," tebak Mas Alvin yang netranya juga mengikuti langkah Dewi berjalan.Sontak aku menghela napas kesal, lalu menolehkan pandanganku ke arah Mas Alvin.Mas Alvin pun menoleh ke arah ku dengan ekspresi keheranan. "Kenapa?" tanya suamiku i
Bab 32 Ngidam"Mas," panggilku. Mas Alvin tersentak lalu menoleh ke arahku. "Tapi apa?" ku ulangi pertanyaan yang cukup sederhana ini. Mas Alvin menatap ku dan bersiap untuk mengatakan sesuatu. Mengatakan di mana ia ternyata mengajukan sebuah permintaan padaku. "Permintaan apa, Mas?" tanya ku. Mas Alvin menghela napas berat. "Aku minta kali ini biar aku yang mengurus semuanya, tolong kamu fokus dengan kehamilanmu. Itu saja."Mendengar hal itu aku tak langsung meresponnya. Aku tahu apa yang diinginkan Mas Alvin terhadapku itu baik. Tapi, bagiku hal tersebut amatlah bertentangan dengan batinku. Aku tak bisa berdiam diri seperti batu yang hanya menunggu dan membiarkan orang lain menyelesaikan masalahku tanpa campur tanganku. "Tapi Mas—""Gak ada tapi-tapian," potong Mas Alvin. "Kamu turutin permintaanku atau selamanya kita gak akan bercerai."Aku tercengang dan seketika diam. Lalu mencoba menjernihkan pikiranku."Aku janji akan menyelesaikan masalah ini secepatnya. Begitu juga deng
Bab 31 Sebuah PetunjukAku menatap sedih ke arah di mana Mas Bima terbaring tak sadarkan diri. Air mata ku kembali terjatuh setelah tadinya sudah terkuras banyak usai melaksanakan salat subuh. Mas Bima ... siapa yang membuatmu seperti itu? Sungguh, aku merasa bersalah di situasi sekarang ini. Tak tega rasanya melihat kakak sepupu ku itu berada di atas ranjang pasien dengan kondisi yang demikian. Di tambah dengan keadaan Budhe saat ini. "Maafkan aku ... tolong maafkan aku." Satu air mata kembali membasahi pipiku. Teringat, jika apa yang menimpa Budhe dan Mas Bima pasti karena mereka berada di pihak ku. Cukup lama aku berdiri di depan ruangan tempat Mas Bima menjalani perawatan. Sampai-sampai tak terasa air mataku sudah mulai mengering. Ku usap-usap wajahku dengan sedikit kasar, mencoba menghilangkan bekas air mataku. Lalu aku juga berusaha menguatkan batinku. Aku pun berjalan menghampiri Mas Alvin yang duduk di kursi tunggu pasien yang berada tak jauh dariku. Aku akan meminta penj
Bab 30 Mas Bima DitemukanTanpa menyapa, tanpa menoleh, dan tanpa berniat untuk langsung pergi, aku duduk di samping Mas Alvin. "Ada yang ingin aku bicarakan serius sama kamu," ucap Mas Alvin, sesaat setelah aku menempatkan posisiku. "Hal serius apa?" tanyaku. "Kita ketemu Pakde dan Budhe dulu, ya. Setelah itu baru aku kasih tau," balas Mas Alvin. Lalu beranjak dari tempatnya dan berjalan lebih dulu tanpa berniat menunggu ku. Meski agak kesal karena sikapnya itu, namun karena merasa penasaran dengan hal apa yang akan disampaikan suamiku itu, aku pun ikut bergegas menyusulnya. Aku terus mengekor di belakang Mas Alvin hingga kami akhirnya sampai di ruang tempat Budhe dirawat. Di saat itu, sebetulnya aku dibuat keheranan lantaran Mas Alvin yang sudah tahu di mana letak bilik Budhe ku itu. Padahal aku sendiri sama sekali tak memberitahukan letaknya. Sedangkan kalau bertanya pada perawat penjaga, kapan ia melakukan itu? karena yang aku tahu, selama perjalanan dari masjid ke ruang inap
Bab 29 Menyusul"Astaghfirullah ... tega sekali mereka. Awas saja, kalau sampai aku tahu mereka siapa, akan ku buat mereka menyesali perbuatannya," kataku yang penuh dendam, yang padahal orangnya saja aku belum mengetahui siapa pastinya.Mendengar perkataan ku tersebut, Pakde Rudi dan Arga sama-sama memintaku untuk bersabar. Dan terpenting, aku tidak boleh bertindak gegabah. Sebab, dari kejadian ini menjadikan ku harus lebih waspada lantaran itu artinya pelakunya sudah mulai merasa ketar-ketir.***Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Budhe pun tersadar. Di momen itu tentu lah membuatku merasa lega. Senang lah akhirnya kekhawatiran ku akan kondisi orang yang menggantikan peran ibuku sejak beberapa tahun ini pun kembali membaik."Layla ...," ucap Budhe lemah, ketika baru saja membuka matanya.Aku tersenyum manis ke arah Budhe, lalu lebih mendekatkan diriku padanya. "Iya, Budhe? Layla di sini," ucapku menatap dalam wanita yang sudah ku anggap sebagai ibuku itu.Dalam pandangan yang
Bab 28 Ancaman?Arga melihatku sebentar, lalu kembali menjuruskan pandangannya ke depan. Pria di samping ku itu lantas menghela napasnya dan berkata," mungkin Bima sudah bersama musuhnya."Sontak aku terkejut mendengar perkataan Arga barusan. Aku pun semakin dibuat khawatir dengan keadaan kakak sepupu ku itu.Sampai akhirnya aku dan Arga sampai di kontrakan Mas Bima tinggal. Sayangnya kami tak menemukan petunjuk apapun. Termasuk dari beberapa tetangga dan pemilik kontrakan yang mengatakan hal yang sama. Di mana mereka tidak melihat keberadaan Mas Bima sudah kurang lebih dua hari ini."Mau ke mana lagi kita?" tanya Arga.Aku menoleh sebentar ke arah pria di sampingku itu. Menghela napas pasrah karena tak tahu harus memberikan jawaban apa.Aku menggeleng pelan seraya menunduk lesu. Nomor ponsel Mas Bima sendiri masih saja tak bisa dihubungi, yang mana hal itu membuatku hampir menyerah. Aku merasa kalau harapan seakan tak lagi berpihak padaku."Aku gak tau, Ga," balasku lemah.Tanpa ku d
Bab 27 Sikap yang Berubah"Iya, Pakde. Wa'alaikumsalam." Sambungan telepon pun ditutup.Aku menghela napas kasar. Memikirkan kira-kira di mana kakak sepupu ku itu berada. Terlebih, apa yang sebenarnya terjadi sampai membuatnya tak bisa dihubungi seperti itu.Setelah mendapati kebar yang kurang menyenangkan tersebut, dengan cepat aku langsung menghubungi Mas Alvin guna menanyakan perihal keberadaan kakak sepupuku itu. Mengingat terakhir kalinya suamiku itu juga membahas tentang tugas yang ia berikan pada Mas Bima."Assalamualaikum," ucapku setelah panggilan telepon tersambung."Wa'alaikumsalam warrohmatullah. Ada apa?" balas pria di seberang sana dengan datarnya.Tanpa basa-basi aku pun menceritakan apa yang sebelumnya aku dapat. Sayang, respon yang diberikan Mas Alvin tidak begitu memuaskanku. Pasalnya, suamiku itu hanya memintaku untuk tenang dan tidak perlu memikirkan hal tersebut.Tentu mendapat respon yang demikian membuat amarahku tersulut. Bagaimana aku bisa tenang, sementara ke
Bab 26 Apa Yang Terjadi Dengan Bima?Entah mengapa di momen ini aku mendadak iba dengan Mas Alvin."Kita harus cari tau kenapa Dewi bisa berbuat senekat itu," kata Mas Alvin.Aku dan Mas Bima kompak mengiyakan. Karena mulai detik ini, aku dan kakak sepupu ku itu percaya, bahwa Dewi adalah dalang dari semuanya."Dan ...." Terdengar suara lirih dari Mas Alvin.Aku menatap heran ke arah suamiku itu. Memperhatikannya yang kini terlihat lesu."Kenapa, Mas?" tanyaku.Mas Alvin melihat ke arahku. Mengulas senyum tipis lalu berkata," dan aku minta sama kamu tolong jaga dan lahirkan anakku. Aku berjanji, setelah itu aku akan menceraikanmu." Tampak jelas raut wajah Mas Alvin berubah sedih seketika.Aku tercengang mendengar apa yang baru saja dikatakan pria di hadapan ku itu. Bercerai dengannya adalah salah satu keinginanku. Akan tetapi melihat perubahan raut wajah Mas Alvin yang demikian, entah mengapa membuat hatiku sedikit terenyuh."Bayi itu salah satu alasan mengapa aku membantumu dalam mas