"Kemarin malam aku gak bisa tidur. Kalau malam luka di kakiku sakit sekali. Malam ini tolong kamu tidur disini temani aku!" pinta Saga saat Arana hendak beranjak berdiri setelah selesai menyuapinya. Sontak mata Arana membulat, "Hah. Maksudnya" Arana melebarkan matanya terkejut. "Coba Mas ulangi tadi gomong apa?" Arana memastikan kalau dia tidak salah dengar. "Kalau malam kakiku sangat sakit se ka li. Malam ini tolong kamu temenin aku tidur disini" Saga mengulangi kalimatnya dengan nada yang di buat buat. "Mas jangan aneh-aneh deh!" Arana memperingatkan Saga. "Gak ada yang aneh, Rana. Kan sudah biasa suami istri tidur satu kamar," ucap Saga santai "Seorang istri bukannya harus merawat suaminya yang sakit. Apalagi sakitnya karena istrinya tersebut" lanjut Saga sambil sibuk mengetik di laptopnya tanpa melihat Arana yang sudah gemas ingin memukul kepala Saga. Arana menghela nafas panjang lalu menghembuskan nya perlahan untuk menghilangkan emosi yang sudah hampir meledak."Mas Sagara
Sekitar pukul 5 pagi Arana terbangun dari tidurnya. Dia memperhatikan sekelilingnya, dia teringat jika semalam dia tidur dengan Saga. Arana menoleh kesamping nya. Kosong, Saga tidak ada. Ternyata dia tidur sendirian terlihat dari tidak ada bekas sprei berantakan pertanda semalam tidak ada yang berbaring di atasnya. Arana menghela nafas sepenuh dada. Ada rasa kecewa yang entah kenapa ada rasa sesak di dadanya. Arana beranjak bangun dan kembali ke kamarnya. Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya ketika Arana sedang menikmati sarapan paginya sendirian. "Lagi" gumamnya pelan lalu melanjutkan menikmati sarapannya. Arana menghela nafas untuk yang kesekian kali sepanjang pagi ini. Tiba-tiba nafsu makannya hilang, perutnya terasa kenyang. Dengan malas Arana meletakkan sendok dan garpu di atas piring yang masih berisi nasi goreng seafood buatan Bi Sarti. Entah kenapa rasa sesak yang tadi sudah hilang muncul kembali di dadanya. Arana beranjak bangun dan menaiki tangga kembali ke kamarn
"Keysa. Sedang apa kamu di kamarku?" Arana menoleh kearah suara itu berasal, terlihat Rendra berdiri menatapnya di tengah pintu kamarnya. "Hah" Arana terkejut, tanpa sadar menjatuhkan foto-foto yang di pegang nya menjadi berhamburan di lantai kamar. Rendra panik saat melihat foto-foto yang terjatuh di lantai. "Ini tidak seperti yang kamu pikirkan key" kata Rendra sambil berjalan mendekat dan berhenti dua langkah didepan Arana. "Memang apa yang aku pikirkan?" tanya Arana ke Rendra yang terlihat panik. "Katakan! Apa semua bukti ini masih bisa kamu sangkal" tantanngnya. Rendra terdiam. Dia seperti kebingungan untuk menjelaskan atau mungkin sedang mencari alasan untuk berbohong. "Kamu yang mengirim foto-foto ini kepadaku empat tahun yang lalu kan?" sungut Arana geram "Apa jangan-jangan kamu juga yang beberapa hari ini mengirim foto-foto Mas Saga dengan sekertaris nya?" tuduh nya penuh selidik yang membuat Rendra terlihat gugup dan bingung dalam waktu yang bersamaan. "Gak. Bukan aku.
Sepulang dari rumah mertuanya Arana mengurung diri di kamarnya. Dia tidak mau keluar kamar ketika ada Saga di rumah. Arana akan sarapan lebih awal sebelum Saga datang. Dan bergegas naik ketika mendengar mobil Saga tiba, biasanya Saga akan pulang jam 7 pagi dan langsung menuju meja makan untuk sarapan. Arana berasalan masih ngantuk dan ingin kembali tidur karena bergadang menyelesaikan desainnya. Sama halnya saat makan siang Arana akan makan lebih awal sebelum Saga pulang lalu naik ke atas beralasan mengantuk. Dia akan berpura-pura tidur jika Saga memaksa untuk masuk ke kamarnya. Awalnya Saga berpikir Arana sedang lelah dan benar-benar tidur bukan sedang menghindarinya. Namun setelah satu minggu Saga merasa curiga mengapa Arana seperti tidak mau memperlihatkan dirinya didepan Saga. Arana juga sering mengunci pintu kamarnya ketika Saga di rumah dan selalu berpesan pada bibi kalau dia sedang tidur. Kesabaran Saga sudah habis. Sudah satu minggu Arana bermain kucing-kucingan dengannya.
Siang ini Saga tidak pulang karena Saga harus menemani kliennya makan siang sekaligus meeting untuk kerja sama mereka di restoran hotel. Saga melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya lalu meminta undur diri pada kliennya dengan alasan karena masih ada pekerjaan yang harus dikerjakan. Saat berjalan menuju parkiran sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya berisi satu foto dengan sebuah kalimat yang membuat rahang Saga mengeras. 08*******976[Sebuah percikan api cinta persahabatan.]Didalam foto terlihat seorang wanita di peluk oleh seorang laki-laki yang Saga kenali bernama Ryan sahabat Arana. Foto diambil dari sisi samping, sehingga wajah sang wanita tidak terlihat tapi dari baju dan tas yang di pakai, Saga tahu itu milik Arana. "Langsung pulang" Perintah Saga pada sopir nya. "Kamu balik sendiri ke kantor. Tunda dulu semua meeting hari ini" perintahnya pada Maya sekertaris nya yang baru saja memasang Seat belt di kursi penumpang di samping sopir. "Apa lagi yang
Sejak pagi Arana hanya duduk melamun memandang keluar jendela kamarnya. Sesekali dia menghela nafasnya sepenuh dada untuk menghilangkan rasa sesak yang beberapa hari ini mulai ia rasakan kembali. Sudah lebih dari satu jam dia berdiam seperti ini tapi belum ada niatan untuknya melakukannya hal lain. "Mbak Arana,, Sarapan dulu." suara Bibi dari balik pintu untuk yang ketiga kalinya namun tak mendapat respon apapun dari Arana. Terdengar helaan nafas dari wanita paruh baya yang sudah hampir satu tahun menemani Arana di rumah besar Saga. Dia sangat prihatin dengan keadaan kedua majikannya tersebut. Baru beberapa hati mereka akur, sekarang perang dingin lagi. Padahal Bibi merasa jika mereka berdua sebenarnya saling mencintai tapi sangat sulit untuk bersatu. "Mbak, sarapan dulu, ini sudah saya bawakan. Saya takut nanti Tuan pulang marah lagi kalau tau Mbak Arana belum makan" Bibi berusaha membujuk Arana. Dia tidak ingin sampai terjadi pertengkaran seperti tiga hari yang lalu. "Nanti aku
Cekle.. "Nanti saya atur ulang jadwalnya Pak." suara wanita dari arah belakang Arana. Arana membulatkan matanya terkejut setelah membalikkan badannya. Nampak seorang wanita keluar dari sebuah pintu didekat rak buku. Sepertinya itu sebuah ruangan rahasia. Yang lebih membuat Arana tercengang adalah pakaian yang wanita itu kenakan dan seorang pria yang berdiri di belakangnya. Dia memakai kemeja kebesaran dan seperti tak memakai bawahan atau mungkin memakai bawahan yang terlalu pendek sehingga tertutup kemeja. Wanita itu tersenyum manis sambil menundukkan kepalanya sopan saat melihat keberadaan Arana. Seperti sebuah bom terjatuh tepat di hati Arana yang seketika meluluh lantahkan hatinya jadi berkeping-keping. Arana membatu kakinya seperti tertanam kuat sehingga tak dapat bergerak. Pandangannya tertuju pada seseorang yang ada di belakang belakang wanita itu.Seorang pria yang sangat dia kenal berjalan sambil menundukkan kepala dengan tangannya yang sibuk mengancingkan kancing kemejany
Arana pov. Aku berlari keluar menuju lift. Rasanya seperti sedang bermimpi. Benar ini seperti sebuah mimpi buruk disiang hari. Aku sudah tahu jika mereka memiliki hubungan tapi melihat dengan mata kepalaku sendiri ternyata sangat menyakitkan. Apa katanya tadi 'Sedang apa kamu disini?' Sepertinya dia merasa terganggu dengan kehadiranku di kantornya. Aku juga tidak akan pernah datang kesini jika bukan karena Mama yang memaksa. Ting... Pintu lift terbuka. Nampak lobi kantor yang ramai dengan beberapa orang yang berpakaian formal. Aku keluar lift lalu berjalan cepat tak menghiraukan beberapa orang yang memandang aneh ke arahku. Pasti bukan pemandangan biasa bagi mereka melihat seseorang berjalan di lobi kantor dengan air mata yang mengalir tanpa henti wajahnya. Aku sudah berusaha untuk tidak menangis tapi tidak bisa, seperti nya mataku sedang tidak bisa di ajak kompromi sekarang sehingga air mata ini tidak bisa aku kendalikan. Beberapa kali aku mengusap kasar pipiku. sambil berjalan t