Lucas keluar dari walk in closet dengan setelan jas hitamnya lalu berjalan menuju ruang tamu. Di sana sudah ada beberapa dokumen yang diberikan asistennya. "Ambilkan aku teh yang Ibuku bawa dari China," perintah Lucas pada Henry. Sembari menunggu teh siap, Lucas mengambil tablet yang memang selalu berada di ruang tamu, gunanya agar ia tidak perlu mencari susah-susah.Di sana ia melihat perkembangan saham yang ia punya. Seperti tidak ada masalah, pria itu menutupnya kembali dan meletakkannya di tempat asal. Ia menghela nafas sebentar dan menatap dokumen di hadapannya."Aku akan mengurusnya nanti." gumam Lucas kecil."Ini teh Anda." Henry meletakkan gelas di hadapan Lucas. Henry itu perlahan pergi dari ruang tamu dan melanjutkan pekerjaan lain. Sebelum Henry pergi semakin jauh, Lucas kembali memanggilnya, ia perlu menanyai sesuatu."Kau masih ingat anak laki-laki yang aku beritahu terakhir kali?"Henry mengangguk. "Ingat. Ada apa?""Aku ingin kau mencari tahu tentangnya.""Tapi, kau
Ares menutup panggilan telepon dengan seulas senyum diwajahnya. Menghubungi pria bernama Lucas Smith membuat rasa penasarannya sedikit terjawab."Kau sudah menghubungi Ibumu? Bagaimana kabarnya?"Ares mengangguk, "Baik."Tentu saja, ia harus berbohong. Mengandalkan alasan merindukan Elle membuatnya leluasa meminjam ponsel Eric."Astaga, kenapa kau selalu senyum seperti itu? Sini, kita makan siang. Paman sudah belikan pasta dan pizza." Eric menyiapkan bingkisan yang ia bawa di atas meja makan, Ares mengikuti."Setelah ini, Paman harus kembali ke bar. Tak lama, hanya sekitar satu sampai dua jam. Kau bisa sendiri dulu dirumah?""Tak apa, Paman. Aku bisa.""Baiklah."Mereka lanjut dengan makan siang diselingi obrolan ringan."Oh ya, Paman. Aku ingin menanyakan sesuatu."Eric hanya berdeham dengan mulut penuh makanan."Sebelum ada di New York, apa Ibu pernah tinggal di suatu tempat?""Setahu Paman, Ibumu pernah tinggal di Chicago bersama nenekmu sebelum wafat.""Chicago?""Ya. Dulu, nene
Esok paginya.Ares sedang sarapan di depan televisi saat Eric baru saja kembali."Paman! Aku ingin menonton film How To Train Your Dragon lagi!"Eric berjalan mendekat."Maaf, Ares. Paman sedang tidak membawa laptop. Tertinggal di bar. Paman lupa membawanya lagi."Pipi Ares mengembung lucu. Memutar otak agar ia bisa menghubungi Lucas. Ada satu pertanyaan lagi yang ingin ia ketahui."Kalau begitu, boleh aku meminjam ponsel Paman saja?"Eric terdiam. Tentu saja, ia mengingat ucapan Elle kemarin. "Ponsel, ya? Sepertinya, tidak bisa, Ares.""Kenapa? Aku hanya ingin melanjutkan film How To Train Your Dragon saja.""Lebih baik kau segera sarapan lalu berangkat ke preschool. Paman akan mengantarmu."Ares tidak bodoh. Ia tentu menyadari keanehan ini. Elle atau Eric pasti telah mengetahui jika ia berbohong."Baiklah, Paman."Setelahnya, Ares memilih pasrah. Jika, tidak ada ponsel Eric, semuanya akan sulit.Sementara di sisi lain, Elle sedang mengemas barang-barangnya. 5 menit yang lalu, ia me
Elle melemparkan dirinya ke atas kursi dan menyandarkan punggung di sana sambil merilekskan diri.Wanita itu merasa kakinya gemetar. Ia mengingat kembali apa yang sudah dilakukan tadi dan merasa sesak. Lagi-lagi, ia berulah di hadapan Lucas, atasannya, dengan menolakpemberian pria itu.Sambil menopang kepala dengankedua tangan di atas meja, Elle memijat keningnya yang terasa pening. Mungkin seharusnya dia menerima saja, anting itu paling sedikit bernilai ratusan dolar, uangnya bisa ia pakai untuk kehidupan sehari-hari.Tidak!Elle menggelengkan kepala. Ia tidak suka tatapan Lucas yang terkesan merendahkannya, merasa yakin bahwa tidak ada wanita yang sanggup menolak pesona CEO tampan itu. Tubuh Mysha meremang. Lucas memang memiliki aura yang membuat siapa pun wanita ingin melemparkan diri dalam pelukan kokohnya, menyerahkan tubuh seutuhnya pada pria itu. Tidak terkecuali dirinya, Elle mengingat dalam hati.Mati-matian dia harus menahan hasratnya agar tidak terlihat lemah dan mudah d
Ares terduduk di salah satu kursi taman sambil menghabiskan susu kotaknya. Sekolahnya sudah usai.Wajahnya murung. Ia memikirkan bagaimana harus menghubungi Lucas lagi. Hingga tidak sengaja matanya menemukan telepon umum yang berada di sisi jalan.Senyumnya langsung merekah. "Aku rasa, aku bisa menghubungi Paman Lucas menggunakan telepon itu."Ares berjalan menghampiri dan langsung men-dial nomor yang ia tuju. Ia harus segera sebelum Eric mencarinya."Halo?"***Elle menghela napas sebelum membuka pintu. Semua tatapan sontak beralih ke arahnya, termasuk Lucas yang kini berada di paling ujung. Elle duduk disalah satu kursi kosong dengan canggung. Jujur saja, ia tidak mengerti mengapa ia diundang di meeting besar ini. Pekerjaannya sama sekali tidak menyangkut dengan bisnis."Elle, aku mengundangmu hadir di sini sebagai ahli gizi. Kami sedang membahas mengenai pusat kesehatan terkait gizi seimbang dan fokus pada layanan kesehatan turis asing. Jika, kau memiliki pendapat, kami akan teri
"Jika, sampai terbukti Ares adalah anakku. Aku tidak akan pernah melepaskannya."Perkataan Lucas masih terngiang ditelinga Elle bahkan kini sudah berada di pesawat. Lucas dan sifat arogannya adalah satu hal yang tidak dapat dipisahkan. Elle ingin menghentikan ini semua, tapi ia bisa apa?"Sudah memikirkan apa yang akan kau lakukan setelah ini?"Elle tahu betul apa maksud Lucas dan ia memilih terdiam saja. "Kenapa kau mengacuhkanku? Beginikah sikap bawahan pada atasannya? Bukankah kau sendiri yang menyuruhku untuk bersikap seperti itu?"Elle muak. Muak dengan perkataan Lucas padanya. "Kau seharusnya berterimakasih padaku karena setelah ini Ares mungkin saja mendapatkan seorang Ayah.""Hentikan ucapan Anda, Sir."Lucas terkekeh meremehkan. "Kau yang terlalu ambisius juga tidak baik, Emy." Tangan Lucas mendekat pada pipi Elle lalu diusapnya lembut. Elle hanya terdiam."Aku mungkin tidak akan sekeras ini padamu jika kau tidak lebih dulu yang melakukannya."Elle meremat ujung roknya sa
Sudah pukul 7 malam, namun Ares belum juga kembali.Elle mulai gelisah, pasalnya ini sudah melewati waktu dimana Ares harus meminum obatnya. "Aku harus mencarinya!"Tak bisa menunggu lebih lama lagi, wanita itu bersiap keluar rumah dengan mantel tebalnya. Udara malam ini cukup dingin, mendung.Elle mulai mencari di setiap sudut lingkungan apartemen namun tidak membuahkan hasil. Hingga pilihannya jatuh pada beberapa teman Ares yang tinggal tak jauh."Ares, kau ada dimana, Nak?" gumam Elle dalam hati. Berharap cemas pada anaknya. Sudah 3 orang teman Ares yang Elle temui, tapi tetap saja tidak melihat anak itu. "Astaga, kemana kau pergi, Ares? Kenapa jauh sekali? Ibu khawatir, Nak."Elle terus merapal doa sambil mengamati sekitar. Siapa tahu Ares ada di kerumunan orang lalu lalang. Hingga matanya menangkap segerombol orang yang tengah mengerubungi sesuatu.Dengan degup jantung yang menggila, Elle berjalan mendekat untuk melihat."Ares! Astaga!"Elle berteriak saat ia melihat Ares seda
Pukul 11 siang. Elle belum juga mendapat pinjaman uang. Biasanya, Eric yang akan ia mintai tolong, tapi pria itu juga sedang mengalami kesulitan. Elle tidak mungkin membebaninya. Dengan langkah gontai, Elle berjalan menuju bagian administrasi, ingin meminta keringanan waktu. "Maaf, apa aku bisa meminta perpanjangan waktu? Untuk sekarang, aku belum mendapatkan uangnya. Namun, aku pasti akan segera melunasinya.""Tagihan rumah sakit Ares sudah lunas, Ms. Carl."Elle sontak terkejut. Lunas? "Lunas? Bagaimana bisa?"Perawat itu mengangguk, "Benar, sudah ada seseorang yang menanggung semua biayanya.""Siapa?" "Anda bisa menemuinya di ruang rawat inap nomor 3 di lantai 5. Ares sudah dipindahkan ke sana."Elle yang masih terkejut hanya bisa terdiam. Otaknya mulai menduga kemungkinan siapa yang membantunya."Ah ya, jangan lupa untuk menebus obat Ares sore hari nanti karena ada beberapa obat yang sedang habis persediaannya.""Baiklah."Elle bertanya-tanya. Siapa sosok dermawan yang telah
Nyonya besar keluarga kecil Smith duduk manis di kursi yang berada di depan rumah, ia tengah memperhatikan Ares yang bermain dengan Henry. Tangan kanannya sibuk mengusap perutnya sendiri yang masih rata.Ares yang sudah lelah menghentikan aktivitasnya, ia lalu pamit pada Henry dan berlari menghampiri Elle, langsung mendudukkan diri di samping Elle. Ia menatap sang ibu yang menatapnya itu, lalu kedua matanya tertuju pada perut Elle. "Kapan.. perut ibu besar?" tanyanya.Elle tersenyum tipis. "Mungkin, dua bulan lagi.. sudah mulai terlihat." jawab Lucas, tangan kanannya itu mengusap kepala Ares, merapikan rambutnya yang memang berantakan.Anak kecil bermarga Smith itu mengangguk kecil, ia menghela napasnya panjang. "Ares lelah ibu.." ucapnya lagi dengan rengekan kecil. Tangannya dengan lihai memainkan jari jemari Elle yang menganggur."Itu karena Ares banyak bergerak." balas Elle, ia mengusap wajah Ares dan meniupnya secara perlahan. Banyak sekali keringat yang bercucuran.Ares lalu mend
Elle yang setengah sadar melajukan mobil ibu Smith dengan cepat untuk kembali ke rumah sakit. Begitu ia mendengar kalimat dari sekretaris Lucas yang mengatakan bahwa Lucas kecelakaan, Elle langsung bergegas pergi bahkan meninggalkan Ares dan ibu Smith.Air matanya sudah jatuh membasahi wajahnya, belum setengah jam ia merasakan kebahagiaan karena mendapatkan kabar gembira dengan kandungan keduanya, malah mendapat berita yang benar-benar membuat Elle seperti orang yang kehilangan nyawanya sendiri.Ia tak memikirkan dirinya yang tengah hamil muda, Elle terus melaju beberapa kali membunyikan klakson mobil, hingga akhirnya ia sampai di rumah sakit yang sama. ELG Hospital.Elle segera turun dari mobilnya dan berlari masuk, ia menuju meja resepsionis. "Lucas.. dimana Lucas?" tanyanya tanpa peduli sopan santun.Penjaga itu mengerjap. "Tuan Smith di lantai empat, di--" kalimatnya terhenti karena Elle bergegas meninggalkannya begitu saja.Elle segera menuju ke lift, ia memencet tombol berkali-k
"unh--akhh Lucas it hurts!" Elle langsung protes begitu merasakan gigitan kuat kedua taring Lucas di perpotongan leher kirinya, air matanya mengalir begitu saja. Ia meremas punggung Lucas dengan kuat, Lucas kembali menandainya setelah sekian lama.Lucas tak menghiraukannya, ia melepas gigitannya dan langsung menjilati bekas gigitannya di leher Elle, menjilat habis darah yang keluar dari sana baru ia berhenti. Mendongak dan menatap Elle yang masih merintih karena kesakitan.Lucas mengecup bibir Elle, lalu mulai mengerakkan pinggulnya. "Ahh fuck!" rahangnya mengeras hingga urat lehernya terlihat begitu jelas.Elle menggigit bibir bawahnya, merasakan hentakan keras yang begitu tiba-tiba di lubang miliknya. Ia menatap Lucas yang berada di atasnya, Lucas sudah keluar-masuk dengan mudah di bawah sana. "ohhh! Lucas aah! aah ! ahh! ahh!" hanya bisa mendesah saat merasakan bagaimana kuatnya sentakan Lucas.Sang suami kembali merendah, ia mengecup bekas gigitan yang ia tinggalkan di perpotongan
Mulut Elle menganga lebar begitu ia keluar dari vila dan melihat sebuah motor Harley terparkir di samping mobil yang ia biasa gunakan dengan Lucas untuk menuju ke kota. Kedua matanya mengerjap kecil, ia menoleh ke belakang saat mendengar suara langkah kaki Lucas.Melihat sang suami yang memakai celana jeans dengan jaket kulitnya, Elle menutup mulutnya sendiri dengan kedua matanya yang membulat. Menatap sang suami yang mendekat ke arahnya dan memberikan sebuah jaket kulit yang mereka beli kemarin, sebenarnya Lucas yang memaksa untuk membelinya.Ini hari keempat mereka di sana dan Elle tak menyangka bahwa Lucas akan memberikan sebuah kejutan yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi. Ia sudah cukup sebenarnya dengan kemarin, Lucas mengajaknya mengunjungi beberapa tempat wisata yang ada di pulau Hawaii.Ia menerima jaket tersebut. "Kau serius Lucas?" tanyanya dan sang suami mengangguk untuk menanggapi. Elle pernah bercerita pada Lucas bahwa ia dulu saat remaja ingin membeli motor Harley
Elle memakai kembali bajunya saat dokter telah selesai mengecek luka di punggungnya, lalu sang dokter keluar dari ruang inap tersebut. Ia menatap Lucas yang memasangkan kancing baju yang ia gunakan, melihat wajah sendu sang suami. "Lucas, kenapa wajahmu murung seperti itu hm?" tanyanya."Aku sungguh menyesal karena kemarin aku datang terlambat." jawabnya tanpa mendongak, ia terus memasangkan kancing baju Elle hingga selesai dan dirinya baru mendongak. "Maafkan aku sayang.." ucapnya lirih.Elle menggeleng kecil. "Tidak, masih beruntung kau datang sebelum kapal itu berangkat." jawabnya."Tapi karena aku terlambat, kau mendapat luka itu dan--" "Kau juga.." Elle menyela, ia menunjuk lengan Lucas yang diperban karena goresan pisau yang cukup dalam di sana. "Kau juga punya bekas luka tembak di punggungmu, kita sama-sama punya Lucas."Lucas tersenyum tipis, meskipun terkesan sedih. "Maafkan aku hm?" "Tentu Lucas.." ia meraih tubuh Lucas dan memeluknya dengan erat."Aku memaafkanmu dan berh
"Henry." Elle yang duduk di belakang memanggil, ia memangku Ares yang terlelap, karena memang sudah jamnya untuk tidur siang. Henry melirik Elle dari spion tengah tersebut. "Iya, Elle?" tanyanya."Apakah aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Elle dan Henry mengangguk kecil untuk menanggapi."Apa kau tidak akan menikah?" tanyanya kemudian, ia memang sering berbincang dengan Henry, tapi ia terlalu ragu untuk bertanya mengenai kehidupan pribadi Henry.Pria itu tersenyum. "Tentu saja saya ingin menikah Elle, hanya saja belum menemukan pasangan yang pas untuk saya." jawabnya.Dahi Elle mengernyit bingung. "Lalu bagaimana dengan Olive, bukankah kau dekat dengannya?" tanya Elle penasaran.Wajah Henry langsung berubah bingung. "Bagaimana anda tahu?" tanyanya bingung.Wanita cantik itu terkekeh pelan. "Bagaimana mungkin aku tidak tahu, hubungan kalian begitu jelas, kau juga terlihat begitu semangat ketika kita ke rumah sakit untuk memeriksa bulanan Ares." jawab Elle. Sungguh, Henry rasanya begitu
Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi dan Elle baru saja selesai memakaikan baju untuk Ares yang sudah selesai mandi pagi. Ia kemudian menitipkan Ares pada baby sitter yang sudah menjaga anaknya itu sejak Ares baru lahir. Elle keluar dari kamar tersebut dan berniat akan menemui Lucas untuk meminta maaf pasal kejadian kemarin.Ia berjalan menuju kamar Lucas di lantai tiga tapi saat masuk, suaminya itu tidak ada. Elle kembali turun menuju lantai pertama dan langsung mengarah pada ruang makan. Tak ada Lucas di sana dan ia berjalan keluar dari rumah tersebut. "Henry." panggilnya pada pria yang berdiri di teras rumah.Henry menoleh. "Iya Elle?" ia berjalan mendekati Elle."Dimana Lucas?" tanya Elle sembari menatap ke arah garasi yang tertutup."Tuan Lucas sudah berangkat, sekitar sepuluh menit lalu." jawabnya sembari menyunggingkan senyum tipisnya.Dahi Elle mengernyit, tidak biasanya Lucas berangkat sepagi ini dan tidak berpamitan kepadanya. Ia menghela napasnya panjang, sepertinya Luc
Kedua mata seorang pria itu terus memperhatikan tuannya yang sedari tadi hanya mondar-mandir di ruang tamu sesekali melihat jam dinding di ruangan tersebut. "Tuan Elle, sebaiknya anda tidur." ucapnya kemudian. Elle menoleh ke arah Henry dengan wajah khawatirnya. "Aku tidak bisa tidur tentu saja. Aku mau menunggu Lucas." balasnya, padahal jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam tapi sang suami belum pulang dan ponselnya tidak aktif. "Mungkin tuan Lucas sedang ke rumah keluarga Smith atau ada urusan penting. Anda harus istirahat." balas Henry.Elle menghela napasnya panjang. "Tidak." jawabnya, ia lalu mendudukkan diri di sofa ruang tamu dengan kedua matanya yang menatap pintu masuk. "Seharusnya kau ikut Lucas, bagaimana jika terjadi sesuatu padanya? Ini sudah malam Henry."lanjutnya dengan panik. Henry terkekeh pelan dan membuat Elle menatapnya dengan bingung. "Anda lupa bahwa suami anda adalah orang yang ahli bertarung, Elle?" balasnya dengan nada bercanda.''Tetap saja dia manusia
"Show me.. so I can decide to like it or love it."Mendengar ucapan sang suami yang seperti itu, membuat Elle tersenyum senang, ia melepas kemeja Lucas, memperlihatkan otot kekar lengan sang suami. Ia mengusap lengan kiri Lucas dengan gerakan ringan sebelum meremasnya kuat. Ia menatap Lucas dengan intens, menjilat bibir bawahnya sendiri bermaksud menggoda, lalu ia mendekat dan mencium ringan daun telinga kiri Lucas, tapi berkali-kali hingga akhirnya ia mengulumnya.Kedua mata Lucas terpejam, ia menggigit bibir dalamnya untuk menahan diri. Menahan agar tidak seperti beberapa hari lalu yang malah dirinya mengambil alih permainan Elle dan membuat sang istri kesal padanya setelah satu ronde mereka selesai.Elle mengecup leher Lucas. "Bolehkan aku membuat tanda Lucas?" tanya Elle."My body is yours babe." Lucas benar-benar mulai diuji keimanan pria-nya saat Elle terkekeh kecil dan membuat napas hangatnya terasa ke lehernya.Ia menelan ludahnya saat mulai merasakan lidah Elle menyapa lehern