Bab66"Tuan muda, anda harus kembali ...." Khan Wilson mendesah, menahan kesal membaca pesan dari orang kepercayaan keluarganya."Perusahaan keluarga semakin diambang kekacauan! Anda sangat dibutuhkan saat ini." Kembali lelaki itu mengirim pesan.Khan Wilson merasa sangat terganggu dengan hal ini. Bukankah sudah lama dia dan Ibunya dibuang dan dianggap hanyalah pembawa sial keluarga besarnya.Dan kini, setelah sekian tahun dia mengarungi kehidupan susah, hingga kehilangan nyawa Ibunya di perantauan, dengan mudahnya keluarga besar Wilson memintanya untuk kembali, yang benar saja."Katakan pada Nenek, aku tidak akan pernah kembali, apapun masalah kalian, hadapilah," balas Khan Wilson, kemudian lelaki itu mematikan ponselnya dan merebahkan diri.Dilangit- langit kamar, dia memandangi semua dengan kelabu. Ada perasaan rindu, pada seseorang yang tidak bisa dia jangkau lagi."Rupanya dia bukan orang biasa. Entah apa, yang membuat keluarga itu begitu rumit dan melewati masa yang lebih menger
Bab67"Eric ...." seorang wanita berambut pendek kini mendekat."Ada apa?" tanya wanita itu, yang heran dengan sikap Eric.Eric masih memegangi lengan wanita tadi."Wanita j***ng ini menyiramku," jawab Eric. "Aku tidak akan membiarkan dia lolos malam ini, kau harus tidur denganku, sebagai ungkapan permintaan maaf," desis Eric kepada wanita yang sedang dia pegang."Eric, kamu ...." wanita berambut pendek itu nampak kesal. "Apa?" tanya Eric, menatap nyalang wanita berambut pendek."Tidak harus menidurinya juga, kan? Kamu bisa menyuruh teman- teman yang lain melakukannya."Wanita yang sedari di pegangi Eric pun mulai jengah."Lepaskan aku, atau kamu akan menyesal, Eric!!" tekan wanita itu dengan tatapan mata yang tajam.Plakkk .... tiba- tiba si wanita berambut pendek menamparnya. Wanita yang dipegangi Eric pun sangat terkejut dan menimbulkan beberapa pengunjung yang lain melihat ke arah mereka.Musik dalam club saat itu terdengar merdu dan lembut, sehingga keributan semacam ini mampu
Bab68Belum hilang keterkejutan Eric dan Jesica. "Kalian mengenal wanita tadi?" tanya suara berat di belakang mereka. Jesica dan Eric menoleh ke empu suara."Dia salah satu teman kampus kami," sahut Eric. "Apakah kalian tahu tempat tinggalnya?" tanya lelaki itu lagi. Eric menatap penuh selidik."Aku Khan Wilson, ada hal penting pada wanita tadi.Eric dan Jesica masih menatap lelaki di depannya penuh selidik."Bisakah kalian memberitahuku?" tanya Khan Wilson lagi.Jesica dengan lantang menyebutkan tempat tinggal Case. Khan Wilson tersenyum dan mengucapkan terimakasih pada Jesica, kemudian lelaki itu pergi meninggalkan keduanya yang masih kebingungan."Mengapa kamu terdiam? Ayo masuk dan bawa aku berobat, perutku masih sangat sakit," lirih Jesica dan Eric pun gegas memasuki mobil, membawa Jesica ke rumah sakit.Sepanjang perjalanan Eric terdiam tanpa suara."Tidak kusangka, Case akan bertindak sekejam itu kepada kita," tukas Jesica membuka obrolan.Eric tidak menanggapi, pikirannya t
Bab69Sepasang mata elang Khan Wilson menatap dalam wajah sendu Case Mowelas. Ada perasaan berdebar dalam dadanya, memandangi sosok Case, wanita yang selama ini sangat dia rindukan."Aku mengerti perasaanmu. Tapi setidaknya, kamu tetap harus fokus dengan tujuanmu ke tempat ini.""Ya, aku bersalah." "Hhhmmm ...., sebenarnya, banyak hal yang ingin sekali aku pertanyakan.""Aku tahu," jawab Case cepat. "Tentang hubunganku dengan Joe, juga anak itu.""Kau seperti dukun, sedikit menakutkan," tukas Khan Wilson sambil tersenyum.Case Mowelas menyeka air matanya."Aku baru tahu, jika Tuan Bastara Wilianus itu licik dan jahat. Dia menjelma malaikat penyelamat aku dan Ibu. Aku bahkan tidak tahu, jika hal yang membuat Ibu koma, itu akibat perbuatannya," lirih Case."Kemudian? Mengapa kamu bisa hamil anak Joe?"Case tertawa sumbang. "Nyaris 1 tahun lebih pernikahan yang nampak begitu di paksakan Tuan Bastara. Mungkin dia sudah tahu siapa aku dan Ibu, makanya dia memaksakan cucunya dan aku untuk
Bab70Hari- hari Khan Wilson kini gelisah, bayangan wajah Case selalu menari diingatannya."Ah, sesuatu yang tidak beres sedang terjadi kepadaku," desah Khan Wilson, sembari memandangi langit- langit kamarnya. "Dia wanita tangguh dan bertanggung jawab sekali kepada Ibunya. Sungguh hatinya tulus, rugi sekali Joe Wilianus menyia- nyiakannya, aku akan merebut wanita itu dan membuat Joe hancur," gumam Khan Wilson.Meskipun nyonya Sabhira yang sangat dia benci telah mendapatkan hukumannya, Khan Wilson tetap dendam dan tidak bisa memaafkan perbuatan keluarga besar Wilianus itu kepadanya.Bahkan, dialah dalang di balik kehancuran adik kandung Joe Wilianus, yang bernama Elvira Wilianus. Gadis yang dulunya sombong itu, kini menjalani hidupnya yang kacau dan berantakan di kota Monarki.Menjadi wanita malam adalah pekerjaannya kini, untuk menyambung hidup dan tetap bergaya. Sedangkan Joe Wilianus, lelaki itu telah lama menghilang tanpa ada yang tahu dia kemana.__________Pagi ini, Case mendapa
Bab71"Sayang, tenangkan dirimu dulu, oke," pinta Jeremy. "Aku sungguh tidak mengerti, adikku yang mana?""Case ....""Oh. Dia adalah Kakak, bukan adik. Dan maaf sayang, bagaimana bisa kamu bertemu dengannya? Bukankah kamu di Negeri Awan?""Dia di sini, melanjutkan pendidikannya di Negeri Awan. Dia juga menginjak harga diri adik sepupuku, sungguh dia wanita yang sombong. Aku ingin mereka hancur, agar mereka tahu, sedang berhadapan dengan siapa.""Bukankah target kita Lion enterprise.""Aku ingin Welas enterprise lebih dahulu.""Itu tidak mungkin!!""Mengapa tidak? Kamu membela kakak perempuanmu yang miskin itu?""Deslim sudah cukup! Biar bagaimana pun juga, mereka tetap keluargaku." Panggilan telepon langsung Jeremy akhiri.Hati Deslim semakin panas. Dia menampar setirannya dengan keras."Jika kamu tidak mampu, maka aku sendiri ...." Deslim White mengangkat kepalan tinjunya ke udara."Tangan ini, yang akan menghancurkan kesombongan wanita itu," desis Deslim White dengan penuh emosi.
Bab72"No, please. Jika kamu terus seperti ini, Jeremy akan curiga.""Kenapa curiga? Aku dan kamu tidak memiliki hubungan apa- apa.""Lalu mengapa kamu seperti ini?" tanya Khan dengan heran.Deslim White mengulas senyum tipis. "Hanya sebatas rekan kerja.""Bukan begini konsepnya.""Aku ingin mengenang masa lalu, masa dimana kita masih bersama dulu."Khan Wilson menghela napas. "Aku ingin ditemani seseorang yang membuat hariku selalu gelisah. Dan aku, ingin menghabiskan waktu bersamanya."Wajah Deslim White berubah masam, mendengar penuturan tegas dari Khan Wilson."Khan," lirih Deslim. "Apakah ada wanita lain?"Tanpa ragu, lelaki tampan itu mengangguk. "Ya, wanita yang mengisi hati yang kosong ini."Entah mengapa, hati Deslim terasa sakit, mendengar ucapan Khan Wilson yang begitu ringan."Apakah ini yang namanya luka, tapi tidak berdarah?" lirih Deslim White."Sudahlah," ucap Khan Wilson, sembari melepaskan pegangan tangan Deslim di lengannya."Aku pergi," lanjutnya sambil mengusap pe
Bab71"Datanglah kemari," tegas Case di telepon. "Hhmm, baiklah my baby."Khan Wilson mematikan sambungan telepon dan bergegas meraih sweaternya yang terletak di atas sofa. Lelaki itu sedikit terburu- buru, karena begitu mengkhawatirkan sosok wanita mungil yang telah lama mencuri hatinya itu.Sesampainya Khan Wilson di halaman depan apartemen Case, lelaki itu pun memarkirkan mobil, dan keluar dengan sangat terburu- buru, menaiki lift menuju lantai dua apartemen Case.Di depan apartemen Case yang terbuka lebar, terlihat sepatu high heels, juga sepatu laki- laki kantoran.Pelan, Khan Wilson melangkah, menuju pintu utama apartemen Case."Saya tidak akan meminta maaf pada Eric White maupun Jesica," tegas suara Case, membuat langkah Khan Wilson terhenti."Oh ya? Rupanya kamu tidak tahu keluarga besar kami.""Tentu saja aku tidak tahu, kurasa kalian juga tidak terkenal," jawab Case."Minta maaflah kepada Eric, atau kamu akan saya tuntut ke Pengadilan Negeri Fantasy."Gelak tawa Case terde
Bab156"Semua begitu cepat berubah. Dalam hitungan beberapa hari saja, tingkah kamu menjadi begitu tidak biasa. Ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan mereka?" tanya Desca pada Jeremy, ketika mereka masuk ke dalam mobil Jeremy."Itu hanya perasaan kamu saja. Sudahlah, tidak untuk di bahas, semua hanyalah kebetulan.""Oh ya? Bagaimana mungkin ini kebetulan. Sedangkan pagi sekali, kamu pergi meninggalkan rumah tanpa pamit. Ini bukan kamu, Jeremy. Aku ini istri kamu, aku kenal kamu dengan baik."Jeremy menarik napas, dan mulai melajukan mobilnya. Desca terdiam, karena Jeremy tidak menanggapi ucapannya. Hatinya jelas gelisah, sebab di selimuti perasaan curiga."Aku mampu mencari tahunya sendiri, jika kamu tidak berani jujur," ujar Desca lagi, membuat Jeremy menelan ludah."Kamu tentu tahu bagaimana sifat burukku. Jika kamu membuat sesuatu yang salah, dan tidak berani mengakuinya, maka aku pun tidak segan- segan, melakukan sesuatu yang tidak bisa kamu perkirakan dampaknya," lanjut Desca l
Bab 155Sebagai seorang istri, Desca jelas merasakan sekali perubahan sang suami. Jeremy yang emosi, menatap tajam kepada Desca yang matanya kini berkaca- kaca."Aku butuh ketenangan, paham!!" tekan Jeremy. Wanita itu hanya terdiam, meski air mata kini jatuh berhamburan membasahi pipinya. Hal itu membuat Jeremy seketika merasa bersalah dan langsung memeluk Desca."Maaf, maaf jika aku berkata kasar dan melukaimu," lirih Jeremy, sembari memeluk istrinya itu.Desca masih tidak bersuara, dia cukup syok dengan perlakuan Jeremy hari ini. "Aku mau istirahat," ujar Desca pada akhirnya, setelah melepaskan diri dengan perlahan dari pelukan Jeremy.Lelaki itu tahu, bahwa kini Desca terluka, dia pun memilih diam dan membiarkan Desca berjalan menuju kasur."Kamu sudah makan?" tanya Jeremy. Namun Desca tidak menyahut dan langsung menenggelamkan diri di dalam selimut.Jeremy terdiam, dan duduk termenung di depan laptopnya yang masih menyala.Bayangan kedua anak kembar Rebecca, membuat pikiran Jere
Bab154"Tidak, aku tidak akan memberitahu mereka," tegas Rebecca. Wanita itu membuang pandangannya dari Jeremy."Oh begitu. Aku yang akan beritahu mereka."Rebecca kembali menatap Jeremy, kemudian tersenyum. "Apakah kamu sudah siap? Jika istrimu mengetahui semuanya?"Jeremy terdiam. Wajahnya nampan gusar, membuat Rebecca tersenyum kecut."Pergilah! Ada baiknya kita, tidak usah saling mengenal lagi. Semua yang pernah terjadi antara kita, anggap saja angin lalu."Jeremy mengernyit. "Angin lalu? Andai tidak ada mereka, tidak masalah bagiku."Mendengar jawaban Jeremy seperti itu, ada perasaan terluka di hati Rebecca. Ingin sekali wanita itu menangis dan mengumpat Jeremy yang berkata selugas itu."Pergilah, aku perlu beristirahat.""Baiklah, tapi ingat, jangan melarangku untuk dekat dan bertemu mereka."Rebecca menatap dalam mata Jeremy. "Akan kupikirkan."Kemudian terdengar bunyi bell. Rebecca beranjak dari duduknya dan menuju pintu. Wanita itu membuka lebar daun pintu dan."Taraaa ...
Bab153Seakan mengulang masa lalu sang Ayah, Jeremy tidak mengenali Clara, seperti Wiliam dulu tidak mengenali Case.Bedanya Wiliam dan Aluna Welas sempat menikah dan bahagia. Sedangkan Rebecca dan Jeremy? Kandas karena hadirnya sosok Rebecca diantara mereka.Panggilan telepon masuk, ketika Jeremy sedang makan siang bersama keluarganya. Melihat nama orang suruhannya yang menghubungi, Jeremy pun menjawab panggilan itu, dengan menjauh dari meja makan."Tuan ....""Ya, bagaimana?""Dia benar nyonya Rebecca yang anda cari selama ini, dan kedua anak itu adalah anaknya, mereka kembar!" seru lelaki di seberang telepon.Jeremy tertegun, mendengar informasi itu."Kembar!!" "Ya, Tuan. Selama ini, nyonya Rebecca bekerja seorang diri menghidupi kedua anaknya, beliau belum menikah. Hanya saja, ada seorang laki- laki yang memang sangat dekat pada mereka.""Siapa itu?""Zacob Catwalk, Tuan."Hati Jeremy terasa tidak nyaman, mendengar tentang Zacob Catwalk yang dekat dengan Rebecca dan kedua anak k
Bab152Panas dingin, kini Rebecca mendadak kaku, dan seakan kesulitan untuk menoleh ke belakang."Siapa nama kamu?" tanya lelaki itu."Ansel, menghindar! Kamu lupa yang Mami katakan? Jangan bicara dengan orang asing," bentak Clara.Gadis berwajah imut itu menarik tangan Ansel, membawanya menjauh dari Jeremy."Aku bukan orang asing," sahut Jeremy. "Mami, Ansel bicara dengan orang asing," kata Clara mendekati Ibunya. Jeremy yang semula berjongkok karena berbicara pada Ansel, pun kini berdiri.Tidak jauh dari mereka berdiri, seorang wanita yang Clara panggil Mami itu seakan mematung."Ayah," seru Samuel, membuat Jeremy menoleh."Suamiku, kamu di sini? Ayo pulang, pendaftaran sudah selesai," seru Desca.Jeremy serba salah, ingin sekali melihat dan menyapa Rebecca lagi. Ah, bukan hanya itu, dia ingin sekali menanyakan tentang kedua anak ini.Hanya Ansel yang ingin dia tanyakan, sedangkan Clara? Jeremy meyakini, bahwa Rebecca telah menikah lagi, dan Clara anak keduanya."Ansel namanya," gu
Bab151"Kita naik taksi online lagi? Om Zacob nggak jemput kita?" tanya Clara mengulangi pertanyaannya tadi."Betul sayang! Om Zacob itu sibuk!" sahut Rebecca lembut."Ah, orang dewasa selalu saja sibuk," celetuk Clara tak senang."Nanti kalau kita dewasa, kita tidak usah sesibuk itu untuk pergi bekerja," sahut Ansel menimpali.Mereka duduk di sebuah halte."Kalau kalian tidak sibuk bekerja, pastikan kalian memiliki uang yang tidak akan pernah habis." "Tentu saja, aku calon wanita sukses dan kaya! Mam. Lihat wajahku, aku cocok menjadi artis di masa depan." Clara menyahut dengan pongahnya, juga dengan gaya centilnya, membuat Rebecca terkekeh."Baiklah, Mami coba percaya itu, oke." "Ansel, kamu sendiri bagaimana?" tanya Rebecca, menoleh ke arah Ansel."Aku calon dokter, Mam. Jadi, jika Mami sakit, aku bisa mengobatinya." "Oke baiklah, kita perlu pembuktian dari ucapan kalian berdua, oke." "Oke." Ketiganya memasuki taksi online. Di perjalanan, sebuah mobil terlihat mengejar ke arah
Bab150Jeremy tertegun, melihat kedua anak itu."Clara, Ansel," teriak seorang wanita, dengan suara yang tidak asing di telinga Jeremy.Jeremy menoleh ke arah wanita itu. Wanita yang mengenakan baju kaos hitam ketat, dengan rok lebar bawahannya.Rambut pendek bergelombang, membuat Jeremy sangat terkejut."Rebecca," gumam lelaki itu. Wanita itu pun sama, terkejut karena bertemu pandang dengan Jeremy."Mami ...." Kedua anak itu berlari senang ke arah wanita tadi. Dengan cepat, wanita itu memeluk kedua anak itu dan membawanya menjauh.Jeremy berniat mengejar. Namun suara panggilan Sam dan Desca mengalihkan perhatiannya."Mami kenapa begitu terlihat panik? Dan kenapa kita pulang secepat ini?" tanya Ansel."Iya, Mami nggak asik, baru juga kita mau berenang," celetuk Clara, kesal."Mami lupa, kalau Mami ada urusan. Kita pulang dulu, oke.""Benar- benar jalan- jalan yang mengesalkan, tidak sesuai dengan harapan," ungkap Clara bernada kecewa."Sudahlah, nanti kalau Mami di pecat, kita semua d
Bab149"Suamiku ...." Desca memeluk suaminya dari belakang.Jeremy tersenyum. "Kamu belum tidur?""Belum! Aku pengen makan pizza." "Pesan sayang." Jeremy mengusap lembut tangan sang istri."Sudah, aku mau disuapin sama kamu," bisik wanita itu di dekat telinga suaminya."Untuk malam ini saja, tolong." Jeremy menghentikan aktivitasnya dan melepaskan pelukan Desca, kemudian lelaki itu berdiri, menghadap istrinya sembari tersenyum."Ayo!" Kata Jeremy tersenyum, membuat Desca sumringah. Keduanya keluar kamar, dengan Jeremy yang merangkul mesra istrinya itu.Hari- hari Desca di penuhi kebahagiaan, apalagi saat dia positif hamil kembali, setelah 2 bulan yang lalu dia keguguran._______"Bos yakin akan ke Negeri Fantasy? Bukankah nyonya Jovanka sudah mewanti Anda, untuk tidak muncul di kehidupan nona Desca lagi.""Aku hanya ingin bertemu dia, cuma sekali saja, memastikan dia bahagia. Aku mendengar kabar beberapa bulan yang lalu, dia keguguran anakku.""Bos, ada baiknya untuk kita menjauhi ny
Bab148"Dalam sepanjang hidup masa sulitku, kamu adalah saudara yang begitu kejam, tidak pernah mencariku sama sekali. Aku bertahan hidup dengan berbagai cara, sedangkan kamu hidup dengan nyaman di rumah ini tanpa beban. Kamu pasti tidak pernah merasakan takut akan kelaparan, seperti yang sering aku rasakan," lirih Elvina.Joe dan Case terdiam."Aku marah, sangat marah setelah tahu kamu mengurus seluruh tanah peninggalan kakek, tanpa mencariku terlebih dahulu. Bisakah kukatakan kamu serakah?" Joe menarik napas, dan mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang."Datanglah, dan bawa seluruh berkas yang aku minta," tegas Joe kepada lelaki di telepon. Usai panggilan telepon di matikan, Joe kembali menatap Elvina."Katakanlah, apa maumu sekarang ini. Jika kamu ingin tinggal di tempat ini, maaf tidak bisa. Biar bagaimana pun juga, aku tahu tabiatmu begitu jelek kepada Case.""Suamiku jangan begitu! Biar bagaimana pun juga, Elvina adalah saudara perempuanmu, dia kerabat kita.""Tidak! Aku