Bab101Pagi itu, Deslim kembali dikejutkan panggilan telepon, dari orang kepercayaannya."Apa?" Deslim terkejut, ketika mengetahui kematian rekan kepercayaannya dalam dunia hitam."Seorang wanita mengaku sebagai wanita pesanan bos Chan. Ternyata, wanita itu pembunuh berdarah dingin.""Ah, kurasa ini bukan masalah besar! Mungkin sudah takdirnya dia mati," sahut Deslim, kemudian wanita itu menutup panggilan telepon sepihak. Saat ini, dia enggan berpikir banyak. Lagi- lagi, ini memang terasa janggal di benak Deslim. Namun wanita itu terus menepis pemikiran semacam itu."Deslim, fokuslah untuk sembuh terlebih dahulu, sisanya biarkan Ayah dan Ibu yang atasi," ucap Desert sembari mengelus punggung anaknya."Aku mau segera pulang, Bu. Mau sampai kapan, aku tetap di rumah sakit ini? Mereka juga mengatakan, tidak ada pencangkokan mata untukku dalam waktu dekat ini. Aku harus menelan pahit kenyataan ini. Mungkin ini juga bagian dari karmaku, yang dulu menyakiti Jeremy, saat dia sedang buta. Da
Bab102Malam mencekam itu pun berlalu, suara ketukan di pintu kamar mengejutkan Deslim dan Desert. "Diam," bisik Desert pada Deslim. "Kamu di sini saja, biar Ibu lihat dulu siapa yang mengetuk kamar."Entah berapa lama mereka terjaga, hingga tanpa sadar tertidur. Dan dikejutkan oleh suara ketukan pintu kamar dari luar.Desert melihat cctv dan mendengkus, ketika melihat sosok suaminya yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya.Kemudian wanita paru baya itu melirik jam dinding, sudah jam 5 pagi, dan lelaki itu baru pulang.Deslim tidak bersuara apapun, hanya terdiam dan menerima takdir apapun, jika seandainya nyawa mereka terancam. Kebutaan yang dia alami, membuatnya kini semakin pasrah, jika harus mati di istananya hari ini juga.Deret pintu terbuka, Desert memandang marah pada suaminya."Kemana saja kamu pergi? Kamu tidak tahu kami nyaris mati konyol di istana ini.""Maaf," lirih Jose. "Sekarang sudah aman," lanjut Jose. "Kemana kamu tadi malam? Sehingga kamu tidak jawab panggila
Bab103"Aku akan segera kesana!" ucap Desert, kemudian sambungan telepon dia matikan."Ada apa? Apa yang terjadi?" Beruntun pertanyaan Jose White."Mary, Yah." Desert terisak."Kenapa dengan Mary?""Seseorang mengaku kerabat kita, datang berkunjung ke ruang perawatan Mary.""Terus?""Entah bagaimana kejadiannya, para suster dan penjaga yang bodoh itu, mendapati Mary dalam keadaan tubuh bugil dengan kepala gundul. Rambut anak kita, Yah. Rambut Mary dibabat habis.""Apa?" Jose White terkejut dan merasa syok mendapati kabar na'as ini. Deslim tiba- tiba menangis meraung."Gila, ini benar- benar gila dan kejam ...." Wanita itu berteriak histeris."Semua pasti karena perbuatanku! Sehingga Mary dan kalian semua menjadi korbannya," lirih wanita itu.Desert berlari ke atas kasur, dan memeluk anaknya itu. "Ini bukan salah kamu, Nak. Penjahat itu yang musti kita tangkap! Ibu akan menuntut pihak pengadilan, merubah sistem pemerintahan kota Monarki ini, agar memiliki kekuatan hukum. Jika keadaan t
Bab104"Pelan- pelan sayang," pinta Desert pada Deslim. Kemudian dia menoleh ke arah Jose White."Ayah melaporkan kejadian ini ke kepolisian Negeri Fantasy?" tanya Desert penasaran."Tidak, mengapa mereka ke sini?" ucap Jose White juga bingung."Ayah," lirih Deslim. "Jangan- jangan, aku sudah ketahuan," ucap wanita itu dengan suara bergetar."Tidak mungkin, kejadian itu sudah sangat lama, bagaimana mereka bisa tahu? Ini tahunan sayang, bukan sebulan dua bulan," sahut Desert mencoba membuat anaknya tenang."Lalu mengapa mereka datang kemari? Mereka itu pihak keamanan Negeri Fantasy, tempat aku membantai habis pelayan dan juga Case beserta anaknya.""Itulah kebodohan kamu, Deslim! Hanya gara- gara lelaki bodoh seperti Khan Wilson, kamu bertindak sekeji itu. Kalau sudah begini bagaimana?" bentak Jose White pusing, memikirkan kejadian demi kejadian mengerikan pada keluarganya."Ayah," tegur Desert."Apa?" bentak Jose White, menatap nyalang kepada istrinya. "Inilah hasil didikan kamu, seba
Bab105"Memangnya putriku salah apa? Jangan asal tangkap kalian itu," bentak Jose White tidak terima.Salah satu polisi mendekat dan memberikan surat penangkapan Deslim. "Putri Anda telah menjadi otak pembataian keluarga Welas dua tahun yang lalu. Bukti dan rekaman jejak kejahatan nona Deslim telah kami miliki. Maka dari itu, kami akan membawanya untuk diadili.""Ini tidak mungkin, semua pasti fitnah kejam," bentak Desert, yang tiba- tiba datang dari dapur. Rupanya wanita itu mendengar dengan jelas, perbincangan suaminya dan para polisi itu.Wanita paru baya itu memasang wajah marah dan menatap tajam para polisi. "Berani sekali kalian melakukan ini pada kami. Apakah kalian ingin membuat anak istri kalian hidup sengsara? Aku bisa saja menuduh kalian memfitnah anakku.""Silahkan jika memang Ibu bisa membuktikan, anak Ibu tidak bersalah," sahut lelaki yang berbadan tegap dengan kumis tebal di wajahnya."Kalian butuh apa? Uang? Aku bisa memberikan kalian banyak uang. Tapi jangan pernah b
Bab106"Terus saja kalian ribut, apakah kalian tidak bisa berdamai dengan masa lalu?" bentak seorang wanita paru baya, yang terkenal tegas dan juga kejam.Tetapi sisi lain wanita itu, dia baik hati, bahkan dialah yang melatih Case bela diri dan mendidiknya dengan keras."Mami," seru Case menunduk. "Case, kau boleh dendam dengan mereka yang menghancurkan hidup keluargamu, juga dengan tega membantai orang- orang kepercayaanmu dengan kejam. Tapi dengan lelaki lemah ini, apakah kamu harus begitu juga?"Case menunduk."Mam come on, aku tidak lemah," protes Joe.Wanita yang di panggil Mami itu menoleh tajam ke arah Joe. "Bagaimana tidak lemah? Kamu bahkan bertahun- tahun hanya bersembunyi dan tidak melakukan apapun." Case menutup mulutnya sembari tertawa kecil."Kan," desis Joe melirik Case. Wanita yang di lirik itu pun seketika memasang wajah datar, ketika mata Mami melihatnya."Berdamailah, kalian bukan anak muda lagi, tapi sudah menjadi orang tua. Bersikaplah layaknya orang tua yang b
Bab107Suara hentakkan high heels menggema. Seorang wanita berpakaian rapi, dengan rambut tergerai panjang sepinggang, hidung mancung dengan mengenakan kaca mata hitam."Kau yakin ini kantornya?" tanya wanita berkacamata itu, kepada wanita yang memegang lengannya."Benar Nona, saya yakin 100%." Wanita itu tersenyum, masih dengan berjalan santai, meski matanya masih dalam kondisi tidak dapat melihat.Sedangkan wanita di sampingnya begitu setia, menggapit lengannya, agar wanita berkacamata itu bisa berjalan dengan santai dan percaya diri.Sesampainya di resepsionis, keduanya di sambut dengan ramah."Apakah ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu resepsionis itu."Nona saya ingin bertemu dengan tuan Jeremy! Apakah bisa?""Sebentar, saya akan menanyakan nona Rebecca dulu," jawab resepsionis itu.Resepsionis itu menghubungi nona Rebecca, selaku sekertaris Jeremy.Usai menjawab panggilan telepon resepsionis, Rebecca pun berjalan dengan malas, menuju ruangan Jeremy. Mengetuk pelan pint
Bab108"Rebecca!" Kembali suara Jeremy terdengar keras, membuat Rebecca terkejut dan setengah berlari ke arah meja kerja Jeremy."Apakah telingamu bermasalah?" tanya Jeremy, ketika Rebecca mendekat."Hah?" Rebecca mendadak oleng.Membuat Jeremy menatap wanita itu dengan heran. "Gunakan telepon dan panggil keamanan kantor sekarang juga! Aku tidak suka, ada tikus berbaju branded di kantor ini," sindir Jeremy."Baa- baik." Rebecca merutuki dirinya dalam hati, yang terlihat nampak tidak karuan dan salah tingkah di depan bos tampan dan dinginnya ini."Kamu benar- benar ingin mengusirku?" tanya Deslim, kemudian wanita itu bangkit berdiri."Jika kamu tidak maafkanku, lebih baik aku mati. Sekarang juga, aku akan mati ...." Deslim berteriak."Dasar wanita bodoh dan pengganggu," desah Jeremy. "Kamu aku maafkan, dan pergilah, aku tidak ingin melihat kamu lagi.""Kenapa? Bukankah ketika kita telah berdamai, kamu tidak boleh membenciku lagi. Dan kurasa, kita bisa saling mengoreksi kesalahan dan me
Bab156"Semua begitu cepat berubah. Dalam hitungan beberapa hari saja, tingkah kamu menjadi begitu tidak biasa. Ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan mereka?" tanya Desca pada Jeremy, ketika mereka masuk ke dalam mobil Jeremy."Itu hanya perasaan kamu saja. Sudahlah, tidak untuk di bahas, semua hanyalah kebetulan.""Oh ya? Bagaimana mungkin ini kebetulan. Sedangkan pagi sekali, kamu pergi meninggalkan rumah tanpa pamit. Ini bukan kamu, Jeremy. Aku ini istri kamu, aku kenal kamu dengan baik."Jeremy menarik napas, dan mulai melajukan mobilnya. Desca terdiam, karena Jeremy tidak menanggapi ucapannya. Hatinya jelas gelisah, sebab di selimuti perasaan curiga."Aku mampu mencari tahunya sendiri, jika kamu tidak berani jujur," ujar Desca lagi, membuat Jeremy menelan ludah."Kamu tentu tahu bagaimana sifat burukku. Jika kamu membuat sesuatu yang salah, dan tidak berani mengakuinya, maka aku pun tidak segan- segan, melakukan sesuatu yang tidak bisa kamu perkirakan dampaknya," lanjut Desca l
Bab 155Sebagai seorang istri, Desca jelas merasakan sekali perubahan sang suami. Jeremy yang emosi, menatap tajam kepada Desca yang matanya kini berkaca- kaca."Aku butuh ketenangan, paham!!" tekan Jeremy. Wanita itu hanya terdiam, meski air mata kini jatuh berhamburan membasahi pipinya. Hal itu membuat Jeremy seketika merasa bersalah dan langsung memeluk Desca."Maaf, maaf jika aku berkata kasar dan melukaimu," lirih Jeremy, sembari memeluk istrinya itu.Desca masih tidak bersuara, dia cukup syok dengan perlakuan Jeremy hari ini. "Aku mau istirahat," ujar Desca pada akhirnya, setelah melepaskan diri dengan perlahan dari pelukan Jeremy.Lelaki itu tahu, bahwa kini Desca terluka, dia pun memilih diam dan membiarkan Desca berjalan menuju kasur."Kamu sudah makan?" tanya Jeremy. Namun Desca tidak menyahut dan langsung menenggelamkan diri di dalam selimut.Jeremy terdiam, dan duduk termenung di depan laptopnya yang masih menyala.Bayangan kedua anak kembar Rebecca, membuat pikiran Jere
Bab154"Tidak, aku tidak akan memberitahu mereka," tegas Rebecca. Wanita itu membuang pandangannya dari Jeremy."Oh begitu. Aku yang akan beritahu mereka."Rebecca kembali menatap Jeremy, kemudian tersenyum. "Apakah kamu sudah siap? Jika istrimu mengetahui semuanya?"Jeremy terdiam. Wajahnya nampan gusar, membuat Rebecca tersenyum kecut."Pergilah! Ada baiknya kita, tidak usah saling mengenal lagi. Semua yang pernah terjadi antara kita, anggap saja angin lalu."Jeremy mengernyit. "Angin lalu? Andai tidak ada mereka, tidak masalah bagiku."Mendengar jawaban Jeremy seperti itu, ada perasaan terluka di hati Rebecca. Ingin sekali wanita itu menangis dan mengumpat Jeremy yang berkata selugas itu."Pergilah, aku perlu beristirahat.""Baiklah, tapi ingat, jangan melarangku untuk dekat dan bertemu mereka."Rebecca menatap dalam mata Jeremy. "Akan kupikirkan."Kemudian terdengar bunyi bell. Rebecca beranjak dari duduknya dan menuju pintu. Wanita itu membuka lebar daun pintu dan."Taraaa ...
Bab153Seakan mengulang masa lalu sang Ayah, Jeremy tidak mengenali Clara, seperti Wiliam dulu tidak mengenali Case.Bedanya Wiliam dan Aluna Welas sempat menikah dan bahagia. Sedangkan Rebecca dan Jeremy? Kandas karena hadirnya sosok Rebecca diantara mereka.Panggilan telepon masuk, ketika Jeremy sedang makan siang bersama keluarganya. Melihat nama orang suruhannya yang menghubungi, Jeremy pun menjawab panggilan itu, dengan menjauh dari meja makan."Tuan ....""Ya, bagaimana?""Dia benar nyonya Rebecca yang anda cari selama ini, dan kedua anak itu adalah anaknya, mereka kembar!" seru lelaki di seberang telepon.Jeremy tertegun, mendengar informasi itu."Kembar!!" "Ya, Tuan. Selama ini, nyonya Rebecca bekerja seorang diri menghidupi kedua anaknya, beliau belum menikah. Hanya saja, ada seorang laki- laki yang memang sangat dekat pada mereka.""Siapa itu?""Zacob Catwalk, Tuan."Hati Jeremy terasa tidak nyaman, mendengar tentang Zacob Catwalk yang dekat dengan Rebecca dan kedua anak k
Bab152Panas dingin, kini Rebecca mendadak kaku, dan seakan kesulitan untuk menoleh ke belakang."Siapa nama kamu?" tanya lelaki itu."Ansel, menghindar! Kamu lupa yang Mami katakan? Jangan bicara dengan orang asing," bentak Clara.Gadis berwajah imut itu menarik tangan Ansel, membawanya menjauh dari Jeremy."Aku bukan orang asing," sahut Jeremy. "Mami, Ansel bicara dengan orang asing," kata Clara mendekati Ibunya. Jeremy yang semula berjongkok karena berbicara pada Ansel, pun kini berdiri.Tidak jauh dari mereka berdiri, seorang wanita yang Clara panggil Mami itu seakan mematung."Ayah," seru Samuel, membuat Jeremy menoleh."Suamiku, kamu di sini? Ayo pulang, pendaftaran sudah selesai," seru Desca.Jeremy serba salah, ingin sekali melihat dan menyapa Rebecca lagi. Ah, bukan hanya itu, dia ingin sekali menanyakan tentang kedua anak ini.Hanya Ansel yang ingin dia tanyakan, sedangkan Clara? Jeremy meyakini, bahwa Rebecca telah menikah lagi, dan Clara anak keduanya."Ansel namanya," gu
Bab151"Kita naik taksi online lagi? Om Zacob nggak jemput kita?" tanya Clara mengulangi pertanyaannya tadi."Betul sayang! Om Zacob itu sibuk!" sahut Rebecca lembut."Ah, orang dewasa selalu saja sibuk," celetuk Clara tak senang."Nanti kalau kita dewasa, kita tidak usah sesibuk itu untuk pergi bekerja," sahut Ansel menimpali.Mereka duduk di sebuah halte."Kalau kalian tidak sibuk bekerja, pastikan kalian memiliki uang yang tidak akan pernah habis." "Tentu saja, aku calon wanita sukses dan kaya! Mam. Lihat wajahku, aku cocok menjadi artis di masa depan." Clara menyahut dengan pongahnya, juga dengan gaya centilnya, membuat Rebecca terkekeh."Baiklah, Mami coba percaya itu, oke." "Ansel, kamu sendiri bagaimana?" tanya Rebecca, menoleh ke arah Ansel."Aku calon dokter, Mam. Jadi, jika Mami sakit, aku bisa mengobatinya." "Oke baiklah, kita perlu pembuktian dari ucapan kalian berdua, oke." "Oke." Ketiganya memasuki taksi online. Di perjalanan, sebuah mobil terlihat mengejar ke arah
Bab150Jeremy tertegun, melihat kedua anak itu."Clara, Ansel," teriak seorang wanita, dengan suara yang tidak asing di telinga Jeremy.Jeremy menoleh ke arah wanita itu. Wanita yang mengenakan baju kaos hitam ketat, dengan rok lebar bawahannya.Rambut pendek bergelombang, membuat Jeremy sangat terkejut."Rebecca," gumam lelaki itu. Wanita itu pun sama, terkejut karena bertemu pandang dengan Jeremy."Mami ...." Kedua anak itu berlari senang ke arah wanita tadi. Dengan cepat, wanita itu memeluk kedua anak itu dan membawanya menjauh.Jeremy berniat mengejar. Namun suara panggilan Sam dan Desca mengalihkan perhatiannya."Mami kenapa begitu terlihat panik? Dan kenapa kita pulang secepat ini?" tanya Ansel."Iya, Mami nggak asik, baru juga kita mau berenang," celetuk Clara, kesal."Mami lupa, kalau Mami ada urusan. Kita pulang dulu, oke.""Benar- benar jalan- jalan yang mengesalkan, tidak sesuai dengan harapan," ungkap Clara bernada kecewa."Sudahlah, nanti kalau Mami di pecat, kita semua d
Bab149"Suamiku ...." Desca memeluk suaminya dari belakang.Jeremy tersenyum. "Kamu belum tidur?""Belum! Aku pengen makan pizza." "Pesan sayang." Jeremy mengusap lembut tangan sang istri."Sudah, aku mau disuapin sama kamu," bisik wanita itu di dekat telinga suaminya."Untuk malam ini saja, tolong." Jeremy menghentikan aktivitasnya dan melepaskan pelukan Desca, kemudian lelaki itu berdiri, menghadap istrinya sembari tersenyum."Ayo!" Kata Jeremy tersenyum, membuat Desca sumringah. Keduanya keluar kamar, dengan Jeremy yang merangkul mesra istrinya itu.Hari- hari Desca di penuhi kebahagiaan, apalagi saat dia positif hamil kembali, setelah 2 bulan yang lalu dia keguguran._______"Bos yakin akan ke Negeri Fantasy? Bukankah nyonya Jovanka sudah mewanti Anda, untuk tidak muncul di kehidupan nona Desca lagi.""Aku hanya ingin bertemu dia, cuma sekali saja, memastikan dia bahagia. Aku mendengar kabar beberapa bulan yang lalu, dia keguguran anakku.""Bos, ada baiknya untuk kita menjauhi ny
Bab148"Dalam sepanjang hidup masa sulitku, kamu adalah saudara yang begitu kejam, tidak pernah mencariku sama sekali. Aku bertahan hidup dengan berbagai cara, sedangkan kamu hidup dengan nyaman di rumah ini tanpa beban. Kamu pasti tidak pernah merasakan takut akan kelaparan, seperti yang sering aku rasakan," lirih Elvina.Joe dan Case terdiam."Aku marah, sangat marah setelah tahu kamu mengurus seluruh tanah peninggalan kakek, tanpa mencariku terlebih dahulu. Bisakah kukatakan kamu serakah?" Joe menarik napas, dan mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang."Datanglah, dan bawa seluruh berkas yang aku minta," tegas Joe kepada lelaki di telepon. Usai panggilan telepon di matikan, Joe kembali menatap Elvina."Katakanlah, apa maumu sekarang ini. Jika kamu ingin tinggal di tempat ini, maaf tidak bisa. Biar bagaimana pun juga, aku tahu tabiatmu begitu jelek kepada Case.""Suamiku jangan begitu! Biar bagaimana pun juga, Elvina adalah saudara perempuanmu, dia kerabat kita.""Tidak! Aku