Bab57Diacara perjamuan yang Wiliam adakan, dan mengundang beberapa tokoh penting dan berpengaruh seluruh kota Monarki, Negri Fantasy dan Negri awan pun berdatangan."Perkenalkan, dia Case Mowelas! Anak pertama saya dan Aluna Welas. Kakak kembar dari Jeremy Alexander."Hati Angela murka, melihat Case di perkenalkan sebagai anaknya dengan Aluna Welas. Bahkan yang membuat Angela semakin sakit hati, kini semua tahu, bahwa dia hanyalah seorang Ibu tiri dari kedua anak kandung Wiliam."Kemana Ibunya?" tanya salah satu tokoh berpengaruh di Negri Fantasy."Kebetulan Aluna Welas sedang dalam masa pemulihan, pasca sembuh dari koma. Jika sudah kembali sehat, saya akan memperkenalkannya pada kalian semua."Semua bertepuk tangan, membuat hati Angela semakin mendidih.Khan Wilson sedikit terkejut, ketika mendengarkan pengumuman tentang status Case Mowelas di keluarga besar Wiliam.Wajah Case nampak tersenyum ramah di atas panggung. Wanita satu anak itu sangat cantik dan menawan, membuat beberapa p
Bab58 "Tidak Ibu! Aku tidak akan mudah di kalahkan wanita seperti Case." Jeremy berkata dengan percaya diri. Sementara Case masih menyapa para penjamu yang berdatangan ke acara yang diadakan oleh Ayah nya. "Tuan, putri anda sangat cantik," puji rekan bisnis Wiliam lainnya. Jeo mendengar itu dengan jelas. Hatinya tidak terima, ada kilatan kecemburuan di sudut mata Joe. "Terimakasih," sahut Wiliam pada rekannya. "Ternyata anak- anak anda sangat cantik dan tampan." Seseorang memasuki acara perjamuan Wiliam. Dia adalah Deslim White, yang datang seorang diri, tanpa Mary maupun keluarganya. "Ketua ...." Deslim memberi salam, yang ternyata diabaikan oleh Wiliam begitu saja. Deslim merasa di permalukan dan terhina karena sikap Wiliam yang mengabaikannya. Apalagi ketika Case menyunggikan senyum penuh ejekkan, rasanya kini kepala Deslim sedang memanas. "Hai nona White, anda datang seorang diri? Kudengar kabar, bahwa White enterprise sedang mengalami masa kritis dan memasuki daftar hi
Bab59 "Wiliam ...." Angela memanggil Wiliam, ketika lelaki itu memasuki kamar mereka. "Hhmmmm ...." Wiliam melepaskan dasinya dan meletakkannya ke tempat pakaian kotor dan melepas beberapa aksesories yang dia gunakan. "Dimana Aluna Welas? Apakah selama ini kamu diam- diam kembali bersamanya?" selidik Angela dengan sengaja. "Tidak!" Wiliam menjawab dengan acuh tak acuh. "Aku lelah dan tidak ingin banyak bicara! Bisakah kamu tidak menggangguku. Jika kamu terus bertanya dan bicara, maka aku akan tidur di luar," ucap Wiliam sembari membaringkan tubuh. Angel yang duduk menyandarkan diri di dipan pun hanya bisa menghela napas. "Sesulit inikah? Hingga di masa tua pun, kamu tetap tidak mau membuka hati," desah Angela. "Apakah Aluna begitu penting, padahal aku lebih cantik darinya," batin Angela. Memandangi wajah Wiliam yang mulai terlelap. "Apakah kamu mau pulang duluan?" Angela tersenyum menyeringai dan mengeluarkan sebuah suntikan berisi cairan hijau yang pekat. "Tidurlah selamanya
Bab60"Kenapa? Biar adikmu ini tahu diri."Jeremy Alexander hanya bisa menatap nanar wajah Case yang memerah."Sabar Case, demi Ibu. Jika aku pergi dan berlari. Maka aku, tidak akan tahu dimana keberadaan Ibu."Case mensugesti dirinya. Seorang pelayan berlari. "Ada apa?" tanya Angela."Tuan Khan Wilson bersama Tuan Malik datang berkunjung. Mereka berdua, ada di ruang tamu."Angela menatap Jeremy. "Temui mereka lebih dulu! Ibu akan menyusul."Jeremy mengangguk patuh dan berjalan menuju ruang tamu."Kau ..., kembali ke kamarmu! Jangan keluar tanpa perintahku."Case mengangguk. Semua otot wajahnya seakan kaku. Tamparan keras Angela pada wajah Case, meninggalkan luka memar dan kemerah biruan menghias jelas di wajah cantik Case.Angela menghembuskan napas kasar dan berjalan menyusul Jeremy ke ruang tamu."Tuan Malik dan Tuan Wilson, ada apa datang kemari? Apakah ada hal penting?" tanya Angela, sembari mengambil posisi duduk di dekat Jeremy dan menghadap Malik Abraham."Saya datang kemari
Bab61"Hhmmm ...." Malik menghela napas. "Nona Case!" panggil Malik, menatap Case penuh selidik.Angela mendekatkan tubuhnya pada Case, sembari membelai rambutnya."Sayang, apakah kamu sudah memberikan asi pada bayimu?" tanya Angela, sembari menarik rambut Case dengan pelan sebagai code."Nona Case." Kembali Malik menyebut nama Case, berharap wanita itu mau mengangkat wajah dan menatapnya."Tuan, ada apa? Mengapa anda terus memanggil nama Case? Dia ini sangat pemalu, apalagi jika bertemu orang baru." Malik menghela napas. "Tuan Malik, umumkanlah! Karena saya harus segera kembali ke dalam kamar, untuk menemani bayi saya."Case bersuara pelan."Baiklah! Saya akan mulai menjelaskan." Bunyi ketukan high heels menggema. Angela dan lainnya menoleh ke arah pintu masuk.Beberapa orang berpakaian rapi dan tegap berjalan memasuki istana Wiliam. Mantako Jordan berjalan di depan para rombongan lelaki berbadan tegap itu, dengan seorang wanita yang berjalan di tengah-tengah mereka."Kau ...." A
Bab62 Jeremy masih terdiam, menyimak semua ucapan- ucapan Malik Abraham. "Kalian pasti bersekongkol." "Nyonya, ini keputusan berasal dari suami anda sendiri," ucap Malik. "Shiitt. Omong kosong, kamu jangan main-main denganku, oke. Atau, kamu akan menyesali semuanya," ancam Angela. "Pengawal," seru Aluna Welas. "Tangkap wanita ini, dan masukkan dia ke dalam penjara bawah tanah," titah Aluna Welas dengan tegas. "Baik," sahut Mantako Jordan dan memberikan kode kepada anak buahnya. "Stop! Jangan sentuh Ibuku," teriak Jeremy sembari berdiri dari duduknya. "Seharusnya wanita itu yang pergi dan jangan mengacaukan keluarga kami," tegas Jeremy sambil menunjuk Aluna Welas dengan emosi. Angela kembali tersenyum mengejek ke arah Aluna Welas. "Kau akan tahu sendiri, Nak. Wanita yang bergelar Ibu kandungmu itu, adalah wanita jahat, yang dulu menelantarkan kamu belasan tahun," kata Angela pada Jeremy, yang mendekat ke arah Angela berdiri. Aluna Welas merasakan sesak di dadanya, ketika meli
Bab63"Aku tidak tahu apa-apa." Suara wanita itu terdengar semakin meronta. Namun kedua orang yang memeganginya terus menyeret wanita bertubuh tambun itu.Bruuccckkkk. Wanita itu di dorong hingga terjatuh di depan Case yang memang sudah berdiri."Case, menantuku!" desah nyonya Sabhira dengan sorot mata mengiba."Hhhmm, sekarang baru aku diakui. Sebelumnya, aku bahkan hanya dihina dan dikucilkan. Dan sekarang aku baru tahu, kalau anda lah, penyebab Ibuku nyaris mati.""Apa maksud kamu, Case? Mana mungkin aku sejahat itu," elak nyonya Sabhira. Kemudian wanita bertubuh tambun itu menyisir ke sekitar.Nyonya Sabhira sangat terkejut, ketika melihat sosok Aluna Welas yang sedang duduk manis, dengan pakaian rapi dan dandanan make up tipis menghiasi wajahnya."Elegan dan sangat cantik, berbeda sekali dengan dia yang dulu," gumam nyonya Sabhira dalam hati.Tapi mengapa wajah Case memar kebiruan? Bahkan penampilannya lebih buruk dari saat berada di rumahnya. Wanita bertubuh tambun itu sedikit
Bab64"Anda memang masih sehebat dulu," puji Mantako Jordan.Aluna tersenyum getir. "Efek dari kekuatan serum itu, hingga sekarang masih terasa.""Apakah karena itu juga, anda menjadi koma.""Menurut ilmuan dan para dokter yang mengobati begitulah."Aluna Welas berjalan menuju bayi mungil yang berada di gendongan Case. "Dia cucuku?" tanya Aluna Welas."Benar, Bu. Anak Case dan Joe.""Boleh Ibu gendong?"Case sedikit ragu. Namun Aluna Welas langsung mengerti, tatapan mata penuh keraguan dari Case."Tenang saja, aku sungguh benar Ibumu, bukan wanita palsu yang menyamar," kata Aluna, membuat Case tersenyum tipis.Aluna Welas menatap takjub, pada ketampanan bayi mungil yang sedang dia gendong."Siapa namanya?" tanya Aluna Welas."Zaki Welas," jawab Case. Aluna mengernyit."Aku sangat tidak sudi, dia membawa nama ayahnya."Aluna melihat Case, persis seperti dirinya di masa lalu."Bawa dia beristirahat, Case." Aluna menyerahkan bayi mungil itu, dan Case pun membawanya ke kamar, untuk berist
Bab156"Semua begitu cepat berubah. Dalam hitungan beberapa hari saja, tingkah kamu menjadi begitu tidak biasa. Ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan mereka?" tanya Desca pada Jeremy, ketika mereka masuk ke dalam mobil Jeremy."Itu hanya perasaan kamu saja. Sudahlah, tidak untuk di bahas, semua hanyalah kebetulan.""Oh ya? Bagaimana mungkin ini kebetulan. Sedangkan pagi sekali, kamu pergi meninggalkan rumah tanpa pamit. Ini bukan kamu, Jeremy. Aku ini istri kamu, aku kenal kamu dengan baik."Jeremy menarik napas, dan mulai melajukan mobilnya. Desca terdiam, karena Jeremy tidak menanggapi ucapannya. Hatinya jelas gelisah, sebab di selimuti perasaan curiga."Aku mampu mencari tahunya sendiri, jika kamu tidak berani jujur," ujar Desca lagi, membuat Jeremy menelan ludah."Kamu tentu tahu bagaimana sifat burukku. Jika kamu membuat sesuatu yang salah, dan tidak berani mengakuinya, maka aku pun tidak segan- segan, melakukan sesuatu yang tidak bisa kamu perkirakan dampaknya," lanjut Desca l
Bab 155Sebagai seorang istri, Desca jelas merasakan sekali perubahan sang suami. Jeremy yang emosi, menatap tajam kepada Desca yang matanya kini berkaca- kaca."Aku butuh ketenangan, paham!!" tekan Jeremy. Wanita itu hanya terdiam, meski air mata kini jatuh berhamburan membasahi pipinya. Hal itu membuat Jeremy seketika merasa bersalah dan langsung memeluk Desca."Maaf, maaf jika aku berkata kasar dan melukaimu," lirih Jeremy, sembari memeluk istrinya itu.Desca masih tidak bersuara, dia cukup syok dengan perlakuan Jeremy hari ini. "Aku mau istirahat," ujar Desca pada akhirnya, setelah melepaskan diri dengan perlahan dari pelukan Jeremy.Lelaki itu tahu, bahwa kini Desca terluka, dia pun memilih diam dan membiarkan Desca berjalan menuju kasur."Kamu sudah makan?" tanya Jeremy. Namun Desca tidak menyahut dan langsung menenggelamkan diri di dalam selimut.Jeremy terdiam, dan duduk termenung di depan laptopnya yang masih menyala.Bayangan kedua anak kembar Rebecca, membuat pikiran Jere
Bab154"Tidak, aku tidak akan memberitahu mereka," tegas Rebecca. Wanita itu membuang pandangannya dari Jeremy."Oh begitu. Aku yang akan beritahu mereka."Rebecca kembali menatap Jeremy, kemudian tersenyum. "Apakah kamu sudah siap? Jika istrimu mengetahui semuanya?"Jeremy terdiam. Wajahnya nampan gusar, membuat Rebecca tersenyum kecut."Pergilah! Ada baiknya kita, tidak usah saling mengenal lagi. Semua yang pernah terjadi antara kita, anggap saja angin lalu."Jeremy mengernyit. "Angin lalu? Andai tidak ada mereka, tidak masalah bagiku."Mendengar jawaban Jeremy seperti itu, ada perasaan terluka di hati Rebecca. Ingin sekali wanita itu menangis dan mengumpat Jeremy yang berkata selugas itu."Pergilah, aku perlu beristirahat.""Baiklah, tapi ingat, jangan melarangku untuk dekat dan bertemu mereka."Rebecca menatap dalam mata Jeremy. "Akan kupikirkan."Kemudian terdengar bunyi bell. Rebecca beranjak dari duduknya dan menuju pintu. Wanita itu membuka lebar daun pintu dan."Taraaa ...
Bab153Seakan mengulang masa lalu sang Ayah, Jeremy tidak mengenali Clara, seperti Wiliam dulu tidak mengenali Case.Bedanya Wiliam dan Aluna Welas sempat menikah dan bahagia. Sedangkan Rebecca dan Jeremy? Kandas karena hadirnya sosok Rebecca diantara mereka.Panggilan telepon masuk, ketika Jeremy sedang makan siang bersama keluarganya. Melihat nama orang suruhannya yang menghubungi, Jeremy pun menjawab panggilan itu, dengan menjauh dari meja makan."Tuan ....""Ya, bagaimana?""Dia benar nyonya Rebecca yang anda cari selama ini, dan kedua anak itu adalah anaknya, mereka kembar!" seru lelaki di seberang telepon.Jeremy tertegun, mendengar informasi itu."Kembar!!" "Ya, Tuan. Selama ini, nyonya Rebecca bekerja seorang diri menghidupi kedua anaknya, beliau belum menikah. Hanya saja, ada seorang laki- laki yang memang sangat dekat pada mereka.""Siapa itu?""Zacob Catwalk, Tuan."Hati Jeremy terasa tidak nyaman, mendengar tentang Zacob Catwalk yang dekat dengan Rebecca dan kedua anak k
Bab152Panas dingin, kini Rebecca mendadak kaku, dan seakan kesulitan untuk menoleh ke belakang."Siapa nama kamu?" tanya lelaki itu."Ansel, menghindar! Kamu lupa yang Mami katakan? Jangan bicara dengan orang asing," bentak Clara.Gadis berwajah imut itu menarik tangan Ansel, membawanya menjauh dari Jeremy."Aku bukan orang asing," sahut Jeremy. "Mami, Ansel bicara dengan orang asing," kata Clara mendekati Ibunya. Jeremy yang semula berjongkok karena berbicara pada Ansel, pun kini berdiri.Tidak jauh dari mereka berdiri, seorang wanita yang Clara panggil Mami itu seakan mematung."Ayah," seru Samuel, membuat Jeremy menoleh."Suamiku, kamu di sini? Ayo pulang, pendaftaran sudah selesai," seru Desca.Jeremy serba salah, ingin sekali melihat dan menyapa Rebecca lagi. Ah, bukan hanya itu, dia ingin sekali menanyakan tentang kedua anak ini.Hanya Ansel yang ingin dia tanyakan, sedangkan Clara? Jeremy meyakini, bahwa Rebecca telah menikah lagi, dan Clara anak keduanya."Ansel namanya," gu
Bab151"Kita naik taksi online lagi? Om Zacob nggak jemput kita?" tanya Clara mengulangi pertanyaannya tadi."Betul sayang! Om Zacob itu sibuk!" sahut Rebecca lembut."Ah, orang dewasa selalu saja sibuk," celetuk Clara tak senang."Nanti kalau kita dewasa, kita tidak usah sesibuk itu untuk pergi bekerja," sahut Ansel menimpali.Mereka duduk di sebuah halte."Kalau kalian tidak sibuk bekerja, pastikan kalian memiliki uang yang tidak akan pernah habis." "Tentu saja, aku calon wanita sukses dan kaya! Mam. Lihat wajahku, aku cocok menjadi artis di masa depan." Clara menyahut dengan pongahnya, juga dengan gaya centilnya, membuat Rebecca terkekeh."Baiklah, Mami coba percaya itu, oke." "Ansel, kamu sendiri bagaimana?" tanya Rebecca, menoleh ke arah Ansel."Aku calon dokter, Mam. Jadi, jika Mami sakit, aku bisa mengobatinya." "Oke baiklah, kita perlu pembuktian dari ucapan kalian berdua, oke." "Oke." Ketiganya memasuki taksi online. Di perjalanan, sebuah mobil terlihat mengejar ke arah
Bab150Jeremy tertegun, melihat kedua anak itu."Clara, Ansel," teriak seorang wanita, dengan suara yang tidak asing di telinga Jeremy.Jeremy menoleh ke arah wanita itu. Wanita yang mengenakan baju kaos hitam ketat, dengan rok lebar bawahannya.Rambut pendek bergelombang, membuat Jeremy sangat terkejut."Rebecca," gumam lelaki itu. Wanita itu pun sama, terkejut karena bertemu pandang dengan Jeremy."Mami ...." Kedua anak itu berlari senang ke arah wanita tadi. Dengan cepat, wanita itu memeluk kedua anak itu dan membawanya menjauh.Jeremy berniat mengejar. Namun suara panggilan Sam dan Desca mengalihkan perhatiannya."Mami kenapa begitu terlihat panik? Dan kenapa kita pulang secepat ini?" tanya Ansel."Iya, Mami nggak asik, baru juga kita mau berenang," celetuk Clara, kesal."Mami lupa, kalau Mami ada urusan. Kita pulang dulu, oke.""Benar- benar jalan- jalan yang mengesalkan, tidak sesuai dengan harapan," ungkap Clara bernada kecewa."Sudahlah, nanti kalau Mami di pecat, kita semua d
Bab149"Suamiku ...." Desca memeluk suaminya dari belakang.Jeremy tersenyum. "Kamu belum tidur?""Belum! Aku pengen makan pizza." "Pesan sayang." Jeremy mengusap lembut tangan sang istri."Sudah, aku mau disuapin sama kamu," bisik wanita itu di dekat telinga suaminya."Untuk malam ini saja, tolong." Jeremy menghentikan aktivitasnya dan melepaskan pelukan Desca, kemudian lelaki itu berdiri, menghadap istrinya sembari tersenyum."Ayo!" Kata Jeremy tersenyum, membuat Desca sumringah. Keduanya keluar kamar, dengan Jeremy yang merangkul mesra istrinya itu.Hari- hari Desca di penuhi kebahagiaan, apalagi saat dia positif hamil kembali, setelah 2 bulan yang lalu dia keguguran._______"Bos yakin akan ke Negeri Fantasy? Bukankah nyonya Jovanka sudah mewanti Anda, untuk tidak muncul di kehidupan nona Desca lagi.""Aku hanya ingin bertemu dia, cuma sekali saja, memastikan dia bahagia. Aku mendengar kabar beberapa bulan yang lalu, dia keguguran anakku.""Bos, ada baiknya untuk kita menjauhi ny
Bab148"Dalam sepanjang hidup masa sulitku, kamu adalah saudara yang begitu kejam, tidak pernah mencariku sama sekali. Aku bertahan hidup dengan berbagai cara, sedangkan kamu hidup dengan nyaman di rumah ini tanpa beban. Kamu pasti tidak pernah merasakan takut akan kelaparan, seperti yang sering aku rasakan," lirih Elvina.Joe dan Case terdiam."Aku marah, sangat marah setelah tahu kamu mengurus seluruh tanah peninggalan kakek, tanpa mencariku terlebih dahulu. Bisakah kukatakan kamu serakah?" Joe menarik napas, dan mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang."Datanglah, dan bawa seluruh berkas yang aku minta," tegas Joe kepada lelaki di telepon. Usai panggilan telepon di matikan, Joe kembali menatap Elvina."Katakanlah, apa maumu sekarang ini. Jika kamu ingin tinggal di tempat ini, maaf tidak bisa. Biar bagaimana pun juga, aku tahu tabiatmu begitu jelek kepada Case.""Suamiku jangan begitu! Biar bagaimana pun juga, Elvina adalah saudara perempuanmu, dia kerabat kita.""Tidak! Aku