Bab50"Khilaf bertahun- tahun, Bu?" sindir Case."Case, saya dan keluarga hanya manusia biasa, kau tidak berhak membenci kami secara sepihak. Biar bagaimana pun juga, apapun yang kamu butuhkan, kami selalu cukupi dan bantu.""Itu menjadi kewajiban kalian, karena anakku menantu di rumah ini." Wiliam menyahut dengan keras."Kalian bukan hanya menyakitiku sebagai menantu. Tapi juga anakku, sebagai cucu pertama keluarga ini. Kalian anggap kami sampah," terang Case dengan hati sakit."Maaf," lirih nyonya Sabhira."Tapi biar bagaimana pun juga, Case adalah istrinya Joe, anak kami. Maka dari itu, tidak mungkin Case meninggalkan rumah ini begitu saja," ucap nyonya Sabhira dengan berani, membuat Wiliam tersulut emosi."Mantako Jordan!" teriak Wiliam, sembari memandangi tajam wajah nyonya Sabhira."Ya, Tuan." Mantako Jordan mendekat."Hancurkan seluruh bisnis keluarga Wilianus! Agar mereka tahu, menyakiti keluarga Wiliam, sama saja dengan mendekati kehancuran mereka," teriak Wiliam lantang. Mem
Bab51"Ketua saya mohon! Pertimbangkan lagi. Biar bagaimana pun juga, Joe adalah ayah dari cucu anda. Cucu kita, Ketua. Bagaimana jika nanti dia tahu, bahwa Anda, adalah orang yang membuat dia dan ayahnya terpisah," ucap nyonya Sabhira lagi."Cucu kita? Itu adalah cucuku! Bukan cucumu, paham!" bentak Wiliam. "Andai aku tidak terpisah dengan Case dan Ibunya. Tidak akan kubiarkan, sampah seperti kalian menyakitinya, bahkan menjadikannya menantu keluarga ini.""Tetapi faktanya dia adalah cucuku juga! Anak kandung Joe," jawab nyonya Sabhira lagi."Apakah anda tidak kasihan pada nasibnya kelak? Besar tanpa sosok seorang ayah, sepertinya ibunya," sindir nyonya Sabhira dengan berani."Rupanya kau berani sekali padaku! Baiklah, jangan salahkan aku, jika kejadian malam ini, adalah malam yang akan kau dan keluarga sesali.""Ketua anda salah paham, aku hanya----.""Hentikan," teriak Joe keras. "Ibu terlalu banyak bicara, hanya akan membuat kita semakin dalam masalah.""Joe, ibu membela kamu," sa
Bab52"Coba tanyakan pada mereka! Apakah mereka akan mengira dan tahu, bahwa Case anak Ketua Wiliam Alexander yang sangat kami hormati? Tidak satu pun yang akan percaya. Sebab apa? Maafkan saya Ketua. Dari penampilan dan kehidupan yang Case jalani, itu sangatlah buruk dan memalukan.""Cukup! Tutup mulut busukmu itu," hardik Joe dengan keras. "Bahkan dalam keadaan seperti ini saja, kamu masih berkata menghina.""Mantako Jordan," panggil Wiliam. "Ya, Tuan," sahut Mantako Jordan."Katakan pada Khan Wilson, putuskan hubungan kerjasama kita kepada White enterprise dan pecat Joe Wilianus secara tidak hormat dan masukan seluruh anggota keluarga White dalam daftar hitam kota Monarki, beserta keluarga Wilianus tanpa terkecuali."Mendengar titah Wiliam pada Mantako Jordan, seketika lutut Mary White mendadak gemetar. Mantako Jordan pun bersiap untuk menjalankan tugas dari sang Tuan."Mohon jangan lakukan itu pada putraku, Ketua. Tolong, tolong kasihani kami," mohon nyonya Sabhira dengan terisa
Bab53Mantoko Jordan mendapat panggilan telepon. Lelaki itu nampak panik dan begitu terkejut, dengan langkah perlahan, Mantako Jordan berbisik kepada Wiliam."Nyonya menghilang dan para pengawal mati dibantai."Wiliam pun ikut terkejut, mendengar berita dari Mantako Jordan."Jangan katakan apapun pada Case! Sekarang kita bawa dia ke vila dulu," ucap Wiliam. Mantako Jordan mengangguk."Ketua saya mohon maafkan kami," lirih nyonya Sabhira dengan suara bergetar. Dia tidak menyangka, menantu miskinnya itu, adalah anak orang hebat, terkaya dan sangat di takuti di kota Monarki ini.Wiliam bangkit dari duduknya dan menatap Mary dengan tajam. "Ini baru permulaan Mary. Biar bagaimana pun juga, kamu harus merasakan luka yang sama, luka yang anak saya alami selama ini.""Rasanya sangat tidak adil, Ketua. Biar bagaimana pun juga, kami tidak ada yang tahu fakta tentang Case. Yang kami tahu, dia hanyalah anak tanpa ayah. Kami mengira, dia anak haram, tanpa tahu fakta mengejutkan tentang dia."Wili
Bab54Prangg .... "Dasar bodoh!" teriak Jose White kepada Mary White yang terdiam, ketika sang ayah marah besar kepadanya."Kamu tidak tahu jika wanita itu anak kandung ketua? Kamu bodoh dalam hal ini," hardik Jose White dengan penuh emosi."Kakakmu Deslim akan menanggung semua kebodohanmu ini, Mary.""Maaf," lirih Mary dengan tergugu."Kau pikir dengan kata maaf, semua selesai begitu saja, dan kita menjadi lupa dengan semua yang terjadi? Oh, anak ini benar- benar bodoh, tidak heran jika Joe Wilianus hanya memanfaatkan dia saja.""Joe tidak seperti itu, ayah." Mary tidak terima, kekasihnya pun ikut dihina."Lalu apa? Apakah selama bertahun- tahun ini, hubungan kalian menjadi jelas? Dia bahkan lebih memilih menikahi wanita lain, bukan kamu. Dan kamu tetap baik, bahkan rela menjadi simpanannya? Dimana harga dirimu itu, Mary.""Ayah cukup! Aku mencintai Joe, apapun yang terjadi," tekan Mary dengan tekad bulat."Meskipun hidup kalian miskin?""Kami tidak akan miskin, ayah. Joe adalah lel
Bab55Plakkk .... Deslim menampar keras wajah Mary. Wanita itu meringis menahan kesakitan, sembari memegangi pipinya yang panas."Bagaimana mungkin kamu bisa membuat keluarga kita dalam masalah? Bahkan kamu bisa saja membuat rencana pernikahanku dengan Jeremy itu gagal total," teriak Deslim."Aku tidak tahu, kalau wanita miskin itu saudara kembar Jeremy.""Jangan jadikan ketidaktahuanmu itu, bencana bagi keluarga kita," bentak Deslim lagi.Mary hanya menangis, menahan sakit hati penghinaan keluarganya karena merasa dipojokkan. Dan sakit fisik, akibat tamparan keras Deslim."Sudahlah Nak, kendalikan diri." Ucapan sang Ibu Desert White tidak juga mampu meredakan emosi Deslim.Sedangkan Jose White hanya terdiam, lelaki tua itu sangat pusing memikirkan nasib perusahaannya."Perempuan bodoh ini harus di didik dengan keras, Bu. Dia mereskan keluarga ini, hanya demi lelaki bodoh seperti Joe.""Joe tidak bodoh," bentak Mary, yang tidak terima ucapan kasar Deslim kepada Joe."Lelaki itu bodoh
Bab56"Apa? Kau akan membawa Case ke rumah ini?" tanya Angela dengan terkejut, ketika Wiliam meminta para pelayan membersihkan kamar besar di lantai 3. Kamar yang dulunya memang di peruntukkan untuk Case, jika wanita itu kelak Wiliam temukan.Kamar yang semula dihuni oleh Angela dan Wiliam, kini di haruskan lelaki itu untuk anak perempuannya."Kenapa harus kamar itu? Aku sangat senang dan menyukai kamar itu.""Itu kamar memang khusus untuk dia. Dengarkan aku, Angela. Jangan membantah!" tekan Wiliam dengan tatapan tajam dan tidak senang dengan bantahan."Baiklah, sepertinya kamu terlalu senang dengan kehadiran Case. Bahkan, kamu lupa untuk bersikap lembut kepada istrimu sendiri.""Ini bukan tentang sikap yang lembut atau kasar! Ini hanya tentang ketegasan dalam mengambil sikap dan keputusan.""Setidaknya bukan kamar itu! Kamar yang begitu aku sukai." Wiliam mendengkus. "Kamar itu bukan hak kita. Dari awal kamu sudah tahu, kamar itu untuk Case."Entah mengapa, semenjak Wiliam bertemu
Bab57Diacara perjamuan yang Wiliam adakan, dan mengundang beberapa tokoh penting dan berpengaruh seluruh kota Monarki, Negri Fantasy dan Negri awan pun berdatangan."Perkenalkan, dia Case Mowelas! Anak pertama saya dan Aluna Welas. Kakak kembar dari Jeremy Alexander."Hati Angela murka, melihat Case di perkenalkan sebagai anaknya dengan Aluna Welas. Bahkan yang membuat Angela semakin sakit hati, kini semua tahu, bahwa dia hanyalah seorang Ibu tiri dari kedua anak kandung Wiliam."Kemana Ibunya?" tanya salah satu tokoh berpengaruh di Negri Fantasy."Kebetulan Aluna Welas sedang dalam masa pemulihan, pasca sembuh dari koma. Jika sudah kembali sehat, saya akan memperkenalkannya pada kalian semua."Semua bertepuk tangan, membuat hati Angela semakin mendidih.Khan Wilson sedikit terkejut, ketika mendengarkan pengumuman tentang status Case Mowelas di keluarga besar Wiliam.Wajah Case nampak tersenyum ramah di atas panggung. Wanita satu anak itu sangat cantik dan menawan, membuat beberapa p
Bab156"Semua begitu cepat berubah. Dalam hitungan beberapa hari saja, tingkah kamu menjadi begitu tidak biasa. Ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan mereka?" tanya Desca pada Jeremy, ketika mereka masuk ke dalam mobil Jeremy."Itu hanya perasaan kamu saja. Sudahlah, tidak untuk di bahas, semua hanyalah kebetulan.""Oh ya? Bagaimana mungkin ini kebetulan. Sedangkan pagi sekali, kamu pergi meninggalkan rumah tanpa pamit. Ini bukan kamu, Jeremy. Aku ini istri kamu, aku kenal kamu dengan baik."Jeremy menarik napas, dan mulai melajukan mobilnya. Desca terdiam, karena Jeremy tidak menanggapi ucapannya. Hatinya jelas gelisah, sebab di selimuti perasaan curiga."Aku mampu mencari tahunya sendiri, jika kamu tidak berani jujur," ujar Desca lagi, membuat Jeremy menelan ludah."Kamu tentu tahu bagaimana sifat burukku. Jika kamu membuat sesuatu yang salah, dan tidak berani mengakuinya, maka aku pun tidak segan- segan, melakukan sesuatu yang tidak bisa kamu perkirakan dampaknya," lanjut Desca l
Bab 155Sebagai seorang istri, Desca jelas merasakan sekali perubahan sang suami. Jeremy yang emosi, menatap tajam kepada Desca yang matanya kini berkaca- kaca."Aku butuh ketenangan, paham!!" tekan Jeremy. Wanita itu hanya terdiam, meski air mata kini jatuh berhamburan membasahi pipinya. Hal itu membuat Jeremy seketika merasa bersalah dan langsung memeluk Desca."Maaf, maaf jika aku berkata kasar dan melukaimu," lirih Jeremy, sembari memeluk istrinya itu.Desca masih tidak bersuara, dia cukup syok dengan perlakuan Jeremy hari ini. "Aku mau istirahat," ujar Desca pada akhirnya, setelah melepaskan diri dengan perlahan dari pelukan Jeremy.Lelaki itu tahu, bahwa kini Desca terluka, dia pun memilih diam dan membiarkan Desca berjalan menuju kasur."Kamu sudah makan?" tanya Jeremy. Namun Desca tidak menyahut dan langsung menenggelamkan diri di dalam selimut.Jeremy terdiam, dan duduk termenung di depan laptopnya yang masih menyala.Bayangan kedua anak kembar Rebecca, membuat pikiran Jere
Bab154"Tidak, aku tidak akan memberitahu mereka," tegas Rebecca. Wanita itu membuang pandangannya dari Jeremy."Oh begitu. Aku yang akan beritahu mereka."Rebecca kembali menatap Jeremy, kemudian tersenyum. "Apakah kamu sudah siap? Jika istrimu mengetahui semuanya?"Jeremy terdiam. Wajahnya nampan gusar, membuat Rebecca tersenyum kecut."Pergilah! Ada baiknya kita, tidak usah saling mengenal lagi. Semua yang pernah terjadi antara kita, anggap saja angin lalu."Jeremy mengernyit. "Angin lalu? Andai tidak ada mereka, tidak masalah bagiku."Mendengar jawaban Jeremy seperti itu, ada perasaan terluka di hati Rebecca. Ingin sekali wanita itu menangis dan mengumpat Jeremy yang berkata selugas itu."Pergilah, aku perlu beristirahat.""Baiklah, tapi ingat, jangan melarangku untuk dekat dan bertemu mereka."Rebecca menatap dalam mata Jeremy. "Akan kupikirkan."Kemudian terdengar bunyi bell. Rebecca beranjak dari duduknya dan menuju pintu. Wanita itu membuka lebar daun pintu dan."Taraaa ...
Bab153Seakan mengulang masa lalu sang Ayah, Jeremy tidak mengenali Clara, seperti Wiliam dulu tidak mengenali Case.Bedanya Wiliam dan Aluna Welas sempat menikah dan bahagia. Sedangkan Rebecca dan Jeremy? Kandas karena hadirnya sosok Rebecca diantara mereka.Panggilan telepon masuk, ketika Jeremy sedang makan siang bersama keluarganya. Melihat nama orang suruhannya yang menghubungi, Jeremy pun menjawab panggilan itu, dengan menjauh dari meja makan."Tuan ....""Ya, bagaimana?""Dia benar nyonya Rebecca yang anda cari selama ini, dan kedua anak itu adalah anaknya, mereka kembar!" seru lelaki di seberang telepon.Jeremy tertegun, mendengar informasi itu."Kembar!!" "Ya, Tuan. Selama ini, nyonya Rebecca bekerja seorang diri menghidupi kedua anaknya, beliau belum menikah. Hanya saja, ada seorang laki- laki yang memang sangat dekat pada mereka.""Siapa itu?""Zacob Catwalk, Tuan."Hati Jeremy terasa tidak nyaman, mendengar tentang Zacob Catwalk yang dekat dengan Rebecca dan kedua anak k
Bab152Panas dingin, kini Rebecca mendadak kaku, dan seakan kesulitan untuk menoleh ke belakang."Siapa nama kamu?" tanya lelaki itu."Ansel, menghindar! Kamu lupa yang Mami katakan? Jangan bicara dengan orang asing," bentak Clara.Gadis berwajah imut itu menarik tangan Ansel, membawanya menjauh dari Jeremy."Aku bukan orang asing," sahut Jeremy. "Mami, Ansel bicara dengan orang asing," kata Clara mendekati Ibunya. Jeremy yang semula berjongkok karena berbicara pada Ansel, pun kini berdiri.Tidak jauh dari mereka berdiri, seorang wanita yang Clara panggil Mami itu seakan mematung."Ayah," seru Samuel, membuat Jeremy menoleh."Suamiku, kamu di sini? Ayo pulang, pendaftaran sudah selesai," seru Desca.Jeremy serba salah, ingin sekali melihat dan menyapa Rebecca lagi. Ah, bukan hanya itu, dia ingin sekali menanyakan tentang kedua anak ini.Hanya Ansel yang ingin dia tanyakan, sedangkan Clara? Jeremy meyakini, bahwa Rebecca telah menikah lagi, dan Clara anak keduanya."Ansel namanya," gu
Bab151"Kita naik taksi online lagi? Om Zacob nggak jemput kita?" tanya Clara mengulangi pertanyaannya tadi."Betul sayang! Om Zacob itu sibuk!" sahut Rebecca lembut."Ah, orang dewasa selalu saja sibuk," celetuk Clara tak senang."Nanti kalau kita dewasa, kita tidak usah sesibuk itu untuk pergi bekerja," sahut Ansel menimpali.Mereka duduk di sebuah halte."Kalau kalian tidak sibuk bekerja, pastikan kalian memiliki uang yang tidak akan pernah habis." "Tentu saja, aku calon wanita sukses dan kaya! Mam. Lihat wajahku, aku cocok menjadi artis di masa depan." Clara menyahut dengan pongahnya, juga dengan gaya centilnya, membuat Rebecca terkekeh."Baiklah, Mami coba percaya itu, oke." "Ansel, kamu sendiri bagaimana?" tanya Rebecca, menoleh ke arah Ansel."Aku calon dokter, Mam. Jadi, jika Mami sakit, aku bisa mengobatinya." "Oke baiklah, kita perlu pembuktian dari ucapan kalian berdua, oke." "Oke." Ketiganya memasuki taksi online. Di perjalanan, sebuah mobil terlihat mengejar ke arah
Bab150Jeremy tertegun, melihat kedua anak itu."Clara, Ansel," teriak seorang wanita, dengan suara yang tidak asing di telinga Jeremy.Jeremy menoleh ke arah wanita itu. Wanita yang mengenakan baju kaos hitam ketat, dengan rok lebar bawahannya.Rambut pendek bergelombang, membuat Jeremy sangat terkejut."Rebecca," gumam lelaki itu. Wanita itu pun sama, terkejut karena bertemu pandang dengan Jeremy."Mami ...." Kedua anak itu berlari senang ke arah wanita tadi. Dengan cepat, wanita itu memeluk kedua anak itu dan membawanya menjauh.Jeremy berniat mengejar. Namun suara panggilan Sam dan Desca mengalihkan perhatiannya."Mami kenapa begitu terlihat panik? Dan kenapa kita pulang secepat ini?" tanya Ansel."Iya, Mami nggak asik, baru juga kita mau berenang," celetuk Clara, kesal."Mami lupa, kalau Mami ada urusan. Kita pulang dulu, oke.""Benar- benar jalan- jalan yang mengesalkan, tidak sesuai dengan harapan," ungkap Clara bernada kecewa."Sudahlah, nanti kalau Mami di pecat, kita semua d
Bab149"Suamiku ...." Desca memeluk suaminya dari belakang.Jeremy tersenyum. "Kamu belum tidur?""Belum! Aku pengen makan pizza." "Pesan sayang." Jeremy mengusap lembut tangan sang istri."Sudah, aku mau disuapin sama kamu," bisik wanita itu di dekat telinga suaminya."Untuk malam ini saja, tolong." Jeremy menghentikan aktivitasnya dan melepaskan pelukan Desca, kemudian lelaki itu berdiri, menghadap istrinya sembari tersenyum."Ayo!" Kata Jeremy tersenyum, membuat Desca sumringah. Keduanya keluar kamar, dengan Jeremy yang merangkul mesra istrinya itu.Hari- hari Desca di penuhi kebahagiaan, apalagi saat dia positif hamil kembali, setelah 2 bulan yang lalu dia keguguran._______"Bos yakin akan ke Negeri Fantasy? Bukankah nyonya Jovanka sudah mewanti Anda, untuk tidak muncul di kehidupan nona Desca lagi.""Aku hanya ingin bertemu dia, cuma sekali saja, memastikan dia bahagia. Aku mendengar kabar beberapa bulan yang lalu, dia keguguran anakku.""Bos, ada baiknya untuk kita menjauhi ny
Bab148"Dalam sepanjang hidup masa sulitku, kamu adalah saudara yang begitu kejam, tidak pernah mencariku sama sekali. Aku bertahan hidup dengan berbagai cara, sedangkan kamu hidup dengan nyaman di rumah ini tanpa beban. Kamu pasti tidak pernah merasakan takut akan kelaparan, seperti yang sering aku rasakan," lirih Elvina.Joe dan Case terdiam."Aku marah, sangat marah setelah tahu kamu mengurus seluruh tanah peninggalan kakek, tanpa mencariku terlebih dahulu. Bisakah kukatakan kamu serakah?" Joe menarik napas, dan mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang."Datanglah, dan bawa seluruh berkas yang aku minta," tegas Joe kepada lelaki di telepon. Usai panggilan telepon di matikan, Joe kembali menatap Elvina."Katakanlah, apa maumu sekarang ini. Jika kamu ingin tinggal di tempat ini, maaf tidak bisa. Biar bagaimana pun juga, aku tahu tabiatmu begitu jelek kepada Case.""Suamiku jangan begitu! Biar bagaimana pun juga, Elvina adalah saudara perempuanmu, dia kerabat kita.""Tidak! Aku