Bab30
Khan Wilson yakin, tidak ada yang kebetulan, semua pasti ada sebabnya. Hal itu pulalah, yang membuatnya semakin dilanda rasa penasaran yang tinggi.
Khan Wilson menunjukkan kamar untuk Case tempati.
"Kamu yakin ini kamarku?" tanya Case pada Khan. Kamar yang sangat mewah dan luas. Serta di lengkapi dengan perabotan elit di dalamnya.
"Tentu saja, di apartemen ini, kamar cuma ada dua. Apakah kamu mau sekamar denganku?" tanya Khan dengan tatapan nakal.
"Haha." Case menanggapinya dengan tawa.
"Masuk dan beristirahatlah! Aku ke kantor dulu, masih ada pekerjaanku yang belum selesai," kata Khan.
"Baiklah, sekali lagi terimakasih," jawab Case lembut.
"Tidak masalah," sahut Khan sembari tersenyum manis.
Case merebahkan dirinya di atas kasur empuk. Pandangannya menerawang keseluruh langit-langit kamar yang di desain sangat mewah dan indah.
Wanita itu meraih ponselnya dan membuka layar kunci. Begitu banyak panggila
Bab31"Ini untukmu!" Khan Wilson memberikan bingkisan tas belanja dari brand ternama."Apa ini?" Case bingung dan meraih itu dari tangan Khan."Pakailah gaun ini, dan ikut bersamaku malam ini."Case Mowelas mengernyit. "Tuan, apakah kita akan pergi ke pesta? Bagaimana caraku untuk berbahagia, sedangkan ibuku belum juga di temukan dan aku belum tahu kabarnya sama sekali.""Kamu tenang saja, cepat atau lambat, kamu pasti akan tahu. Maka dari itu, ikutlah bersamaku malam ini.""Tuan Khan, apa maksud anda? Apakah ada sesuatu yang di sembunyikan?" selidik Case.Khan Wilson tersenyum. "Ini kejutan untukmu," jawab Khan Wilson."Tahan semua rasa penasaranmu, yang jelas, kamu pasti akan tahu maksudku nanti."Case pun mengalah, dan dia pun hanya mengikuti ucapan lelaki tampan di depannya itu._____"Case bersamamu?" tanya Wiliam, ketika memanggil Khan Wilson ke ruangannya."Ya, Tuan."Wiliam m
Bab32Suara bariton itu membuat Deslim terkejut."Ketua," desah Deslim White.Lelaki yang dipanggil ketua itu pun mendekati mereka. Deslim White, Khan Wilson memberi hormat, hanya Case yang bersikap dingin, ketika melihat lelaki itu mendekati mereka."Deslim, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Wiliam."Saya hanya makan siang bersama teman-teman. Tapi mereka sudah pulang, dan saya pun berniat untuk pulang juga," jawab Deslim dengan ramah."Oh." Wiliam menjawab datar."Tuan Wilson, mari kita naik," ucap Wiliam."Deslim, saya duluan oke," lanjut Wiliam dengan santai.Deslim hanya tersenyum kecil menanggapi. Hatinya bertanya-tanya, ada pertemuan apa, antara calon mertuanya itu dengan wanita miskin yang kini menjadi perhatiannya dengan serius.Mereka memasuki ruang private yang telah di sediakan.Masing-masing mengambil posisi duduk. Case menatap datar wajah lelaki di depannya.Dalam hati dia
Bab33Sebulan lamanya, Case tinggal bersama Khan Wilson."Mengapa Case tidak pernah mencari ibunya lagi? Dia bahkan lebih banyak diam sekarang ini," gumam Khan Wilson, sembari sesekali melirik Case, yang sedang menyantap sarapannya."Case, mau menemaniku hari ini?" tanya Khan Wilson."Kemana?" Case bertanya balik."Sudah, nanti juga kamu akan tahu! Aku tidak menerima penolakkan, oke!" tegas Khan Wilson tersenyum kecil, dan di sambut senyuman kecil pula dari Case.Usai sarapan, keduanya pun bersiap, dan menuju mobil.Pusat perbelanjaan terbesar, kini menjadi tujuan keduanya.Case memandangi pusat perbelanjaan itu dengan perasaan kagum."Milik ayah," gumam Case dalam hati.Khan Wilson meraih tangan Case Mowelas dan membawanya berjalan-jalan menyusuri tempat yang menjadi surga bagi semua wanita di dunia ini.Segala kemewahan dan keindahan ada tersusun rapi menggoda mata.Sesekali Case takjub mel
Bab34"Bicaralah! Aku tidak ingin berlama-lama," titah Case."Oh ya, kapan kamu ajukan perceraian kita? Aku sangat tidak sabar, untuk terlepas dari semua ini," lanjut Case."Apakah kamu seyakin itu? Bahwa aku akan menceraikanmu?""Oh, jadi kamu berniat membuat hubungan ini tidak terarah?""Tergantung sikap kamu, Case."Case mendengkus. "Joe Wilianus, apakah kamu tidak jenuh dengan semua permintaan Ibu? Bukankah ini impiannya, membuat aku pergi dari rumah ini, dan memisahkan aku dan kamu. Oh lupa, itu juga impianmu kan!" ucap Case sembari tersenyum mengejek."Apapun yang kamu katakan, aku tidak perduli, oke. Yang penting, kamu kembali pulang ke rumah, atau kutuntut Tuan Khan kesayanganmu itu ke pengadilan, karena telah berani membawa pergi istri orang," tegas Joe pada Case."Mereka menyimpan sesuatu yang aku perlukan sebagai bukti. Bertahanlah dan carilah buktinya demi ibumu, dan kita sama-sama mencari keadilan untuknya." Perkat
Bab35"Case akan tinggal di rumah ini lagi. Biar bagaimana pun, Case adalah menantu di rumah ini."Nyonya Sabhira mendengkus. "Aku tidak pernah mengakuinya, menjijikkan sekali," ejek nyonya Sabhira, sembari memandang rendah ke arah Case."Ini keputusan Joe, suka tidak suka, Case akan tetap tinggal di sini," tegas Joe. Kemudian laki-laki itu meraih tangan Case, dan membawa wanita itu masuk ke dalam rumah.Nyonya Sabhira sangatlah marah, mendapati sikap Joe yang semakin seenaknya. Akan tetapi, wanita tua itu tetap menyabarkan diri, dan berniat lain pada Case.Mungkin dengan adanya wanita itu lagi, dia tidak perlu repot mencari pembantu. Sebab kedatangan Case kembali, hanya untuk dia perbudak saja.Elvina yang mengetahui kedatangan Case lagi pun terkejut."Ibu kenapa diterima lagi? Kalau sampai si Mary tahu, pasti dia akan menyetop uang jajan Elvina," keluh wanita itu kesal."Mau bagaimana lagi? Kakak kamu yang begitu memaksa. Sud
Bab36Sepanjang perjalanan menuju Yayasan, Joe dan Case tidak lagi banyak bicara.Keduanya saling terdiam, usai memperdebatkan perlakuan nyonya Sabhira padanya.Tiba-tiba, mobil keduanya memasuki jalan sepi dan dihadang beberapa mobil hitam yang terbilang cukup mahal.Joe dan Case sangat terkejut. "Siapa mereka? Mengapa mereka menutup jalan kita?" gumam Case yang mulai gemetar."Tidak tahu, aku tidak mengenali siapapun diantara mereka," jawab Joe.Seseorang berpakaian serba hitam, dengan masker penutup wajah, dan topi hitam yang berada di kepalanya."Keluar," teriak lelaki itu, sambil mengacungkan senjata api ke arah mobil mereka."Joe," lirih Case, sembari memegangi tangan Joe."Kita keluar," jawab Joe tenang. Lelaki itu berusaha tidak panik."Aku takut," ucap Case lagi, dengan tubuhnya yang mulai gemetar."Kita keluar saja, dari pada mati konyol mereka tembak," tegas Joe pada Case.
Bab37"Aku tidak tahu, dan aku pun sedang mencarinya," jawab Case."Brengsek! Jika sampai kutemukan Ibu, maka akan kupastikan, kamu tidak akan bisa bersamanya lagi," ancam Jeremy."Apakah ini didikan Ayah? Atau wanita jalang itu?" bentak Case.Jeremy terkejut, melihat keberanian Case padanya."Kau pikir dirimu hebat? Memperlakukan aku serendah ini? Jangan karena kamu difasilitasi segala kemewahan dan kekuasaan, sehingga membuatmu lupa cara memperlakukan manusia layaknya manusia. Ingat Jeremy, yang menderita dalam hal ini bukan cuma kamu! Tapi aku juga brengsek," teriak Case."Lancang sekali bicaramu, kau tidak tahu siapa aku? Aku pewaris tunggal perusahaan dan kekayaan Giant Company Group. Aku tidak perduli siapa kamu, bagiku, kamu dan ibu adalah manusia paling jahat," hardik Jeremy."Oke, Jeremy. Kupikir karena aku adalah wanita, maka aku tidak perduli dengan harta dan kuasa. Tapi melihat kamu begitu angkuh, maka jangan salahkan aku,
Bab38Melihat srigala ini nampak buas dan berlari cepat ke arah mereka, Case mendorong kasar tubuh Joe agar menjauh."Pergilah! Dan tinggalkan aku, selamatkan dirimu, Joe," teriak Case panik.Joe tersungkur lumayan jauh dari Case. Namun lelaki itu bergegas meraih kayu besar dan berlari ke arah srigala yang siap menerkam Case."Selamatkan diri kita berdua bodoh! Mau sejauh apalagi kita lari? Dia akan terus mengejar. Cepat lepaskan kakimu dari tanaman sialan itu," teriak Joe, sembari menghalau srigala itu.Case pun tidak menyia-nyiakan kesempatan, dia berusaha kuat melepaskan lilitan tanaman berduri itu dari kakinya, meski sakit sekali, ketika dia harus memaksa tanaman yang menancap kuat di kakinya itu harus terlepas.Darah memang semakin mengucur, namun Case tidak tinggal diam. Dia pun meraih ponsel dan melihat ada sebatang sinyal, untuk dia melakukan panggilan telepon ke nomor ayahnya."Astaga Joe," teriak Case, yang melihat Joe tersu
Bab156"Semua begitu cepat berubah. Dalam hitungan beberapa hari saja, tingkah kamu menjadi begitu tidak biasa. Ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan mereka?" tanya Desca pada Jeremy, ketika mereka masuk ke dalam mobil Jeremy."Itu hanya perasaan kamu saja. Sudahlah, tidak untuk di bahas, semua hanyalah kebetulan.""Oh ya? Bagaimana mungkin ini kebetulan. Sedangkan pagi sekali, kamu pergi meninggalkan rumah tanpa pamit. Ini bukan kamu, Jeremy. Aku ini istri kamu, aku kenal kamu dengan baik."Jeremy menarik napas, dan mulai melajukan mobilnya. Desca terdiam, karena Jeremy tidak menanggapi ucapannya. Hatinya jelas gelisah, sebab di selimuti perasaan curiga."Aku mampu mencari tahunya sendiri, jika kamu tidak berani jujur," ujar Desca lagi, membuat Jeremy menelan ludah."Kamu tentu tahu bagaimana sifat burukku. Jika kamu membuat sesuatu yang salah, dan tidak berani mengakuinya, maka aku pun tidak segan- segan, melakukan sesuatu yang tidak bisa kamu perkirakan dampaknya," lanjut Desca l
Bab 155Sebagai seorang istri, Desca jelas merasakan sekali perubahan sang suami. Jeremy yang emosi, menatap tajam kepada Desca yang matanya kini berkaca- kaca."Aku butuh ketenangan, paham!!" tekan Jeremy. Wanita itu hanya terdiam, meski air mata kini jatuh berhamburan membasahi pipinya. Hal itu membuat Jeremy seketika merasa bersalah dan langsung memeluk Desca."Maaf, maaf jika aku berkata kasar dan melukaimu," lirih Jeremy, sembari memeluk istrinya itu.Desca masih tidak bersuara, dia cukup syok dengan perlakuan Jeremy hari ini. "Aku mau istirahat," ujar Desca pada akhirnya, setelah melepaskan diri dengan perlahan dari pelukan Jeremy.Lelaki itu tahu, bahwa kini Desca terluka, dia pun memilih diam dan membiarkan Desca berjalan menuju kasur."Kamu sudah makan?" tanya Jeremy. Namun Desca tidak menyahut dan langsung menenggelamkan diri di dalam selimut.Jeremy terdiam, dan duduk termenung di depan laptopnya yang masih menyala.Bayangan kedua anak kembar Rebecca, membuat pikiran Jere
Bab154"Tidak, aku tidak akan memberitahu mereka," tegas Rebecca. Wanita itu membuang pandangannya dari Jeremy."Oh begitu. Aku yang akan beritahu mereka."Rebecca kembali menatap Jeremy, kemudian tersenyum. "Apakah kamu sudah siap? Jika istrimu mengetahui semuanya?"Jeremy terdiam. Wajahnya nampan gusar, membuat Rebecca tersenyum kecut."Pergilah! Ada baiknya kita, tidak usah saling mengenal lagi. Semua yang pernah terjadi antara kita, anggap saja angin lalu."Jeremy mengernyit. "Angin lalu? Andai tidak ada mereka, tidak masalah bagiku."Mendengar jawaban Jeremy seperti itu, ada perasaan terluka di hati Rebecca. Ingin sekali wanita itu menangis dan mengumpat Jeremy yang berkata selugas itu."Pergilah, aku perlu beristirahat.""Baiklah, tapi ingat, jangan melarangku untuk dekat dan bertemu mereka."Rebecca menatap dalam mata Jeremy. "Akan kupikirkan."Kemudian terdengar bunyi bell. Rebecca beranjak dari duduknya dan menuju pintu. Wanita itu membuka lebar daun pintu dan."Taraaa ...
Bab153Seakan mengulang masa lalu sang Ayah, Jeremy tidak mengenali Clara, seperti Wiliam dulu tidak mengenali Case.Bedanya Wiliam dan Aluna Welas sempat menikah dan bahagia. Sedangkan Rebecca dan Jeremy? Kandas karena hadirnya sosok Rebecca diantara mereka.Panggilan telepon masuk, ketika Jeremy sedang makan siang bersama keluarganya. Melihat nama orang suruhannya yang menghubungi, Jeremy pun menjawab panggilan itu, dengan menjauh dari meja makan."Tuan ....""Ya, bagaimana?""Dia benar nyonya Rebecca yang anda cari selama ini, dan kedua anak itu adalah anaknya, mereka kembar!" seru lelaki di seberang telepon.Jeremy tertegun, mendengar informasi itu."Kembar!!" "Ya, Tuan. Selama ini, nyonya Rebecca bekerja seorang diri menghidupi kedua anaknya, beliau belum menikah. Hanya saja, ada seorang laki- laki yang memang sangat dekat pada mereka.""Siapa itu?""Zacob Catwalk, Tuan."Hati Jeremy terasa tidak nyaman, mendengar tentang Zacob Catwalk yang dekat dengan Rebecca dan kedua anak k
Bab152Panas dingin, kini Rebecca mendadak kaku, dan seakan kesulitan untuk menoleh ke belakang."Siapa nama kamu?" tanya lelaki itu."Ansel, menghindar! Kamu lupa yang Mami katakan? Jangan bicara dengan orang asing," bentak Clara.Gadis berwajah imut itu menarik tangan Ansel, membawanya menjauh dari Jeremy."Aku bukan orang asing," sahut Jeremy. "Mami, Ansel bicara dengan orang asing," kata Clara mendekati Ibunya. Jeremy yang semula berjongkok karena berbicara pada Ansel, pun kini berdiri.Tidak jauh dari mereka berdiri, seorang wanita yang Clara panggil Mami itu seakan mematung."Ayah," seru Samuel, membuat Jeremy menoleh."Suamiku, kamu di sini? Ayo pulang, pendaftaran sudah selesai," seru Desca.Jeremy serba salah, ingin sekali melihat dan menyapa Rebecca lagi. Ah, bukan hanya itu, dia ingin sekali menanyakan tentang kedua anak ini.Hanya Ansel yang ingin dia tanyakan, sedangkan Clara? Jeremy meyakini, bahwa Rebecca telah menikah lagi, dan Clara anak keduanya."Ansel namanya," gu
Bab151"Kita naik taksi online lagi? Om Zacob nggak jemput kita?" tanya Clara mengulangi pertanyaannya tadi."Betul sayang! Om Zacob itu sibuk!" sahut Rebecca lembut."Ah, orang dewasa selalu saja sibuk," celetuk Clara tak senang."Nanti kalau kita dewasa, kita tidak usah sesibuk itu untuk pergi bekerja," sahut Ansel menimpali.Mereka duduk di sebuah halte."Kalau kalian tidak sibuk bekerja, pastikan kalian memiliki uang yang tidak akan pernah habis." "Tentu saja, aku calon wanita sukses dan kaya! Mam. Lihat wajahku, aku cocok menjadi artis di masa depan." Clara menyahut dengan pongahnya, juga dengan gaya centilnya, membuat Rebecca terkekeh."Baiklah, Mami coba percaya itu, oke." "Ansel, kamu sendiri bagaimana?" tanya Rebecca, menoleh ke arah Ansel."Aku calon dokter, Mam. Jadi, jika Mami sakit, aku bisa mengobatinya." "Oke baiklah, kita perlu pembuktian dari ucapan kalian berdua, oke." "Oke." Ketiganya memasuki taksi online. Di perjalanan, sebuah mobil terlihat mengejar ke arah
Bab150Jeremy tertegun, melihat kedua anak itu."Clara, Ansel," teriak seorang wanita, dengan suara yang tidak asing di telinga Jeremy.Jeremy menoleh ke arah wanita itu. Wanita yang mengenakan baju kaos hitam ketat, dengan rok lebar bawahannya.Rambut pendek bergelombang, membuat Jeremy sangat terkejut."Rebecca," gumam lelaki itu. Wanita itu pun sama, terkejut karena bertemu pandang dengan Jeremy."Mami ...." Kedua anak itu berlari senang ke arah wanita tadi. Dengan cepat, wanita itu memeluk kedua anak itu dan membawanya menjauh.Jeremy berniat mengejar. Namun suara panggilan Sam dan Desca mengalihkan perhatiannya."Mami kenapa begitu terlihat panik? Dan kenapa kita pulang secepat ini?" tanya Ansel."Iya, Mami nggak asik, baru juga kita mau berenang," celetuk Clara, kesal."Mami lupa, kalau Mami ada urusan. Kita pulang dulu, oke.""Benar- benar jalan- jalan yang mengesalkan, tidak sesuai dengan harapan," ungkap Clara bernada kecewa."Sudahlah, nanti kalau Mami di pecat, kita semua d
Bab149"Suamiku ...." Desca memeluk suaminya dari belakang.Jeremy tersenyum. "Kamu belum tidur?""Belum! Aku pengen makan pizza." "Pesan sayang." Jeremy mengusap lembut tangan sang istri."Sudah, aku mau disuapin sama kamu," bisik wanita itu di dekat telinga suaminya."Untuk malam ini saja, tolong." Jeremy menghentikan aktivitasnya dan melepaskan pelukan Desca, kemudian lelaki itu berdiri, menghadap istrinya sembari tersenyum."Ayo!" Kata Jeremy tersenyum, membuat Desca sumringah. Keduanya keluar kamar, dengan Jeremy yang merangkul mesra istrinya itu.Hari- hari Desca di penuhi kebahagiaan, apalagi saat dia positif hamil kembali, setelah 2 bulan yang lalu dia keguguran._______"Bos yakin akan ke Negeri Fantasy? Bukankah nyonya Jovanka sudah mewanti Anda, untuk tidak muncul di kehidupan nona Desca lagi.""Aku hanya ingin bertemu dia, cuma sekali saja, memastikan dia bahagia. Aku mendengar kabar beberapa bulan yang lalu, dia keguguran anakku.""Bos, ada baiknya untuk kita menjauhi ny
Bab148"Dalam sepanjang hidup masa sulitku, kamu adalah saudara yang begitu kejam, tidak pernah mencariku sama sekali. Aku bertahan hidup dengan berbagai cara, sedangkan kamu hidup dengan nyaman di rumah ini tanpa beban. Kamu pasti tidak pernah merasakan takut akan kelaparan, seperti yang sering aku rasakan," lirih Elvina.Joe dan Case terdiam."Aku marah, sangat marah setelah tahu kamu mengurus seluruh tanah peninggalan kakek, tanpa mencariku terlebih dahulu. Bisakah kukatakan kamu serakah?" Joe menarik napas, dan mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang."Datanglah, dan bawa seluruh berkas yang aku minta," tegas Joe kepada lelaki di telepon. Usai panggilan telepon di matikan, Joe kembali menatap Elvina."Katakanlah, apa maumu sekarang ini. Jika kamu ingin tinggal di tempat ini, maaf tidak bisa. Biar bagaimana pun juga, aku tahu tabiatmu begitu jelek kepada Case.""Suamiku jangan begitu! Biar bagaimana pun juga, Elvina adalah saudara perempuanmu, dia kerabat kita.""Tidak! Aku