Bab93Ketika dua lelaki itu mendekat dan berniat menangkap Case, wanita itu malah melawan dan melayangkan serangan. Hingga terdengar suara tembakan senjata api.Membuat Case terkejut. "Diam jangan melawan! Atau anak ini akan mati?" ancam lelaki tua itu, dengan mengacungkan senjata api ke kepala Zaki.Anak lelaki itu terus menangis ketakutan. Namun lelaki yang mengenakan topi itu tidak punya belas kasihan, seakan dia menikmati ketakutan anak itu dengan senang hati."Jangan sakiti anakku! Kalian boleh bunuh aku, asal biarkan anakku hidup! Masa depannya masih panjang, kumohon!" pinta Case mengiba."Kamu pikir kalau kamu mati, anak ini akan selamat?" Lelaki bertopi hitam itu terkekeh. "Jangan harap," lanjutnya lagi, kemudian tertawa keras bersama para rekannya.Kini, lelaki bertato wajahnya, memukul Case dari belakang hingga membuat wanita itu pingsan. Zaki hanya bisa terus menangis ketakutan, juga menahan sakit dari pukulan tangan- tangan lelaki dewasa itu ke wajahnya dengan kejam."Ibu,
Bab94"Tolong keluar dulu, biarkan kami menanganinya dengan tenang," pinta salah perawat itu kepada lelaki yang sedang panik.Dengan berat hati, akhirnya lelaki itu pun memilih keluar ruangan. Dia menatap ponselnya dan menonton berita tentang pembantaian di rumah Case.Case dan sang anak di nyatakan hilang. Jeremy syok mendapati kabar yang mengejutkan itu. Bahkan dari luar kota, dia meninggalkan urusan bisnisnya._______"Kamu kejam," desis Khan Wilson, menatap nyalah kepada Deslim yang duduk dengan anggun, sembari tersenyum."Kamu baru tahu?""Tidak kusangka, kekuasaan merubah kamu menjadi semakin jahat.""Aku sebenarnya tidak ada niat melakukan itu. Hanya saja, kamu yang membuatku nekad melakukannya.""Apa maksud kamu? Bukankah semua yang kamu minta, telah aku turuti semua?""Kamu berani sekali bercinta denganku, tapi menyebut nama wanita lain saat mendesah. Kamu pikir aku ini apa?" bentak Deslim kesal."Hanya itu? Dan membuat kamu hilang akal, kemudian membunuh mereka semua dengan
Bab95"Wow apa itu?" Para tamu semakin terkejut. Terlebih lagi Deslim dan keluarga besarnya sangat syok.Di layar besar itu, menampilkan sosok Deslim yang sedang bercinta dengan dua orang lelaki sekaligus.Sungguh memalukan, kini wajah keluarga besar White seakan di lempar kotoran oleh video panas Deslim."Apa ini? Matikan monitornya," teriak Deslim, namun tidak ada respon dari petugas belakang layar.Deslim benar- benar syok, mendapati semua ini. Terlebih ada suara kekehan Deslim yang mentertawakan kebutaan dan kebodohan suaminya saat itu."Kalian berdua sangat hebat," seru Deslim, usai permainan panas mereka telah selesai."Ngomong- ngomong, apakah Tuan muda Jeremy tidak hebat di atas ranjang?" Salah satu lelaki itu bertanya, sambil mengenakan baju pakaiannya.Deslim terkekeh. "Dia lemah dan tidak perkasa sama sekali."Kedua lelaki itu ikut tertawa keras. "Aku akan memesan kalian lagi nanti, oke. Aku pulang dulu, takut suami butaku itu nanti curiga. Sebelum seluruh harta dan sahamny
Bab96"Tuan, semua berjalan sesuai rencana kita. Tapi ada satu hal yang mengejutkan dari kejadian malam itu.""Aku sudah melihat semua di media. Terimakasih atas bantuanmu," ucap Jeremy, sembari meletakkan dua botol minuman kaleng."Sama- sama Tuan, senang bisa membantu Anda. Tapi apakah Anda tahu, siapa pelaku penyiraman air keras ke wajah Deslim?""Penyiraman air keras?" Jeremy terkejut, mendengar informasi dari orang kepercayaannya itu."Benar Tuan. Deslim kini sedang dirawat di rumah sakit. Kondisinya terbilang parah. Pihak keluarga White mengecam media, yang berani memberitakan hal memalukan yang menimpa Deslim.""Sepertinya bukan cuma aku musuhnya kini, ada orang lain, yang juga ingin Deslim White hancur.""Saya akan mencari tahunya untuk Anda.""Anonim, terimakasih. Saya selalu menunggu kabar baiknya."_________Seorang wanita berjalan dengan gemulai, mengenakan gaun hitam kentat membalut tubuhnya yang langsing. Gaun pendek di atas lutut itu, memancarkan keindahan, juga keseksi
Bab97"Aakkkhh, gelap! Ibu, Ayah, gelap ...." Deslim terus berteriak.Desert White menangis, sedangkan Jose White membeku, melihat anaknya meraung.Ketiga perawat langsung datang memegangi Deslim yang nyaris mengamuk. Seorang dokter laki- laki, masuk ke ruang perawatan Deslim, dan memberikan suntik penenang.Kemudian, ketika Deslim sudah tenang dan sudah bisa di lakukan pemeriksaan. Dokter laki- laki tersebut menghela napas dan meminta kedua orang tua Deslim, untuk datang menemuinya di ruangannya."Apa? Buta Dok?" pekik Desert syok, begitu juga dengan Jose White."Ya, karena air keras tersebut telah mengenai lapisan bening pada sisi terluar, kornea mengelupas, menyebabkan peradangan. Di tambah dengan kondisi trauma pasien, sehingga mengakibatkan kebutaan tidak bisa terhindari."Desert menangis keras dalam pelukan sang suami. Sungguh bencana di hari bahagia Deslim, keluarga besar White tidak menyangka, bahwa semua akan menjadi sekacau ini.Khan Wilson datang menjenguk Deslim ke rumah
Bab98"Oh Tuhan, Deslim. Nak, jangan katakan itu pada kami.""Lepas! Aku mau Khan Wilson, bagaimana mungkin dia tidak ada di sini? Aku butuh dia," teriak Deslim histeris. Wanita itu terus meronta."Yah, tolong!" lirih Desert, dengan sorot mata penuh pengharapan."Baiklah, aku mengerti," kata Jose White. "Deslim tenanglah, Ayah akan menjemput Khan Wilson.""Menjemput? Jadi benar dia tidak ada di sini? Apakah Khan Wilson tidak perduli dengan kondisiku?""Dia di luar! Tadi Ayah minta dia membeli makanan.""Sungguh? Ayah jangan coba- coba membohongiku," kecam Deslim."Tentu saja, untuk apa Ayah kamu berbohong. Khan Wilson selalu ada untukmu, hanya saja kamu selalu mengamuk, membuatnya merasa bersalah, karena tidak bisa melindungimu," dusta Desert menghibur anaknya."Ibu, aku syok dengan kejadian ini. Apakah pelaku penyerangan ini telah tertangkap?""Sudah, Nak. Katanya, dia dendam sama kamu.""Siapa dia? Apakah dia Case Welas?""Case Welas? Bukankah wanita itu telah mati.""Semoga saja me
Bab99"Si-- siapa kamu? ...." Hanya perkataan terbata itu, yang bisa Alung Chan katakan, sebelum tubuhnya terkulai tidak berdaya dan membiru.Case tersenyum menyeringai. "Bagaimana rasanya mati? Seharusnya kamu menjadi targetku lebih dulu. Sebelum Deslim merasakan hidup dalam penderitaan, aku tidak akan mengizinkan dia untuk mati," desis Case sembari beranjak dari kasur.Sembari menendang pelan tubuh kaku Alun Chan, Case menuruni kasur dan berjalan ke arah jendela hotel."Lumayan tinggi," lirihnya. Kemudian Case kembali ke kasur itu, dan membenarkan posisi tidur Alung Chan yang sudah terbujur kaku. Case menutup tubuh itu dengan selimut dan memasangkannya penutup mata. Kemudian membuka pintu hotel.Kedua pengawal Alung Chan hanya terdiam, ketika Case berjalan ke arah mereka."Aku akan keluar untuk mengambil sesuatu. Jangan masuk ke dalam sesuai perintah Tuan Chan, oke."Kedua orang itu pun mengangguk dengan patuh. Setelah yakin dia berjalan sudah jauh, dengan langkah lebar, Case sege
Bab100"Aku mohon!" Jose White kini berlutut, berharap bisa mengetuk pintu hati Khan Wilson.Melihat perbuatan Jose White, Khan Wilson tersentak mundur."Tuan White, apa yang anda lakukan? Jangan seperti ini," pinta Khan Wilson, sembari meraih kedua bahu lelaki paru baya itu.Jose White terisak. Sungguh ini hal yang paling menyakitkan dalam hidupnya, berlutut pada orang yang dari dahulu tidak dia sukai.Orang yang dulunya dia maki dan dia anggap sebagai pecundang. Tapi kini, demi anaknya. Jose White rela berlutut, dan membiarkan harga dirinya pecah seperti cermin yang jatuh ke lantai keramik."Kumohon! Kasihanilah orang tua yang bodoh ini," ucap Jose White mengiba.Ditatapnya kedua mata nanar lelaki paru baya itu. Ada perasaan tidak tega menelusup di hati Khan Wilson."Baiklah, saya mau menemui Deslim. Hanya menemui, tidak lebih.""Baiklah, asalkan kamu mau menemuinya saja, aku sudah sangat berterimakasih," sahut Jose White dengan tatapan berbinar.Keduanya pun berjalan, menuju ke rua
Bab156"Semua begitu cepat berubah. Dalam hitungan beberapa hari saja, tingkah kamu menjadi begitu tidak biasa. Ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan mereka?" tanya Desca pada Jeremy, ketika mereka masuk ke dalam mobil Jeremy."Itu hanya perasaan kamu saja. Sudahlah, tidak untuk di bahas, semua hanyalah kebetulan.""Oh ya? Bagaimana mungkin ini kebetulan. Sedangkan pagi sekali, kamu pergi meninggalkan rumah tanpa pamit. Ini bukan kamu, Jeremy. Aku ini istri kamu, aku kenal kamu dengan baik."Jeremy menarik napas, dan mulai melajukan mobilnya. Desca terdiam, karena Jeremy tidak menanggapi ucapannya. Hatinya jelas gelisah, sebab di selimuti perasaan curiga."Aku mampu mencari tahunya sendiri, jika kamu tidak berani jujur," ujar Desca lagi, membuat Jeremy menelan ludah."Kamu tentu tahu bagaimana sifat burukku. Jika kamu membuat sesuatu yang salah, dan tidak berani mengakuinya, maka aku pun tidak segan- segan, melakukan sesuatu yang tidak bisa kamu perkirakan dampaknya," lanjut Desca l
Bab 155Sebagai seorang istri, Desca jelas merasakan sekali perubahan sang suami. Jeremy yang emosi, menatap tajam kepada Desca yang matanya kini berkaca- kaca."Aku butuh ketenangan, paham!!" tekan Jeremy. Wanita itu hanya terdiam, meski air mata kini jatuh berhamburan membasahi pipinya. Hal itu membuat Jeremy seketika merasa bersalah dan langsung memeluk Desca."Maaf, maaf jika aku berkata kasar dan melukaimu," lirih Jeremy, sembari memeluk istrinya itu.Desca masih tidak bersuara, dia cukup syok dengan perlakuan Jeremy hari ini. "Aku mau istirahat," ujar Desca pada akhirnya, setelah melepaskan diri dengan perlahan dari pelukan Jeremy.Lelaki itu tahu, bahwa kini Desca terluka, dia pun memilih diam dan membiarkan Desca berjalan menuju kasur."Kamu sudah makan?" tanya Jeremy. Namun Desca tidak menyahut dan langsung menenggelamkan diri di dalam selimut.Jeremy terdiam, dan duduk termenung di depan laptopnya yang masih menyala.Bayangan kedua anak kembar Rebecca, membuat pikiran Jere
Bab154"Tidak, aku tidak akan memberitahu mereka," tegas Rebecca. Wanita itu membuang pandangannya dari Jeremy."Oh begitu. Aku yang akan beritahu mereka."Rebecca kembali menatap Jeremy, kemudian tersenyum. "Apakah kamu sudah siap? Jika istrimu mengetahui semuanya?"Jeremy terdiam. Wajahnya nampan gusar, membuat Rebecca tersenyum kecut."Pergilah! Ada baiknya kita, tidak usah saling mengenal lagi. Semua yang pernah terjadi antara kita, anggap saja angin lalu."Jeremy mengernyit. "Angin lalu? Andai tidak ada mereka, tidak masalah bagiku."Mendengar jawaban Jeremy seperti itu, ada perasaan terluka di hati Rebecca. Ingin sekali wanita itu menangis dan mengumpat Jeremy yang berkata selugas itu."Pergilah, aku perlu beristirahat.""Baiklah, tapi ingat, jangan melarangku untuk dekat dan bertemu mereka."Rebecca menatap dalam mata Jeremy. "Akan kupikirkan."Kemudian terdengar bunyi bell. Rebecca beranjak dari duduknya dan menuju pintu. Wanita itu membuka lebar daun pintu dan."Taraaa ...
Bab153Seakan mengulang masa lalu sang Ayah, Jeremy tidak mengenali Clara, seperti Wiliam dulu tidak mengenali Case.Bedanya Wiliam dan Aluna Welas sempat menikah dan bahagia. Sedangkan Rebecca dan Jeremy? Kandas karena hadirnya sosok Rebecca diantara mereka.Panggilan telepon masuk, ketika Jeremy sedang makan siang bersama keluarganya. Melihat nama orang suruhannya yang menghubungi, Jeremy pun menjawab panggilan itu, dengan menjauh dari meja makan."Tuan ....""Ya, bagaimana?""Dia benar nyonya Rebecca yang anda cari selama ini, dan kedua anak itu adalah anaknya, mereka kembar!" seru lelaki di seberang telepon.Jeremy tertegun, mendengar informasi itu."Kembar!!" "Ya, Tuan. Selama ini, nyonya Rebecca bekerja seorang diri menghidupi kedua anaknya, beliau belum menikah. Hanya saja, ada seorang laki- laki yang memang sangat dekat pada mereka.""Siapa itu?""Zacob Catwalk, Tuan."Hati Jeremy terasa tidak nyaman, mendengar tentang Zacob Catwalk yang dekat dengan Rebecca dan kedua anak k
Bab152Panas dingin, kini Rebecca mendadak kaku, dan seakan kesulitan untuk menoleh ke belakang."Siapa nama kamu?" tanya lelaki itu."Ansel, menghindar! Kamu lupa yang Mami katakan? Jangan bicara dengan orang asing," bentak Clara.Gadis berwajah imut itu menarik tangan Ansel, membawanya menjauh dari Jeremy."Aku bukan orang asing," sahut Jeremy. "Mami, Ansel bicara dengan orang asing," kata Clara mendekati Ibunya. Jeremy yang semula berjongkok karena berbicara pada Ansel, pun kini berdiri.Tidak jauh dari mereka berdiri, seorang wanita yang Clara panggil Mami itu seakan mematung."Ayah," seru Samuel, membuat Jeremy menoleh."Suamiku, kamu di sini? Ayo pulang, pendaftaran sudah selesai," seru Desca.Jeremy serba salah, ingin sekali melihat dan menyapa Rebecca lagi. Ah, bukan hanya itu, dia ingin sekali menanyakan tentang kedua anak ini.Hanya Ansel yang ingin dia tanyakan, sedangkan Clara? Jeremy meyakini, bahwa Rebecca telah menikah lagi, dan Clara anak keduanya."Ansel namanya," gu
Bab151"Kita naik taksi online lagi? Om Zacob nggak jemput kita?" tanya Clara mengulangi pertanyaannya tadi."Betul sayang! Om Zacob itu sibuk!" sahut Rebecca lembut."Ah, orang dewasa selalu saja sibuk," celetuk Clara tak senang."Nanti kalau kita dewasa, kita tidak usah sesibuk itu untuk pergi bekerja," sahut Ansel menimpali.Mereka duduk di sebuah halte."Kalau kalian tidak sibuk bekerja, pastikan kalian memiliki uang yang tidak akan pernah habis." "Tentu saja, aku calon wanita sukses dan kaya! Mam. Lihat wajahku, aku cocok menjadi artis di masa depan." Clara menyahut dengan pongahnya, juga dengan gaya centilnya, membuat Rebecca terkekeh."Baiklah, Mami coba percaya itu, oke." "Ansel, kamu sendiri bagaimana?" tanya Rebecca, menoleh ke arah Ansel."Aku calon dokter, Mam. Jadi, jika Mami sakit, aku bisa mengobatinya." "Oke baiklah, kita perlu pembuktian dari ucapan kalian berdua, oke." "Oke." Ketiganya memasuki taksi online. Di perjalanan, sebuah mobil terlihat mengejar ke arah
Bab150Jeremy tertegun, melihat kedua anak itu."Clara, Ansel," teriak seorang wanita, dengan suara yang tidak asing di telinga Jeremy.Jeremy menoleh ke arah wanita itu. Wanita yang mengenakan baju kaos hitam ketat, dengan rok lebar bawahannya.Rambut pendek bergelombang, membuat Jeremy sangat terkejut."Rebecca," gumam lelaki itu. Wanita itu pun sama, terkejut karena bertemu pandang dengan Jeremy."Mami ...." Kedua anak itu berlari senang ke arah wanita tadi. Dengan cepat, wanita itu memeluk kedua anak itu dan membawanya menjauh.Jeremy berniat mengejar. Namun suara panggilan Sam dan Desca mengalihkan perhatiannya."Mami kenapa begitu terlihat panik? Dan kenapa kita pulang secepat ini?" tanya Ansel."Iya, Mami nggak asik, baru juga kita mau berenang," celetuk Clara, kesal."Mami lupa, kalau Mami ada urusan. Kita pulang dulu, oke.""Benar- benar jalan- jalan yang mengesalkan, tidak sesuai dengan harapan," ungkap Clara bernada kecewa."Sudahlah, nanti kalau Mami di pecat, kita semua d
Bab149"Suamiku ...." Desca memeluk suaminya dari belakang.Jeremy tersenyum. "Kamu belum tidur?""Belum! Aku pengen makan pizza." "Pesan sayang." Jeremy mengusap lembut tangan sang istri."Sudah, aku mau disuapin sama kamu," bisik wanita itu di dekat telinga suaminya."Untuk malam ini saja, tolong." Jeremy menghentikan aktivitasnya dan melepaskan pelukan Desca, kemudian lelaki itu berdiri, menghadap istrinya sembari tersenyum."Ayo!" Kata Jeremy tersenyum, membuat Desca sumringah. Keduanya keluar kamar, dengan Jeremy yang merangkul mesra istrinya itu.Hari- hari Desca di penuhi kebahagiaan, apalagi saat dia positif hamil kembali, setelah 2 bulan yang lalu dia keguguran._______"Bos yakin akan ke Negeri Fantasy? Bukankah nyonya Jovanka sudah mewanti Anda, untuk tidak muncul di kehidupan nona Desca lagi.""Aku hanya ingin bertemu dia, cuma sekali saja, memastikan dia bahagia. Aku mendengar kabar beberapa bulan yang lalu, dia keguguran anakku.""Bos, ada baiknya untuk kita menjauhi ny
Bab148"Dalam sepanjang hidup masa sulitku, kamu adalah saudara yang begitu kejam, tidak pernah mencariku sama sekali. Aku bertahan hidup dengan berbagai cara, sedangkan kamu hidup dengan nyaman di rumah ini tanpa beban. Kamu pasti tidak pernah merasakan takut akan kelaparan, seperti yang sering aku rasakan," lirih Elvina.Joe dan Case terdiam."Aku marah, sangat marah setelah tahu kamu mengurus seluruh tanah peninggalan kakek, tanpa mencariku terlebih dahulu. Bisakah kukatakan kamu serakah?" Joe menarik napas, dan mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang."Datanglah, dan bawa seluruh berkas yang aku minta," tegas Joe kepada lelaki di telepon. Usai panggilan telepon di matikan, Joe kembali menatap Elvina."Katakanlah, apa maumu sekarang ini. Jika kamu ingin tinggal di tempat ini, maaf tidak bisa. Biar bagaimana pun juga, aku tahu tabiatmu begitu jelek kepada Case.""Suamiku jangan begitu! Biar bagaimana pun juga, Elvina adalah saudara perempuanmu, dia kerabat kita.""Tidak! Aku