Tok-tok-tok. "Masuk."Pintu berdecit pelan sebelum akhirnya terbuka. James muncul dari balik pintu dan langsung berhadapan dengan seorang wanita paruh baya yang saat ini duduk di meja kebesarannya. Namun tampaknya, kehadirannya saat ini telah dinanti wanita dewasa yang kini mengarahkan semua atensinya kepada James. "Maaf, apa ada masalah Anda memanggil saya, Bu?""Tutup pintunya dan duduklah, James. Tidak perlu bicara formal."James yang masih bingung dengan perintah itu, akhirnya hanya bisa menurut. Dia menutup pintu sambil berjalan mendekat dan duduk di kursi yang telah disediakan. "Ada apa, Ma? Kenapa Mama memanggilku? Apa aku membuat masalah dalam pekerjaanku?""Tidak, Mama memanggilmu bukan untuk itu. Pekerjaanmu bagus, Mama harap kamu bisa meningkatkan kemampuanmu agar kamu bisa menggantikan Mama." Sheila menjeda kalimatnya sejenak sambil menatap lekat sang anak, sebelum kemudian melanjutkan percakapan. "Tapi alasan Mama memanggilmu ke sini, sebenarnya hanya untuk berbincang r
"Ah, segarnya."Emily mendesah lega sambil memejamkan mata dan menikmati air dalam bathtub. Dia membiarkan air membersihkan tubuh serta pikirannya. Pikiran tentang James atau bahkan Keenan yang sedikit bertingkah menyebalkan. Emily masih merinding memikirkan sikap Keenan yang sedikit nakal semalam. Namun tak dipungkiri, dia ingin kembali dipeluk suaminya. Bibirnya tanpa sadar mengukir senyum tipis saat memikirkan Keenan, tapi kemudian dia langsung melotot dan membuka matanya ketika sadar apa yang baru saja dia pikirkan. "Kenapa aku terus memikirkan orang itu? Ada apa denganku!" Emily merutuk. Dia merasa dirinya semakin aneh saat terus memikirkan Keenan dan merasa malu. Hingga akhirnya, Emily yang kesal memutuskan untuk mengakhiri sesi mandinya dengan cepat. Dengan menggunakan handuk dari dada sampai sebatas paha, Emily berjalan keluar kamar mandi menuju lemari. Namun saat telinganya mendengar sesuatu, langkahnya terhenti sejenak. Emily melihat ke arah balkon kamar dan mendapati pem
"Ada apa denganmu, Emily? Kenapa kau sangat terkejut seperti itu? Kau sampai menjatuhkan gelas dan melukai kakimu. Kau aneh," ucap Keenan sambil membersihkan luka di kaki Emily setelah insiden kecil tadi. Istrinya menjatuhkan kaca dan berteriak keras. Untunglah, tidak ada luka dalam atau kaca yang tertancap dalam kulit. Hanya luka kecil yang akan sembuh sendiri setelah dibersihkan dan diberi obat merah. "Kau yang aneh, Ken. Kaumau mengundang orang asing ke rumah kita." Emily menatap suaminya yang kini tengah membereskan kotak P3K setelah selesai memeriksa luka di kakinya. "Mereka tetangga baru kita, aku hanya ingin menyapa, tapi baiklah kalau kau tidak nyaman. Aku tidak akan melakukannya. Namun kau tidak perlu bersikap berlebihan seperti itu. Lihatlah, kakimu jadi terluka."Emily menggigit bibir bawahnya dengan kuat sambil mengepalkan tangan penuh kekesalan. Suaminya tidak tahu. Tentu saja dia tidak mau mengundang James ke sini karena khawatir lelaki itu akan bicara yang tidak-tidak
"Ken, ada apa denganmu? Kau tidak gila 'kan?"Emily mengernyit sambil terus memerhatikan Keenan setelah mereka turun dari mobil. Dia sedari tadi sibuk memerhatikan suaminya yang bertingkah aneh setelah mereka pulang dari mal. Keenan terus tersenyum seperti orang gila. "Tega sekali kau bicara seperti itu. Aku tidak gila.""Terus, kenapa kau tersenyum dari tadi? Apa ada hal yang lucu?" tanya Emily yang penasaran. Keenan lagi-lagi membalasnya dengan senyum cerah sambil asyik menggenggam tangan Javier. "Anak imut tadi, siapa namanya?""Evelyn, Dad.""Jadi kau tersenyum gara-gara memikirkan Evelyn? Keenan kau—""Aku tahu apa yang kaupikirkan, tapi aku tidak seperti itu." Keenan memutar matanya dengan malas dan mempercepat langkahnya menuju ruang makan. Makanan sudah tersaji di atas meja. Pelayannya melakukan dengan sangat tepat waktu. Hingga tanpa menunggu lebih lama lagi, Keenan mendudukkan bokongnya di kursi biasa bersama dengan Javier di sebelahnya dan Emily di sisi lainnya. "Memang
"Javier menyukai semua barang yang Keenan berikan. Dia sangat manja padanya dan, sebenarnya Javier sangat ingin memiliki adik." Suara Emily melemah di akhir kalimatnya. Dengan hati-hati, matanya melirik ke arah James yang saat ini sedang menyantap camilan. Setelah pertemuannya tadi di restoran, James tetap memaksanya ke rumah lelaki itu dan dia yang takut ketahuan, terpaksa masuk lewat pintu belakang. Hingga dirinya kemudian berakhir di sini. Duduk tepat di samping James. "Adik? Maksudmu, anak darimu dan Keenan?""Y-ya.""Kaumau mengandung anak lelaki itu?" James mencondongkan tubuhnya saat melihat Emily tergagap sambil berusaha menghindarinya. Kedua alisnya berubah tajam, James tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Emily, tatap mataku. Apa kau menyukai lelaki itu?"Glek. Emily menelan ludahnya gugup dan berusaha tertawa mendengar pertanyaan James. "T-tidak, aku tidak menyukainya. Kau 'kan tahu kami menikah karena dijodohkan.""Lalu apa kauingin hamil?"Emily meringis saat mera
Emily berjalan pelan memasuki rumah saat waktu makan malam hampir tiba. Dia merasa sedikit cemas memikirkan Javier yang mungkin mengkhawatirkannya. Emily hampir lupa waktu ketika bersama James dan kalimat lelaki itu juga terus tergiang di kepalanya. Suka. James akhirnya menyukainya. Emily tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini, yang jelas dia syok. James menyukainya adalah sesuatu yang terasa sangat mustahil dia dapatkan dulu. Meski dia harus mengemis pun, dia tidak pernah mendapatkannya. Namun sekarang, bagaimana James tiba-tiba menyukainya? Ada bagian dalam hatinya yang merasa senang. Emily tidak dapat menampik kalau dia suka dengan ucapan James, tapi di sisi lain, dia juga bingung karena sekarang dirinya telah bersuami. Emily merasa dirinya sudah tidak waras saat tidak mencegah apa yang dilakukan James. Dia seperti menjalin hubungan gelap di belakang suaminya. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Dia menyukai James, tapi Javier menyukai Keenan. Emily tidak bisa memilih salah s
"Ashley, aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu. Maukah kamu menjadi pacarku?"Seorang lelaki tampan berseragam SMA menyatakan cinta pada gadis incarannya tanpa peduli rintik hujan mulai mengguyur. Hingga membuat sang gadis membeku sebelum kemudian mengangguk senang. Ciuman pun menjadi bagian yang penting saat akhirnya mereka mengikat cinta di bawah hujan. Senyum manis terukir indah di bibir keduanya, tanpa menyadari seseorang menyaksikan pemandangan tersebut dengan hati yang berdarah-darah. Luapan kebencian dan cemburu diperlihatkan seorang gadis yang merupakan saksi satu-satunya pernyataan cinta itu diungkapkan. Sejurus dengan air matanya yang luruh dan menyatu bersama hujan. Tubuhnya membeku dan hanya mampu mengamati ketika lelaki yang dicintainya lebih memilih teman baiknya. Kesal, marah, cemburu dan sedih, bercampur menjadi satu. Harusnya gadis yang saat ini berciuman itu adalah dia, bukan Ashley. Hanya dia yang benar-benar mencintainya. "Aku juga mencintaimu James, tapi kenap
Pagi dilalui seperti biasa. Kesibukan yang tiada henti menjadi aktivitas sehari-hari bagi Keenan saat akan berangkat ke kantor. Namun sepertinya, kali ini sedikit berbeda. Keenan merasakan perubahan dalam sikap sang istri. Semenjak kejadian malam tadi, suasana hati Emily tampaknya masih kurang baik dan semua itu bertambah saat seorang tetangga baru mereka tak sengaja bertatap muka dengannya dari kejauhan. Emily langsung kembali masuk ke dalam tanpa banyak bicara. Keenan terdiam sesaat ketika menyadari tetangganya di rumah seberang masih memerhatikannya. Mungkin orang itu ingin menyapa, tapi dia yang buru-buru karena takut telat ke kantor, tidak terlalu menghiraukannya. Keenan akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam mobil dan segera melajukan kendaraannya meninggalkan rumah. Sayangnya tanpa Keenan sadari, orang yang sedari tadi menatapnya itu tersenyum miring dan menunjukkan raut senangnya menyadari Keenan telah pergi. Tanpa sedikit mengalihkan pandangannya dari rumah Keenan, dia de