Sela bangkit lalu menghampiri Nindy masih dengan wajah yang tanpa ekspresi."Kamu tau tugas kamu bekerja di sini apa saja?"Nindy tertunduk, biarpun ia lebih tua beberapa tahun dari Sela, tetapi statusnya di rumah itu membuat Nindy mau tidak mau harus lebih tunduk dan hormat pada Sela. Bukannya ia tidak berani, hanya saja ia lebih memikirkan bagaimana masa depannya jika hal yang dirahasiakan bersama Faiz malah terbongkar terlalu dini."Maaf, Nyonya. Saya hanya bertanya saja karena khawatir Nyonya tidak bisa istirahat dengan benar.""Kamu tidak ada hak mengkhawatirkan saya. Kamu bukan apa-apa di rumah ini. Jangan mencari muka!""Sama sekali tidak, Nyonya. Saya hanya membayangkan saja jika hal yang Nyonya alami sekarang menimpa pada saya, pasti sangat berat untuk diterima. Berpisah dengan seseorang yang kita sayang sudah sangat menyiksa, apalagi harus terpaksa tinggal bersama orang asing yang sama sekali tidak kita cinta. Saya berpisah dengan kekasih saya karena keadaan kami, itu saja s
Nindy sengaja berdiam diri tidak menjawab pertanyaan dari Faiz. Ia membiarkan Bi Lastri yang harus menjawab dan menjelaskannya. "Maaf, Tuan. Saya sudah salah karena secara tidak langsung saya sudah menuduh Mbak Nin akan menggoda Tuan.""Tunggu, apa yang kalian bicarakan sebenarnya?""Maaf, Tuan. Saya permisi mau buat susu untuk baby Arel," ucap Nindy yang sengaja tidak ingin berdiam di sana untuk memberikan Bi Lastri sebuah pelajaran karena sudah berani menuduhnya. Ia biarkan saja Bi Lastri menjelaskan sendiri pada Faiz yang pastinya Faiz akan membela dirinya.Meskipun memang Nindy bisa dikatakan sebagai orang ketiga dalam rumah tangga Faiz dan Sela. Namun hati kecil Nindy merasa sakit hati dengan tuduhan 'penggoda' dari Bi Lastri.Bagaimana pun yang terjadi pada akhirnya, kenyataan yang tidak mungkin diingkari adalah kenyataan tentang hubungan asmara antara Nindy dan Faiz yang sudah terjadi jauh sebelum perjodohan berlangsung. Sehingga bagi Nindy, tidak ada yang namanya ia menggoda
"Oh, jadi gitu?" Nindy melipat tangan di dadanya, seolah ia memang sedang merajuk pada Faiz. Karena dari gelagat Faiz saja, Nindy sudah tahu bahwa tidak terjadi apa-apa saat bersama Sela. Omongan Faiz masih bisa ia pegang dengan baik.Nindy menjauh dari Faiz dan duduk di sofa untuk menghindarinya."Maaf.""Maaf?""Kalau begitu kamu harus memberiku hukuman."Nindy memicingkan matanya sambil menatap Faiz yang kini duduk disebelahnya. "Mm, hukuman apa yang pantas aku berikan," ucapnya sambil berpikir."Simulasi menjadi Nyonya Faiz sampai Bi Lastri kembali pulang ke sini." Faiz memberi masukan yang terdengar seperti tengah menggoda Nindy.Nindy tersenyum, ingin rasanya bertanya apa maksud Faiz tetapi dia terlanjur langsung mengerti yang dibicarakan oleh kekasihnya itu."Siapa takut," tantang Nindy."Oke, mulai dari mana?""Karena Bi Lastri pulangnya Minggu sore, aku mau tiap jam makan kamu yang siapin atau paling nggak order makanan yang aku mau. Menjadi Nyonya Faiz harus hidup senang, bu
'Duh, gimana ya caranya izin ke ibu,' batin Alika yang sudah siap untuk berangkat ke acara pesta yang diadakan oleh Sela.Alika baru saja dihubungi jika alamat tempat pesta berubah, tidak lagi di hotel di pusat kota melainkan di villa yang berada di puncak. Tadinya karena acara dimulai pukul 8 malam, ia berencana untuk pergi di sore hari. Namun karena perubahan alamat yang jadi menjauh berkali-kali lipat, otomatis ia harus pergi lebih awal lagi. Dan tentu itu mengharuskan dia untuk menginap dan pulang esok paginya.Izin orang tuanya untuk menginap itulah yang membuat Alika jadi ragu mengambil job yang diberikan oleh kedua teman Sela padanya tempo hari. Ia tidak bisa menjamin akan mendapatkan izin keluar malam jika pada akhirnya harus menginap."Apa aku batalin aja kali, ya? Tapi mereka malah bayar full kemarin lagi, jadi gak enak kalau batalin tiba-tiba. Pasti mereka bakalan ribet cari penyanyi lain," gumam Alika.Tokk ....Tokk ....Tokk ...."Alika, tuh di depan ada teman-teman kamu
Sepanjang hari setelah melewatkan makan siang dengan menu yang khusus di masak oleh Faiz, Nindy sangat bahagia jauh dalam hatinya ia ingin segera keluarga kecilnya terwujud bersama Faiz, tetapi ia sadar jika ia tidak boleh terlalu menekan Faiz karena posisi Faiz juga pasti sangat sulit.Semakin lama rasanya semakin serakah, karena semua yang ada dalam diri Faiz adalah sosok yang diidamkan oleh wanita yang memang tengah mencari suami dan juga ayah untuk anaknya, bukan hanya sekedar pasangan hidup.Pantas jika api cemburu dalam diri Nindy selalu menggebu jika ia harus membiarkan Faiz menjalani kehidupannya sebagai suami dari wanita lain.Nindy tersenyum tipis kala ia melihat Faiz yang begitu telaten memberikan susu sambil menggendong Arelia karena sudah waktunya untuk tidur. Waktu memang berlalu begitu cepat tanpa terasa, padahal dari siang mereka terus berduaan sambil mengurus Arelia bak anak mereka saja rasanya.Nindy bangkit dan berjalan mendekat pada Faiz, lalu ia memeluk pria itu d
Matahari pagi menyelinap masuk lewat celah gorden yang tidak tertutup rapat, hingga membuat Nindy perlahan membuka matanya.Semalam adalah malam panjang bersama dengan Faiz tanpa gangguan, tanpa rasa cemas karena di rumah itu hanya ada dia dan Faiz juga seorang bayi. Ia langsung menyadari jika Faiz sudah tidak ada di sampingnya. Sama seperti saat pertama kali mereka melakukan, Faiz sudah tidak ada saat ia membuka mata.Nindy sudah bisa menebak jika Faiz pasti sedang ada di kamar Arelia. Ia merasa malas sekali untuk beranjak dari tempat tidur setelah olahraga malam yang panjang dan melelahkan bersama Faiz. Ia tidak bisa berbohong, jika bercinta dengan Faiz adalah kesenangan lain yang bisa ia rasakan selain bahagia setelah memiliki Faiz.Malam tadi Nindy mulai aktif dan bergantian dalam mendominasi permainan. Hanya butuh tiga kali saja, ia sudah mulai larut dalam permainan dan bisa melakukan suatu hal menurut nalurinya sendiri untuk memuaskan pasangan agar dirinya juga mendapatkan kepua
Pengalaman yang benar-benar luar biasa yang sama-sama dirasakan oleh Nindy dan Faiz, karena itu adalah pertama kalinya mereka lakukan satu sama lain. Sama halnya saat mereka bercinta di dalam toilet dengan ketegangan yang maksimal karena disaat ada orang lain di rumah.Pikiran liar Nindy malah sudah merencanakan untuk bercinta dengan Faiz di tiap sudut ruangan, agar Faiz selalu mengingatnya meskipun mereka harus kembali menjalankan sikap profesional hanya sebatas pengasuh dan majikan."Aku sudah hampir sampai, Sayang.""Aku juga, Mas ...."Dalam belasan menit berlalu, Faiz kembali memuntahkan cairan cintanya di dalam Nindy sehingga mereka berdua merasakan kenikmatan yang didapat secara bersamaan.Ting .... Tong ....Terdengar suara bell berbunyi.Sontak Nindy dan Faiz terkejut bukan main saat mendengar suara bell berbunyi. Lalu keduanya saling bertatapan dengan wajah panik."Siapa itu, Mas?""Aku kan periksa ke depan sambil membawa baby Arel. Aku takut itu ibu mertuaku. Kamu cepat ke
Tokk ....Tokk ....Tokk ...."Alika, lo masih belum siap?" Via langsung menyusul Alika ke kamarnya karena acara sudah mau di mulai, tetapi Alika belum juga keluar dari kamar dan berbaur dengan yang lain."Aku gak nyaman pakai baju yang kalian siapkan. Tadinya aku pikir, aku hanya harus memakai baju yang pertama kalian kasih. Kenapa tiba-tiba diganti dan itu terlalu terbuka dan terlalu mini buatku. Aku gak nyaman, apalagi nanti jadi tontonan banyak orang," jelas Alika pada Via tanpa membukakan pintu kamar."Buka dulu pintunya, biarin gue masuk."Pintu kamar terbuka, lalu Via masuk ke dalam kamar Alika. Ia melihat Alika sudah mengenakan pakaiannya dan menurut dia tidak ada yang salah."Apa yang salah, fine aja. Itu cocok di badan lo.""Aku gak nyaman, aku gak terbiasa pakai baju begini.""Terus lo mau pakai baju apa? Lo gak liat gue juga pake baju yang sama kaya lo? Semua yang dateng ke pestanya Sela, ya pakaiannya juga sama cuma beda warna sama corak doang, kok. Lo harusnya berterimak
"Bu, kalau misalkan rumah sama toko kita ada yang mau beli satu miliar, kira-kira ibu bakal jual nggak?" tanya Alika dihari ketiga ia diberikan waktu oleh Sela, baru kali itulah ia memberanikan diri berbicara pada ibunya.Lita tersenyum. "Jangan mengkhayal, gak akan sampai nilai jual rumah sama toko ini sampai satu miliar.""Ya, inikah cuma misal aja, Bu. Berharap sesuatu yang baik kan nggak ada salahnya. Jadi, gimana kalau ada yang mau beli satu miliar, ibu bakalan jual?""Kayanya semua orang gak ada yang gak suka uang. Ibu juga sama. Tapi gak semua hal bisa dinilai dengan uang meskipun nominal uang itu lebih besar dari nilai barangnya. Selain memang mustahil ada yang mau membeli rumah dan toko ini sebesar itu, semuanya terlalu berarti untuk ibu dan ayah. Mengingat dulu perjuangan kami berdua untuk memiliki rumah itu tidaklah mudah.""Tapi waktu itu pas kita lagi bener-bener butuh uang untuk biaya operasi ayah, ibu bilang mau gadaikan atau menjual rumah sama toko ini.""Itukan disaat
Malam tiba, Nindy sudah menunggu kepulangan Faiz sambil menggendong Arelia di depan. Sebelumnya Faiz mengirimi pesan singkat jika ia tidak akan lembur."Tuh, Papa pulang," ucap Nindy pada Arelia yang semakin hari semakin pintar merespon meski belum bisa berbicara. "Tumben gak lembur, Mas?" tanya Nindy pelan. Ia hanya ingin bermesraan tetapi harus tetap waspada agar tidak ada orang lain yang mendengarnya."Sekarang di rumah ini ada pria lain tinggal. Aku tidak tenang karena takut dia macam-macam sama kamu. Aku takut dia jatuh cinta sama kamu."Pipi Nindy merona karena tersipu malu. "Ish, Mas. Kayak anak ABG aja cemburunya. Lagian Rico kan sukanya sama Sela. Kalau aku gak akan mudah berpaling." "Tetap saja.""Ya sudah, ayo masuk. Mumpung Bi Lastri di belakang lagi sibuk nyiapin bahan masakan untuk dimasak buat makan malam. Kan porsinya jadi bertambah satu orang. Sela juga belum pulang, Rico baru berangkat tadi siang."Mereka berdua pun bersama-sama masuk ke dalam kamar Arelia."Tadi a
"Kita belum sempat berkenalan dengan serius," tanya Rico pada Nindy yang baru saja keluar dari kamar. Arelia sudah tidur siang, waktunya ia untuk beristirahat dan makan.Tadi pagi, ia tidak melihat Rico karena belum bangun. Pagi-pagi pula ia melihat Faiz dan Sela sudah berangkat bersama meski dengan mobil yang berbeda.'Tengah siang bolong begini baru bangun? Padahal yang punya rumah udah kerja dari pagi,' batin Nindy."Nama saya Nindy.""Kamu udah tau aku, kan?"Nindy hanya mengangguk saja tak merespon lagi. Dia tidak terlalu ingin berbincang panjang lebar dengan Rico yang sangat asing baginya. Apalagi Rico sudah jelas ada di pihak Sela."Arel tidur, kamu mau istirahat, kan? Ayo makan siang bareng. Aku juga mau makan, belum makan apa-apa dari pagi."'Gimana mau makan pagi, bangun aja siang!' batin Nindy lagi."Mas Rico silakan makan di meja makan saja, nanti Bi Lastri yang siapkan. Saya makannya di belakang, di dapur kotor.""Kenapa? Gak apa-apa, makan sama aku aja di meja makan. Nan
"Lo pikir, lo bisa ngerasa tenang karena Gery ngelindungi lo?" Sela dan kedua temannya, juga Alika yang ia incar, kini tengah berada di gedung aula serba guna di kampus mereka. Selama hidupnya, Alika belum pernah merasa yang namanya takut pada siapapun selagi ia tidak bersalah. Sehingga semasa sekolah Alika tidak pernah mengalami perundungan. Ia bahkan menjadi penyelamat teman-temannya yang bungkam tidak bisa mengadu pada guru atau orang tua.Lain hal dengan sekarang, dia lah yang mengalami langsung sebagai mahasiswi yang tengah dirundung atas kesalahan yang tidak ia perbuat. Ia juga bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi korban yang tidak bisa mengungkapkan apa yang terjadi pada orang yang lebih dewasa atau pada pihak yang bisa melindunginya, karena sebuah ancaman yang mengganggu dan ketakutan jika ancaman itu menjadi kenyataan."Aku sudah pernah bilang beberapa kali, kalau aku gak suka sama Gery."Meski sudah berkali-kali Alika mengatakan itu, Sela tidak puas. Karena ia juga tah
Karena sudah terlalu lama diluar, Faiz dan Nindy pun pulang. Berharap kasur yang mereka pesan juga sudah terkirim dan sampai di rumah. Tentunya agar tidak menimbulkan kecurigaan karena mereka sudah pergi cukup lama dari rumah. Meskipun sebenarnya kecurigaan itu sudah timbul dalam diri Sela.Sesampainya di rumah, benar saja. Kasur yang di pesan sudah sampai di diletakan di dalam kamar Arelia. Juga barang-barang Nindy yang ternyata sudah dikeluarkan dari kamarnya oleh Bi Lastri atas perintah Sela sewaktu keduanya pergi."Bibi yang keluarin semua barang-baranya Nindy?" tanya Faiz disaat Nindy diam terpaku melihat barang-barangnya tergelatak di lantai depan kamar Arelia. Rasanya seperti terusir dengan paksa sebab ia seolah tidak diizinkan untuk membereskan barangnya sendiri."Nyonya Sela yang meminta, Tuan," jawab Bi Lastri sambil menggendong Arelia yang baru saja ia buatkan susu."Ini tidak sopan, Bi. Bagaimana pun Nindy juga mempunyai privasi sendiri. Jadi harusnya biarkan dia yang memb
"Terima kasih, Pak.""Tolong langsung di kirim sekarang kasurnya ke alamat itu. Saya mau sudah sampai sebelum malam. Karena kasurnya akan digunakan untuk tidur malam ini."Faiz memastikan bahwa kasur yang baru saja dipesan untuk Nindy agar segera dikirim ke alamat yang sudah dia berikan. Sementara itu dia dan Nindy akan mencari makan sebelum pulang."Mau sekalian beli yang lain? Ada yang ingin kamu beli?"Nindy sekilas tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Ya sudah, sekarang kita cari makan saja."Setelah mendapatkan tempat untuk makan, pesanan mereka juga langsung dibuatkan oleh pelayan."Kayanya aku butuh kepastian kamu, Mas. Secepatnya," ucap Nindy yang sudah menahan dari tadi ingin segera membahasnya dengan Faiz."Aku pasti akan kembali sama kamu. Memang secepatnya sedang aku usahakan, Sayang.""Kapan tepatnya? Ibu aku sudah tau semuanya, awalnya memang ibu marah dan gak mau sampai aku kembali sama kamu lagi. Tapi, aku meyakinkannya dengan menceritakan semuanya tentang pernika
"Yakin gak apa-apa kamu pulang sendiri bawa baby Arel? Mama sama Papa ikut, ya. Nanti kami pulang dengan sopir. Mama khawatir baby Arel sendirian di kursi belakang.""Selagi tidurnya di car seat, aku yakin aman. Aku juga gak akan ngebut, Mah. Aku pulang," ucap Faiz berpamitan pada kedua orang tuanya untuk pulang bersama Arelia saja.Pikiran Faiz tidak tenang jika ia hanya menunggu kabar dari Nindy yang tidak kunjung ada. Akhirnya ia putuskan untuk pulang, agar saat Nindy pulang nanti ia langsung bisa bertanya apa saja yang tejadi.Faiz berpikir jika di rumahnya hanya ada Bi Lastri karena Sela pergi entah ke mana dan dengan siapa. Dan kebiasaan Sela selalu pulang larut malam jika sudah keluar rumah disaat akhir pekan. Hal itu membuat Faiz ingin cepat pulang saja.Sesampainya di rumah, Faiz langsung menggendong Arelia yang tertidur saat di perjalanan. Beruntunglah Arelia tidak menangis karena itu pasti akan sangat merepotkan dirinya yang hanya seorang diri di dalam mobil.Baru saja menu
"Biar aku tanya, apa ibu bisa memaafkan laki-laki itu beserta keluarga setelah apa yang terjadi satu tahun yang lalu sama keluarga kita?" tanya Alika dengan tenang padahal dia sendiri memiliki permasalahan yang serius yang membuat dia tidak tenang setiap harinya, tetapi harus tetap bersikap biasa saja."Sebenarnya ibu hanya tidak suka dengan kesombongan keluarga, orang tua Faiz bukan dengan Faiznya. Kamu sendiri pasti setuju dengan ibu. Kita sudah kenal Faiz bertahun-tahun dan tau bagaimana baiknya dia selama ini pada kita. Tapi karena perbedaan diantara keluarga kita dengan keluarga dia, makanya orang tua Faiz tidak setuju anaknya menikah dengan kakakmu."Alika mengangguk. "Aku juga berpikiran yang sama seperti ibu. Tapi sebenarnya aku tidak bisa langsung mendukung keputusan kak Nin yang mau balik lagi sama kak Faiz. Meskipun kak Nin bilang dia percaya bisa kembali lagi sama-sama, tapi kita kan gak tau keluarganya apa bisa menerima atau menolak kita lagi untuk kedua kalinya. Ditambah
Rico mematung, ia seolah membeku disaat Sela meminta untuk mempraktekan apa yang sudah dia jelaskan.Lalu Sela tertawa kecil. "Bercanda, Kak. Aku cuman bercanda doang."Seketika Rico bisa bernafas dengan lega, ia sudah mencair karena ternyata Sela hanya bergurau saja. Padahal jika harus pun Rico mau melakukannya."Kak Rico ini tegang banget kaya belum pernah ciuman sama cewek aja," goda Sela yang merasa tidak puas dengan godaannya tadi.Sela memang orang yang cukup licik, ia akan memanfaatkan rasa suka Rico agar bisa tunduk dan membantu apapun yang dia perlukan. Padahal ia sama sekali tidak berniat untuk membalas rasa suka itu karena Rico bukanlah laki-laki tipe idealnya. Bahkan dengan Faiz saja, secara sadar Sela pasti lebih memilih Faiz dari fisik juga latar belakang keluarga, tentu juga dengan kekayaannya."Memang tidak pernah."Sela terkejut. "Bohong banget! Udah mau 27 tahun tapi belum pernah ciuman sama cewek? Kakak di Bali ngapain aja sih? Aku aja ciuman pertama itu pas SMA," u