Beranda / Urban / Bukan Pewaris Biasa / Terkunci Di Ruang Arsip

Share

Terkunci Di Ruang Arsip

Penulis: Mangata
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-04 02:00:58

"Tunggu!" Dannis lari menuju pintu lift yang hampir menutup.

Untungnya ia bisa menahan pintu lift sebelum keburu tertutup sepenuhnya. Orang yang ada di dalam lift justru mengalihkan pandangannya dan merasa bodo amat ketika Dannis berdiri di samping dirinya. Raut wajahnya terlihat datar, bahkan ia malah memilih melihat smartphone dari pada menolong Dannis.

"Aku ikut ke ruang arsip." Dannis sebenarnya tidak butuh persetujuan darinya, namun ia merasa perlu mengatakannya.

"Terserah kau saja. Lagi pula, sampai di sana kau tidak akan berguna." Randy turun dari lift ketika pintu lift terbuka di lantai yang ia tuju.

Ruangan arsip berada di lantai paling atas di dalam gedung itu. Di lantai tersebut ada beberapa ruangan selain ruang arsip, seperti ruangan untuk meeting yang biasa digunakan oleh CEO, lalu ruangan CEO, serta ruangan yang diperuntukkan untuk menerima tamu penting yang jumlahnya lebih dari satu. Bila dilihat dari tata letak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bukan Pewaris Biasa   Kakek?

    "Hah?! Oh, aku… aku diminta oleh Pak Leo untuk mengambil beberapa berkas dokumen proyek untuk kami kerjakan." Dannis menyeringai karena tidak menyangka bila yang menolongnya justru Luna. "Lalu? Kau sudah mendapatkannya?" Tanya Luna yang melihat keadaan Dannis yang tampak tidak baik-baik saja.Terlihat seluruh wajahnya dipenuhi oleh keringat. Raut mukanya tampak takut dan gelisah. Temannya itu juga langsung menyingkir dan berdiri di luar ruangan arsip, seakan ia menghindari ruangan itu. "A–Aku… sudah mendapatkannya!" Dannis menundukkan kepalanya. Tidak mungkin ia memberitahukan perempuan di depannya kalau dirinya baru saja terkunci di dalam sana. "Bohong! Kamu pasti terkunci di dalam sana, 'kan? Bila kamu sudah menemukan dokumennya, lalu di mana berkasnya? Tanganmu itu kosong." Sedari tadi perempuan itu terus memeriksa kedua tangan Dannis yang disembunyikan di belakang.Gelagat aneh dari lelaki di depannya membuat Luna merasa curiga. Ia mencium ada yang tidak beres. "Aku terkunci d

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-05
  • Bukan Pewaris Biasa   Sandiwara Si Cucu

    "A–Aku…." Wajah Dannis tampak kelu ketika kakeknya sudah berada di depan mereka. "Apa Anda mengenal mereka?" Tanya seorang pengawal yang menghampiri Aji Kartanegara.Selagi kedua mahasiswa di sampingnya mengalihkan perhatian tuan Kartanegara, Juna langsung menggunakan teknik seribu jari untuk mengetik pesan singkat yang diakhiri dengan bantahannya atas kenalnya mereka dengan tuan Aji Kartanegara. "Kami tidak mengenal beliau!" Bantah Juna yang menyela pembicaraan antara pengawal Aji Kartanegara dengan tuannya. Karena perkataan Juna yang mendadak itu, semua orang yang berada di dekatnya langsung menoleh ke arah Juna dengan herannya. Bahkan Dannis tidak bisa berkata apapun ketika pengawalnya bersikeras dengan ucapannya. "Kau…?" Pengawal Aji Kartanegara menunjuk Juna sambil mengingat-ingat wajahnya yang tampak tidak asing. "Ju–" "–Jujur kami tidak mengenal Anda. Sebenarnya siapa Anda?" Dannis langsung memotong ucapan kakeknya yang hendak memanggil pengawalnya. Lelaki itu langsung me

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-06
  • Bukan Pewaris Biasa   Si Pewaris Keempat

    "Oh, terima kasih. Maaf, aku buru-buru, tapi terima kasih lagi." Luna belum sempat memandang wajah pria yang menolongnya. Ia langsung masuk ke dalam mobil sambil mengambil jepitan kecil yang berada di tangan pria itu.Ketika mobil sudah pergi lumayan jauh, pria itu berputar dan kembali ke dalam gedung. Terlihat setiap kali ia melewati ruangan, koridor ataupun lift, semua karyawan yang ditemuinya memberi salam dan menundukkan kepalanya. "Pak, tuan Aji Kartanegara sudah menunggu Anda di ruanganmu." Salah seorang sekretaris berbisik ke arahnya. "Aku mengerti. Oh, yah, apa ada mahasiswa yang magang di sini?" Tanyanya ke sekretaris itu. "Ada lima orang. Memangnya kenapa, Pak?" Sekretaris itu bertanya. Maklum saja, pria yang ada di depannya itu agak sedikit sensitif dengan para pemagang. Tanpa menjawabnya, senyuman kecil pria itu sudah mewakili jawaban dirinya. Dan ketika ia memasuki ruangannya yang berada di lantai paling atas, dekat dengan ruang arsip, dirinya tidak menyangka bila Aji

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-07
  • Bukan Pewaris Biasa   Hari Kedua PKL; Bertemu CEO

    "Oke, untuk hari ini. Agenda kalian adalah menghadiri acara ulang tahun perusahaan," ucap Pak Tio yang mempersilahkan kepada para mahasiswanya untuk menuju ke ballroom yang berada di lantai dasar, dekat dengan lobi.  Ketika memasuki ballroom, ada beberapa stand makanan yang berbaris di sepanjang sisi ballroom. Makanan khas dalam negeri hingga beberapa jenis makanan luar ikut meramaikan acara itu. Lalu ada begitu banyak kursi untuk tamu yang dibalut dengan cover kain putih dan  membuat penampilan kursi itu begitu elegan serta mewah. Semuanya terlihat ditempatkan di bawah panggung, di mana panggungnya dirancang sendiri oleh salah satu vendor kontraktor milik PT. Kartanegara Karya.Beberapa karyawan terlihat telah mengisi beberapa kursi tamu yang masih kosong. Suasana menjadi bertambah hangat dan meriah ketika Gilang Kartanegara, sang CEO, masuk dari pintu utama ballroom sambil dikawal oleh beberapa direksi utama perusahaan serta pengawalnya.

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-08
  • Bukan Pewaris Biasa   Hangout

    "Oh, yah, mau––ikut hangout ke mall terdekat? Kebetulan aku mau cari referensi buku bacaan buat mengisi waktu senggang." Luna mengajak lelaki yang berdiri di sampingnya. Matanya tampak berpaling ke arah lain dan enggan menatap lelaki itu.Ucapannya juga terdengar terbata-bata. Rasa malu menghinggapi wajah perempuan itu. Namun ia begitu senang karena sudah melontarkan kalimat itu. "Kamu tidak keberatan bila aku ikut?" Dannis menahan senyuman di bibirnya. Dalam benaknya, seakan ada kembang api yang baru saja meledak dengan begitu indah. "Keberatan dari mana? Mumpung kita punya waktu. Karena yang aku tahu, besok akan ada kunjungan ke beberapa proyek," ungkap Luna yang menggiring lelaki itu melewati pintu otomatis yang berada di lobi. Ia sempat menelepon seseorang dan memintanya untuk menjemput di depan lobi. Luna tampak tersenyum kecil dan berusaha menjaga sikapnya agar tidak terlihat seakan ia salah tingkah. Tap

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-09
  • Bukan Pewaris Biasa   Sudahku Lunasi Biayanya

    "Tolong lakukan operasinya, Dok! Saya janji akan melunasi semua pembayaran setelah operasinya selesai!" Aryo tampak kalut. "Saya bisa jual motor dan tanah sambil menunggu operasinya selesai," ungkap Aryo lagi. Terlihat sedari tadi ia terduduk di lantai ruang IGD sambil bersujud di hadapan seorang dokter. "Ini bukan lembaga amal! Kalau kamu mau operasi dilakukan, segera urus pembayarannya dulu! Minimal bayar uang mukanya!" Dokter itu membentaknya dan bertolak pergi ke ranjang pasien lain. Kehebohan di ruangan itu menjadi perhatian beberapa pengunjung yang berada diluar pintu IGD yang terbuka. Mereka saling berbisik dan sesekali menunjuk ke arah Aryo dengan melontarkan cibiran kasar ataupun menyumpahinya dengan ungkapan kotor. Dannis merasa ia perlu tahu tentang apa yang terjadi. Tanpa sadar, langkah kakinya malah berbelok arah ke ruangan IGD. Entah apa yang menggerakkan kakinya, namun ia merasa harus menghampiri Aryo. "Tolong, Dok! Ibu saya sedang sekarat! Tolong kasihani saya…."

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-09
  • Bukan Pewaris Biasa   Hai, Sepupu Bungsu

    "Buaya?!" Gilang tampak kesal ketika dirinya dipanggil seperti itu. Dannis terus saja menunjuk kedua orang yang berdiri di depannya dengan penuh keheranan. Seakan ia baru saja bertemu dengan sesuatu yang sudah lama hilang. Dirinya sangat tidak menduga sama sekali bila mereka berdua bisa berada di kamar rawat inap itu. "A–apa yang terjadi? Kenapa kakek dan Pak Gilang ada di sini?" Dannis bertanya-tanya. "Kami datang untuk menjenguk pengawalmu. Dia baru saja tersengat listrik di tempat Gilang." Aji Kartanegara memilih menghampiri sofa kosong yang berada di seberang ranjang Juna dan duduk di sana. Tampak wajahnya begitu biasa, seakan ia tidak mempermasalahkan atas kedatangan Gilang Kartanegara yang merupakan CEO Kartanegara Karya, perusahaan tempat di mana Dannis melakukan praktek kerja lapangan."Hah?! Tersengat listrik? Kok, bisa?" Dannis menoleh ke arah Juna yang tampak menyembunyikan wajahnya dari Dannis. 

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-10
  • Bukan Pewaris Biasa   Jawaban Dannis 

    "Jangan memaksaku. Aku tidak peduli dengan harta-harta kakek. Masalah tentang hartaku yang suatu hari nanti dibekukan oleh paman pertama, biar aku yang akan menghadapinya." Lelaki itu bangun dari tempatnya dan pergi keluar kamar. Kedua tangannya masuk ke dalam masing-masing kantong celana. Ia berjalan dengan raut wajah gusar. Bahkan ketika menutup pintu, ia terlihat tidak menoleh sedikitpun ke belakang. "Dasar! Anak itu benar-benar susah diatur!" Aji Kartanegara merasa segan menegur Dannis. Meski ia merasa kesal, namun senyuman kecil sempat tersemat di bibirnya. Pria tua itu mengagumi sikap cucunya yang satu itu. "Sebaiknya aku pulang. Ini sudah lumayan malam. Juna, sampaikan salamku pada peliharaanmu. Bilang padanya, 'Jangan sampai telat ke kantor besok!' Karena aku ingin mengajaknya ke suatu tempat." Gilang ikut bangun dari tempatnya. Ia melambaikan satu tangannya dan pergi dari kamar itu. Bila dilihat dari wajah pengawal itu, ia merasa sangat cemas dan khawatir dengan tim yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-11

Bab terbaru

  • Bukan Pewaris Biasa   Pertarungan Final! (TAMAT)

    “Mereka terlalu banyak!” Anya begitu kesulitan untuk menembak para Jager selama sniper itu masih ada. “Kau harus bunuh snipernya terlebih dulu!” Anya berteriak dari balkon lantai tiga. “Aku tahu!” Dannis yang masih baru pertama kali menggunakan senjata sniper itu tampak kaku ketika membunuh beberapa Jager yang mendekat. Meski begitu, pelatihan yang ia lakukan dengan Rosella tidaklah gagal. Dannis tahu tentang sniper yang ada di lantai tiga itu. Ia tahu kalau sniper itu yang membunuh Aden di tragedi lautan api. Saat Rosella membidiknya, ia juga ikut melihat perawakan sniper itu. Tapi masalahnya, kemampuan sniper itu jauh diatasnya. Ia butuh strategi jitu untuk menumbangkannya. “Ada helikopter yang akan datang lima belas menit lagi! Bertahanlah sampai bala bantuan tiba!” Saka berteriak dari lantai dua.“Bala bantuan? Siapa yang akan membantu kita?” Anya merasa bingung. “Seorang teman lama kenalan ayahku.” Saka tersenyum. Anak itu mencoba menyusuri belakang rumah. Ia memanjat Dindin

  • Bukan Pewaris Biasa   Tamu Tak Diundang Di Villa (S2) 

    Perjalanan menuju ke villa yang berada di perbatasan antara Thailand dan Laos lumayan jauh dan memakan waktu tidak sebentar. Dua jam perjalanan Menggunakan taksi sudah cukup membuat kepala Dannis pegal. Terlebih lagi, Saka dan Anya yang ketiduran dan bersandar ke kedua pundaknya. Ia berganti posisi dengan Saka yang semula duduk di tengah-tengah. Saat memasuki wilayah sebuah komplek perumahan yang berada di lereng bukit, pemandangan di kedua sisi jalan berubah menjadi area pepohonan pinus. Sepi, tidak ada mobil yang lalu-lalang. Bahkan jarang ada orang yang sekadar lewat. Dannis merasa wilayah ini sangat berbeda dengan wilayah lainnya. “Hei, bangun. Kita sudah mau sampai.” Dannis membangunkan keduanya. Tampak liur Saka dan Anya membekas di kaos oblongnya. “Apa kita sudah di villa?” Anya melihat ke luar jendela. Ia sangat terpukau dengan pemandangannya. “Aneh, kenapa sepi sekali?” Saka merasakan hal yang sama dengan Dannis. Bocah itu masih saja menguap padahal sudah tidur dua jam.

  • Bukan Pewaris Biasa   Warisan Rafael & Surat Perpisahan (S2)

    “Ini luar biasa! Apa kuil itu terbuat dari emas?” Saka terpukau dengan kemegahan kuil yang ia lihat. Kuil-kuil yang ada di Chiang Mai sangat dijaga kelestariannya. Bukan hanya bentuk fisiknya saja yang begitu artistik dan memiliki sejarah yang tak ternilai, tapi fasilitas pendukung untuk para wisatawan juga diprioritaskan. Kenyamanan, keamanan dan kebersihan sangat terlihat di lingkungan kuil-kuil itu. Saka sangat menikmati kunjungan wisata itu. Ia sangat senang karena bisa pergi lagi bersama sepupu yang telah dianggapnya sebagai seorang kakak. Tidak sedikit ia bertanya tentang kuil-kuil itu ke Dannis. Meski lelaki itu telah menjelma sebagai pria dingin dan kaku, Dannis masih memiliki sisi lembut ketika bersama Saka. “Ngomong-ngomong, kau ingin menunjukkan apa padaku? Sebelum kita ke sini, kau bilang ingin menunjukkan sesuatu,” tanya Dannis.“Oh, aku baru ingat. Ini hanyalah cerita dari ayahku. Dulu sekali, dia pernah menyinggung soal organisasi hitam bernama Dewan XII. Kau tahu aya

  • Bukan Pewaris Biasa   Kita Bagi Dua Kelompok (S2)

    “Fraksi IX? Apa kau gila?!” Steven langsung menghentikan ucapan temannya. “Organisasi itu seperti hantu. Tidak ada yang tahu di mana dan siapa amggotanya. Kau pikir kita bisa menemukannya?” ucap Reina. “Aku akan jelaskan dulu. Lalu kalian bisa mengambil kesimpulannya,” ungkap Gan. Anya dan Saka yang belum mengetahui organisasi itu tampak bingung. Dannis yang berada di samping mereka mencoba menjelaskan tentang organisasi Fraksi IX kepada keduanya. Meski harus mengabaikan ucapan Gan, tapi Dannis sangat menikmati menjelaskan hal itu pada Anya dan Saka. “Seorang Verbannen ke-6 mengetahui siapa anggota Fraksi IX. Tapi dia hanya memberikan alamatnya saja. Sayangnya, tempat orang itu sangat jauh dari Verbannen ke-6 yang memberitahukan tentang anggota organisasi itu. Yang aku rencanakan adalah… kita berpencar. Kelompok pertama akan menemui Verbannen di Myanmar. Kita akan mengajaknya untuk bergabung. Lalu kelompok kedua akan pergi menemui orang yang diduga sebagai anggota Fraksi IX di Lao

  • Bukan Pewaris Biasa   Berkumpul di Chiang Mai (S2)

    “Kau sudah bangun?” Gan menyapa temannya yang sedang berdiri di atas balkon penginapan. “Chiang Mai. Apa yang kita lakukan di sini? Kau ingin berwisata kuil?” Dannis menyindir. Hari baru dengan pemandangan langit biru tampak mempesona dirinya. Tapi kejadian yang membuat ia terus mengingat tentang lautan api, membuatnya merasa tidak nyaman. Apalagi kejadian kemarin telah menelan korban, yaitu temannya; Aden. Mereka lari sangat jauh dari lokasi pembakaran dan pembantaian malam lalu. Dengan uang yang tersisa, Gan membawa kedua temannya menuju ke Chiang Mai, tempat di mana salah satu klub malam miliknya yang tersisa.“Kita datang ke sini untuk mengambil simpanan uangku. Para Jager brengsek itu pasti telah menghubungi bank lokal untuk membekukan rekeningku. Aku harus mengambil uang tunai di penyimpananku. Dan… kita juga menunggu Steven, Reina dan satu orang lagi yang matanya ikut dari tanah airmu.” Gan pun pergi setelah mengucapkan hal itu. “Satu orang lagi?” Dannis berpikir siapa yang

  • Bukan Pewaris Biasa   Lautan Api (S2)

    Kepergian Gan membuatnya tampak tenang. Saat ini ia hanya ingin beristirahat di tempatnya hingga ajal menjemput. Sambil memegang remote control di salah satu tangannya, Aden menunggu sampai temannya berkumpul dengan yang lain. Tampak dari layar smartphone miliknya ada sebuah foto lama yang membuatnya teringat momen ketika ia masih menjadi seorang Jager. Aden mencoba untuk bernostalgia dengan foto di galeri smartphone miliknya. Sungguh rindu… ia rindu dengan keadaan dulu. “Gan?” Rosella bertemu dengan Gan yang baru saja melompat dari rumah sebelah. “Kenapa kau di sini?” Dannis merasa bingung ketika bertemu dengan Gan. Ia melihat pria itu menangis. Matanya masih tampak bengkak.“Kita harus pergi! Aden akan menekan remote itu! Cepat!” Gan berupaya membawa mereka berdua menjauh. Tapi Rosella dan Dannis tetap diam di tempat sembari mempertanyakan di mana Aden berada. Mereka menolak pergi sebelum Gan menjelaskan tentang keadaan Ad

  • Bukan Pewaris Biasa   Maaf Aku Meninggalkanmu (S2)

    “A, apa dari sana?” Aden menerka datangnya peluru yang menembaknya. Ia melihat gedung tinggi yang lumayan jauh. Tapi apa mungkin?Tepat di dada bagian kanan peluru Diablo menembusnya. Aden berusaha untuk bangun kembali, namun darah yang mengucur dari luka itu begitu deras. Bahkan darah juga keluar dari mulutnya. “G–guys… ada satu sniper lagi ….” [Kenapa bicaramu terbata-bata?]Gan merasa ada yang tidak beres dengan temannya. Ia menghentikan langkahnya dan berusaha mendengarkan Aden. [Aden? Apa kau terluka?] Rosella merasa cemas. Ia berupaya agar tebakannya salah. “A–aku baik-baik saja. Rose, tolong bisik ke arah gedung diujung sana. Sepertinya dia menembak dari sana.” Aden berusaha keluar dari jalur bidik Vladimir dengan bersembunyi kembali di balik dinding. Dengan posisi terduduk, ia berusaha untuk menghentikan pendarahannya menggunakan sapu tangan yang ia bawa. [Kau yakin? Kau seperti orang yang sedang terluka.]Gan mengkonfirmasinya kembali. Ia merasa ada yang tidak beres de

  • Bukan Pewaris Biasa   Awas Sniper! (S2)

    Serangan dari jarak jauh mulai dilancarkan oleh para Jager. Ternyata mereka sudah mengepung rumah itu semenjak gencatan senjata. Mereka terus maju dari lokasi persembunyiannya yang awal. Perlahan tanpa diketahui oleh Gan dan para pengawalnya. Dan inilah hasilnya. Ledakan besar yang baru saja terjadi berasal dari tembakan bazooka yang dilakukan oleh para Jager dari rumah seberang jalan. Meski para kawanan Gan bisa melawan balik, tapi intensitas serangan para Jager jauh lebih mendominasi. Alhasil, para pasukan Gan yang justru mundur ke belakang rumah untuk melindungi diri. Dan dalam waktu beberapa menit saja, sahut-sahutan bazooka membuat pekarangan depan rumah Gan hancur berantakan. Bahkan beberapa ruangan yang ada di rumahnya hancur menjadi puing-puing. “Mereka mendobrak gerbang!” Salah satu pengawal berteriak. “Dasar sial! Cepat bunuh mereka!” teriak Gan. Ia sedang bersama Aden yang bersiap-siap untuk melancarkan serangan kejutan. Aden terlihat sedang mempersiapkan senapan sniper

  • Bukan Pewaris Biasa   Pesta Jager Vs Verbannen Dimulai! (S2)

    Malam bergulir sangat cepat bagi Dannis yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia terlihat kelelahan selama seharian berkutat dalam pelatihan ekstrimnya. Tanpa ia sadari, jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Yang ia ingat setelah latihan selesai hanyalah mandi, makan dan tempat tidurnya. Sepertinya karena begitu lelah, ia tertidur hampir dua belas jam lebih. Ia merasakan sekujur tubuhnya terasa sakit, mungkin karena efek dari latihan kemarin. “Kenapa tenang sekali?” Lelaki itu tidak mengira bahwa pagi harinya akan dimulai dengan ketenangan. Biasanya ada langkah kaki yang terdengar lalu-lalang di sepanjang lorong lantai dua. Atau suara dari para pengawal yang mondar-mandir tepat di depan kamarnya. Bahkan ia tidak melihat si gila Rosella yang tiba-tiba masuk dan menggodanya. “Apa yang terjadi? Apa mereka semua mati?” Dannis beranjak dari ranjangnya dan menuju ke arah pintu. Ketika ia membukanya, tidak ada seorang pun yang menjaga di lorong lantai dua. Dan ketika ia melihat ke ba

DMCA.com Protection Status