Home / Urban / Bukan Pewaris Biasa / Hari Kedua PKL; Bertemu CEO

Share

Hari Kedua PKL; Bertemu CEO

Author: Mangata
last update Last Updated: 2023-08-08 02:00:19

"Oke, untuk hari ini. Agenda kalian adalah menghadiri acara ulang tahun perusahaan," ucap Pak Tio yang mempersilahkan kepada para mahasiswanya untuk menuju ke ballroom yang berada di lantai dasar, dekat dengan lobi.

Ketika memasuki ballroom, ada beberapa stand makanan yang berbaris di sepanjang sisi ballroom. Makanan khas dalam negeri hingga beberapa jenis makanan luar ikut meramaikan acara itu.

Lalu ada begitu banyak kursi untuk tamu yang dibalut dengan cover kain putih dan  membuat penampilan kursi itu begitu elegan serta mewah. Semuanya terlihat ditempatkan di bawah panggung, di mana panggungnya dirancang sendiri oleh salah satu vendor kontraktor milik PT. Kartanegara Karya.

Beberapa karyawan terlihat telah mengisi beberapa kursi tamu yang masih kosong. Suasana menjadi bertambah hangat dan meriah ketika Gilang Kartanegara, sang CEO, masuk dari pintu utama ballroom sambil dikawal oleh beberapa direksi utama perusahaan serta pengawalnya.
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bukan Pewaris Biasa   Hangout

    "Oh, yah, mau––ikut hangout ke mall terdekat? Kebetulan aku mau cari referensi buku bacaan buat mengisi waktu senggang." Luna mengajak lelaki yang berdiri di sampingnya. Matanya tampak berpaling ke arah lain dan enggan menatap lelaki itu.Ucapannya juga terdengar terbata-bata. Rasa malu menghinggapi wajah perempuan itu. Namun ia begitu senang karena sudah melontarkan kalimat itu. "Kamu tidak keberatan bila aku ikut?" Dannis menahan senyuman di bibirnya. Dalam benaknya, seakan ada kembang api yang baru saja meledak dengan begitu indah. "Keberatan dari mana? Mumpung kita punya waktu. Karena yang aku tahu, besok akan ada kunjungan ke beberapa proyek," ungkap Luna yang menggiring lelaki itu melewati pintu otomatis yang berada di lobi. Ia sempat menelepon seseorang dan memintanya untuk menjemput di depan lobi. Luna tampak tersenyum kecil dan berusaha menjaga sikapnya agar tidak terlihat seakan ia salah tingkah. Tap

    Last Updated : 2023-08-09
  • Bukan Pewaris Biasa   Sudahku Lunasi Biayanya

    "Tolong lakukan operasinya, Dok! Saya janji akan melunasi semua pembayaran setelah operasinya selesai!" Aryo tampak kalut. "Saya bisa jual motor dan tanah sambil menunggu operasinya selesai," ungkap Aryo lagi. Terlihat sedari tadi ia terduduk di lantai ruang IGD sambil bersujud di hadapan seorang dokter. "Ini bukan lembaga amal! Kalau kamu mau operasi dilakukan, segera urus pembayarannya dulu! Minimal bayar uang mukanya!" Dokter itu membentaknya dan bertolak pergi ke ranjang pasien lain. Kehebohan di ruangan itu menjadi perhatian beberapa pengunjung yang berada diluar pintu IGD yang terbuka. Mereka saling berbisik dan sesekali menunjuk ke arah Aryo dengan melontarkan cibiran kasar ataupun menyumpahinya dengan ungkapan kotor. Dannis merasa ia perlu tahu tentang apa yang terjadi. Tanpa sadar, langkah kakinya malah berbelok arah ke ruangan IGD. Entah apa yang menggerakkan kakinya, namun ia merasa harus menghampiri Aryo. "Tolong, Dok! Ibu saya sedang sekarat! Tolong kasihani saya…."

    Last Updated : 2023-08-09
  • Bukan Pewaris Biasa   Hai, Sepupu Bungsu

    "Buaya?!" Gilang tampak kesal ketika dirinya dipanggil seperti itu. Dannis terus saja menunjuk kedua orang yang berdiri di depannya dengan penuh keheranan. Seakan ia baru saja bertemu dengan sesuatu yang sudah lama hilang. Dirinya sangat tidak menduga sama sekali bila mereka berdua bisa berada di kamar rawat inap itu. "A–apa yang terjadi? Kenapa kakek dan Pak Gilang ada di sini?" Dannis bertanya-tanya. "Kami datang untuk menjenguk pengawalmu. Dia baru saja tersengat listrik di tempat Gilang." Aji Kartanegara memilih menghampiri sofa kosong yang berada di seberang ranjang Juna dan duduk di sana. Tampak wajahnya begitu biasa, seakan ia tidak mempermasalahkan atas kedatangan Gilang Kartanegara yang merupakan CEO Kartanegara Karya, perusahaan tempat di mana Dannis melakukan praktek kerja lapangan."Hah?! Tersengat listrik? Kok, bisa?" Dannis menoleh ke arah Juna yang tampak menyembunyikan wajahnya dari Dannis. 

    Last Updated : 2023-08-10
  • Bukan Pewaris Biasa   Jawaban Dannis 

    "Jangan memaksaku. Aku tidak peduli dengan harta-harta kakek. Masalah tentang hartaku yang suatu hari nanti dibekukan oleh paman pertama, biar aku yang akan menghadapinya." Lelaki itu bangun dari tempatnya dan pergi keluar kamar. Kedua tangannya masuk ke dalam masing-masing kantong celana. Ia berjalan dengan raut wajah gusar. Bahkan ketika menutup pintu, ia terlihat tidak menoleh sedikitpun ke belakang. "Dasar! Anak itu benar-benar susah diatur!" Aji Kartanegara merasa segan menegur Dannis. Meski ia merasa kesal, namun senyuman kecil sempat tersemat di bibirnya. Pria tua itu mengagumi sikap cucunya yang satu itu. "Sebaiknya aku pulang. Ini sudah lumayan malam. Juna, sampaikan salamku pada peliharaanmu. Bilang padanya, 'Jangan sampai telat ke kantor besok!' Karena aku ingin mengajaknya ke suatu tempat." Gilang ikut bangun dari tempatnya. Ia melambaikan satu tangannya dan pergi dari kamar itu. Bila dilihat dari wajah pengawal itu, ia merasa sangat cemas dan khawatir dengan tim yang

    Last Updated : 2023-08-11
  • Bukan Pewaris Biasa   Hari Ketiga PKL; Kunjungan Proyek

    "Apa sudah kumpul semua?" Pak Tio mengumpulkan para mahasiswa magang di lobi bawah. Kunjungan kerja ke proyek jembatan kereta api yang berada diluar daerah menjadi agenda para mahasiswa magang untuk empat hari kedepan. "Sudah lengkap, Pak!" Anya menyahuti ucapan pembimbingnya. Namun ketika Dannis menoleh ke sekitarnya, Aryo belum juga tiba. Ia lupa mencari tahu kabar tentang operasi Ibu Darmi semalam. Terlihat ia sangat khawatir. Kecemasan mulai menyerang dirinya. Ia takut bila operasinya tidak berjalan lancar. [Jun, apa kau bisa mencari tahu keadaan Ibu Darmi yang baru saja dioperasi di rumah sakit kita? Dia adalah ibunda dari Aryo, mantan sahabatku. Tolong cari tahu keadaannya, lalu segera hubungi aku.] Pesan singkat yang dipenuhi rasa khawatir itu telah terkirim. "Mungkin dia bolos, Pak. Biasalah, bangun kesiangan atau mungkin habis begadang main game." Randy asal bicara. "Mungkin saja ada keluarganya yang sakit, makanya Aryo tidak bisa hadir!" Sahut Dannis yang begitu keras

    Last Updated : 2023-08-11
  • Bukan Pewaris Biasa   Mobil Mogok Di Tengah Hutan?!

    "Jadi yang benar yang mana? Sepupu atau temannya paman?" Luna kembali bertanya karena kedua lelaki di depannya terus saja bersikeras dengan jawabannya masing-masing. "Sepupu!""Temannya paman!"Dannis dan Gilang sama-sama tidak ada yang mau mengalah. Perdebatan panjang itu membuat Luna merasa jengkel. Cuitan dari kedua lelaki beda usia dan beda kedudukan di depannya terus saja berkumandang di kedua telinganya. "Bisa berhenti? Atau aku turun dari mobil ini?" Ancaman Luna langsung direspon oleh keduanya. Dannis dan Gilang sama-sama menoleh sambil menyeringai. Berharap perempuan yang duduk di kursi belakang mau membuka lebar senyumnya lagi. Saat ini terlihat raut wajah Luna bagai kertas yang ditekuk-tekuk. Benar-benar berantakan. "Bisa…." Keduanya menjawab dengan kompak sambil menundukkan kepalanya. Gilang kembali fokus dengan setirnya, sedangkan Dannis kembali melihat layar smartphone-nya. "Aku tuh bingung. Sebenarnya kamu ini kenapa? Tiba-tiba setelah kejadian bully di kantin, be

    Last Updated : 2023-08-12
  • Bukan Pewaris Biasa   Akhirnya Sampai!

    "Pak, ambil obornya sana! Kita berdua tunggu di mobil," ucap Luna yang mendorong punggung Gilang. "Loh, kok, aku?" Gilang menoleh ke arah luar. Terlihat pemandangannya begitu gelap sekali. Bahkan sinar bulan enggan menerangi hutan itu. "Ya, masa kita? Di sini yang paling tua siapa? Bapak, 'kan?" Luna menjawab lagi. "Ta–tapi Lun…?" Gilang berusaha untuk menolak. Dirinya begitu gugup ketika melihat kegelapan yang menurutnya bukanlah hal yang biasa. Dannis yang duduk di samping Gilang juga ikut mendorong sepupunya untuk cepat keluar dari mobil dan mengambil obor itu. Ia tidak peduli dengan keadaan diluar sana ataupun kumpulan serangga malam yang suaranya terus saja menghantui kedua telinganya. "Dan, ikut, yuk?" Gilang menyeringai. Ia memohon kepada sepupunya untuk menemaninya. "Ih, ogah! Saya takut gelap, Pak!" Dannis mengelak. "Terus menurut kamu, saya nggak?!" Gilang benar-benar jengkel dengan alasan Dannis. Akhirnya dengan keputusan yang diambil oleh mereka bertiga, semuanya i

    Last Updated : 2023-08-13
  • Bukan Pewaris Biasa   Pembalasan Randy

    "Woy! Bangun!" Randy membentak sambil menuangkan sedikit air ke kepala Dannis yang sedang tertidur di atas kasur busa. Sontak saja lelaki itu langsung terbangun dan meronta. Ketika kedua matanya terbuka, Dannis baru menyadari bila rambut dan wajahnya sudah menjadi basah. Sisa-sisa air terasa masih menetes dari rambutnya. Tatapan lelaki itu langsung beralih ke arah samping. Ia melihat Randy sedang berdiri menatap ke arahnya sambil tertawa tiada henti. "Kau!" Kekesalan Dannis kian naik. Ia segera berdiri dan menarik kerah kemeja lelaki di depannya."Aku tidak tahu kenapa kau bisa begitu dekat dengan Pak Gilang, tapi jangan pernah mencoba untuk mencari perhatian di depannya! Itu menjijikkan!" Bisik Randy.Setelah itu, ia menepis genggaman tangan Dannis dari kerah bajunya. Randy berjalan keluar meninggalkan musuhnya yang berada di dalam kontainer itu sambil memasukkan kedua tangannya di masing-masing kantong celana. Ucapan dari lelaki itu membuat hari kedua Dannis di proyek semakin sur

    Last Updated : 2023-08-14

Latest chapter

  • Bukan Pewaris Biasa   Pertarungan Final! (TAMAT)

    “Mereka terlalu banyak!” Anya begitu kesulitan untuk menembak para Jager selama sniper itu masih ada. “Kau harus bunuh snipernya terlebih dulu!” Anya berteriak dari balkon lantai tiga. “Aku tahu!” Dannis yang masih baru pertama kali menggunakan senjata sniper itu tampak kaku ketika membunuh beberapa Jager yang mendekat. Meski begitu, pelatihan yang ia lakukan dengan Rosella tidaklah gagal. Dannis tahu tentang sniper yang ada di lantai tiga itu. Ia tahu kalau sniper itu yang membunuh Aden di tragedi lautan api. Saat Rosella membidiknya, ia juga ikut melihat perawakan sniper itu. Tapi masalahnya, kemampuan sniper itu jauh diatasnya. Ia butuh strategi jitu untuk menumbangkannya. “Ada helikopter yang akan datang lima belas menit lagi! Bertahanlah sampai bala bantuan tiba!” Saka berteriak dari lantai dua.“Bala bantuan? Siapa yang akan membantu kita?” Anya merasa bingung. “Seorang teman lama kenalan ayahku.” Saka tersenyum. Anak itu mencoba menyusuri belakang rumah. Ia memanjat Dindin

  • Bukan Pewaris Biasa   Tamu Tak Diundang Di Villa (S2) 

    Perjalanan menuju ke villa yang berada di perbatasan antara Thailand dan Laos lumayan jauh dan memakan waktu tidak sebentar. Dua jam perjalanan Menggunakan taksi sudah cukup membuat kepala Dannis pegal. Terlebih lagi, Saka dan Anya yang ketiduran dan bersandar ke kedua pundaknya. Ia berganti posisi dengan Saka yang semula duduk di tengah-tengah. Saat memasuki wilayah sebuah komplek perumahan yang berada di lereng bukit, pemandangan di kedua sisi jalan berubah menjadi area pepohonan pinus. Sepi, tidak ada mobil yang lalu-lalang. Bahkan jarang ada orang yang sekadar lewat. Dannis merasa wilayah ini sangat berbeda dengan wilayah lainnya. “Hei, bangun. Kita sudah mau sampai.” Dannis membangunkan keduanya. Tampak liur Saka dan Anya membekas di kaos oblongnya. “Apa kita sudah di villa?” Anya melihat ke luar jendela. Ia sangat terpukau dengan pemandangannya. “Aneh, kenapa sepi sekali?” Saka merasakan hal yang sama dengan Dannis. Bocah itu masih saja menguap padahal sudah tidur dua jam.

  • Bukan Pewaris Biasa   Warisan Rafael & Surat Perpisahan (S2)

    “Ini luar biasa! Apa kuil itu terbuat dari emas?” Saka terpukau dengan kemegahan kuil yang ia lihat. Kuil-kuil yang ada di Chiang Mai sangat dijaga kelestariannya. Bukan hanya bentuk fisiknya saja yang begitu artistik dan memiliki sejarah yang tak ternilai, tapi fasilitas pendukung untuk para wisatawan juga diprioritaskan. Kenyamanan, keamanan dan kebersihan sangat terlihat di lingkungan kuil-kuil itu. Saka sangat menikmati kunjungan wisata itu. Ia sangat senang karena bisa pergi lagi bersama sepupu yang telah dianggapnya sebagai seorang kakak. Tidak sedikit ia bertanya tentang kuil-kuil itu ke Dannis. Meski lelaki itu telah menjelma sebagai pria dingin dan kaku, Dannis masih memiliki sisi lembut ketika bersama Saka. “Ngomong-ngomong, kau ingin menunjukkan apa padaku? Sebelum kita ke sini, kau bilang ingin menunjukkan sesuatu,” tanya Dannis.“Oh, aku baru ingat. Ini hanyalah cerita dari ayahku. Dulu sekali, dia pernah menyinggung soal organisasi hitam bernama Dewan XII. Kau tahu aya

  • Bukan Pewaris Biasa   Kita Bagi Dua Kelompok (S2)

    “Fraksi IX? Apa kau gila?!” Steven langsung menghentikan ucapan temannya. “Organisasi itu seperti hantu. Tidak ada yang tahu di mana dan siapa amggotanya. Kau pikir kita bisa menemukannya?” ucap Reina. “Aku akan jelaskan dulu. Lalu kalian bisa mengambil kesimpulannya,” ungkap Gan. Anya dan Saka yang belum mengetahui organisasi itu tampak bingung. Dannis yang berada di samping mereka mencoba menjelaskan tentang organisasi Fraksi IX kepada keduanya. Meski harus mengabaikan ucapan Gan, tapi Dannis sangat menikmati menjelaskan hal itu pada Anya dan Saka. “Seorang Verbannen ke-6 mengetahui siapa anggota Fraksi IX. Tapi dia hanya memberikan alamatnya saja. Sayangnya, tempat orang itu sangat jauh dari Verbannen ke-6 yang memberitahukan tentang anggota organisasi itu. Yang aku rencanakan adalah… kita berpencar. Kelompok pertama akan menemui Verbannen di Myanmar. Kita akan mengajaknya untuk bergabung. Lalu kelompok kedua akan pergi menemui orang yang diduga sebagai anggota Fraksi IX di Lao

  • Bukan Pewaris Biasa   Berkumpul di Chiang Mai (S2)

    “Kau sudah bangun?” Gan menyapa temannya yang sedang berdiri di atas balkon penginapan. “Chiang Mai. Apa yang kita lakukan di sini? Kau ingin berwisata kuil?” Dannis menyindir. Hari baru dengan pemandangan langit biru tampak mempesona dirinya. Tapi kejadian yang membuat ia terus mengingat tentang lautan api, membuatnya merasa tidak nyaman. Apalagi kejadian kemarin telah menelan korban, yaitu temannya; Aden. Mereka lari sangat jauh dari lokasi pembakaran dan pembantaian malam lalu. Dengan uang yang tersisa, Gan membawa kedua temannya menuju ke Chiang Mai, tempat di mana salah satu klub malam miliknya yang tersisa.“Kita datang ke sini untuk mengambil simpanan uangku. Para Jager brengsek itu pasti telah menghubungi bank lokal untuk membekukan rekeningku. Aku harus mengambil uang tunai di penyimpananku. Dan… kita juga menunggu Steven, Reina dan satu orang lagi yang matanya ikut dari tanah airmu.” Gan pun pergi setelah mengucapkan hal itu. “Satu orang lagi?” Dannis berpikir siapa yang

  • Bukan Pewaris Biasa   Lautan Api (S2)

    Kepergian Gan membuatnya tampak tenang. Saat ini ia hanya ingin beristirahat di tempatnya hingga ajal menjemput. Sambil memegang remote control di salah satu tangannya, Aden menunggu sampai temannya berkumpul dengan yang lain. Tampak dari layar smartphone miliknya ada sebuah foto lama yang membuatnya teringat momen ketika ia masih menjadi seorang Jager. Aden mencoba untuk bernostalgia dengan foto di galeri smartphone miliknya. Sungguh rindu… ia rindu dengan keadaan dulu. “Gan?” Rosella bertemu dengan Gan yang baru saja melompat dari rumah sebelah. “Kenapa kau di sini?” Dannis merasa bingung ketika bertemu dengan Gan. Ia melihat pria itu menangis. Matanya masih tampak bengkak.“Kita harus pergi! Aden akan menekan remote itu! Cepat!” Gan berupaya membawa mereka berdua menjauh. Tapi Rosella dan Dannis tetap diam di tempat sembari mempertanyakan di mana Aden berada. Mereka menolak pergi sebelum Gan menjelaskan tentang keadaan Ad

  • Bukan Pewaris Biasa   Maaf Aku Meninggalkanmu (S2)

    “A, apa dari sana?” Aden menerka datangnya peluru yang menembaknya. Ia melihat gedung tinggi yang lumayan jauh. Tapi apa mungkin?Tepat di dada bagian kanan peluru Diablo menembusnya. Aden berusaha untuk bangun kembali, namun darah yang mengucur dari luka itu begitu deras. Bahkan darah juga keluar dari mulutnya. “G–guys… ada satu sniper lagi ….” [Kenapa bicaramu terbata-bata?]Gan merasa ada yang tidak beres dengan temannya. Ia menghentikan langkahnya dan berusaha mendengarkan Aden. [Aden? Apa kau terluka?] Rosella merasa cemas. Ia berupaya agar tebakannya salah. “A–aku baik-baik saja. Rose, tolong bisik ke arah gedung diujung sana. Sepertinya dia menembak dari sana.” Aden berusaha keluar dari jalur bidik Vladimir dengan bersembunyi kembali di balik dinding. Dengan posisi terduduk, ia berusaha untuk menghentikan pendarahannya menggunakan sapu tangan yang ia bawa. [Kau yakin? Kau seperti orang yang sedang terluka.]Gan mengkonfirmasinya kembali. Ia merasa ada yang tidak beres de

  • Bukan Pewaris Biasa   Awas Sniper! (S2)

    Serangan dari jarak jauh mulai dilancarkan oleh para Jager. Ternyata mereka sudah mengepung rumah itu semenjak gencatan senjata. Mereka terus maju dari lokasi persembunyiannya yang awal. Perlahan tanpa diketahui oleh Gan dan para pengawalnya. Dan inilah hasilnya. Ledakan besar yang baru saja terjadi berasal dari tembakan bazooka yang dilakukan oleh para Jager dari rumah seberang jalan. Meski para kawanan Gan bisa melawan balik, tapi intensitas serangan para Jager jauh lebih mendominasi. Alhasil, para pasukan Gan yang justru mundur ke belakang rumah untuk melindungi diri. Dan dalam waktu beberapa menit saja, sahut-sahutan bazooka membuat pekarangan depan rumah Gan hancur berantakan. Bahkan beberapa ruangan yang ada di rumahnya hancur menjadi puing-puing. “Mereka mendobrak gerbang!” Salah satu pengawal berteriak. “Dasar sial! Cepat bunuh mereka!” teriak Gan. Ia sedang bersama Aden yang bersiap-siap untuk melancarkan serangan kejutan. Aden terlihat sedang mempersiapkan senapan sniper

  • Bukan Pewaris Biasa   Pesta Jager Vs Verbannen Dimulai! (S2)

    Malam bergulir sangat cepat bagi Dannis yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia terlihat kelelahan selama seharian berkutat dalam pelatihan ekstrimnya. Tanpa ia sadari, jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Yang ia ingat setelah latihan selesai hanyalah mandi, makan dan tempat tidurnya. Sepertinya karena begitu lelah, ia tertidur hampir dua belas jam lebih. Ia merasakan sekujur tubuhnya terasa sakit, mungkin karena efek dari latihan kemarin. “Kenapa tenang sekali?” Lelaki itu tidak mengira bahwa pagi harinya akan dimulai dengan ketenangan. Biasanya ada langkah kaki yang terdengar lalu-lalang di sepanjang lorong lantai dua. Atau suara dari para pengawal yang mondar-mandir tepat di depan kamarnya. Bahkan ia tidak melihat si gila Rosella yang tiba-tiba masuk dan menggodanya. “Apa yang terjadi? Apa mereka semua mati?” Dannis beranjak dari ranjangnya dan menuju ke arah pintu. Ketika ia membukanya, tidak ada seorang pun yang menjaga di lorong lantai dua. Dan ketika ia melihat ke ba

DMCA.com Protection Status