Home / Urban / Bukan Pewaris Biasa / Pertemuan Setelah Wisuda

Share

Pertemuan Setelah Wisuda

Author: Mangata
last update Last Updated: 2023-08-30 02:00:53

"Bagaimana wisudanya? Apa menarik?" tanya Juna.

Ia duduk dibawah pohon bersama dengan beberapa orang lain. Mereka semua adalah keluarga dan kerabat para mahasiswa yang sedang wisuda.

"Lumayan … sayangnya aku hanya mendapat IPK 3,00 saja," balas Dannis.

Lelaki itu duduk di samping Juna, di tempat yang kosong dekat tong sampah. Melepas topi hitam wisudanya dan melonggarkan baju hitam yang ia kenakan saat upacara. Juna memberikan sebotol air mineral kepadanya. Terlihat Dannis begitu lelah hingga ia menghabiskan seluruh air di dalam botol itu.

"Sudah sekitar dua bulan berlalu, bagaimana menurutmu? Yang tersisa dari musuh dan temanmu hanyalah dirimu sendiri." Juna menyindir kembali, sebuah kisah di saat pemakaman ayahnya Luna.

"Entahlah … mungkin saat ini Luna sedang berbahagia di negara pizza bersama dengan ibunya. Aku bersyukur bila dia benar-benar bahagia. Karena dia pantas mendapatkan hal itu," ungkap Dannis. 
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bukan Pewaris Biasa   CEO Baru

    "Kakek, sedang apa kau di tempatku?" Dannis yang baru saja tiba bersama Juna langsung dikejutkan dengan kemunculan kakeknya di ruang pribadinya. "Kau sudah menghias ruangan ini dengan baik. Apa gedung ini dikhususkan untuk mengkoordinasikan semua cabang bisnis milik ayah dan ibumu?" tanya Aji Kartanegara yang memuji keindahan interior ruang kantor cucu kelimanya. "Aku hanya membuatnya terlihat lebih seperti suasana rumah saja. Ditambah lagi, aku harus merangkum banyak hal sejak ayah meninggalkan semua ini padaku. Aku belajar banyak dari Juna selama dua bulan ini." Dannis yang masih lelah dengan urusan wisuda memilih untuk merebahkan dirinya di sofa panjang berwarna putih keabu-abuan.Gedung yang dibeli oleh Dannis sekitar dua bulan lalu, tepatnya setelah beberapa hari sejak kejadian pemakaman ayahnya Luna, memang diperuntukkan untuk menjadi pusat komando seluruh bisnis milik Alex Kartanegara. Dannis menjadikan gedung berlantai dua puluh it

    Last Updated : 2023-08-31
  • Bukan Pewaris Biasa   Seperti Ular Dan Elang

    "Lihat di arah jam 11, tepatnya di barisan meja VVIP. Sepertinya perempuan yang kau kenal ada di sana," bisik Juna. Ia dan Dannis baru saja kembali ke posisi belakang, berbaris kembali dengan jajaran direksi lainnya setelah selesai memberikan pidato singkat serta pengukuhan Dannis sebagai CEO. Tampak Dannis menoleh ke arah yang ditunjukkan pengawalnya itu. Wajahnya langsung berubah pucat. Ia tidak menyangka bila ada perempuan gila itu lagi. Dannis benar-benar seperti terjebak oleh sihir Airin Kartanegara."Kenapa dia ada di situ?""Dia datang bersama kakak tirinya. Coba kau lihat di sampingnya.""Tunggu dulu! Apa itu cucu pertama kakek?" Dannis dan Juna terus saja berbisik satu sama lain di saat ada direksi lain yang sedang memberikan sambutan selamat kepadanya. "Berapa umurnya?" tanya Dannis. "Ketika kau kecil, dia sudah berumur lima tahun. Artinya saat ini umurnya s

    Last Updated : 2023-08-31
  • Bukan Pewaris Biasa   Sekretaris Pribadi Dannis

    "Maaf, tolong turun dari sana." Dannis merasa canggung ketika dihadapkan dengan situasi itu. Panas, membara, dan hampir membuatnya hilang akal. "Oops, maaf … apa aku membuat senjatamu memanjang?" bisik Airin Kartanegara. Lirih suara yang ia lontarkan ke telinga Dannis membuat lelaki itu tampak merinding. Setelahnya, perempuan itu berdiri dari pangkuan Dannis. Namun sebelum pergi,  ia memberikan kecupan singkat di pipi kanan lelaki di depannya. Sontak saja ketiga kepala direksi dan juga Juna langsung melongo ketika menyaksikan adegan dewasa 21++.Wajah Dannis tampak memerah. Itu adalah momen pertama yang dirasakan olehnya dalam hidup. Namun sebenarnya ia ingin memilih kepada siapa dirinya harus mendapatkan atau melakukan kecupan itu. Airin yang sudah berhasil menggugah sisi emosional Dannis langsung berlalu menghilang di tengah kerumunan. Ia berjalan bagaikan kucing Persia di atas karpet merah. Memang benar, tubuhnya begitu e

    Last Updated : 2023-09-01
  • Bukan Pewaris Biasa   Perjalanan Bisnis

    Dua hari telah berlalu."Aku serahkan Pak Dannis padamu." Juna memberikan berkas dokumen yang harus ditandatangani oleh pihak resort ke tangan Nina. "Dengan senang hati," ungkap perempuan itu. Setelah menerima semua berkas, ia menghampiri Dannis yang sedari tadi sedang sibuk mengobrol di telepon. Sepertinya panggilan itu sangat penting hingga ia sangat bersemangat ketika menjawabnya. "Pak Dannis, kita harus segera pergi." Nina sudah memberi peringatan. Namun Dannis masih mengoceh di saluran teleponnya. Ia tampak gusar karena orang yang ia ajak bicara agak sedikit mengesalkan. ["Beb, nanti aku nyusul ke sana, yah?"]"Untuk apa?! Jangan lakukan! Ingat itu!" ["Aku rindu. Kata orang, kalau rindu itu berat. Takutnya nanti aku malah melampiaskan rinduku ke laki-laki lain?"]"Bodo amat! Tidak ada urusan denganku!"["Ada, dong! 'Kan kamu ayang bebeb aku."]Semakin Dannis mempertahankan panggilan telepon itu, semakin dirinya merasa muak. Mendengar ocehan Airin Kartanegara yang entah sedan

    Last Updated : 2023-09-02
  • Bukan Pewaris Biasa   Tatap Muka Pertama 

    Setelah selesai dengan penyambutan di lobi bawah, keduanya memutuskan untuk segera menuju ke kamar masing-masing. Tampak Dannis membuat jarak ketika berjalan di samping Nina. "Aku akan menunggumu di lobi bawah." Nina segera membuka pintu kamarnya setelah selesai berbicara dengan Dannis.Kedua kamar mereka saling berhadapan satu sama lain. "Um … aku mengerti." Lelaki itu segera masuk ke dalam kamar setelah memberi jawabannya. Tampak wajahnya begitu lelah karena masalah yang ia hadapi di pesawat. Pertama kali menggunakan transportasi udara membuat dirinya terlihat seperti orang udik. Padahal ia adalah seorang CEO dan pewaris Alex Grup. "Lelah sekali …." Ia memilih untuk duduk sesaat di sofa. Memejamkan kedua matanya untuk mengistirahatkan pikirannya. Pertemuan yang akan dilakukannya nanti telah mengambil sebagian pikirannya. Ia tampak sedikit stres. "Sebaiknya aku mandi, sebelum sekretaris itu memanggilku lagi," pikir Dannis. Tanpa berlama-lama, Dannis memutuskan untuk segera men

    Last Updated : 2023-09-04
  • Bukan Pewaris Biasa   Rencana Gila Si Sekretaris 

    "Maaf, kau siapa?" Sejujurnya Dannis belum pernah bertemu dengan Andika Kartanegara, si paman pertamanya. Ia terkejut dengan sosok asing yang tiba-tiba langsung memeluknya. "Kau tidak mengenalku? Oh, maaf, bodohnya aku. Kukira CEO Alex Grup sudah belajar banyak tentang keluarga Kartanegara," sindir Andika Kartanegara.Nina langsung menyela, "Pak, dia adalah Andika Kartanegara, anak pertama dari tuan Aji Kartanegara, CEO utama dari Kartanegara Grup." Mendengar ucapan perempuan di sampingnya, Dannis tampak gugup. Ia tidak menyangka bila orang yang ada di depannya adalah paman pertamanya sendiri. Dannis merasa beberapa ucapan pria di depannya sangatlah tajam menusuk. Ia sempat berpikir untuk menghindarinya, namun posisi penting yang dimiliki Andika Kartanegara malah membuat Dannis tidak bisa menyingkir darinya. "Apa kau sekretarisnya?" tanya Andika Kartanegara."Benar, saya sekretarisnya," ungkap Nina. Ia menjawab

    Last Updated : 2023-09-05
  • Bukan Pewaris Biasa   Mengisi Perut Di Warung Bebek

    "Bagaimana? Apa kau mau melakukannya?" tanya Nina. "Baiklah, aku akan mencobanya." Dannis menyerah. Akhirnya tanpa adanya pilihan, ia mengikuti rencana gila Nina. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 6 sore, sedangkan acara makan malam yang akan dihadirinya sekitar pukul 8 malam. Dannis yang baru mengunjungi pulau Dewata berpikir untuk mencari camilan ringan di sepanjang jalan. "Anda ingin langsung kembali hotel, Pak?" tanya Nina. "Tidak … aku ingin mencari makanan khas daerah sini. Aku mau bebek betutu. Kau mau ikut atau mau menunggu di hotel?" tanya Dannis balik. "Kau langsung ingin makan sekarang? Lalu saat makan malam bagaimana?" Nina sampai menggelengkan kepalanya. "Aku bisa mencicipi sedikit makanan di acara nanti. Lagi pula kedatanganku ke sana hanya untuk memenuhi undangan paman, bukan untuk menumpang makan seperti di acara hajatan orang," pikir Dannis. Akhirnya mereka berdua masuk ke dalam mobil. Mini Van yang sedari tadi menunggu mereka selesai mengobrol telah terpark

    Last Updated : 2023-09-05
  • Bukan Pewaris Biasa   Makan Malam Bersama Paman

    "Kau sudah siap?" tanya Nina.Perempuan itu mengulurkan tangannya. Tampak ia mengenakan gaun putih bergaya dress panjang yang dikombinasikan dengan kalung mutiara yang tersemat di lingkar lehernya. Tak ketinggalan, ia juga mengenakan sepasang anting berlian dan terlihat rambutnya tergerai panjang ke bawah. "Aku siap," balas Dannis. Lelaki itu tampak menghela napas pendek untuk menghilangkan rasa canggung dan gugupnya. Dannis terlihat mengenakan setelan jas abu-abu kehitaman yang dipadukan dengan aksesoris berupa jam tangan mewah berwarna silver di tangan kanannya. Tak ketinggalan, ia juga mengenakan sepatu mewah limited edition yang dibuat khusus untuk dirinya. Sejujurnya, semua barang yang dikenakan oleh mereka berdua disponsori langsung oleh Gilang dan Juna. Meski begitu, uang yang digunakan tetaplah milik Dannis. Intinya, mereka hanya mensponsori soal tempat pembelian barang dan juga fashion yang harus dikenakan. 

    Last Updated : 2023-09-06

Latest chapter

  • Bukan Pewaris Biasa   Pertarungan Final! (TAMAT)

    “Mereka terlalu banyak!” Anya begitu kesulitan untuk menembak para Jager selama sniper itu masih ada. “Kau harus bunuh snipernya terlebih dulu!” Anya berteriak dari balkon lantai tiga. “Aku tahu!” Dannis yang masih baru pertama kali menggunakan senjata sniper itu tampak kaku ketika membunuh beberapa Jager yang mendekat. Meski begitu, pelatihan yang ia lakukan dengan Rosella tidaklah gagal. Dannis tahu tentang sniper yang ada di lantai tiga itu. Ia tahu kalau sniper itu yang membunuh Aden di tragedi lautan api. Saat Rosella membidiknya, ia juga ikut melihat perawakan sniper itu. Tapi masalahnya, kemampuan sniper itu jauh diatasnya. Ia butuh strategi jitu untuk menumbangkannya. “Ada helikopter yang akan datang lima belas menit lagi! Bertahanlah sampai bala bantuan tiba!” Saka berteriak dari lantai dua.“Bala bantuan? Siapa yang akan membantu kita?” Anya merasa bingung. “Seorang teman lama kenalan ayahku.” Saka tersenyum. Anak itu mencoba menyusuri belakang rumah. Ia memanjat Dindin

  • Bukan Pewaris Biasa   Tamu Tak Diundang Di Villa (S2) 

    Perjalanan menuju ke villa yang berada di perbatasan antara Thailand dan Laos lumayan jauh dan memakan waktu tidak sebentar. Dua jam perjalanan Menggunakan taksi sudah cukup membuat kepala Dannis pegal. Terlebih lagi, Saka dan Anya yang ketiduran dan bersandar ke kedua pundaknya. Ia berganti posisi dengan Saka yang semula duduk di tengah-tengah. Saat memasuki wilayah sebuah komplek perumahan yang berada di lereng bukit, pemandangan di kedua sisi jalan berubah menjadi area pepohonan pinus. Sepi, tidak ada mobil yang lalu-lalang. Bahkan jarang ada orang yang sekadar lewat. Dannis merasa wilayah ini sangat berbeda dengan wilayah lainnya. “Hei, bangun. Kita sudah mau sampai.” Dannis membangunkan keduanya. Tampak liur Saka dan Anya membekas di kaos oblongnya. “Apa kita sudah di villa?” Anya melihat ke luar jendela. Ia sangat terpukau dengan pemandangannya. “Aneh, kenapa sepi sekali?” Saka merasakan hal yang sama dengan Dannis. Bocah itu masih saja menguap padahal sudah tidur dua jam.

  • Bukan Pewaris Biasa   Warisan Rafael & Surat Perpisahan (S2)

    “Ini luar biasa! Apa kuil itu terbuat dari emas?” Saka terpukau dengan kemegahan kuil yang ia lihat. Kuil-kuil yang ada di Chiang Mai sangat dijaga kelestariannya. Bukan hanya bentuk fisiknya saja yang begitu artistik dan memiliki sejarah yang tak ternilai, tapi fasilitas pendukung untuk para wisatawan juga diprioritaskan. Kenyamanan, keamanan dan kebersihan sangat terlihat di lingkungan kuil-kuil itu. Saka sangat menikmati kunjungan wisata itu. Ia sangat senang karena bisa pergi lagi bersama sepupu yang telah dianggapnya sebagai seorang kakak. Tidak sedikit ia bertanya tentang kuil-kuil itu ke Dannis. Meski lelaki itu telah menjelma sebagai pria dingin dan kaku, Dannis masih memiliki sisi lembut ketika bersama Saka. “Ngomong-ngomong, kau ingin menunjukkan apa padaku? Sebelum kita ke sini, kau bilang ingin menunjukkan sesuatu,” tanya Dannis.“Oh, aku baru ingat. Ini hanyalah cerita dari ayahku. Dulu sekali, dia pernah menyinggung soal organisasi hitam bernama Dewan XII. Kau tahu aya

  • Bukan Pewaris Biasa   Kita Bagi Dua Kelompok (S2)

    “Fraksi IX? Apa kau gila?!” Steven langsung menghentikan ucapan temannya. “Organisasi itu seperti hantu. Tidak ada yang tahu di mana dan siapa amggotanya. Kau pikir kita bisa menemukannya?” ucap Reina. “Aku akan jelaskan dulu. Lalu kalian bisa mengambil kesimpulannya,” ungkap Gan. Anya dan Saka yang belum mengetahui organisasi itu tampak bingung. Dannis yang berada di samping mereka mencoba menjelaskan tentang organisasi Fraksi IX kepada keduanya. Meski harus mengabaikan ucapan Gan, tapi Dannis sangat menikmati menjelaskan hal itu pada Anya dan Saka. “Seorang Verbannen ke-6 mengetahui siapa anggota Fraksi IX. Tapi dia hanya memberikan alamatnya saja. Sayangnya, tempat orang itu sangat jauh dari Verbannen ke-6 yang memberitahukan tentang anggota organisasi itu. Yang aku rencanakan adalah… kita berpencar. Kelompok pertama akan menemui Verbannen di Myanmar. Kita akan mengajaknya untuk bergabung. Lalu kelompok kedua akan pergi menemui orang yang diduga sebagai anggota Fraksi IX di Lao

  • Bukan Pewaris Biasa   Berkumpul di Chiang Mai (S2)

    “Kau sudah bangun?” Gan menyapa temannya yang sedang berdiri di atas balkon penginapan. “Chiang Mai. Apa yang kita lakukan di sini? Kau ingin berwisata kuil?” Dannis menyindir. Hari baru dengan pemandangan langit biru tampak mempesona dirinya. Tapi kejadian yang membuat ia terus mengingat tentang lautan api, membuatnya merasa tidak nyaman. Apalagi kejadian kemarin telah menelan korban, yaitu temannya; Aden. Mereka lari sangat jauh dari lokasi pembakaran dan pembantaian malam lalu. Dengan uang yang tersisa, Gan membawa kedua temannya menuju ke Chiang Mai, tempat di mana salah satu klub malam miliknya yang tersisa.“Kita datang ke sini untuk mengambil simpanan uangku. Para Jager brengsek itu pasti telah menghubungi bank lokal untuk membekukan rekeningku. Aku harus mengambil uang tunai di penyimpananku. Dan… kita juga menunggu Steven, Reina dan satu orang lagi yang matanya ikut dari tanah airmu.” Gan pun pergi setelah mengucapkan hal itu. “Satu orang lagi?” Dannis berpikir siapa yang

  • Bukan Pewaris Biasa   Lautan Api (S2)

    Kepergian Gan membuatnya tampak tenang. Saat ini ia hanya ingin beristirahat di tempatnya hingga ajal menjemput. Sambil memegang remote control di salah satu tangannya, Aden menunggu sampai temannya berkumpul dengan yang lain. Tampak dari layar smartphone miliknya ada sebuah foto lama yang membuatnya teringat momen ketika ia masih menjadi seorang Jager. Aden mencoba untuk bernostalgia dengan foto di galeri smartphone miliknya. Sungguh rindu… ia rindu dengan keadaan dulu. “Gan?” Rosella bertemu dengan Gan yang baru saja melompat dari rumah sebelah. “Kenapa kau di sini?” Dannis merasa bingung ketika bertemu dengan Gan. Ia melihat pria itu menangis. Matanya masih tampak bengkak.“Kita harus pergi! Aden akan menekan remote itu! Cepat!” Gan berupaya membawa mereka berdua menjauh. Tapi Rosella dan Dannis tetap diam di tempat sembari mempertanyakan di mana Aden berada. Mereka menolak pergi sebelum Gan menjelaskan tentang keadaan Ad

  • Bukan Pewaris Biasa   Maaf Aku Meninggalkanmu (S2)

    “A, apa dari sana?” Aden menerka datangnya peluru yang menembaknya. Ia melihat gedung tinggi yang lumayan jauh. Tapi apa mungkin?Tepat di dada bagian kanan peluru Diablo menembusnya. Aden berusaha untuk bangun kembali, namun darah yang mengucur dari luka itu begitu deras. Bahkan darah juga keluar dari mulutnya. “G–guys… ada satu sniper lagi ….” [Kenapa bicaramu terbata-bata?]Gan merasa ada yang tidak beres dengan temannya. Ia menghentikan langkahnya dan berusaha mendengarkan Aden. [Aden? Apa kau terluka?] Rosella merasa cemas. Ia berupaya agar tebakannya salah. “A–aku baik-baik saja. Rose, tolong bisik ke arah gedung diujung sana. Sepertinya dia menembak dari sana.” Aden berusaha keluar dari jalur bidik Vladimir dengan bersembunyi kembali di balik dinding. Dengan posisi terduduk, ia berusaha untuk menghentikan pendarahannya menggunakan sapu tangan yang ia bawa. [Kau yakin? Kau seperti orang yang sedang terluka.]Gan mengkonfirmasinya kembali. Ia merasa ada yang tidak beres de

  • Bukan Pewaris Biasa   Awas Sniper! (S2)

    Serangan dari jarak jauh mulai dilancarkan oleh para Jager. Ternyata mereka sudah mengepung rumah itu semenjak gencatan senjata. Mereka terus maju dari lokasi persembunyiannya yang awal. Perlahan tanpa diketahui oleh Gan dan para pengawalnya. Dan inilah hasilnya. Ledakan besar yang baru saja terjadi berasal dari tembakan bazooka yang dilakukan oleh para Jager dari rumah seberang jalan. Meski para kawanan Gan bisa melawan balik, tapi intensitas serangan para Jager jauh lebih mendominasi. Alhasil, para pasukan Gan yang justru mundur ke belakang rumah untuk melindungi diri. Dan dalam waktu beberapa menit saja, sahut-sahutan bazooka membuat pekarangan depan rumah Gan hancur berantakan. Bahkan beberapa ruangan yang ada di rumahnya hancur menjadi puing-puing. “Mereka mendobrak gerbang!” Salah satu pengawal berteriak. “Dasar sial! Cepat bunuh mereka!” teriak Gan. Ia sedang bersama Aden yang bersiap-siap untuk melancarkan serangan kejutan. Aden terlihat sedang mempersiapkan senapan sniper

  • Bukan Pewaris Biasa   Pesta Jager Vs Verbannen Dimulai! (S2)

    Malam bergulir sangat cepat bagi Dannis yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia terlihat kelelahan selama seharian berkutat dalam pelatihan ekstrimnya. Tanpa ia sadari, jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Yang ia ingat setelah latihan selesai hanyalah mandi, makan dan tempat tidurnya. Sepertinya karena begitu lelah, ia tertidur hampir dua belas jam lebih. Ia merasakan sekujur tubuhnya terasa sakit, mungkin karena efek dari latihan kemarin. “Kenapa tenang sekali?” Lelaki itu tidak mengira bahwa pagi harinya akan dimulai dengan ketenangan. Biasanya ada langkah kaki yang terdengar lalu-lalang di sepanjang lorong lantai dua. Atau suara dari para pengawal yang mondar-mandir tepat di depan kamarnya. Bahkan ia tidak melihat si gila Rosella yang tiba-tiba masuk dan menggodanya. “Apa yang terjadi? Apa mereka semua mati?” Dannis beranjak dari ranjangnya dan menuju ke arah pintu. Ketika ia membukanya, tidak ada seorang pun yang menjaga di lorong lantai dua. Dan ketika ia melihat ke ba

DMCA.com Protection Status