“Katakan mengapa kau lakukan ini, hah?” tanya Langit yang belum juga melepaskan cengkeraman tangannya.Jingga berusaha memberontak dan melepaskan diri dari cengkeraman Langit. Namun, karena tenaga Langit lebih kuat. Pastinya tidak mudah untuk melepaskan diri. “Langit! Apa yang kamu lakukan?” tanya Jingga dengan suara yang tercekat.Seketika Langit tersadar dengan apa yang dilakukannya, dan langsung melepaskan tangannya dari Jingga.Uhuk! Uhuk!Jingga terbatuk-batuk dan berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Dia baru pertama kalinya melihat Langit sampai semarah ini. Padahal Jingga juga tidak tahu apa yang terjadi, dan mengapa Langit melakukan itu sambil menyebut panti asuhan.Jingga memang tahu dengan panti asuhan yang dulu menjadi tempat tinggal Langit. Dan Jingga juga mengakui kalau dia sempat mengancam Langit dengan panti asuhan itu. Tapi, apa yang Langit katakan malam ini Jingga benar-benar tidak mengerti.Mereka baru saja pulang dari rumah sakit dan pindah ke apartemen i
“Aku belum terbiasa,” jawab Langit pelan.Langit menghela nafas berat, dia tidak tahu apakah dia akan percaya dengan semua yang dikatakan oleh Abizar atau tidak. Yang terpenting saat ini adalah dia harus menyelamatkan panti asuhan terlebih dahulu.“Tidak usah cemas, besok pagi akan papa selesaikan,” ujar Abizar lagi.“Terima kasih,” ucap Langit sebelum menutup sambungan telepon tersebut.Tut!Sambungan telepon terputus, Langit kembali menyalakan rokoknya. Akhirnya tidak ada pilihan lain, dia harus meminta bantuan Abizar. Lelaki yang baru saja ditemuinya beberapa hari yang lalu dan mengaku sebagai papa kandungnya.Pfuuuh!Langit membuang asap yang memenuhi rongga tenggorokannya. Ada rasa lega dan juga beban baru yang secara bersamaan memenuhi hatinya. Dia lega karena akhirnya bisa menyelamatkan panti asuhan, meskipun dia belum tahu hasilnya.Dan juga ada beban baru di dalam dadanya, yaitu dia harus mengakui kalau Abizar adalah benar ayah kandungnya. Sedangkan dia tidak tahu kebenaran i
“Bapak siapa?” tanya bu Juni keheranan saat mendengar jawaban dari Abizar.Bu Juni juga memandang Langit dan Abizar secara bergantian. Bahkan beliau tidak sempat mempersilakan masuk saking herannya dengan apa yang dia dengar ini.“Langit?” tanya bu Juni yang merasa kalau Langit tahu sesuatu, apalagi Langit meminta bantuan Beni untuk menjaga Biru.Langit hanya bisa menghela nafas berat. “Biar beliau yang menjelaskannya, Bu. Langit juga tidak paham.”Langit mengajak Abizar dan ibunya untuk masuk ke ruang tamu yang masih ada kursi yang sudah rapuh disana. Sepertinya ibunya memang belum mengeluarkan semua barang-barang yang besar, sehingga kursi itu masih disana, seperti semula.“Ini sertifikatnya,” ujar Abizar memberikan sertifikat rumah itu yang belum digadaikan di sebuah bank.Lagi-lagi hal itu membuat bu Juni terkejut, sertifikat yang sudah sekian tahun disekolahkan di sebuah bank swasta, dan saat ini berada di tangannya.“Apakah bapak yang akan membeli tempat ini dan mau menggusurnya
"Hal urgent?" tanya Langit sambil bergumam.Bu Juni dan Abizar menatap Langit khawatir. Karena sepertinya terjadi sesuatu kepada Jingga."Ada apa, Nak?" tanya Bu Juni akhirnya membuka suaranya. Beliau merasa sangat khawatir melihat Langit yang tampak begitu serius dan mengkhawatirkan.Langit tergagap. "Jingga menelepon, katanya ada hal urgen yang terjadi," jawab Langit dengan pelan."Kamu pulang saja, selebihnya disini biar papa yang urus. Dan kami juga akan bantu beres-beres disini," ujar Abizar kemudian.Langit menatap Bu Juni cukup lama. Ada rasa tidak tega meninggalkan ibunya itu saat ini, meskipun memang urusan penggusuran sudah selesai.Namun, Langit bisa melihat banyak yang harus dibantu untuk menyusun kembali barang-barang ibunya. Ibunya hanya seorang diri, adik-adiknya yang lain masih kecil."Kamu tenang aja, biar papa yang menjaga panti. Oh iya untuk pulang sebaiknya kamu sama Beni aja. Kasihan Biru masih mau main sama Beni. Lagian nanti kamu gak konsentrasi," ujar Abizar la
"Kita akan tinggal dimana?" tanya Jingga kemudian.Jingga tahu pertanyaannya mungkin tidak sopan atau sangat tidak tahu malu, karena saat ini kalau dia memutuskan untuk tidak mengikuti kemauan Fargo, itu artinya hidupnya hanya bergantung kepada Langit."Pastinya kamu sudah tahu kita harus tinggal dimana. Untuk saat ini, ya hanya panti lah tujuanku pulang," jawab Langit sambil tersenyum.Langit paham kalau Jingga pastinya merasa keberatan tinggal disana. Namun, apa yang bisa dilakukan? Bahkan mereka saat ini hanya memiliki uang yang sudah sempat mereka tarik beberapa hari lalu sebelum kartu di blokir.Bahkan mungkin uang yang dimilikinya tidak akan cukup untuk menyewa sebuah kontrakan. Dan juga sayang uangnya, sementara mereka belum tahu apa yang harus dihadapi ke depannya."Sempit-sempitan disana?" tanya Jingga lagi.Langit menggelengkan kepalanya. "Gak, kamu tenang saja. Rumah itu besar dan sekarang hanya ada beberapa anak saja. Karena ibu sedang mengurus penutupan izin panti dan rum
Langit menghela nafas berat saat melihat orang itu adalah salah satu pengawal Abizar."Siapa yang kau panggil?" tanya Jingga keheranan. Apalagi dengan jelas si sopir menyebut 'tuan' dan melihat ke arah Langit."Tuan Langit," jawab sopir tersebut.Langit menghela nafas berat, apalagi saat Jingga menatapnya dengan penuh tanda tanya."Kau siapa?" tanya Jingga lagi karena Langit masih belum bergeming."Orang suruhan Tuan Abizar. Nama saya Jodi," jawabnya memberitahukan namanya.Jingga semakin bingung. Dia bahkan tidak tahu dengan orang yang disebutkan oleh Jodi tersebut. Namun, apa hubungannya dengan Langit."Langit, siapa mereka?" tanya Jingga yang merasa khawatir kalau mereka adalah orang-orang Fargo yang akan mencelakai mereka.Langit menggelengkan kepalanya. "Sudahlah, ayo naik. Tenang aja aman, aku kenal dia."Langit menarik tangan Jingga dan juga Biru mendekat ke mobil tersebut. Sopir yang bernama Jodi itu membantu memasukkan barang mereka ke mobil."Tolong antarkan kami ke panti sa
"Bagaimana?" tanya Abizar kemudian menatap Langit dan Jingga secara bergantian.Sementara Araka hanya diam, menyimak setiap pembicaraan dari papanya dan kakak yang baru dikenalnya."Sebaiknya pulang saja ke rumah dulu, disana kalian bisa menenangkan pikiran. Dan aku yakin Biru pasti akan senang di rumah sana," saran Araka."Jangan langsung mikir bisnis, Pa. Mereka butuh ketenangan dulu. Apa yang terjadi itu pasti membuat mereka syok. Terutama Kak Jingga," lanjut Araka.Langit melihat ke arah sang istri. Dia setuju dengan apa yang dikatakan Araka di akhir kalimatnya, kalau Jingga yang paling syok. Pastinya Jingga tidak akan terbiasa dengan kehidupannya yang susah kalau dia memaksa Jingga tinggal di panti. Namun, masih ada keraguan di hatinya mengenai hubungannya dan Abizar. Bagaimana kalau salah?Hal yang paling Langit takutkan saat ini adalah, kalau semua itu salah. Abizar salah mengakui orang, karena bisa jadi bukan Langit orang yang dia cari. Siapa tahu tertukar.Berbeda dengan Lan
“Santai,” bisik Jingga tersenyum sinis ke arah Langit.“Selamat datang, pasti kalian sangat lelah sekali,” sambut wanita yang bernama Hani itu. dia adalah istrinya Abizar.Bu Hani menyambut kedatangan Langit tampaknya dengan sangat antusias, senyum terus terkembang di bibirnya. Sehingga membuat Langit lama-lama melupakan kecanggungannya. Dia merasa di terima di dalam keluarga ini.“Ma, ini Langit yang papa ceritakan kemarin. Dan ini Jingga istrinya, yang ini Biru anak mereka,” ujar Abizar memperkenalkan Langit kepada istrinya.Bu Hani mengangguk, memeluk satu persatu anak dan menantunya itu. “Mama sudah masak, kalian pasti capek. Sebelum istirahat kita makan dulu.”Sambutan hangat dari bu Hani membuat Langit merasa menemukan keluarga baru, namun Langit tidak tahu apakah itu sambutan tulus atau hanya sebuah keterpaksaan. Yang pasti saat ini, mereka bisa menenangkan diri dan menghindari mata-mata Fargo.“Terima kasih,” ucap Langit sungkan.“Panggil saja ‘mama’ sama seperti Ara. Kalian s
Hingga malam mereka berada di rumah Fargo dan Leni, mereka membantu mempersiapkan segalanya dan juga ternyata minimarket yang sudah disiapkan oleh Langit dan Jingga itu semuanya sudah terisi. Mereka hanya tinggal membukanya saja dan melayani, bahkan minumarket tersebut dilengkapi dengan mesin kasir dan semuanya.Juga ada kontak supplier yang akan mengisi minimarket mereka, pokoknya Fargo dan Leni hanya tinggal duduk diam mengelola minimarket tersebut. Dan mereka berharap kalau keduanya benar-benar serius dan bisa membuat minimarket tersebut lebih maju. Meskipun kondisinya mereka benar-benar berubah 180 derajat, berubah dari mereka yang awalnya seorang pengusaha seorang pemilik perusahaan yang tinggal di perumahan mewah biasa dilayani dengan beberapa orang pembantu. Dan sekarang mereka benar-benar melakukannya sendiri dengan tangan dan kaki mereka sendiri. Tapi, Langit melihat adanya keseriusan di wajah Fargo dan Leni.“Kami akan pulang, nanti kapan-kapan kami akan datang lagi ke sini
“Sekarang kemana tujuan kalian?" tanya Langit kepada Fargo. Fargo dan Leni tampak menggelengkan kepalanya, karena mereka saat ini tidak tahu harus kemana. Sebab mereka tidak memiliki tujuan, beberapa hari setelah diusir oleh pihak bank mereka memilih tinggal di hotel. Namun, ternyata biaya hotel pastinya terus membengkak dan mereka tidak mungkin terus-menerus untuk tinggal di hotel tersebut. Apalagi dengan kondisi mereka yang tidak memiliki apapun. Mereka pastinya tidak akan bisa membayar dan sudah bisa dipastikan kalau mereka pastinya memilih hotel bintang lima.“Kalau begitu nanti setelah bertemu Jingga dan juga setelah bertemu Zaki, kita akan makan. Aku akan mengantarkan kalian ke rumah yang kami siapkan itu. Kami sudah membeli rumahnya waktu itu kami menawarkan rumah karena memang kami sudah menyiapkan untuk tempat kalian tinggal dan juga di samping rumah tersebut ada minimarket yang juga nanti silakan kalian kelola untuk biaya kehidupan sehari-hari. Memang rumah yang kami siapka
Dua hari setelah Langit dan Jingga mendatangi rumah Fargo dan Leni ditolak karena tidak mau mengajak keduanya tinggal di rumah Maika.Akhirnya hari itu ternyata pihak bank berusaha untuk menggusur mereka rumah. Mereka sudah diwajibkan meninggalkan rumah dan semua kendaraan yang mereka miliki juga sudah disita.Dan menurut informasi yang Langit dapatkan, kalau semua itu juga masih terdapat kekurangan beberapa miliar dari semua asetnya tersebut.Meskipun keduanya menolak tawaran dari Langit dan Jingga pada malam itu, namun Langit tetap menyediakan sebuah rumah untuk kedua mertuanya itu. Karena dia yakin suatu saat kedua mertuanya pasti akan kembali ke rumah tersebut, sebab kalau rumah mereka sudah digusur mereka tidak memiliki tempat tinggal lagi.Tok! Tok! Tok! Pintu kamar Langit dan Jingga diketuk dari luar siang ini dengan pelan.Langit dan Jingga sedang beristirahat di kamarnya bersama dengan Zaki. Kebetulan hari ini adalah hari libur. Jadi, Langit sedang menemani Jingga di rumah d
"Tidak bisa, Pa! Kami tidak bisa mengajak kalian tinggal satu rumah dengan kami. Kalau kalian tidak mau ya sudah kalian tinggal saja di sini sampai kalian diusir oleh bank, kami tidak peduli lagi. Kenapa sih kalian selalu saja memaksa keinginan kalian, seharusnya kalian itu sadar dengan semua yang kalian alami," ujar Jingga berteriak saking kesalnya sambil berdiri bersiap meninggalkan kedua orang tuanya yang terus memaksa Langit untuk mengajak mereka tinggal bersama di rumah Maika.Bagaimana bisa mereka mau tinggal di rumah milik Maika, sedangkan pemilik rumah juga masih tinggal di sana. Berbeda kalau Fargo dan Leni mau tinggal bersama dan tidak ada Maika disana, tapi ini Maika saja masih tinggal bersama Langit dan Jingga di rumah tersebut. Dan keduanya memaksa untuk tinggal di rumah itu, hanya karena mereka merasa malu turun kasta yang biasanya tinggal di rumah besar dan mewah dan memiliki perusahaan harus tinggal di rumah sederhana yang kecil.Langit dan Jingga hanya akan memberikan
Tanpa terasa setahun sudah kelahiran Zaki, hari ini dirayakannya pesta ulang tahun untuk bayi yang sudah bisa berjalan tersebut. Semua orang bersukacita. Pun termasuk Biru yang saat ini sudah beranjak remaja. Dia akan memasuki ke sekolah lanjutan pertama, dia akan tinggal di kota bersama Langit dan Jingga di rumah Maika. Dia merasa begitu senang dengan pencapaiannya telah berhasil menyelesaikan sekolahnya di desa. Meskipun tinggal di desa, namun Biru tidak kalah dengan anak yang bersekolah di kota. Dia memiliki kemampuan yang hebat, kecerdasannya tinggi. Kemampuan akademiknya sangatlah tinggi.Dan seperti biasa, Fargo dan Leni belum ada perubahan sedikit pun. Mereka masih terus saja memanfaatkan Langit dan Jingga. Sudah tidak terhitung lagi berapa besar bantuan yang diberikan Langit kepada mereka.Hingga suatu hari, seminggu setelah acara ulang tahun Zaki, Langit menerima kabar dari surat kabar yang mengatakan kalau saat ini Fargo benar-benar jatuh, semua perusahaannya habis terjual d
Hari-hari yang dilalui Langit begitu bahagia setelah kehadiran anaknya. Setiap pulang bekerja rasanya semua letih dan lelahnya langsung hilang karena melihat senyuman dan tumbuh kembang anaknya yang begitu pesat.Sekarang ini anaknya sudah berumur 5 bulan, wajahnya semakin gemuk dan putih. Bayi berusia 5 bulan tersebut semakin lama semakin mirip dengan Langit.“Aku merasa tidak adil, tapi aku tidak tahu harus protes ke siapa," ujar Jingga di suatu weekend di saat mereka semua sedang berkumpul di rumah Maika.Semua orang tua Langit berkumpul di sana seperti biasa, mereka bermain bersama cucu. Kegiatan baru mereka saat ini adalah setiap weekend pasti berkumpul untuk melihat perkembangan cucu mereka.Mendengar apa yang disampaikan oleh Jingga, membuat semua orang melihat ke arahnya. Saat ini bayi Zaki sedang digendong oleh Abizar dan Hani, keduanya tampak sedang bermain bersama bayi Zaki.“Maksud kamu kenapa tidak adilnya? Bagaimana?" tanya Bu Juni kepada menantunya itu. Bu Juni sedikit
Beberapa saat Leni berdiri di depan pintu. Tidak seorangpun mempersilakannya masuk karena semua orang tidak bisa lagi berkata apa-apa. "Bahkan ketika Mama sudah di sini pun, kau tidak mempersilahkan Mama masuk. Begitukah caramu mau nyambut Mama? Dan Begitukah caramu menghormati mertuamu, Langit?" tanya Leni kemudian.“Kalau mau masuk masuk aja, Ma. Semua orang di sini tidak ada yang izin untuk masuk, karena semua yanga datang ke sini atas kabar yang disampaikan olehku. Termasuk Mama juga kan sudah mendapatkan kabar dariku kalau Jingga mau melahirkan. Dan setelah Jingga lahiran juga aku kembali mengabarkan kepada kalian. Dan juga disini semuanya adalah keluarga,” jawab Langit.“Entah apa yang dimaksud Mama dengan kami tidak memberikan kabar. Mungkin maksud Mama kami tidak menjemput. Maaf, kalau untuk menjemput kami tidak akan sempat untuk menjemput kalian. Karena di sini juga aku sedang menunggu istriku yang mau melahirkan. Sekarang mama sudah datang ke sini dan mau masuk, ya silakan m
“Baiklah kalau begitu, aku hanya mengabarkan. Disini aku tidak pernah memaksa Papa dan Mama untuk datang kemari," ujar Langit kemudian.Langit mematikan sambungan telepon tersebut dan menghela nafas berat, sedangkan Jingga tampak memandang wajah Langit dalam. Dia seolah paham dengan apa yang diterima oleh Langit tersebut.“Tidak apa-apa yang penting kalian sudah mengabarkan. Tugas kita itu hanya memberitahu. Kalau nantinya tanggapan mereka tidak mau datang yaitu terserah mereka. Tugas kalian sebagai seorang anak sudah ditunaikan kalian mengabarkan kepada kedua orang tua Jingga kalau akan segera melahirkan, siapa tahu nanti mereka berubah pikiran dan datang untuk menemui cucunya. Nanti mereka akan kembali marah seperti saat dulu saar baru hamil tidak diberitahukan," ujar Maika menenangkan Langit dan Jingga.Pasangan suami istri itu hanya menganggukan kepalanya. Langit terus memegang tangan Jingga dan mengelus kepala sang istri dia ingin memberikan kekuatan kepada Jingga yang saat ini s
Setelah kejadian itu hubungan antara Maika dan keluarga Lubasya kembali memanas. Bukan hanya Dodi yang kembali memusuhi Maika, tapi Dodi berhasil mengajak seluruh keluarga yang lainnya untuk memusuhi Maika.Bahkan mereka dengan terang-terangan kali ini meminta kepada Maika untuk mengembalikan semua harta yang didapatkan dari hasil bekerja dengan Lubasya Group. Maika hanya menggelengkan kepalanya dia benar-benar tidak menyangka, kalau ternyata hubungan antara keluarga Lubasya itu bukanlah hubungan keluarga melainkan hubungan harta. Mereka saling memanfaatkan di sana sini. Padahal mereka juga mempersiapkan untuk anak mereka masing-masing. Tapi entah mengapa mereka sangat tidak ikhlas ketika Maika memberikan harta itu kepada Langit.“Ma, tadi ada utusan dari Lubasya Group mendatangi kantorku,” ujar Langit kepada Maika setelah dia pulang dari kantor.Langit biasanya memang langsung memberikan laporan kepada Maika jika ada sesuatu hal atau berita atau informasi apapun yang dia dapatkan m