Beranda / Pernikahan / Bukan Pelakor / Bab 4. Kecurigaan

Share

Bab 4. Kecurigaan

Penulis: Anna Noerhasanah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hari Minggu, Melati sengaja tidak membangunkan Adam karena memang libur. Saat di Surabaya begini, Adam tidak terlalu sering pergi ke kantornya, karena memang hanya kantor cabang. Adam hanya memantau sesekali. Melati pun masuk kembali ke kamar sambil membawa secangkir kopi untuk Adam.

Terlihat Adam menggeliat. Lalu, matanya mengerjap dan tersenyum saat melihat wajah cantik Melati.

“Udah bangun Mas?” Melati melangkah ke ranjang dan duduk di pinggir ranjang.

Adam duduk dan bersender di dinding, lalu meraih tubuh Melati dan memeluknya. Lalu, mencium kedua pipi Melati bergantian.

“Terbangun karena mencium aroma kopi yang harum. Dan langsung nggak ngantuk karena lihat wajah istriku yang udah seger ini.” Adam mencubit hidung Melati dengan gemas.

“Ish, apa sih Mas? Gombal tahu! Udah sana mandi dulu, bau kecut,” seru Melati.

“Iya, sebentar. Aku minum kopi dulu biar segar.” Adam tersenyum genit pada Melati.

Melati hanya membalas dengan senyuman. Wanita itu menatap wajah tampan suaminya yang sedang minum kopi. Lalu, dia pun berlalu ke kamar mandi. Melati hanya menggeleng-geleng melihat tingkah suaminya.

Saat Adam sedang mandi, tiba-tiba ponsel Adam berdering. Melati membiarkannya, karena dia tak pernah lancang memegang ponsel suaminya itu. Namun, karena tak juga kunjung berhenti, Melati pun mengambil ponsel Adam yang tergeletak di nakas. Namun, kening Melati berkerut saat melihat nama yang tertera di layar ponsel suaminya. “Mama Aisya”, tetapi Melati berpikir mungkin itu nama dari mamanya Adam. Tanpa berpikir ulang, Melati pun menekan tombol warna hijau di ponsel suaminya.

“Assalamualaikum, Pa, kok, lama banget sih diangkatnya? Pasti kesiangan ya? Kebiasaan kalau hari Minggu nggak pernah bangun pagi.” Terdengar suara dari seberang yang membuat Melati terkaget.

Kening Melati mengkerut. Pa? Memangnya siapa yang telepon suaminya? Melati bertanya dalam hati. Atau jangan-jangan benar yang dibilang Reina, kalau sebenarnya suaminya sudah berkeluarga? Melati menarik napas dalam. Dadanya terasa begitu sesak.

“Halo, Pa. Kok, diam saja, sih?” tanya orang di seberang.

Bibir Melati kelu, napasnya kembang kempis. Akhirnya, dia pun mematikan sambungan telepon tersebut. Dia tak tahu harus menjawab apa. Dia pun tak tahu siapa yang menelepon suaminya itu. Kenapa panggilannya begitu pada Adam? Bersamaan dengan Adam yang keluar dari kamar mandi. Melati pun segera menghapus air matanya yang mengalir membasahi pipi.

“Sudah selesai mandinya Mas?” tanya Melati sambil tersenyum berusaha menutupi kesedihannya.

“Iya, mandi harus kilat dong. Kan, pengen cepat-cepat menghabiskan waktu berdua dengan kamu,” ucap Adam sambil tersenyum.

Entah, Melati tak merasa bahagia seperti biasanya saat mendengar rayuan dan gombalan dari Adam. Melati merasa Adam menyembunyikan sesuatu. Lalu, dia pun segera berlalu, dia mengatakan akan menyiapkan sarapan untuk mereka.

“Oh iya Mas, aku ke dapur dulu, mau masak. Oh iya barusan ada yang telepon saat kamu mandi, tapi nggak tahu siapa.” Melati pura-pura tidak tahu siapa yang menelepon suaminya itu, supaya Adam tidak curiga kalau Melati sudah mendengar siapa yang menelepon Adam tadi.

“Kok, nggak kamu angkat?” tanya Adam sok polos.

“Nggaklah, kan, teleponnya ke kamu, siapa tahu penting, kamu telepon balik gih,” ucap Melati.

Adam pun hanya mengangguk. Lalu, dia mengecek ponselnya dan matanya membelalak saat melihat bekas panggilannya tadi. Adam merasa kalau tadi teleponnya diterima oleh Melati, tapi saat Adam hendak bertanya ternyata Melati sudah keluar dari kamar. Kemudian, Adam pun menghubungi nomor Aisyah. Sementara, Melati masih berdiam di balik pintu kamar, dia ingin mendengar apa yang dibicarakan Adam dengan orang yang diteleponnya yang tadi memanggilnya dengan sebutan pa.

“Assalamualaikum Ma, tadi Mama telepon, ya?” tanya Adam.

“Iya, tapi Papa diam saja padahal udah diterima, apa signal susah di sana Pa?” tanya Aisyah dari seberang.

Perkataan Aisyah tentu membuat Adam merasa panas dingin. Telepon istri sahnya tadi sudah diterima, tetapi tak ada suara. Atau jangan-jangan Melati sudah menerimanya? Adam bertanya dalam hati. Namun, Adam segera menepis pikiran buruk tersebut.

“Tadi, Papa habis mandi Ma, jadi belum sempat ngomong, terus Papa matiin.” Adam terpaksa berbohong.

“Kirain kenapa Pa. Papa Anindya nanyain Papa terus, boleh ya Mama ajak Anindya ke Surabaya?” tanya Aisyah.

“Eh, ja-jangan Ma, Papa, kan, lagi kerja. Kalaupun Mama sama Anindya ke sini, Papa nggak mungkin bisa ajak Mama jalan-jalan.” Adam berusaha mencegah istri sahnya itu datang ke Surabaya.

“Ya udah kalau gitu, nanti Mama kasih penjelasan ke Anindya.” Aisyah terdengar pasrah.

“Ya udah Ma, Papa lagi sibuk. Nanti lagi kita sambung, ya,” ucap Adam.

Lalu, Adam pun mengakhiri panggilan teleponnya itu. Adam tidak sadar jika Melati mendengar semua percakapannya dari balik pintu. Air mata Melati tak bisa ditahan lagi. Dia begitu kaget dan syok dengan apa yang didengar, bahkan saat mendengar panggilan Mama dan Papa serta menyebut nama seseorang. Kenapa kamu harus berbohong dan menipuku Mas? Melati bertanya dalam hati. Melati menarik napas dalam. Untuk saat ini dia akan diam dulu, menunggu waktu yang pas untuk bertanya pada Adam. Melati harus bisa mengecek ponselnya, dia ingin mengetahui rahasia yang disembunyikan Adam darinya.

Melati pun segera menghapus air matanya dan bergegas menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Meskipun dadanya begitu sesak setelah mendengar kenyataan yang baru dia tahu, tetapi dia berusaha untuk bersikap biasa saja. Melati tidak boleh gegabah. Bisa jadi wanita yang dipanggil Mama tadi memang sahabatnya dan itu panggilan sayang mereka berdua. Dan Adam juga pernah berkata kalau anaknya itu sudah dianggap seperti anaknya sendiri. Itu yang Melati ingat. Melati pun menarik napas dalam.

Cukup lama Melati bergelut di dapur, setelah beberapa saat akhirnya selesai juga. Dia segera memanggil Adam. Mereka pun menikmati sarapan dengan hikmat, tak ada candaan yang dilontarkan Melati pada Adam. Adam merasa ada yang aneh.

“Sayang, kamu kenapa? Kok, tumben diam, nggak kayak biasanya.” Adam menatap Melati dengan dalam.

“Mas, kenapa kamu nggak jujur aja padaku?” tanya Melati tanpa melihat ke arah Adam.

“Apa maksudmu? Aku nggak ngerti Mel.” Adam menghentikan aktivitas makannya dan mengangkat dagu Melati. Melati pun hanya terdiam, matanya sudah berkaca-kaca.

“Kamu nangis?” tanya Adam. “Sayang, kamu kenapa? Jangan diam saja kayak gini,” ucap Adam.

Melati langsung menangkis tangan Adam dengan kasar. Lalu, Melati berdiri dan meninggalkan Adam. Melati tak melanjutkan sarapannya, hatinya terlalu sakit hingga nafsu makannya langsung menguap begitu saja. Adam yang bingung dengan sikap Melati langsung berlari mengejar Melati yang keluar menuju balkon.

“Sayang, kamu sebenarnya kenapa?” tanya Adam.

“Nggak usah pura-pura nggak ngerti Mas! Sampai kapan kamu akan berbohong dan menutupi semuanya?! Jangan dikira aku bodoh dan nggak ngerti apa-apa!” sentak Melati.

“Sayang, coba kamu bicara pelan-pelan dan jangan sambil marah-marah nggak jelas gini,” ucap Adam dengan tenang.

“Apa katamu? Aku marah-marah nggak jelas? Aku marah padamu Mas! Kenapa marah? Karena kamu sudah menipuku! Kamu pikir aku nggak dengar pembicaraan kamu di telepon tadi? Bahkan aku lihat siapa yang nama yang tertera di layar ponselmu! Aku menerima panggilan itu dan mendengar dia memanggilmu Pa! Panggilan Pa itu sudah membuktikan kalau dia itu istrimu!” Melati begitu murka pada Adam. Dia memukul-mukul dada Adam.

“Penipu kamu Mas! Penipu!” sentak Melati sambil mendorong tubuh Adam.

“Sayang, dengarkan penjelasanku dulu.” Adam mendekap erat tubuh Melati. Melati berusaha untuk berontak, tetapi kalah karena tubuh Adam lebih besar dan tenaganya lebih kuat.

“Lepas Mas! Lepas! Aku benci kamu!” sentak Melati.

Bab terkait

  • Bukan Pelakor    Bab 5. Terbongkar

    “Mel, kamu kenapa? Coba bicara baik-baik, yang tenang.” Adam berusaha membujuk Melati.“Nggak ada yang perlu dibicarakan baik-baik Mas! Aku benci kamu! Benci!” teriak Melati.Adam benar-benar bingung dengan sikap Melati yang tiba-tiba marah-marah tidak jelas. Lalu, Melati kembali masuk ke kamar, lalu kembali dengan membawa ponsel Adam. Lalu, Melati menunjukkan sesuatu yang membuatku tak bisa berkutik.“Mama Aisyah. Siapa dia Mas? Istrimu, kan?” tanya Melati dengan suara bergetar.Adam hanya bisa terdiam. Dia tak tahu harus menjawab apa. Adam tak bisa lagi mengelak. “Kamu nggak bisa jawab, Mas? Dasar penipu kamu! Kamu bilang aku satu-satunya istrimu, satu-satunya wanita yang kamu cinta! Terus wanita bernama Aisyah ini apa nggak kamu cintai?” Melati menatap tajam Adam.Lalu, Melati kembali menunjukkan sesuatu yang membuat Adam membeku.“Lihat ini Mas! Ini yang kamu bilang sahabatmu dan anaknya? Kalian terlihat bahagia sekali. Keluarga yang begitu harmonis.” Melati tersenyum kecut. Tanp

  • Bukan Pelakor    Bab 6. Melati Kecewa

    Suara Aisyah saat di telepon terus terngiang di telinga Melati. Dia benar-benar merasa menjadi seorang penjahat. Melati melihat foto yang dikirimkan Reina ke HP-nya. Foto Adam dengan seorang wanita berjilbab, serta bocah perempuan kecil. Mereka tampak seperti keluarga bahagia. Kemudian, Melati mengirimkan pada Adam. “Mas, lihatlah, kalian seperti keluarga bahagia. Bagaimana perasaan istri pertamamu jika tahu kamu di sini berselingkuh?” Air mata Melati menetes saat mengirimkan pesan itu pada Adam.Kebetulan Adam belum pulang ke Sidoarjo, dia sekarang masih di kantor cabangnya yang ada di Surabaya. Adam memang sudah berjanji akan menemani Melati sekitar dua bulanan.Kemudian, ponsel Melati bergetar, sebuah notifikasi pesan dari Adam masuk di ponsel Melati.“Sayang, kamu ngomong apa, sih? Itu cuma sebuah foto. Foto yang diambil diam-diam oleh sahabatmu. Asal kamu tahu, aku lebih bahagia bersama kamu, Melati. Aku nggak nyaman dengan Aisyah,” balas Adam.“Sudahlah, Mas, jangan membuatku s

  • Bukan Pelakor    Bab 7. Dilema

    Sesampai di rumah, Melati langsung disambut oleh Adam. “Sayang, aku nggak mau kamu kayak gini. Anggap saja aku hanya milikmu.” Adam meraih tangan Melati dan hendak menciumnya, tetapi Melati menolak. “Nggak usah pegang-pegang, Mas! Aku muak sama kamu! Talak aku, Mas! Bebaskan aku! Aku nggak mau menjadi pelakor!” sentak Melati. “Melati, aku nggak akan pernah menalakkmu! Aku sangat mencintaimu.” Adam terus membujuk Melati. Melati menatap Adam dengan tajam. “Kamu jangan egois, Mas! Jangan serakah!” sentak Melati. “Mel, beri aku waktu untuk mengatakan hubungan kita ini pada Aisyah. Aku akan menceraikan dia. Aku nggak bahagia hidup dengannya. Aku lebih nyaman denganmu, Mel.” Adam merengkuh Melati. Melati berusaha melepas pelukan Adam, tetapi tak bisa. “Mel, jangan pernah memintaku untuk pergi. Aku nggak bisa kehilangan kamu, Sayang. Aku begitu mencintaimu,” ucap Adam. Lalu, dia mencium kening Melati. Melati akhirnya hanya bisa pasrah. Jika boleh jujur, Melati memang tak mau berpisah

  • Bukan Pelakor    Bab 8. Pasrah

    Setelah Adam dan Melati berdebat, lagi-lagi Melati luluh. Adam pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Saat Adam masih di kamar mandi, ponsel Adam yang diletakkan di atas meja berdering. Melati mengernyit saat melihat nama yang tertera di ponsel Adam. Sama seperti beberapa waktu lalu. Awalnya, Melati ragu untuk menerimanya, tetapi karena tak kunjung berhenti, Melati pun menerimanya. “Halo,” ucap Melati, tapi tak ada jawaban. “Halo, ada yang bisa saya bantu?” tanya Melati lagi. Namun, tak ada jawaban. Melati yakin orang yang ada di telepon itu pasti syok karena mendengar suaranya, Melati ingin mengatakan yang sejujurnya, tetapi dia masih punya hati. Saat Melati ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba Adam mengambil ponselnya yang masih di telinga Melati. Dan langsung mematikan sambungan teleponnya. “Kenapa kamu ambil paksa teleponnya Mas? Oh, kamu takut kalau istri sahmu tahu kelakuan suaminya di sini?” tanya Melati dengan tatapan tajam. “Melati, nggak gitu. Tapi, bukan saa

  • Bukan Pelakor    Bab 9. Panik

    Keesokan harinya, Adam pun pergi meninggalkan Melati. Meskipun Melati tak rela Adam pergi, tapi dia tak bisa menuntut lebih. Melati sadar dengan statusnya. Toh, Adam pulang ke Sidoarjo karena Anindya. Andai bisa, Melati ingin ikut ke Sidoarjo, toh Sidoarjo dan Surabaya tak terlalu jauh. Melati bisa juga PP dari tempat kerjanya ke Sidoarjo. Sayangnya Adam melarangnya. Mungkin dia takut Aisyah tahu.Adam pun meninggalkan Melati dengan rasa bersalah. Selama dalam perjalanan, pikiran Adam terpecah. Berkali-kali ponselnya berdering, tapi Adam abaikan. Karena Adam yakin itu telepon dari Aisyah.“Aisyah ini nggak sabaran banget, sih, jadi orang! Udah tahu aku nyetir, lagi di perjalanan. Udah tahu perjalanan dari Surabaya ke Sidoarjo berapa lama. Harusnya nggak usah telepon-telepon terus!” Adam terus menggerutu.Setelah berkali-kali berdering, akhirnya ponselnya pun berhenti. Adam merasa lega.Setelah kurang lebih 1 jam perjalanan, Adam sampai juga di rumahnya. Dia segera turun dari mobilnya.

  • Bukan Pelakor    Bab 10. Tak Bisa Jujur

    “Siapa, Pa? Kenapa harus sembunyi saat telepon?” tanya Aisyah.Tentu saja Adam gelisah. Dia langsung mematikan sambungan teleponnya.“Ini lo orang perusahaan, tapi nggak penting-penting banget, kok, Ma. Udah, yuk nggak usah bahas yang lain. Bahas kita aja.” Adam mencoba tersenyum dan bersikap biasa.Aisyah pun menurut apa kata Adam. Mereka kembali ke balkon kamar dengan bergandengan tangan. Aisyah hanya berharap apa yang dikatakan Adam memang benar adanya, tidak berbohong.“Pa, aku hanya takut apa yang dibilang Bude benar adanya.” Aisyah menatap Adam ketika sudah berada di balkon.“Memang apa kata Bude, Ma?” tanya Adam.“Ya, kamu di sana punya selingkuhan, makanya betah di sana. Tapi, aku yakin kamu nggak kayak gitu. Kamu sangat mencintaiku dan menyayangi Anindya, jadi nggak mungkin kalau punya selingkuhan.” Aisyah tersenyum menatap Adam.“Nggak usah didenger apa yang dibilang Bude, Ma. Papa di sana itu kerja, ngurus perusahaan cabang.” Adam tersenyum.“Tapi, bisa nggak, kalau misal p

  • Bukan Pelakor    Bab 11. Adam Bingung

    Sementara Melati, semenjak tahu kalau dirinya hanya istri simpanan, dia tak banyak menuntut. Meskipun Adam lama tak mengunjunginya, Melati pun tidak protes. Dia sadar diri. Melati juga merasa bersalah pada Aisyah. Seperti sekarang ini, jika Adam tidak menghubunginya, Melati tidak menghubunginya seperti dulu saat belum tahu status Adam. Sekarang, Melati harus bisa menghargai istri sah Adam. Meskipun hatinya teramat sakit jika mengingat Adam bersama istri sahnya. Akan tetapi, dia tak bisa berbuat banyak.“Mas, sampai kapan kita akan menjalani hubungan secara sembunyi begini? Aku istrimu juga,” ucap Melati pada dirinya sendiri.Melati menarik napas dalam, air matanya mengalir membasahi pipinya. Hati Melati begitu nyeri. Napasnya terasa sesak, tak sanggup lagi rasanya menjalani pernikahan ini. Berkali-kali Melati ingin menyerah dan pergi dari kehidupan Adam, tetapi pria itu selalu melarang. Dia tak mau kehilangan Melati, tapi juga takut berpisah dengan istri sahnya. Pria memang makhluk

  • Bukan Pelakor    Bab 12. Bertemu Teman Lama

    Waktu terus berjalan seperti biasa. Melati masih belum menemukan titik terang. Saat dia sedang meratapi nasibnya di balkon kontrakannya, terdengar suara klakson mobil. Melati mengerutkan keningnya, mungkinkah itu Mas Adam? Melati bertanya dalam hati.Melati pun segera menghapus air matanya dan segera keluar untuk melihat siapa yang datang. Ternyata benar Adam datang. Satu bulan waktu yang begitu lama bagi Melati. Saat melihat Adam, Melati langsung menghambur ke pelukan Adam. Adam pun mengeratkan pelukannya. Dia begitu merindukan Melati.Melati terus terisak di dekapan Adam. Meskipun dia merasa ditipu oleh Adam. Namun, entah kenapa wanita itu tak bisa marah pada Adam. Apa mungkin karena rasa sayangnya yang begitu besar pada Adam?“Mas … aku lebih baik menyerah dan pergi dari hidupmu.” Melati tiba-tiba mengurai pelukan dan menatap Adam.“Hei, apa maksudmu? Aku baru saja nyampe kamu udah ngomong yang tidak-tidak.” Lagi, pria berambut hitam lurus ini merengkuh dan mencium kening Melati de

Bab terbaru

  • Bukan Pelakor    Bab 19. Kemarahan Melati

    Esok pagi, Melati mengerjap karena cahaya matahari menerobos masuk jendela. Matanya sebenarnya begitu berat untuk dibuka. Melati masih mengantuk karena semalam tidur sudah sangat larut. Napas dia embuskan dengan kasar. Dengan malas Melati bangun dan melangkah keluar kamar menuju kamar mandi.Melewati dapur untuk ke kamar mandi.“Anak gadis bangun, kok, matahari sudah tinggi. Gimana bisa cepet dapat jodoh, jodohnya dipatok ayam.” Ibu menggoda Melati ketika dia hendak masuk ke kamar mandi.Melati menoleh dan tersenyum. Ah, Ibu ... tidak tahu kalau anaknya ini sudah mendapat jodoh meskipun dia tidak lagi single.Tanpa menanggapi perkataan Bu Halimah Melati masuk kamar mandi dan menutup pintu. Melati bersender di balik pintu sambil menumpahkan kesedihan. Napas terasa sesak, cairan hangat pun mengalir membasahi pipi.Tuhan ... ampuni Hamba karena telah berbohong pada Ibu. Hamba tak berani berkata jujur kalau sudah menikah, karena hanya menikah siri dan bukan dengan pria single.Melati sege

  • Bukan Pelakor    Bab 18. Niat Dijodohkan

    Malam ini, Melati duduk di teras rumah bersama Bu Halimah. Menyaksikan kerlap-kerlip bintang di langit. Ya, suasana di rumah Melati ini memang tidak begitu ramai, karena rumahnya jauh dari jalan raya. Hanya jalan kampung kecil dan masih banyak pepohonan di sekitar. Jika malam, suasana hening dan terdengar suara jangkrik, yang sudah tidak terdengar di Kota Surabaya.“Melati, kapan kamu mau menikah?”Pertanyaan Bu Halimah sontak membuat Melati terkejut.Melati langsung menoleh.Aku harus menjawab apa atas pertanyaan Ibu? Aku sudah menikah meskipun hanya siri. Melati berkata dalam hati.“Melati kenapa diam? Ibu berniat menjodohkanmu dengan Rehan, anak Bi Minah yang rumahnya di pojok kampung sana.” Bu Halimah menunjuk ke arah utara.Melati masih bergeming, menunggu Bu Halimah melanjutkan perkataannya.“Dia anak yang baik, udah mapan, dan umurnya juga sudah matang. Dia juga berniat cari jodoh kata ibunya. Kamu kenal dia, ‘kan?” lanjut Bu Halimah.Melati menelan ludah, kemudian menghela nap

  • Bukan Pelakor    Bab 17. Pulang Kampung

    Keesokan harinya Melati memutuskan untuk pulang kampung sebentar. Dia ingin menenangkan diri. Selain itu juga kangen pada ibunya. Semalam Melati langsung memesan tiket kereta api secara online. Untung saja langsung ada.Pagi ini, Melati segera menuju stasiun Gubeng. Dia akan pulang menggunakan jasa kereta api.Setelah tiba di stasiun, dia berjalan menyusuri emperan stasiun. Orang-orang berlalu-lalang memenuhi emperan. Hendak pulang dan pergi. Menyatu dengan tukang asongan, penjaja koran, dan penjual makanan serta minuman. Hari masih sangat pagi saat Melati tiba di stasiun. Kereta tidak terlalu penuh, mungkin karena belum banyak orang yang hendak bepergian, mungkin juga memang bukan hari libur besar ataupun hari raya. Melati bernapas lega, karena bisa duduk santai sepanjang perjalanan. Dia bergegas masuk ke gerbong kereta.Tak lama kemudian, kereta api pun berdecit, melaju meninggalkan Kota Surabaya. Dia memandang ke luar jendela kereta. Menghirup napas dalam. Dia tidak izin pada Adam.

  • Bukan Pelakor    Bab 16. Melati Bingung

    “Melati, Aisyah sedang sakit. Dia nggak boleh dengar kabar menyakitkan. Kalau aku cerita yang sesungguhnya di saat dia drop, aku takut dia akan tersiksa.” Adam mendekap Melati dari belakang.Mendengar pengakuan Adam, Melati hanya terdiam. Menahan isak tangis. Dada Melati teramat sesak. Kalau dia takut istrinya tersakiti, kenapa bermain api? Apakah dia tidak memikirkan Melati yang juga menderita karena hubungan tersembunyi ini? Mengapa hanya istri pertamanya saja yang perlu dijaga perasaan hatinya?“Pergi saja kamu, Mas. Jangan pernah ke sini lagi! Sebaiknya kita memang berpisah.” Suara Melati bergetar menahan amarah.“Sayang jangan pernah minta berpisah. Aku nggak mau. Sabarlah sebentar, saat ini Aisyah sedang sakit. Kondisinya benar-benar drop, karena itu aku harus menjaga perasaannya.” Adam menggenggam tangan Melati.“Memangnya sakit apa dia, Mas?” tanya Melati.“Gejala ginjal,” jawab Adam lirih.Mata Melati membelalak tak percaya. Ginjal? Begitu parahkah, sehingga Adam begitu khaw

  • Bukan Pelakor    Bab 15. Kemarahan Adam

    Genap satu bulan tak ada kabar dari Melati. Jiwa Melati sungguh dirundung pilu. Rasa rindu kian bergelora. Melati ingin meneleponnya kembali, tapi takut jika yang menerima istrinya.Sementara itu hubungan Melati dengan Dion makin dekat. Namun, sejauh ini pria berkulit putih itu tak mengerti kalau Melati seorang istri simpanan. Sementara Dion, sudah mengurus perceraian dengan istrinya. Dia sudah tak sanggup bertahan dengan sang istri yang pengkhianat. Ya, dikhianati berkali-kali oleh orang terkasih pasti rasanya sangat menyakitkan. Mungkin itu yang terjadi pada Aisyah, istri Adam.Sore ini, sepulang dari bekerja Melati duduk di teras. Menunggu kehadiran Adam, walaupun tak yakin pria itu akan datang. Akan tetapi, berharap tidak masalah. Itu yang ada di pikiran Melati.Ketika Melati sedang melamun, tiba-tiba terdengar deru mobil berhenti tepat di halaman. Kemudian, muncullah sosok pria turun dari mobil. Dia tersenyum ke arah Melati. Ternyata dia Dion, Melati pikir tadi Adam. Lagi-lagi se

  • Bukan Pelakor    Bab 14. Hampir Ketahuan

    [Hallo, Mbak masih di situ? Apa maksud Mbak, kalau istrimu? Apa Mbak kenal dengan suami saya, Mas Adam?] Suara dari seberang. Melati tetap membisu. Tak tahu harus menjawab apa. Kemudian, samar-sama terdengar seorang pria berucap. Sepertinya suara Adam. “Ma, ayo makan dulu. Ini buburnya sudah siap.” “Pa, apa kamu punya istri lain selain Mama?” “Apa maksud kamu, Ma? Sudah jangan tanya macem-macem, Mama lagi sakit. Ayo makan dulu, papa suap.” Hati Melati teramat sakit mendengar percakapan Adam dengan istrinya. Sakit apakah Mbak Aisyah, sampai makan pun harus dilayani? Batin Melati. Dia terus mendengarkan lewat telepon yang masih tersambung. “Pa, jawab jujur! Apa Papa selingkuh? Barusan ada yang menghubungi Papa dan bilang istri Papa!” Suara wanita itu terdengar bergetar diiringi isak tangis. “Mama ngomong apa, sih? Nggak ada wanita lain di hati papa. Jangan pernah berpikir macem-macem.” Mendengar jawaban Adam, segumpal daging dalam dada Melati berdenyut nyeri. Melati langsung mem

  • Bukan Pelakor    Bab 13. Mendengar Cerita Tak Terduga

    Semenjak pertemuan dengan Dion beberapa waktu lalu, pria berkulit putih pekat itu sering menghubungi Melati. Entah, Melati jadi merasa memiliki teman untuk mengisi kekosongan jiwa. Di saat Adam tak pernah datang mengunjungi Melati, bahkan menanyakan kabar lewat telepon pun tak pernah. Sudah hampir satu bulan. Jiwa Melati benar-benar resah, mungkinkah dia sudah lupa kalau memiliki istri lain? Walaupun hanya menikah siri.Dion masih belum mengerti perihal Melati seorang istri simpanan boss besar. Dia tahunya Melati seorang yang masih jomlo. Ya, Melati memang tak pernah bercerita. Buat apa juga membongkar rahasia, toh Dion juga tak pernah bertanya. Jadi, biarlah Melati simpan rapat rahasia besar ini. Toh, ini tak penting untuk Dion.Malam ini, Melati benar-benar merindukan Adam. Beberapa hari tak ada kabar. Melati bingung ke mana Adam. Nomornya beberapa kali dihubungi, tapi tak pernah diangkat. Bahkan chat dari Melati pun tak dibalas. Pria kulit kuning langsat itu benar-benar tega. Terak

  • Bukan Pelakor    Bab 12. Bertemu Teman Lama

    Waktu terus berjalan seperti biasa. Melati masih belum menemukan titik terang. Saat dia sedang meratapi nasibnya di balkon kontrakannya, terdengar suara klakson mobil. Melati mengerutkan keningnya, mungkinkah itu Mas Adam? Melati bertanya dalam hati.Melati pun segera menghapus air matanya dan segera keluar untuk melihat siapa yang datang. Ternyata benar Adam datang. Satu bulan waktu yang begitu lama bagi Melati. Saat melihat Adam, Melati langsung menghambur ke pelukan Adam. Adam pun mengeratkan pelukannya. Dia begitu merindukan Melati.Melati terus terisak di dekapan Adam. Meskipun dia merasa ditipu oleh Adam. Namun, entah kenapa wanita itu tak bisa marah pada Adam. Apa mungkin karena rasa sayangnya yang begitu besar pada Adam?“Mas … aku lebih baik menyerah dan pergi dari hidupmu.” Melati tiba-tiba mengurai pelukan dan menatap Adam.“Hei, apa maksudmu? Aku baru saja nyampe kamu udah ngomong yang tidak-tidak.” Lagi, pria berambut hitam lurus ini merengkuh dan mencium kening Melati de

  • Bukan Pelakor    Bab 11. Adam Bingung

    Sementara Melati, semenjak tahu kalau dirinya hanya istri simpanan, dia tak banyak menuntut. Meskipun Adam lama tak mengunjunginya, Melati pun tidak protes. Dia sadar diri. Melati juga merasa bersalah pada Aisyah. Seperti sekarang ini, jika Adam tidak menghubunginya, Melati tidak menghubunginya seperti dulu saat belum tahu status Adam. Sekarang, Melati harus bisa menghargai istri sah Adam. Meskipun hatinya teramat sakit jika mengingat Adam bersama istri sahnya. Akan tetapi, dia tak bisa berbuat banyak.“Mas, sampai kapan kita akan menjalani hubungan secara sembunyi begini? Aku istrimu juga,” ucap Melati pada dirinya sendiri.Melati menarik napas dalam, air matanya mengalir membasahi pipinya. Hati Melati begitu nyeri. Napasnya terasa sesak, tak sanggup lagi rasanya menjalani pernikahan ini. Berkali-kali Melati ingin menyerah dan pergi dari kehidupan Adam, tetapi pria itu selalu melarang. Dia tak mau kehilangan Melati, tapi juga takut berpisah dengan istri sahnya. Pria memang makhluk

DMCA.com Protection Status