Brak!"Jadi maksud Anda, saya harus kasih 1 M baru bisa menikahi Laras?!" Fandi naik pitam setelah mendengar ucapan Frans. Matanya melotot merah mengincar wajah lelaki di depannya itu usai menggebrak meja.Frans cuma tersenyum. Mukanya tenang-tenang saja. "Ya memang begitu yang tertulis di kesepakatan kontrak kita, kan? Kok situ mesti marah-marah?" katanya dengan santai. Sambil mengusap-usap dagunya, dia melirik ke arah dua orang pengawal yang sedang menunggu perintahnya.Jikalau Fandi mau bertindak macam-macam, ya dia tinggal suruh para bodyguard itu untuk menghajarnya. Apa yang mesti ditakuti?Fandi mengepalkan buku-buku jemarinya penuh emosi. Ingin rasanya dia menghantam wajah Frans yang sedang cengengesan itu."Jangankan 1 M, berapapun yang Anda minta akan saya turuti asalkan Laras tidak lagi melakukan transaksi dengan klien lain," desis Fandi. Dia menunjuk muka Frans dengan tatapan sengit.Frans manggut-manggut. "Saya akan dengan senang hati menerima tawaran Anda," ucapnya lalu
Malam kian beranjak larut. Laras terlihat sedang berdiri seorang diri di tepi garis jendela kamar. Entah apa yang sedang ia pandangi. Bagas tersenyum melihat punggung sang istri. Dia lantas menghampirinya.Laras yang sedang terhanyut dalam lamunan dibuat tersentak saat ada dua tangan berbulu yang tiba-tiba saja melingkar di sekitar perutnya disertai bisikan yang intim."Laras, Mas kangen ...," ucapnya dengan nafas yang memburu panas menyapu ke telinga Laras.Perempuan itu memejamkan mata seraya menahan gejolak yang sedang bergelut di dalam hatinya. Maka dihela nafas sedalam-dalamnya oleh Laras sebelum ia memutar tubuhnya guna melihat wajah rupawan lelaki yang enggan melerai rengkuhan intim itu."Mas Bagas kok belum tidur?" Ia bertanya dengan pendar mata yang sendu dan suara yang teramat lirihnya.Bagas tersenyum menanggapi, "Mas nggak bisa tidur kalau kamu juga masih terjaga begini."Pendar mata Laras meredup. Andaikan ia tidak terjerumus ke dalam jurang kenistaan dan dosa, mungkin i
Pagi menjelang siang cuaca mulai panas. Bagas bersama buruh lainnya tampak sedang melakukan pekerjaan mereka di area kontruksi."Jadi, si Bagas sudah kembali ke Jakarta?" Sambil berdiri di tepi pagar balkon ruangan Opice, Fandi memperhatikan Bagas.Laki-laki kurus yang berdiri di belakangnya segera mengangguk. "Benar, Pak. Bagas sudah kembali ke Jakarta dan seperti yang Pak Fandi lihat, dia sudah kembali bekerja."Fandi menghantam tepi pagar dengan kepalan tangannya. Darahnya berdesir panas tiba-tiba.Sialan betul si Bagas!Kenapa lelaki itu harus kembali ke Jakarta hidup-hidup? Padahal dia sudah membayar orang untuk mencelakainya sewaktu Bagas bertugas di Kalimantan.Ini tidak bisa dibiarkan! Rencananya untuk menikahi Laras bisa gagal. Sambil memejamkan mata menahan emosi, Fandi mulai berpikir."Bapak memanggil saya?"Lelaki yang sedang berdiri di tengah ruangan sempit itu mengangguk. Bagas tersenyum lalu menghampirinya."Bagas, mulai besok kamu tidak usah lagi datang ke proyek."Ba
"Aku pamit."Elsa mengangguk menanggapi ucapan Bagas. Lelaki itu berpamitan mau pulang. Meski masih ingin mengobrol dengan Bagas, Elsa pun melepasnya."Kalo kamu mau, kamu bisa kerja di sini." Elsa bicara lagi saat ia mengantar Bagas menuju pintu butik.Sambil melayani pelanggan, Asti memperhatikan mereka.Bagas tersenyum. "Memangnya apa yang bisa aku kerjakan di sini?""Jadi Satpam!" jawab Elsa lalu tertawa.Bagas tersenyum sambil geleng-geleng. "Nanti deh aku pikirkan lagi."Elsa mengangguk. Bagas pun segera meninggalkan butik. Sambil berdiri di depan teras, Elsa memandangi punggung Bagas yang sedang menuju motornya.Bagas, andaikan dia tahu tentang rahasia Laras. Apakah dia akan meninggalkan perempuan itu?Ingin sekali ia mengatakan semuanya kepada Bagas. Namun, Elsa tidak mau melukai hati Bagas nantinya. Biarlah Bagas tahu sendiri tentang pekerjaan kotor Laras.i***Kediaman Laras pukul lima sore."Mas Fandi?"Laras sangat terkejut saat membuka pintu sore itu. Dilihatnya Fandi ya
"Sialan!"Pak Wirya terlihat sangat marah saat keluar dari pengadilan. Dua orang sekretaris cuma menekur takut sambil mengikuti langkahnya menuju mobil.Dari arah berlawanan tampak Pak Danu bersama sekretaris dan pengacaranya. Melihat lawannya itu, Pak Wirya melempar tatapan sinis."Seneng kamu sekarang, kan? Ujug-ujug dapat duit lima ratus juta! Mimpi apa kamu, Danu?" celoteh Pak Wirya dengan acuh dan congkak.Pak Danu tersenyum. "Apa mesti saya naik banding untuk menuntut kamu lagi atas perilaku kurang menyenangkan?"Pak Wirya terkesiap. "Blegedes!" cercanya lantas segera pergi.Sambil berdiri Pak Danu memandangi punggung lelaki itu menuruni undakan anak tangga pengadilan. Dia berharap tidak lagi berurusan dengan orang semacam Pak Wirya."Kita pulang sekarang," ujarnya lantas segera melanjutkan langkah.Dua orang di belakangnya segera mengangguk dan mempersilahkan Pak Danu menuruni anak tangga menuju mobilnya.Sementara itu di kediaman Pak Handoko. Purwanti tidak mau makan dan kukuh
"Kalian periksa lagi, ya? Saya nggak mau ada kesalahan.""Baik, Mbak Elsa."Elsa mengangguk dan segera mengibaskan tangannya. Maka orang-orang itu segera meninggalkan ruangan."Mbak Elsa, ada yang nungguin tuh!" Asti tiba-tiba datang.Elsa yang sedang sibuk enggan mengalihkan pandangan dari layar laptop di hadapannya. "Siapa?""Itu, Mbak!" Asti menunjuk ke arah pintu kaca ruangan.Elsa menoleh. Dilihatnya seorang lelaki yang sedang berdiri dengan gelisah di luar ruangan. Bagas?Elsa tersenyum. Asti dibuat keheranan melihat perempuan itu yang bergegas bangkit dan segera berjalan menuju pintu."Bagas? Hei!" Lelaki yang sedang berdiri di depan ruangan dibuat sedikit terkejut mendengar seseorang menyapanya begitu ceria."Maaf kalo aku telat," ujarnya dengan agak sungkan.Elsa tersenyum. "Nggak telat kok! Aku seneng kamu mau datang."Bagas mengangguk.Elsa segera memanggil Asti dan memintanya untuk mengajak Bagas menuju pos security di bagian depan butik. Sambil berdiri di depan pintu,
Mobil yang membawa Laras dan Purwanti tiba di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Purwanti kegirangan. Dia segera menggandeng Laras keluar dari mobil.Dari dalam mobil yang menepi di seberang jalan, Fandi memperhatikan mereka. Diusap-usap dagunya penuh tanya.Apa yang Laras mau lakukan dengan ibunya Bagas?"Oalah! Mall nya gede banget! Kita bisa borong kebaya di sini!" pekik Purwanti. Dia tampak begitu bersemangat.Laras tersenyum. Dia segera mengikuti saat langkah Purwanti menuju sebuah butik di lantai dasar mall.Fandi yang sudah turun dari mobil mulai memasuki area mall. Matanya mencari-cari ke sekitar.Kemana perginya Laras?"Wah, ini kayaknya cocok buat kamu, Laras! Warnanya juga ngejreng!" Laras cuma tersenyum saat Purwanti memilihkan beberapa dress dan stelan kebaya untuknya. Selera sang ibu mertua cukup bagus."Loh! Ada kemeja juga!" Purwanti segera berpindah menuju deretan pakaian pria. Dia memilih beberapa stelan.Laras tersenyum melihatnya. Namun kemudian dia te
Jarum jam menunjuk ke angka sepuluh. Laras menoleh ke arah lelaki yang terbaring di sampingnya. Mas Bagas sudah terlelap. Ini saat yang tepat untuk menemui Mas Fandi.Dengan pelan dan tanpa menimbulkan suara, Laras beringsut dari ranjang. Dia menoleh ke arah Bagas sesaat sebelum menghambur dari kamar.Purwanti yang berada di kamar sebelah juga sudah tertidur pulas. Melihat situasi yang aman, Laras segera menyambar tas dinasnya dari balik lemari dapur.Langkah sepasang tungkai jenjang itu terayun dengan cepat. Sambil mendekap tasnya di dada, Laras meninggalkan pelataran rumah.Tanpa dia sadari, Bagas sudah terjaga. Kini lelaki itu sedang memperhatikan gerak-gerik Laras dari tepi jendela kamar. 'Laras, Ibu melihatnya sendiri! Lelaki itu mau paksa dia masuk mobil! Sebelumnya Ibu juga pernah melihat lelaki itu sewaktu kamu sama Laras ke Solo. Dia keluar dari fitting room sewaktu Laras sedang ganti baju di mall.'Bagas mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ucapan sang ibu membuatnya gelisah da
Musim hujan di bulan Juni tahun 2011.Angin bertiup kencang menjelang sore. Gerimis mulai turun di tengah langit yang terus saja mendung. Satu tahun sudah berlalu pasca insiden kecelakaan yang merenggut nyawa Laras. Sudah saatnya Bagas menata hidupnya lagi. Tanpa Laras.Pengemudi mobil yang menabrak Laras juga sudah menjalani proses hukum di Lapas Pusat, Jakarta. Pelakunya tidak lain adalah Aryo. Rupanya lelaki itu sudah dibayar oleh Pak Wirya untuk menghabisi Laras dan juga Bagas.Lagi, rencana jahat Pak Wirya gagal lagi. Akhirnya pebisnis itu harus menghabiskan hari tuanya di balik jeruji besi. Hukuman seumur hidup itu rasanya masih belum cukup untuk membayar semua kejahatannya.Hari ini pada tanggal 20 Juni. Jatuh di hari selasa dan bertepatan dengan hari jadi Laras yang ke 25 tahun. Bagas mengunci pintu rumahnya. Lelaki itu berjalan menuju motornya yang sudah menunggu di pelataran.Sebelum ia melajukan motor, Bagas melirik ke arah rumahnya. Dilihatnya Laras yang sedang berdiri di
Hari mulai siang saat mini bus yang dikemudikan oleh Anto terjebak macet di pertigaan jalan menuju arah bandara. Dengan wajah gelisah Laras menoleh ke luar dari kaca jendela mobil.Sudah dua hari ia tidak pulang. Pasti Bagas sudah kelimpungan mencarinya. Namun apa yang harus ia lakukan sekarang? Alex akan mengirim dia ke Jepang siang ini juga.Ekor mata Laras melirik ke arah lelaki yang duduk di sampingnya. Alex tampak sibuk dengan aktifitas ponsel.Membuang nafas berat, Laras kembali memandang ke luar mobil. Dilihatnya mobil Fandi yang juga sedang terjebak macet di sekitar.Apa dia tidak saah lihat? Ya, itu memang mobil Mas Fandi!Ada sedikit cahaya dalam kegelapan yang sedang melanda jiwa Laras. Sepertinya dia bisa minta bantuan kepada Fandi untuk kabur dari Alex."Aduuh!"Laras berpura-pura meringis kesakitan sambil meremas bagian depan dressnya. Alex segera menoleh ke arah perempuan itu."Laras, kamu kenapa?" tanya Alex.Laras meringis, "Perut saya sakit banget, Mas Alex. Bisa kit
Lapas Pusat Jakarta."Saudara Aryo! Anda dibebaskan!"Aryo yang sedang duduk di dalam sel tahanan sangat terkejut saat seorang opsir memberinya kabar itu.Seorang pengusaha datang dengan membawa pengacara. Dia memberi jaminan sampai akhirnya dia dibebaskan. Aryo sangat ingin bertemu dengan orang dernawan tersebut."Jadi, Bapak yang sudah membebaskan saya? Mohon maaf, apa kita saling kenal?" Aryo keheranan saat bertemu dengan pengusaha yang memberinya jaminan.Pak Wirya menaikan sudut bibirnya lalu berkata dengan jumawa, "Saya seorang pebisnis besar! Mana mungkin punya kenalan seorang Narapidana macam kamu!"Aryo menunduk kaget dan malu. "Lalu kenapa Bapak menjamin saya?" tanyanya ragu-ragu.Pak Wirya tersenyum miring, " Saya punya kerjaan buat kamu."Aryo dibuat terkejut. Pak Wirya cuma tersenyum remeh menanggapi tatapan laki-laki itu."Mas Fandi, jangan ngebut-ngebut!"Agus sangat ketakutan dan panik saat duduk di dalam mobil yang sedang Fandi kemudikan. Dia tidak tahu apa masalah an
Fandi mulai terjaga dari tidurnya. Ia sangat terkejut saat melihat sosok perempuan yang sedang duduk di sofa.Elsa membuka kacamata hitam yang menutupi sebagian wajah, "Hai, Fandi. Bagaimana kabar kamu?"Fandi mencengkeram tepi ranjang. Dia segera bangkit lalu melotot pada Elsa. "Ngapain kamu di sini? Puas kamu sekarang, hah?!" gertaknya penuh emosi.Elsa tersenyum remeh menanggapi. Dia lantas bangkit dan segera menuju pada seorang lelaki yang sedang duduk di tengah ranjang pasien."Fandi, mestinya kamu tidak melakukan hal yang bodoh sampai berakhir di rumah sakit ini," ujar Elsa dengan sinis setelah ia berdiri di hadapan Fandi.Lelaki itu mendengus kesal. Segera ia mencabut jarum infus dari lengannya lalu beringsut dari ranjang. Elsa cuma memicingkan alisnya saat lelaki itu mendekat."Kamu dan Bagas, kalian sengaja bersekongkol, kan?! Dasar perempuan murahan kamu, Elsa!" Fandi menunjuk-nunjuk muka Elsa dan menghinanya.Plaak!"Tutup mulut busuk kamu itu!"Elsa tidak tinggal diam saat
"Bawa perempuan itu ke kamar!""Baik, Bos!"Dua orang pengawal segera menuju mobil hitam yang menepi di depan sebuah villa. Mereka segera membuka pintu mobil dan menyeret wanita yang tergolek di dalam sana.Laras tidak sadarkan diri setelah Frans memberinya minuman yang dicampur dengan obat tidur. Kini tubuhnya yang ringkih itu segera dikeluarkan dari mobil dan dibawa masuk villa.Lelaki berperawakan tinggi bernama Alex cuma tersenyum smirk saat para pengawal melewatinya sambil memapah Laras."Elu nggak usah mikirin cewek itu, dia udah aman sama gue," ucapnya lewat sambungan ponselnya.Frans yang dia hubungi. Alex berencana mau mengirim Laras malam ini juga ke Jepang. Namun kecantikan perempuan itu membuatnya tergiur.Alex ingin mencicipi tubuh Laras sebelum mengirim dia ke luar negeri. Oleh karena itu dia membawa Laras ke villanya.Frans tersenyum puas mendengar ucapan Alex lewat sambungan ponsel. "Ya! Kamu atur sajalah! Saya terima beres!"Setelah panggilan berakhir, Alex segera ber
"Uhuk! Uhuk!"Fandi berusaha mengangkat tubuh ringkihnya. Sambil terbatuk-batuk lelaki itu menuju mobil."Gus, jemput saya ..."Ia berujar dengan suara pelan usai meraih ponselnya dari dalam mobil. Kemudian tubuhnya merosot sampai jatuh duduk bersandar di mobil."Uhuk!"Bajingan si Bagas!Lelaki itu menghajar dia sudah seperti preman. Kini tubuhnya terasa lemah tak bertenaga lagi.Untuk kembali bangkit saja Fandi tak kuasa. Pandangannya mulai berubah kabur dan dadanya terasa sangat sesak. Setelah penglihatan memudar, ia pun tak sadarkan diri lagi."Mas Fandi!"Agus berlari menuju sosok yang tergolek di samping mobil. Dia sangat terkejut melihat kondisi Fandi."Tolong segera kirim ambulans!"Usai menghubungi rumah sakit, Agus langsung membenahi ponselnya. Dia berusaha membantu Fandi berdiri.Suara sirine ambulans terdengar begitu cetar saat mereka melarikan lelaki itu menuju rumah sakit.Fandi kritis. Agus segera menghubungi orang tua lelaki itu."Blegedes! Bisa-bisanya lelaki itu biki
"Gua udah hubungi lu dan suruh untuk tangani orang Jepang itu, tapi lu nya kebanyakan menye-menye! Sekarang lu tanggung sendiri akibatnya!"Frans terlihat sedang berhadapan dengan seorang lelaki berpakaian formal. Rupanya lelaki itu adalah orang yang berada di belakang bisnis prostitusi online yang Frans geluti selama ini.Alex, nama lelaki berperawakan tinggi kekar dan selalu berpenampilan layaknya seorang pebisnis itu.Alex datang ke kantor Frans untuk menegur anak buahnya itu yang dirasanya mulai tidak becus mengurus bisnis gelap mereka.Bukan cuma itu, Alex juga mendapat surel dari orang-orangnya di Jepang. Mereka mengatakan jika Yuta akan menutup situs prostitusi online mereka.Entah apa alasannya. Yang pasti dia akan rugi besar kalau situs mereka ditutup. Sedang Yuta sendiri sangat sulit untuk dihubungi.Frans gemetaran mendengar semua penuturan Alex. "Jadi, apa yang harus saya lakukan?"Alex menyipit mendengar ucapan lelaki yang sedang berdiri di depan mejanya. Ia lantas mencon
Brak!Baron menapakkan satu kakinya pada meja yang berada di depan Pak Wirya. Telunjuknya mengangkat dagu lelaki paruh baya yang terikat di kursi. Bibirnya menyeringai tipis saat mata lelah Pak Wirya terangkat ke wajahnya."Blegedes! Kenapa kalian malah menculik saya?!" berang Pak Wirya dengan marah.Baron tersenyum. "Karena lu nggak kasih gue uang muka. Malah tuh cewek yang kasih gue duit 50 juta buat kirim lu ke rumah sakit," desisnya.Pak Wirya tercengang.Sial!Jadi Elsa yang mengirim para preman itu untuk menculik dan memukulinya semalam suntuk. Kini tubuhnya terasa sakit semua. Dia butuh penanganan medis sesegera mungkin.Melihat Pak Wirya menatap, Baron bicara lagi, "Gue bisa aja lepasin lu tapi ada syaratnya.""Syarat?" Pak Wirya menyipitkan mata.Baron mengangguk. "Kalo lu bisa bayar gue lebih dari yang Elsa kasih, maka lu bakal gue lepasin sekarang juga," desisnya ke wajah lelaki paruh baya di hadapannya.Pak Wirya tercengang.Hari berikutnya di kediaman Bagas. Laras sedang
Malam tak juga menemukan pagi. Bagas yang putus asa mencari Laras akhirnya memutuskan untuk pulang. Mungkin Laras sudah sampai di rumah saat ini. Ia berpikir sambil mengendarai motornya menuju pulang.Mini bus putih terlihat melaju meninggalkan pintu pagar rumah. Bagas sangat terkejut melihat punggung seorang perempuan yang sedang menuju rumahnya.Laras?Segera ia melajukan motornya mendekat. "Laras?!"Perempuan yang sedang menuju pintu pagar rumah dibuat terkejut saat ada yang menyerukan namanya. Bergegas ia menoleh. Dilihatnya seorang lelaki yang sedang mengendarai sepeda motor mendekat ke arahnya."Mas Bagas?"Bagas segera melepaskan motornya lantas berlari menuju pada Laras. Wajahnya kelihatan sangat cemas sekaligus senang melihat istrinya sudah pulang."Laras, kamu kemana saja? Mas mencarimu sejak tadi sore," ujar Bagas. Matanya fokus menatap wajah perempuan yang sedang berdiri di depannya saat ini.Laras tidak buru-buru menjawab pertanyaan Bagas. Ia masih bergeming saat lelaki