Dua orang pekerja kafe menyambut kedatangan Fandi sambil tersenyum hangat. Langkah sepasang pantofel hitam mengkilat itu pun terayun memasuki ruang kafe.Dari tempatnya berjalan, mata Fandi membidik seorang perempuan cantik yang sedang duduk sendiri pada suatu meja yang berada di paling sudut ruangan.Elsa?Entah ada apa tiba-tiba saja dia ingin bertemu. Fandi tersenyum manis saat manik-manik cokelat Elsa menangkap bayangannya."Maaf, kalo udah bikin kamu menunggu lama." Elsa cuma memasang wajah bosan dan mengangguk pelan menanggapi ucapan Fandi.Laki-laki itu kembali tersenyum lalu duduk pada bangku kosong di depan Elsa. Matanya terfokus ke arah perempuan dengan stelan kantor warna cream di hadapannya."Ada apa? Kok tumben ngajak ketemuan di luar?" tanya Fandi. Elsa menaikan sudut bibirnya. Kemudian dia melempar sebuah berkas ke depan Fandi. Laki-laki itu dibuatnya terkejut."Baca dan pelajari semua itu. Aku nggak mau beli kucing dalam karung," ujar Elsa malas-malasan.Fandi tercen
Hari itu Matahari amat terik. Di bawah cuaca yang panas Bagas dan para buruh lainnya sedang sibuk bekerja."Jadi, kamu mau ikut tim yang lagi bangun gedung di Kalimantan?" Bagas mengangguk menanggapi pertanyaan Basuki. Mereka sedang duduk di warung pada jam makan siang.Fandi mengatakan padanya jika upah yang didapat akan lebih besar jika dia mau ikut dengan tim yang sedang bangun gedung di luar kota itu.Selama ini ada banyak hal yang terjadi. Bagas mengira Laras sudah capek bekerja sebagai buruh cuci dan gosok demi menunjang perekonomian.Mungkin kalau dia mengambil tawaran dari Fandi, maka dia akan dapat upah yang lebih besar. Dengan begitu Laras tidak usah capek-capek bekerja lagi.Basuki geleng-geleng usai menghembuskan asap rokoknya ke udara. "Susah betul cari duit di Jakarta. Belum lagi anakku sudah harus bersekolah tahun ini. Sementara istriku juga sudah lelah berjualan nasi uduk. Sudah sepi pelanggan!"Bagas menoleh mendengar ucapan Basuki. Dia lantas menepuk bahu rekannya i
Satu jam sudah berlalu. Laras membuka matanya perlahan. Dilihatnya lelaki biadab itu yang sudah tertidur pulas."Ah, sakit ..."Meringis Laras berusaha untuk bangkit. Matanya mencari-cari ke sekitar. Sudah mau sore. Dia harus segera pergi sekarang."Mbak Laras?!"Jarwo dibuat terkejut melihat Laras yang sedang berjalan menuju padanya. Langkah perempuan itu terlihat gontai. Laras tampak meringis sambil memegang bagian bawah perutnya."Mbak Laras nggak apa-apa?" tanya Jarwo cemas. Segera ia menyambar tas hitam yang Laras bawa.Perempuan itu menggeleng. "Langsung pulang aja, Mas!""Baik, Mbak!"Laras segera masuk mobil setelah Jarwo membukakan pintu. Area intimnya terasa nyeri karena kekerasan seksual yang klien itu lakukan.Dia tidak sanggup lagi kalau harus pergi menemui klien selanjutnya. Mungkin Fandi akan mengerti jika dia mengirimnya pesan.["Mas Fandi, aku nggak bisa datang."]Fandi sangat terkejut dan kesal setelah membaca pesan singkat dari Laras. Apa yang membuat Laras tidak da
Pagi-pagi sekali Bagas sudah pergi meninggalkan rumah. Laras melepas kepergian suaminya sambil berdiri di teras.Hari ini dia harus melakukan transaksi dengan Fandi. Lelaki itu mungkin sudah mengirim banyak pesan padanya. Sayangnya Laras mematikan ponsel rahasianya sejak hari kemarin.Setelah menepikan motornya di area parkiran, Bagas segera berjalan menuju para buruh yang sudah berkumpul di lapangan."Kalian akan dikirim ke Kalimantan selama tiga hari. Sudah kabarkan ini pada keluarga kalian?!""Sudah, Pak!"Mandor tersenyum melihat semangat para buruh. Kemudian dia menoleh ke arah lelaki berkemeja biru muda yang berdiri di samping. Fandi cuma mengangguk menanggapi.Setelah melakukan sedikit persiapan, para buruh pun segera naik ke mobil. Bagas menoleh ke arah balkon kantor di mana dilihatnya Fandi yang sedang berdiri di sana.'Pergilah, Bagas. Biar istrimu aku saja yang urus.'Fandi tersenyum membalas tatapan Bagas. Dia melambaikan tangan pada mobil yang membawa para buruh itu pergi
"Aku kangen kamu, Laras ..."Fandi segera mendesak Laras sampai punggung perempuan itu menyentuh dinding kamar. Tatapan Laras membuatnya terbuai.Dan tanpa mengatakan apa-apa lagi, lelaki itu segera membelai pipi Laras lalu memajukan wajahnya. Laras cuma memejamkan mata saat Fandi melumat bibirnya dengan begitu liar dan rakus.Sementara di luar kamar, Elsa dan Mona sedang mengendap-endap. Menurut informasi yang diterima oleh Mona, hari ini Laras datang menemui Fandi. Mereka mau menangkap basah keduanya."Udah, El! Ayo dobrak aja pintunya!" Mona sudah tidak sabaran. Geram sekali dia dengan kelakuan Fandi.Elsa cuma menoleh ke arah Mona dengan wajah bosan. Dia tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Namun Mona membuatnya jadi kesal dan susah konsentrasi."Laras ..."Di dalam kamar aktifitas panas sedang berlangsung. Bayangan kedua insan yang sedang melakukan hubungan terlarang itu terlihat dari pantulan cermin di sekitar.Mona yang sudah tak sabaran ingin segera mendobrak pintu unit ap
Brak!"Saya tidak bisa terima semua ini! Cepat hubungi pengacara saya! Pak Danu dan keluarganya harus dituntut!"Sepulang dari rumah Elsa, Pak Wirya marah-marah. Dia merasa tersinggung atas keputusan Pak Danu. Pokoknya harus ada sidang! Bila perlu dia akan meminta denda atas kejadian memalukan ini.Dua orang asisten segera melesat pergi untuk menjalankan perintah Pak Wirya. Fandi yang baru tiba di ruangan itu cuma menatap sang ayah dengan mata yang merah.Pak Wirya menoleh setelah mendengar suara langkah yang mendekat. Ia sedikit terkejut melihat Fandi menemuinya."Fandi, kamu jangan cemas. Kita akan membalas penghinaan ini. Kita buat keluarga Elsa merangkak di bawah kaki kita!"Fandi menggeleng mendengar penuturan sang ayah. Dan saat Pak Wirya hendak menyentuh bahunya, dia segera menepis tangan lelaki itu.Pak Wirya dibuat keheranan dengan sikap dingin putranya."Sejak kapan Papa berhubungan dengan Laras?"Pertanyaan Fandi membuat Pak Wirya tercengang. "Apa? Kamu masih mikirin pelac
Butik Elsa pukul dua siang."Jadi, orang tua si Fandi mau nuntut keluarga lo?!" Elsa cuma mengangguk menanggapi pertanyaan Mona. Dan Mona jadi geleng-geleng dibuatnya."Mestinya keluarga elo yang nuntut mereka! Apa ini nggak kebalik?!" Mona tampak kesal.Dia tidak habis pikir dengan Fandi dan bapaknya itu. Sudah jelas mereka yang membuat noda, tapi keluarga Elsa yang disuruh bersihkan. Benar-benar tidak punya malu.Elsa memutar bola matanya tampak bosan. "Kalo pun ada sidang pasti mereka juga yang dapat malu. Itu pun kalo mereka emang punya malu."Mona mengangguk. "Yaudah kalo mau sidang ya sidang aja! Nggak perlu takut! Elo kan punya bukti! Foto bapaknya si Fandi yang lagi nganu sama si Laras!"Mendengar Mona menyebutkan nama perempuan itu, Elsa jadi teringat sesuatu. "Mon, apa elo tahu di mana tuh cewek tinggal?""Si Laras maksud lo?"Elsa mengangguk.Mona memalingkan wajahnya tampak bingung. "Mana gue tahu tuh cewek tinggal di mana! Gue tahu dia aja dari Om gue, kan?"Elsa menghel
Matahari yang mulai terbenam terlihat begitu indah di tengah laut. Sinar jingganya seolah mengajak kita untuk terbenam bersamanya.Dan di antara keindahan itu, Fandi dan Laras tampak berdiri di tepi pantai. Mereka sedang menyaksikan panorama alam yang eksotis di hadapannya.Dress selutut motif bunga dengan tali kecil yang membalut tubuh Laras, melambai-lambai tepinya karena embusan angin.Fandi melingkarkan kedua tangannya ke sekitar perut Laras. Sesekali ia mengecup pipi dan bahu perempuan itu. Momen inilah yang ia inginkan. Di saat Laras hanya menjadi miliknya saja."Si Laras lagi di booking sama klien VIP! Mungkin bulan depan Mas baru bisa memesan dia."Brak!"Katakan saja, berapa yang mesti saya bayar supaya saya bisa melakukan transaksi sama Laras?!"Frans menaikan sudut bibirnya melihat kemarahan di wajah laki-laki yang sedang duduk di depan meja kerjanya itu.Fandi sudah menekan kontrak selama satu bulan depan Laras. Namun, itu tidak jadi masalah kalau ada klien lain yang mau b
Musim hujan di bulan Juni tahun 2011.Angin bertiup kencang menjelang sore. Gerimis mulai turun di tengah langit yang terus saja mendung. Satu tahun sudah berlalu pasca insiden kecelakaan yang merenggut nyawa Laras. Sudah saatnya Bagas menata hidupnya lagi. Tanpa Laras.Pengemudi mobil yang menabrak Laras juga sudah menjalani proses hukum di Lapas Pusat, Jakarta. Pelakunya tidak lain adalah Aryo. Rupanya lelaki itu sudah dibayar oleh Pak Wirya untuk menghabisi Laras dan juga Bagas.Lagi, rencana jahat Pak Wirya gagal lagi. Akhirnya pebisnis itu harus menghabiskan hari tuanya di balik jeruji besi. Hukuman seumur hidup itu rasanya masih belum cukup untuk membayar semua kejahatannya.Hari ini pada tanggal 20 Juni. Jatuh di hari selasa dan bertepatan dengan hari jadi Laras yang ke 25 tahun. Bagas mengunci pintu rumahnya. Lelaki itu berjalan menuju motornya yang sudah menunggu di pelataran.Sebelum ia melajukan motor, Bagas melirik ke arah rumahnya. Dilihatnya Laras yang sedang berdiri di
Hari mulai siang saat mini bus yang dikemudikan oleh Anto terjebak macet di pertigaan jalan menuju arah bandara. Dengan wajah gelisah Laras menoleh ke luar dari kaca jendela mobil.Sudah dua hari ia tidak pulang. Pasti Bagas sudah kelimpungan mencarinya. Namun apa yang harus ia lakukan sekarang? Alex akan mengirim dia ke Jepang siang ini juga.Ekor mata Laras melirik ke arah lelaki yang duduk di sampingnya. Alex tampak sibuk dengan aktifitas ponsel.Membuang nafas berat, Laras kembali memandang ke luar mobil. Dilihatnya mobil Fandi yang juga sedang terjebak macet di sekitar.Apa dia tidak saah lihat? Ya, itu memang mobil Mas Fandi!Ada sedikit cahaya dalam kegelapan yang sedang melanda jiwa Laras. Sepertinya dia bisa minta bantuan kepada Fandi untuk kabur dari Alex."Aduuh!"Laras berpura-pura meringis kesakitan sambil meremas bagian depan dressnya. Alex segera menoleh ke arah perempuan itu."Laras, kamu kenapa?" tanya Alex.Laras meringis, "Perut saya sakit banget, Mas Alex. Bisa kit
Lapas Pusat Jakarta."Saudara Aryo! Anda dibebaskan!"Aryo yang sedang duduk di dalam sel tahanan sangat terkejut saat seorang opsir memberinya kabar itu.Seorang pengusaha datang dengan membawa pengacara. Dia memberi jaminan sampai akhirnya dia dibebaskan. Aryo sangat ingin bertemu dengan orang dernawan tersebut."Jadi, Bapak yang sudah membebaskan saya? Mohon maaf, apa kita saling kenal?" Aryo keheranan saat bertemu dengan pengusaha yang memberinya jaminan.Pak Wirya menaikan sudut bibirnya lalu berkata dengan jumawa, "Saya seorang pebisnis besar! Mana mungkin punya kenalan seorang Narapidana macam kamu!"Aryo menunduk kaget dan malu. "Lalu kenapa Bapak menjamin saya?" tanyanya ragu-ragu.Pak Wirya tersenyum miring, " Saya punya kerjaan buat kamu."Aryo dibuat terkejut. Pak Wirya cuma tersenyum remeh menanggapi tatapan laki-laki itu."Mas Fandi, jangan ngebut-ngebut!"Agus sangat ketakutan dan panik saat duduk di dalam mobil yang sedang Fandi kemudikan. Dia tidak tahu apa masalah an
Fandi mulai terjaga dari tidurnya. Ia sangat terkejut saat melihat sosok perempuan yang sedang duduk di sofa.Elsa membuka kacamata hitam yang menutupi sebagian wajah, "Hai, Fandi. Bagaimana kabar kamu?"Fandi mencengkeram tepi ranjang. Dia segera bangkit lalu melotot pada Elsa. "Ngapain kamu di sini? Puas kamu sekarang, hah?!" gertaknya penuh emosi.Elsa tersenyum remeh menanggapi. Dia lantas bangkit dan segera menuju pada seorang lelaki yang sedang duduk di tengah ranjang pasien."Fandi, mestinya kamu tidak melakukan hal yang bodoh sampai berakhir di rumah sakit ini," ujar Elsa dengan sinis setelah ia berdiri di hadapan Fandi.Lelaki itu mendengus kesal. Segera ia mencabut jarum infus dari lengannya lalu beringsut dari ranjang. Elsa cuma memicingkan alisnya saat lelaki itu mendekat."Kamu dan Bagas, kalian sengaja bersekongkol, kan?! Dasar perempuan murahan kamu, Elsa!" Fandi menunjuk-nunjuk muka Elsa dan menghinanya.Plaak!"Tutup mulut busuk kamu itu!"Elsa tidak tinggal diam saat
"Bawa perempuan itu ke kamar!""Baik, Bos!"Dua orang pengawal segera menuju mobil hitam yang menepi di depan sebuah villa. Mereka segera membuka pintu mobil dan menyeret wanita yang tergolek di dalam sana.Laras tidak sadarkan diri setelah Frans memberinya minuman yang dicampur dengan obat tidur. Kini tubuhnya yang ringkih itu segera dikeluarkan dari mobil dan dibawa masuk villa.Lelaki berperawakan tinggi bernama Alex cuma tersenyum smirk saat para pengawal melewatinya sambil memapah Laras."Elu nggak usah mikirin cewek itu, dia udah aman sama gue," ucapnya lewat sambungan ponselnya.Frans yang dia hubungi. Alex berencana mau mengirim Laras malam ini juga ke Jepang. Namun kecantikan perempuan itu membuatnya tergiur.Alex ingin mencicipi tubuh Laras sebelum mengirim dia ke luar negeri. Oleh karena itu dia membawa Laras ke villanya.Frans tersenyum puas mendengar ucapan Alex lewat sambungan ponsel. "Ya! Kamu atur sajalah! Saya terima beres!"Setelah panggilan berakhir, Alex segera ber
"Uhuk! Uhuk!"Fandi berusaha mengangkat tubuh ringkihnya. Sambil terbatuk-batuk lelaki itu menuju mobil."Gus, jemput saya ..."Ia berujar dengan suara pelan usai meraih ponselnya dari dalam mobil. Kemudian tubuhnya merosot sampai jatuh duduk bersandar di mobil."Uhuk!"Bajingan si Bagas!Lelaki itu menghajar dia sudah seperti preman. Kini tubuhnya terasa lemah tak bertenaga lagi.Untuk kembali bangkit saja Fandi tak kuasa. Pandangannya mulai berubah kabur dan dadanya terasa sangat sesak. Setelah penglihatan memudar, ia pun tak sadarkan diri lagi."Mas Fandi!"Agus berlari menuju sosok yang tergolek di samping mobil. Dia sangat terkejut melihat kondisi Fandi."Tolong segera kirim ambulans!"Usai menghubungi rumah sakit, Agus langsung membenahi ponselnya. Dia berusaha membantu Fandi berdiri.Suara sirine ambulans terdengar begitu cetar saat mereka melarikan lelaki itu menuju rumah sakit.Fandi kritis. Agus segera menghubungi orang tua lelaki itu."Blegedes! Bisa-bisanya lelaki itu biki
"Gua udah hubungi lu dan suruh untuk tangani orang Jepang itu, tapi lu nya kebanyakan menye-menye! Sekarang lu tanggung sendiri akibatnya!"Frans terlihat sedang berhadapan dengan seorang lelaki berpakaian formal. Rupanya lelaki itu adalah orang yang berada di belakang bisnis prostitusi online yang Frans geluti selama ini.Alex, nama lelaki berperawakan tinggi kekar dan selalu berpenampilan layaknya seorang pebisnis itu.Alex datang ke kantor Frans untuk menegur anak buahnya itu yang dirasanya mulai tidak becus mengurus bisnis gelap mereka.Bukan cuma itu, Alex juga mendapat surel dari orang-orangnya di Jepang. Mereka mengatakan jika Yuta akan menutup situs prostitusi online mereka.Entah apa alasannya. Yang pasti dia akan rugi besar kalau situs mereka ditutup. Sedang Yuta sendiri sangat sulit untuk dihubungi.Frans gemetaran mendengar semua penuturan Alex. "Jadi, apa yang harus saya lakukan?"Alex menyipit mendengar ucapan lelaki yang sedang berdiri di depan mejanya. Ia lantas mencon
Brak!Baron menapakkan satu kakinya pada meja yang berada di depan Pak Wirya. Telunjuknya mengangkat dagu lelaki paruh baya yang terikat di kursi. Bibirnya menyeringai tipis saat mata lelah Pak Wirya terangkat ke wajahnya."Blegedes! Kenapa kalian malah menculik saya?!" berang Pak Wirya dengan marah.Baron tersenyum. "Karena lu nggak kasih gue uang muka. Malah tuh cewek yang kasih gue duit 50 juta buat kirim lu ke rumah sakit," desisnya.Pak Wirya tercengang.Sial!Jadi Elsa yang mengirim para preman itu untuk menculik dan memukulinya semalam suntuk. Kini tubuhnya terasa sakit semua. Dia butuh penanganan medis sesegera mungkin.Melihat Pak Wirya menatap, Baron bicara lagi, "Gue bisa aja lepasin lu tapi ada syaratnya.""Syarat?" Pak Wirya menyipitkan mata.Baron mengangguk. "Kalo lu bisa bayar gue lebih dari yang Elsa kasih, maka lu bakal gue lepasin sekarang juga," desisnya ke wajah lelaki paruh baya di hadapannya.Pak Wirya tercengang.Hari berikutnya di kediaman Bagas. Laras sedang
Malam tak juga menemukan pagi. Bagas yang putus asa mencari Laras akhirnya memutuskan untuk pulang. Mungkin Laras sudah sampai di rumah saat ini. Ia berpikir sambil mengendarai motornya menuju pulang.Mini bus putih terlihat melaju meninggalkan pintu pagar rumah. Bagas sangat terkejut melihat punggung seorang perempuan yang sedang menuju rumahnya.Laras?Segera ia melajukan motornya mendekat. "Laras?!"Perempuan yang sedang menuju pintu pagar rumah dibuat terkejut saat ada yang menyerukan namanya. Bergegas ia menoleh. Dilihatnya seorang lelaki yang sedang mengendarai sepeda motor mendekat ke arahnya."Mas Bagas?"Bagas segera melepaskan motornya lantas berlari menuju pada Laras. Wajahnya kelihatan sangat cemas sekaligus senang melihat istrinya sudah pulang."Laras, kamu kemana saja? Mas mencarimu sejak tadi sore," ujar Bagas. Matanya fokus menatap wajah perempuan yang sedang berdiri di depannya saat ini.Laras tidak buru-buru menjawab pertanyaan Bagas. Ia masih bergeming saat lelaki