Beberapa hari setelah kejadian pertemuan dengan Tiara, dengan berbagai alasan yang tidak mencurigakan, Rafa tak mengizinkan Shofi pergi ke restoran ketika wanita itu merengek untuk ikut guna menghindari kemungkinan buruk bertemu kembali dengan Tiara. Beruntung Shofi menurut dan bertepatan dengan dirinya mengerjakan busana muslim milik anak panti membuat Shofi menjadi sibuk di rumah. Rafa juga memberi dukungan penuh, salah satunya dengan menyiapkan mesin jahit beserta peralatan yang lain.
Pagi ini usai mengantar kepergian Rafa, Shofi melanjutkan kegiatannya di depan jahit. Ia tengah menjahit kerudung anak panti yang minggu depan akan dipakai dalam acara yang digelar di panti asuhan tersebut. Sofi terlihat begitu bersemangat, senyum terus terulas di bibirnya.
Bel rumah yang berbunyi menghentikan kegiatan Shofi. Ia hendak beranjak membuka pintu, tapi ia urungkan ketika Yayuk datang lebih dulu dari dapur.
 
"Aku nggak akan berhenti sebelum aku mendapatkan milikku kembali!"Teriakan Tiara menghentikan langkah Rafa yang akan keluar dari kamar. Ia kemudian menoleh. "Kau hanya melakukan hal yang sia-sia.""Jika memang aku tidak bisa memilikimu maka wanita manapun tidak boleh memilikimu!""Apapun yang terjadi dan sampai kapanpun aku tetap akan mempertahankan dia sebagai istriku." Rafa kemudian berbalik dan meneruskan langkah keluar dari kamar.Langkahnya ia percepat menuju lift dan berhenti ketika menunggu pintu lift terbuka. Ketika pintu lift terbuka, Rafa yang hendak memasuki lift tertahan ketika netranya menangkap bayangan Ikhsan yang berada di dalam lift dan hendak keluar."Pak Rafa?"Rafa mengangguk samar dengan ekspresi datar menanggapi sapaan pemuda berkemeja kotak-kotak itu. Sama sekali tak berniat menyapa kembali. Ketika Ikhsan bergerak keluar lift bersamaan itu pula Rafa memasuki benda ters
Langit sudah menggelap, heningnya suasana kamar hotel mewah itu terusik oleh suara racauan dari seorang wanita dengan tampilan yang sungguh memprihatinkan. Rambut panjang berwarna coklat itu terburai menutupi sebagian wajah cantiknya. Tubuhnya lunglai terbaring diatas ranjang dengan kesadaran yang sebentar hilang sebentar kembali akibat pengaruh alkohol yang cukup banyak dikonsumsinya."Dia membenciku ... apa yang harus aku lakukan?" Wanita itu kembali menangis dan meracau tak jelas membuat dua orang yang berada di samping ranjang menoleh dan saling pandang dengan tatapan prihatin.Susan dan Dion hanya mampu menghela nafas melihat kondisi Tiara. Mendapat cerita dari Rafa, Dion dan Susan segera menyusul Tiara yang sudah pasti kacau seperti saat ini. Mengingat Tiara tak memiliki siapapun di kota ini membuat mereka khawatir."Kita harus gimana?" tanya Susan pada Dion yang tampak ber
Malam yang semakin larut tak membuat Shofi memejamkan mata. Wanita itu masih terjaga ketika bayangan sang suami yang bergandengan mesra dengan Tiara terus menari-nari di kepalanya. Bayangan itu ia ciptakan sendiri ketika rasa takut semakin menggelayutinya. Berbagai dugaan juga bermunculan hingga menambah gelisah. Mungkinkah sang suami berani bermain api di belakangnya? Mungkinkah Rafa tega membohonginya? Juga ... apa mungkin karma dari perbuatan masa lalu sang ibu kini harus ia alami?Perlahan Shofi menoleh pada Rafa yang sudah tertidur pulas di sampingnya. Ia pandangi wajah tampan itu dengan seksama. Entah sejak kapan laki-laki itu telah menyelinap dan masuk begitu saja pada dasar hatinya yang terdalam. Bersemayam di dalam sana hingga menimbulkan debaran kebahagiaan juga kekhawatiran.Shofi memejamkan mata berusaha menekan rasa sakit dan sesak yang menghimpit dadanya ketika membayangka
"Shofi."Tiara menegakkan tubuhnya, memindai Shofi yang menatapnya tanpa berkedip. Namun, yang menyita perhatian Tiara adalah mata Shofi yang basah. Tiara menoleh pada Nana bermaksud meminta penjelasan atas situasi yang terjadi sebelum dirinya datang hingga suasana tiba-tiba terasa mencekam."Nah, kebetulan sekali Kak Tiara datang." Nana menatap sinis pada Shofi. "Kau bisa menanyakan kebenaran yang ada pada Kak Tiara," cetus Nana. "Kau bisa bertanya bagaimana selama ini Kak Rafa sangat mencintai Kak Tiara!"Tiara terkesiap ditempatnya, tak menyangka jika dirinya menjadi topik pembahasan Nana hingga Shofi menangis. Suara isakan tangis Shofi yang lolos membuat Tiara memusatkan pandangannya pada wanita tersebut dan tatapan keduanya beradu ketika Shofi mendongak menatapnya."Katakan saja, Kak! Tidak usah ditahan. Aku paling benci jika menyangkut ora
Langit telah berubah gelap dengan indahnya kerlip bintang yang beradu dengan keindahan bulan. Suara adzan Isya yang berkumandang mengiringi langkah dari wanita berpasmina pink yang tengah larut dalam kesedihan yang amat dalam. Shofi berjalan kaki dari area pemakan hingga kini berada di jalan perumahan miliknya. Matanya sembab, namun sudah tak ada air mata. Mungkin telah terkuras habis di makam sang mama ketika meratapi kesedihan. Langkahnya pelan dengan tatapan kosong menapaki jalan berpaving tersebut."Mbak Shofi?"Pekikan dari seseorang wanita yang berlari ke arahnya membuat Shofi berhenti."Mbak Shofi, kenapa jalan sendirian?" Yayuk yang sejak tadi menunggu terlihat cemas.Shofi tak lekas menjawab, ia memperhatikan sekitar dan baru menyadari jika dirinya telah berada di depan rumahnya. Ia mendongak menatap bangunan tinggi yang beberapa bulan
Malam semakin larut, di saat semua orang sudah terlelap dalam mimpi, lain halnya dengan Alya. Wanita berbadan dua tersebut berdiri di balik jendela dan tengah mengintip Akbar yang sedang menemui salah satu anak buahnya di teras samping. Tak lama, Alya segera menutup rapat tirai lalu segera naik ke atas ranjang ketika melihat tamu suaminya pulang dan Akbar berjalan masuk ke dalam rumah. Alya pura-pura memejamkan mata ketika mendengar suara pintu kamarnya terbuka.Akbar yang melihat istrinya terlelap berjalan mendekati wanita tersebut. Mengusap kepala Alya lalu memberikan kecupan singkat di pipi wanita itu sebelum kembali menuju meja kerja yang terdapat di kamarnya. Akbar duduk dengan tenang tanpa menimbulkan suara sedikitpun agar tak mengganggu tidur sang istri.Ia membuka amplop coklat yang berisikan banyak foto di sana. Ia pandangi satu persatu lembaran foto Shofi di berbagai tempat tersebut. Akbar memindai semua dan mencocokkan tangg
Tangis Shofi pecah di pelukan Rafa usai mendapat bentakan dari laki-laki tersebut. Ia sungguh takut dengan nada tinggi dari Rafa.Begitu pun dengan Rafa, sebongkah penyesalan mulai merambati dirinya usai membentak sang istri, tapi tak bisa dipungkiri jika kelegaan luar biasa ia rasakan ketika mendengar semua pengakuan Shofi yang telah menerima masa lalunya dan mau mempertahankan dirinya.Beberapa menit yang lalu ketika Rafa yang tiba di Cafe tersebut, ia yang hendak menuju meja di mana Shofi berada memilih diam ketika mendengar Shofi yang berusaha mempertahankan dirinya. Sungguh saat itu ia ingin merengkuh tubuh sang istri dalam pelukan, mengecupi seluruh wajah wanita itu dengan hangat guna menyalurkan rasa terima kasih, rasa sayang juga cintanya yang meluap-luap saat itu juga pada Shofi. Barulah ketika Tiara berani berucap kasar pada Shofi Rafa segera mendekat.Rafa merutuki dirinya karena telah kasar memp
Semilir angin sore menerbangkan pasmina milik wanita yang tengah berdiri di balik jendela kamar yang terbuka. Mata indah yang terusik oleh sembab itu menatap kosong udara tak kasat mata. Tak lama ia menunduk sambil meraba perutnya. Ia merasa keputusannya semalam untuk tak memberitahu mengenai kahamilannya adalah benar. Entah sampai kapan ia akan merahasiakan kehamilannya pada sang suami yang saat ini sedang menghampiri wanita lain atas izinnya sendiri."Aku mohon ... pergilah temui Kak Tiara. Dia membutuhkanmu, Kak," pinta Shofi.Usai mendapat kabar dari Dion tentang Tiara, Shofi berusaha meyakinkan Rafa agar laki-laki itu mau menemui Tiara yang sedang dalam kondisi drop karena sejak kemarin wanita itu menolak semua makanan maupun obat, bahkan selang infus yang tertancap di punggung tangannya ia cabut. Tiara seolah ingin menyiksa diri sendiri sebagai wujud protes dan kefrustasian cintanya pada Rafa."Tidak!""Kaak!"
Maaf untuk kali ini aku lama sekali Up nya. Seminggu terakhir aku sedang berduka jadi benar-benar nggak bisa nulis. Dan Alhamdulillah, hari ini bisa menyelesaikan bab terakhir dari kisah Rafa dan Shofi ini. Semoga kalian suka😘🤗***Kini Shofi disibukkan menjadi seorang mama muda yang merawat putri semata wayangnya yang kini telah menginjak usia delapan bulan. Nia tumbuh menjadi balita yang cantik, semakin hari wajah Nia bukan mirip kedua orang tuanya tapi lebih mirip pada almarhum neneknya---Monica Larasati. Tingkah balita itu sangat aktif, Nia sudah bisa berdiri sendiri meski belum berani melangkah terlalu jauh, lebih gesit ketika merangkak kesana kemari dan sudah mulai tidak mau digendong. Apalagi jika bermain dengan Rafa, balita itu pasti sering tertawa dan berceloteh sekenanya.Meski Nia sangat aktif, Shofi masih bisa membagi waktu untuk terus mengikuti kelas desain yang semakin ia tekuni. Mesin jahit yang sempat terabaikan beberapa bulan
Langit biru membentang indah tanpa onggokan awan putih sedikitpun di atas sana. Udara dingin sisa semalam telah berubah menghangat terkena terpaan sinar mentari pagi menyambut para tamu yang mulai berdatangan di kediaman Rafa dan Shofi. Sepasang orang tua baru itu tengah menggelar acara Aqiqah untuk sang putri yang hari ini genap berumur 40 hari.Suasana bahagia sungguh terasa sejak memasuki halaman rumah mewah tersebut. Apalagi di ruang tengah di mana Shofi bersama Alya dan Heni terus menyunggingkan senyum menikmati keindahan dan kecantikan dua malaikat kecil yang berada di box bayi yang tengah tertidur pulas.“Ellea sangat sehat, ya, Kak. Pipinya gembul banget,” puji Shofi pada bayi Alya. Ia masih terpaku memandangi Ellea yang baru berumur 1 bulan, tapi pipinya sudah mulai meluber. Benar-benar menggemaskan.“Dedek Nia nanti juga bakalan nyusul gendut kaya Kakak Ellea ya, Nak.” Alya mengusap lemb
Semilir angin yang berembus menerbangkan gaun putih gading yang tengah dikenakan wanita cantik dengan perut buncit yang baru saja turun dari mobil bersama laki-laki yang menggunakan setelan jas berwarna senada. Keduanya hendak menghadiri sebuah acara pernikahan. Suasana mewah dan hangat langsung terasa ketika keduanya memasuki tempat acara ketika langsung disambut oleh suguhan tata ruang yang penuh dengan bunga-bunga beraneka rupa yang di dominasi warna putih. Bibir kedunya mengulas senyum ketika melihat sepasang pengantin yang berada di atas pelaminan melambaikan tangan padanya.“Kak Susan cantik banget, ya, Kak,” puji Shofi pada sang pengantin wanita. Ia melambaikan tangan pada Susan.Rafa hanya tersenyum tipis mendengar penuturan Shofi. Ia menoleh sekilas pada Susan di atas pelaminan lalu kembali menatap sang istri, tangannya terulur mengusap perut buncit Shofia yang sebentar lagi akan segera melahirkan. “Istriku p
Rintihan dan desahan yang keluar dari mulut wanita yang tengah merasakan sakit di perut dan pinggangnya itu terdengar sungguh pilu dan menyayat hati. Sudah hampir satu jam Alya berada di rumah sakit dengan kondisi tak berdaya. Air matanya terus merembes keluar merasakan desakan hebat di punggungnya seolah tulang-tulangnya patah.Sedangkan Rafa yang sejak tadi berada di samping kakaknya tersebut berulang kali menyeka keningnya yang terus berembun. Pertama kalinya ia menunggui seorang yang akan melahirkan dan itu adalah kakaknya sendiri. Bukan tanpa alasan dirinya berada di ruangan yang mencekam baginya saat ini, karena ia sedang menggantikan tugas Akbar yang masih dalam perjalanan usai melakukan business trip di luar negeri. Melihat kondisi sang kakak, Rafa merasa tubuhnya tercabik dan ikut merasakan perih ketika mendengar rintihan Alya yang kesakitan."Dek, telfon Mas Akbar lagi. Sudah sampai mana? Mbak nggak kuat ini," pinta Alya dengan terbata. Wanita i
"Bagaimana Adik saya dan kandungannya, Dok?" tanya Akbar. Laki-laki itu menghadang langkah Dokter Anggun yang baru saja menutup pintu kamar Shofi.Akbar yang mendapat kabar dari Alya segera menuju rumah Rafa sebab Shofi menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Wanita itu terus menangis sambil menahan sakit di perut dan enggan bertemu banyak orang."Bu Shofi mengalami syok, Pak. Tekanan darahnya langsung turun bersamaan kram di perutnya disertai gerakan janin yang kuat. Untuk itu beliau mengalami sakit yang hebat di perutnya," tutur Dokter Anggun."Lalu bagaimana dengan janinnya, Dok?" tanya Alya yang tak kalah khawatir."Detak jantungnya normal, Bu. Namun, sebaiknya Bu Shofi segera dibawa kerumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Saya harus melakukan USG pada janinnya. Saya juga sudah berpesan pada Pak Rafa untuk lebih menjaga Bu Shofi, jika melihat reaksi Bu Shofi barusan, sepertinya beliau punya satu trauma terhadap sesuatu. Bu Sho
Malam semakin larut, udara semakin dingin menyelimuti bumi mengajak semua manusia untuk beristirahat dalam mimpi yang indah.Tak terkecuali Shofi, wanita itu tampak begitu lelap dalam tidurnya. Usapan di kepala yang diberikan sang suami membuat wanita itu terlihat semakin nyaman dan pulas. Rafa memang masih terjaga sebab dirinya tengah memikirkan kabar yang disampaikan Akbar sesaat lalu."Nico dan David tertangkap di pelabuhan sebelum melarikan diri. Polisi sudah lama mengincarnya dengan kasus pencucian uang dan aku juga telah membuat laporan perihal penyalahgunaan kepemilikan aset milik almarhum Ibunya Shofi," tutur Akbar. Laki-laki itu duduk di sofa berhadapan dengan Rafa di depannya."Katamu kau mengajukan dua kasus, Mas? lalu satu lagi kasus apa?" Rafa tampak menatap dalam pada Akbar. "Jangan bilang kau melaporkan tentang kejadian dulu," tebak Rafa."Itu rahasia yang tidak mungkin aku buka lagi. Kau pikir aku secerobo
Semilir angin pagi yang berembus menggoyangkan helaian daun tanaman palm yang berjejer rapi di halaman rumah Akbar. Beberapa mobil mewah juga turut berjajar rapi harus terparkir di sepanjang jalan perumahan sebab halaman rumah yang besar itu sudah dipenuhi oleh tenda berwarna putih yang mewah dan indah. Beberapa security dan pengawal berbaju serba hitam tampak mengawasi sekitar agar acara majikannya tersebut berjalan lancar tanpa gangguan. Para tamu undangan juga yang mulai datang tampak menggunakan busana muslim senada berwarna serba putih mulai memenuhi kursi tamu yang sudah disediakan.Tujuh bulan bagi Shofi dan selisih satu bulan bagi Alya memasuki usia kehamilannya, untuk itu Akbar dan Rafa sengaja menggelar acara pengajian yang cukup besar. Sebagai wujud rasa syukur akan datangnya dua malaikat kecil dalam keluarganya. Kedua laki-laki itu mengundang seluruh saudara, kerabat, tetangga, beberapa kolega dan banyak anak yatim yang juga sudah berkumpul sejak pagi.
"Jangan lari, Dek!"Entah sudah keberapa kalinya Rafa mengucapkan kalimat peringatan tersebut pada Shofi sejak keduanya menapaki lantai bandara. Tangisan Shofi sesaat lalu akhirnya meluluhkan Rafa. Mau tak mau ia memilih menuruti sang istri untuk mengejar Tiara. Namun, sebelumnya Rafa telah memastikan jika Shofi tidak akan berbuat sesuatu yang dapat mengguncang kembali rumah tangganya atau kembali lari dari dirinya. Tanpa pikir panjang Shofi mengiyakan.Shofi yang merasa panik karena takut melewatkan Tiara sebelum menyampaikan sesuatu terlihat tak sabar. Ia bahkan terus berlari kecil dengan menoleh ke sana kemari mencari keberadaan Tiara di antara banyaknya pengunjung di bandara.Rafa segera mencekal tangan Shofi untuk menghentikan langkah wanita tersebut. "Kalau kamu nggak nurut, Kakak bakalan gendong kamu biar nggak lari lagi." Ancaman Rafa berhasil membuat Shofi berhenti dan menatap takut padanya.
Beberapa hari sejak kedatangan Rafa di vila, akhirnya laki-laki itu berhasil membawa pulang kembali istri kecil yang amat ia cintai tersebut. Rafa membawa Shofi menuju rumah Alya terlebih dahulu, sebab Heni begitu menunggu kedatangan Shofi. Wanita itu sangat bahagia juga sangat khawatir dengan kehamilan menantunya. Begitu juga dengan Shofi yang sangat merasa bersalah pada mertuanya tersebut."Maafkan Shofi, ya, Bu? Maaf telah membuat Ibu sakit karena memikirkan rumah tangga Shofi," ucap Shofi penuh rasa bersalah. Matanya sudah berkaca-kaca, tapi tak sampai menangis.Heni segera membawa sang menantu dalam pelukan. "Enggak, Nak. Kamu tidak perlu meminta maaf. Malah Ibu yang harusnya berterima kasih karena kamu memilih untuk tidak pergi dari Rafa. Terima kasih, Nak."Heni kemudian menghela tubuh Shofi. Ia pandangi wajah cantik sang menantu yang tampak lebih berisi tersebut. "Mau 'kan janji sa