Beranda / Lain / Bukan Menantu Impian / Bukan anakku pelakunya

Share

Bukan anakku pelakunya

Penulis: Cerita_gadis
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-18 20:07:06

Hari raya, biasanya rumah mertuaku cukup banyak orang yang datang bersilaturahmi. Karena mertuaku termasuk tetua di kampung ini. Banyak para keponakan dan saudara-saudara jauh memang sengaja datang untuk meminta maaf di hari yang fitri ini.

Kami sekeluarga memang datang siang. Karena tadi aku mengajak suami dan anak-anak ke rumah Kak Minah, kakak kandungku yang jarak lebih dekat dari rumah kami. Tak enak rasanya, melewati rumahnya tanpa singgah duluan. Juga karena kedua orang tuaku sudah meninggal, jadi kak Minah lah tempat aku bersilaturahmi di hari raya ini. Selain itu juga, karena kami banyak dan kendaraan cuma satu. Jadi, harus bergiliran diangkut kalau hendak bepergian. Makanya agak lambat sedikit sampainya ke rumah mertuaku.

Pertama tiga anakku yang diantar duluan oleh Bang Rozi ke rumah mertua. Setelah itu, baru menjemputku. Saat sampai di rumah mertua, kami pun sujud sungkem pada bapak dan emak.

Anak-anakku terlihat senang karena di meja rumah neneknya ini tertata bermacam-macam kue enak dan juga mendapatkan THR dari Om mereka yaitu Rido. Anak-anakku membuka satu persatu toples dan mencicipi isinya. Sudah ku gelengkan kepada dan melotot agar mereka berhenti, tapi mereka seperti tak paham terus saja tanpa mengindahkan isyarat dariku.

"Ilham! Awas pecah!" pekik Emak melihat anak bungsuku berjalan kesana kemari membawa toples kaca berisikan kue nastar itu.

"Dek, ayo letakan kuenya," ucapku dengan lembut kepada bocah Lima tahun itu.

"Tapi, Adek mau buk. Kuenya enak," sahut anakku.

"Ambil kuenya terus toplesnya letakkan di meja, kalau mau, ambil saja lagi," tambahku lagi, memberi pengertian dengan lembut pada Ilham.

"Bawa sini, ini pemberian Tante Airin. Nanti pecah 'kan sayang, pasti harganya ini mahal," ucap emak pula. Ilham pun manut lalu meletakkan toples itu di meja.

Oh ya, mana Airin ya. Kok dari tadi nggak kelihatan, apa mungkin di kamar seperti biasanya, rebahan seraya memainkan ponselnya.

"Bawa gelas-gelas ini ke dapur, Ti," perintah emak padaku. Aku pun dengan cekatan mengumpulkan gelas-gelas itu. Sepertinya bekas minum tamu-tamu sebelum kami datang tadi.

Sebelum ke dapur aku berbisik pada Rani anak tertuaku untuk membawa adik-adiknya bermain di teras. Terutama Ilham karena anak bungsuku itu memang sedang lasak-lasaknya.

Di dapur ada pemandangan langka, ternyata Airin sedang mencuci piring. Tumben, batinku.

"Ngomong sama siapa, Rin?" tanyaku saat melihat Airin mengomel. Perempuan kota itu sedikit terkejut, ternyata dia tak menyadari kalau aku dari tadi berdiri di belakangnya.

"Eh Kak Yati, kita belum bermaafan ya, Kak," ucapnya seraya tersenyum. Ia pun membasuh tangannya dan menyalamiku.

"Sudah, Kakak saja yang terusin, aku capek," ucapnya lagi seraya pergi meninggalkan tumpukan piring dan gelas kotor itu di atas wastafel.

Aku menarik napas panjang melihat kelakuan menantu kaya kesayangan emak mertuaku ini. Baru saja mencuci piring, dia sudah mengeluh capek.

Aku pun melanjutkannya cucian piring Airin tadi. Tapi, tiba-tiba Airin kembali datang dengan wajahnya yang di tekuk. Di tangannya ada gelas-gelas yang tadi tak bisa ku bawa ke belakang semua.

"Bikin minum dan menyajikan makanan untuk orang-orang yang datang, terus mencuci bekasnya pula, mana orang-orang yang datang banyak, nggak habis-habis dari tadi," omel Airin.

Aku tersenyum mendengar omelan iparku itu.

"Kakak sih, lama banget datangnya. Sudah kayak pelayanan restoran saja aku dari tadi," lanjutnya lagi.

"Emak yang suruh Kamu, Rin?" tanyaku pula.

"Nggak sih, Kak. Tadi, sebenarnya Emak yang sibuk dengan tamu-tamu yang datang itu. Mas Rido yang menyuruhku, karena kasihan melihat Emak kerepotan.'

"Terus, Resti mana?"

"Di jemput tunangannya, katanya bersilaturahmi ke rumah camer."

Aku mengangguk, memang adik bungsu suamiku itu sudah bertunangan dan akan menikah dalam waktu dekat ini.

"Ya sudah, Kakak cuci saja piring-piring kotor itu. Aku mau istirahat, capek," ucap Airin lagi seraya pergi dari dekatku. Ya, begitulah orang biasa hidup senang, nyuci piring segini saja sudah kecapean.

"Ibuuuk..." Ilham terlihat menangis seraya berjalan ke arahku.

"Ada apa, Nak?" tanyaku seraya mencuci tangan dan menyambut Ilham. Belum lagi usai mencuci piring, anakku itu sudah membuat ulah.

"Aku di cubit Nenek, Buk," jawabnya dengan terisak.

"Ilham nakal?"

Ilham hanya diam seraya menunduk.

"Anakmu ini tak bisa sekedar melihat." Emak mengomel seraya berjalan ke arahku.

"Ada apa ini, Mak?" aku memberanikan bertanya pada mertuaku itu.

"Lihat itu tablet Raffa sampai pecah dibuatnya," jawab Emak dengan mendelik tajam ke arah Ilham.

"Benar Dek?" tanyaku pada Ilham.

Ilham menggeleng pelan seperti sangat ketakutan pada neneknya itu.

"Kalau bukan Ilham terus siapa lagi, hanya Dia yang dari tadi nempel terus dengan Raffa, melihat Raffa memainkan tablet itu," ucap Emak dengan sewotnya.

"Tap..."

"Kak Yati, lihat tab Raffa. Ini semua ulah anakmu." belum lagi aku selesai berbicara, Airin memotong ucapanku seraya memperlihatkan tablet milik anaknya yang sudah retak itu.

"Aku nggak mau tahu, pokoknya Kakak harus ganti. Ini baru saja ku beli kemarin sebelum berangkat ke sini," lanjutnya lagi dengan lantang.

"Tapi, Rin. Bukan Ilham yang melakukannya," ucapku pelan. Aku yakin bukan anakku pelakunya, karena anakku itu tak pernah berbohong.

"Masih mengelakkan Kau ya, Yati. Itu buktinya sudah ada," ucap emak seraya menunjuk tablet di tangan Airin.

"Sudahlah, Dek. Malu di dengar tetangga, hari raya begini kok di rumah kita ribut-ribut," ucap Rido kepada Airin, setelah ia ikut ke dapur mendengar kami berdebat.

"Enak saja, Mas. Tablet itu baru, Raffa saja belum puas memainkannya..."

"Nantikan bisa diperbaiki," sahut Rido pula.

"Nggak bisa begitu, Mas. Walaupun diperbaikinya nggak akan sebagus seperti semula," balas Airin dengan cepat.

"Keponakanmu ini harus diajarkan bagaimana caranya menghargai milik orang lain," lanjut Airin lagi seraya menunjuk kearah Ilham. Dan Ilham pun tambah menangis karena ketakutan.

"Ilham, dengar ibuk. Benar Ilham yang memecahkan tab-nya Raffa?" tanyaku dengan lantang. Ya, aku mulai terbawa emosi melihat ulah iparku yang menyalahkan Ilham. Tepatnya, aku tak tahu harus meluapkan kemarahan ku pada siapa.

Ilham pun kembali menggeleng.

"Jawab ibuk!" teriakku.

"Bu-bukan Ilham, Buk," ucap anakku terbata-bata dengan lelehan air mata di pipinya.

"Kecil-kecil pandai berkelit ya," ucap Airin.

"Pokoknya aku mau tablet Raffa harus Kakak ganti!" seru Airin lebih keras lagi. Dia meletakkan tablet itu di atas meja dapur, lalu ia pun pergi. Begitu juga dengan emak dan Rido pergi meninggalkan aku dan Ilham di dapur.

Aku terkesiap mendengar ucapan Airin. Uang dari mana aku untuk menggantinya, Sedangkan anak-anakku tahun ini tak ada yang beli baju lebaran. Karena memang semenjak aku tak ikut bekerja lagi, keuangan kami benar-benar morat-marit.

"Dengar itu Ilham, uang dari mana kita mengganti barang mahal seperti itu," ucapku seraya menangis. Ya, air mataku tak mampu ku tahan lagi.

Tiba-tiba emosi ku meledak, tanpa sadar aku mencubit tangan Ilham bertubi-tubi.

"Ini tangan Ilham, jahat!"

"Ampun, Buk. Sakit," rintih anakku.

Melihat Ilham merintih, aku pun iba.

"Maafkan ibuk, Nak," ucapku seraya memeluk Ilham.

"Kita orang miskin, Nak. Tak boleh memegang mainan mahal seperti itu..." lirihku sambil menatap Ilham.

Anakku itu mengangguk, entah mengerti entah nggak dengan ucapanku tadi.

"Ya sudah, ayo kita pulang," ucapkan menarik tangan anakku Ilham.

"Jangan lupa, beli tablet yang sama merek dan tipenya," ucap Airin dengan sinis, saat aku melewatinya di ruang tengah. Aku hanya lewat, tak ingin menjawab sepatah katapun dari ucapan Airin.

"Loh kenapa Kalian menangis?" tanya Bang Rozi, saat kami berpapasan di ruang tamu.

"Ini Ilham berulah, Dia memecahkan tab-nya Raffa," ucapku kembali menangis.

"Benar, Dek?" tanya Bang Rozi pada Ilham.

"Kamu kemana saja sih, Bang?" tanyaku lagi dengan lantang.

"Tadi, aku beli rokok sebentar..."

"Abang tahu anak kita ini nakal-nakal, mengapa tak Abang bawa saja," lanjutku lagi dengan penuh emosi.

"Sekarang Abang lihat ulah Ilham ini, tab-nya Raffa pecah, uang dari mana kita menggantinya, Bang!' teriakku lebih keras lagi.

"Sabar, Dek," jawab suamiku dengan lembut.

"Ilham ini memang tak pernah mendengar kata-kataku. Kita ini miskinnya, Nak. Jangan sentuh-sentuh yang bukan milik kita!" aku menoleh ke arah Ilham.

"Lihat sekarang apa Ilham sanggup menggantinya, hah!"

"Sudah, diam! Aku yang akan mengganti tab itu," ucap bapak mertuaku dengan ekspresi wajah datar. Kemudian dia masuk ke kamarnya.

Aku tak lagi bersuara, lalu mengajak anak-anakku pergi meninggalkan istana mertuaku ini.

Kami sudah berjalan kaki cukup jauh, saat Bang Rozi menyusul kami.

"Ayo naik," perintahnya pada anak-anak.

Anak-anak pun naik ke atas motor, tinggal aku dan Ilham yang nantinya menunggu di jemput lagi oleh Bang Rozi.

"Antar anak-anak pulang," ucapku tegas, saat melihat sepeda motor suamiku mau berbelok ke arah rumah mertuaku lagi.

Bang Rozi manut, dan melajukan motornya ke jalan arah rumah kami.

____________________

"Buk, bukan Adek loh yang mecahin tablet Raffa," ucap Rani ragu-ragu, saat itu kami sudah sampai di gubuk ternyaman kami ini.

"Benar, Kak? Emang Kakak lihat," selidikku.

Rani mengangguk, "Tadi Raffa sedang main tab itu, Adek ikut melihatnya. Terus Raffa dipanggil Tante Airin dan Raffa meninggalkan tab-nya itu di dekat Adek..."

"Terus, Kak?" tanyaku lagi.

"Iya, mungkin Adek penasaran. Ia pun mengambil tab itu dan memainkannya sebentar. Setelah Kakak tegur, Ia pun meletakkan tab itu ke tempat semula. Dan menunggu Raffa datang untuk melihatnya bermain tab itu lagi." bocah sebelas tahun itu kembali melanjutkan ceritanya.

"Tapi, setelah Raffa memegang tab-nya lagi, Dia marah dan membanting tab-nya itu karena katanya permainan kesukaannya sudah terhapus oleh Adek. Kemudian Raffa mengadu ke mamanya, kalau Adek pegang-pegang tab miliknya." aku mengangguk pertanda mengerti.

"Kok Kakak nggak bilang begitu tadi di sana..."

"Sudah, Bu. Kakak bilang semua pada Nenek dan Tante Airin. Tapi, mereka tak percaya dan menuduhku berbohong."

Hatiku hancur mendengar perkataan anakku barusan. Sebegitu tak di dengarnya kalau orang miskin berbicara, harta telah membutakan mata dan hati mereka.

"Maafkan ibuk, Nak..." lirihku saat melihat Ilham bermain mobil-mobilan sambil tertawa lepas di teras rumah sederhana kami ini.

Bab terkait

  • Bukan Menantu Impian    Teringat masa lalu

    "Maafkan keluargaku, Dek," lirih suamiku. Dia duduk di tepi ranjang, seolah-olah memang menungguku masuk ke dalam kamar.Aku hanya diam dan duduk di sampingnya."Anak-anak sudah tidur, Dek?"Aku mengangguk, "Aku yang salah, Bang. Sudah tahu dari dulu tak ada tempat untukku di rumahmu, aku yang masih memaksakan diri untuk tetap masuk ke sana," ucapku dengan berlinangan air mata."Sudahlah, Dek. Jangan diungkit-ungkit yang sudah lalu," sahutnya lagi seraya menatapku."Lihat dirimu, Bang. Mungkin hidup Abang tak akan seperti ini, kalau seandainya Abang tak memilih hidup denganku...""Apa salahnya aku hidup bersamamu, Dek. Ak...""Salahnya aku miskin, Bang. Aku tak berpendidikan...""Stop menyalahkan diri sendiri, Dek. Aku bahagia hidup bersamamu, aku beruntung mendapatkan wanita sebaik dirimu, Dek," Bang Rozi memegang tanganku erat."Entahlah, Bang. Aku capek...""Maaf..." lirihnya seraya membawaku kedalam pelukan, nyaman sekali.____________________"Siapa namamu, Nak?" tanya perempuan

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Bukan Menantu Impian    Niat terselubung Rido dan Airin

    "Kok cepat banget pulangnya, Bang. Apa Rido sudah pergi?" tanyaku pada Bang Rozi. Iya, belum sampai setengah jam suamiku pergi, eh dia sudah pulang lagi."Rido belum jadi pergi, Dek...""Oo..." aku mengangguk, mungkin itu penyebabnya Bang Rozi cepat pulang."Bapak nyuruh menjemputmu, Dek," ucap suamiku pelan. "Perlukah aku ke sana, Bang?""Ini permintaan Bapak, Dek..." lirih suamiku. Bapak mertuaku itu sangat pendiam, bicara hanya yang dianggapnya penting pada saja. Kalau sampai bapak meminta aku ke sana, berarti perlu dipertanyakan, ada apakah gerangan?Aku pun menuruti permintaan suamiku, ikut ke rumah orangtuanya. Tentu semua anak-anak ku tinggalkan, ku titipkan mereka di rumah kak Minah. Itu lebih baik bukan, di rumah kakakku anak-anak lebih dianggap dan mereka bisa bermain sepuasnya tanpa takut disalahkan. Dadaku berdebar kencang, saat memasuki halaman istana mertuaku ini. Bagaimana tidak sudah seminggu aku tak menginjakkan kaki di rumah ini, tepatnya semenjak hari raya pertam

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Bukan Menantu Impian    Resti yang cerewet

    "Tolonglah aku, Bang," lirih Rido. Matanya menatap suamiku mengiba."Sudahlah Rozi, apa Kamu nggak kasihan melihat adikmu. Kalau usahanya bangkit lagi, sukses yang bangga 'kan kita juga," sahut emak pula.Bang Rozi kembali melirik padaku. Aku anggukan kepala.Suamiku terlihat menarik napas dalam-dalam, lalu berbicara."Sebenarnya, Kalian salah bertanya padaku.Tanah itu milik bapak dan emak. Jadi hak sepenuhnya ada pada bapak dan emak...""Sudah mak bilang begitu tadi, tapi bapakmu masih ngeyel." emak menyela ucapan Bang Rozi."Tapi, 'kan sudah dikasihkan pada bang Rozi, Mak. Walaupun Bang Rozi tak jadi membangun rumah di sana. Tetap saja nggak boleh dong di jual tanpa seizinnya." Resti ikut-ikutan bicara."Hustt...anak kecil tahu apa," ucap emak. Matanya melotot ke arah Resti."Yeee anak kecil, sudah mau nikah aku ini, Mak," sungut gadis berparas ayu itu."Aku bicara fakta loh ini. Kalau pun tanah itu di jual dan bang Rido yang make uangnya. Berati bang Rido ngutang dong sama bang Roz

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Bukan Menantu Impian    Menantu rasa Babu

    Mobil Rido yang membawa kami pun sampai ke rumah mertuaku. Anak-anak berhamburan keluar, begitu juga denganku. Ada rasa canggung saat menginjakkan kaki di halaman rumah ini. Entahlah, padahal sudah dua belas tahun aku jadi bagian dari keluarga ini. Itu bukanlah waktu yang sebentar bukan."Alif, Pian, Ilham. Dengarkan ibuk, yang tenang di rumah nenek nanti ya. Jangan sentuh barang apa pun, jangan mengambil sesuatu sebelum di tawarkan," pesanku pada ke-tiga anak lelakiku. Mereka bertiga serentak mengangguk."Kakak, tolong ingatkan adik-adik ya. Kalau mereka lupa.'' tak lupa aku juga berpesan pada Rina, anak sulungku. "Siap, Buk," ucap Rina seraya mengangkat tangan ke keningnya. Seolah-olah memberi hormat."Ayo masuk, Kak," ajak Rido. Kami pun berjalan mengikuti Rido dari belakang."Tuh kak Yati datang!" seru Resti dari arah dapur. Senyumannya sumringah saat melihatku. Adik ipar terbaikku itu seperti sedang meracik bumbu dan emak sedang mengaduk wajan di atas kompor, entah sedang memasa

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-20
  • Bukan Menantu Impian    POV emak mertua

    "Do, sepertinya Rozi nggak bakalan ke sini deh. Antar Yati pulang gih, pusing kepala emak melihat anak-anaknya yang tak mau diam itu," perintahku pada Rido. Ya, mau nunggu apalagi, makan sudah selesai, peralatan dan rumah sudah kembali kinclong. Kalau Rozi, biar Yati bawa sisa gulai ayam itu pulang untuknya.Entahlah, mengapa Rozi tak jadi datang. Padahal tadi saat di telpon Rido dia bilang iya akan datang."Baik Mak," sahut anak lelaki kebanggaan ku itu patuh.Rido pun ke belakang menghampiri Yati. Yati sedang sibuk mengelap meja kompor yang tadi kena cipratan minyak saat memasak."Eh, Om. Bisa ngantar kami pulang?" tanya Yati pada Rido. Pas sekali, Rido ke belakang memang mau mengatakan itu."Ya, Kak. Mari aku antar.""Oh ya, Ti. Bawa saja tu sisa gulai ayam pulang semua. Untuk Rozi dan juga anak-anakmu nanti," ucapku pada Yati."Baik, Mak," ucap Yati seraya mengangguk. Biar semua sisa makanan itu dibawa Yati pulang. Toh, di rumah ini tak akan ada yang mau lagi. Kalau di rumah Yati

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Bukan Menantu Impian    POV Resti (adik ipar)

    "Kak, lagi apa!" kak Yati kaget mendengar panggilanku."Restiii...kaget kakak" kakak iparku itu geleng-geleng kepala."Kakak sih...masak kok sambil ngelamun," ucapku. Senyum manis pun terukir di wajah lusuh kakak iparku itu. Walau lusuh, tapi terlihat sangat tulus."Anak-anak mana, Kak?" tanyaku lagi."Lagi main di rumah kak Minah, Res.""Kaak...""Hmmm..." sahut kak Yati."Aku sebel sama kak Airin, Kak.""Kenapa lagi?" tanya kak Yati."Pemalas banget, bangun paginya siang. Masak nggak bisa, aku capek Kak. Semua tugas rumah aku yang ngerjain," ceritaku pada kak Yati.Kak Yati hanya diam, seperti tak merespon ucapanku. Tapi, ku tahu dia hanya pura-pura begitu. Seperti biasa, dia tak ingin terlalu ikut campur urusan orang lain."Kak Yati sih jarang sekali main ke rumah.""Kakak lagi repot, Res," ucap wanita sederhana itu seraya tersenyum. Tapi, dari senyumannya seperti menyembunyikan sesuatu. ___________________"Kok Mak yang nyuci piring?" tanyaku. Terlihat emakku berdiri di hadapan p

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Bukan Menantu Impian    POV Airin (istri Rido)

    "Mas... maafkan aku..." lirihku. Lelaki tampanku itu sedang duduk termenung di teras samping rumah mertuaku ini.Dia bergeming, masih tetap termenung, entah apa yang ia pikirkan.Aku pun duduk di sampingnya, tanpa ditawari, "Mas, dengarkan aku dulu," ucapku lagi seraya memegang tangannya dengan lembut."Aku... kecewa padamu, Dek..." lirihnya. Tatapannya masih lurus ke depan."Adek, sama sekali tak menghargai keluargaku. Terutama emak, wanita yang telah melahirkan aku.""Bukan begitu, Mas. Tadi, aku hanya terpancing emosi mendengar ucapan Resti," ucapku seraya mendengus kesal. Terbayang wajah ngeselin gadis nyebelin itu, arrgh!"Mas dengerin sendiri 'kan, bagaimana Resti berbicara padaku. Tidak sopan sama sekali," ucapku lembut. Berharap mas Rido luluh mendengarnya."Sudah tahu Resti memang begitu, masih Adek dengar," ucapnya seraya melihat ke arahku. Kelihatannya, mas Rido sudah mulai mendengar ucapanku."Ya, Mas. Maaf..." lirihku lagi. Aku tahu mas Rido tak akan bisa marah lama-lama

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Bukan Menantu Impian    POV Rido (adik ipar)

    "Mas...kapan sih, mobil kita di ganti," rengek Airin, istriku. Dia baru saja pulang dari arisan sosialitanya."Lihat Amel, teman arisan adek, tadi pamer mobil baru. Padahal suaminya hanya punya toko grosir sembako. Masa adek yang istri seorang pengusaha masih pakai mobil butut sudah ketinggalan zaman pula," ucapnya lagi seraya bergelayut manja di lenganku."Jangan samakan rezeki orang dengan kita, Dek. Mana tahu suaminya mbak Amel punya toko grosir banyak dan tersebar di mana-mana...""Ah... Mas, selalu ngomong begitu. Suka banget hidupnya stay di tempat saja. Susah sekali di ajak maju," sungutnya. Wajah cantik itu seketika muram."Bukan begitu, Dek. Tapi, untuk saat sekarang mas memang tak bisa mengabulkan permintaanmu, usaha kita lagi sepi, Dek," ucapku lagi, berusaha menjelaskan."Aku 'kan nggak minta di belikan mobil lagi, Mas. Mobil yang kita sekarang di ganti ke yang lebih bagus, palingan Mas tambah dikit aja," ucapnya masih keukeh dengan keinginannya."Apa bedanya sih, Dek. Ade

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-27

Bab terbaru

  • Bukan Menantu Impian    kabar Airin (end)

    "Dek...Dek...bukan itu Rido yang mengetuk-ngetuk pintu," ucap bang Rozi seraya menggoyang-goyangkan tubuhku.Aku terkesiap bangun, "Iya, Bang. Ada apa ya?""Nggak tahu, ayo kita bukakan pintu," ucap suamiku seraya bangkit dari peraduan kami.Aku pun mengekor di belakang bang Rozi, saat melewati ruang tamu kulirik jam dinding, menunjukkan hampir pukul setengah empat pagi."Ada apa, Do?" tanya bang Rozi pada adiknya itu saat pintu rumah kami terbuka."Bang...aku baru saja dapat kabar kalau Airin meninggal...""Hah!..." Aku dan bang Rozi serentak terkejut."Inalillahi wa Inna ilaihi Raji'un," ucapku pelan, "Siapa yang ngabarin, Om? Nanti jangan..." tanyaku pula."Nggak, Kak. Ini beneran, Joe yang menelpon ku tadi," sahut Rido cepat."Astaghfirullah...maaf, Do," ucapku sungkan, wajar saja aku suudzon Airin sudah berulangkali bersandiwara membohongi kami dengan tujuan untuk menarik perhatian Rido."Iya, Kak nggak apa-apa, awalnya tadi aku sempat mikir gitu juga," ucap Rido pelan, "Kasihan

  • Bukan Menantu Impian    apakah ini sandiwara Airin

    Hari ini, hari minggu kami semua berkumpul di rumah emak, kami masak tumpeng bersama. Karena hari ini ulang tahun emak, tidak ada salahnya kami anak-anaknya memberi sedikit kejutan untuknya.Potong tumpeng sudah selesai, makan bersama pun juga sudah. Emak dan bapak terlihat begitu bahagia, bermain bersama ketujuh cucu-cucunya di halaman belakang. Emak dan bapak tak henti-hentinya tersenyum melihat tingkah polah cucu-cucunya itu.Santi dan Resti membereskan dapur. Sedangkan aku menyapu seluruh rumah, karena rumah sudah seperti kapal pecah, karena ulah dari anak-anak kami. 'Drett...drett''Dret...drett...'Berulang kali ponsel milik Rido bergetar, ponsel itu tergeletak di atas meja ruang tamu. Sedangkan Rido mengobrol di teras bersama bang Rozi dan suami Resti.Aku ambil ponsel itu, dan melihat nama yang memanggil. Ternyata mama Airin yang berulang kali menghubungi Rido."Om, dari tadi hpnya berbunyi," ucapku seraya menyerahkan ponsel itu pada Rido.Rido pun menyambut ponselnya dari ta

  • Bukan Menantu Impian    POV Rido

    "Mama, Afa mau tidur dengan Mama," rengek anak sulungku pada Airin. Mungkin ia begitu rindu pada mamanya itu."Tapi, mama nggak bisa lama-lama di sini, Nak," sahut Airin dengan lembut."Kemarin mama janji mau tidur di sini sama Afa," ucap Raffa lagi, Ia terlihat begitu kecewa."Iya, tapi...""Mama jahat!" Seru Raffa, lalu pergi berlari ke kamarnya.Nggak bisa dipungkiri, hati ayah mana yang tak terluka melihat anaknya bersedih seperti itu. Ya Tuhan, andaikan aku dan Airin tak bercerai, pasti hati anakku tak akan terluka seperti itu.Apa yang ku pikirkan ini, sekarang ada Santi dan Raisa di hidupku. Walau bagaimanapun, Santi, Raisa dan Raffa adalah hal yang terpenting dalam hidupku. Airin masa lalu, akan tetap jadi masa lalu. Masa depanku adalah keluarga kecilku saat ini."Kau mau pulang sekarang, Rin?" tanyaku pada Airin.Aku keluar dari kamar dan menemui Airin yang duduk termenung di ruang tamu sendirian."Eh... iya, Mas," sahut Airin sedikit terkejut."Apa Kau tak ingin tidur sama R

  • Bukan Menantu Impian    Airin takut pada Resti

    "Kau sakit, Rin?" tanyaku pada Airin, saat aku baru saja masuk ke dalam rumah Rido.Resti tertawa mendengar ucapanku, entahlah, mungkin ucapanku terdengar lucu di kupingnya. "Ada yang lucu, Res. Kok ketawa?" tanyaku terheran-heran."Hahaha... nggak ada, Kak. Cuma lagi pengen ketawa ajah." Tawa Resti tambah lebar.Aku garuk-garuk kepala, bingung melihat ekspresi Resti, ada apa dengan adik iparku itu. Dia tertawa terpingkal-pingkal, sedangkan Airin tertunduk lesu, dan diam seribu bahasa."Kakak mau tahu, Kak Airin kenapa?"Aku mengangguk, dan Airin menoleh cepat ke arah Resti."Kak Airin itu memang sedang sakit...""Sakit apa? Pantes pucat begitu...""Kak Airin itu mengidap penyakit hati, dan itu susah sembuhnya...""Res... sudah," sela Airin serak, suaranya seperti tercekat di tenggorokannya."Mengapa, Kak? Takuuuuut..." ucap Resti sinis.Airin tertunduk lesu."Res, ini ada apa?" tanyaku pula."Nggak ada apa-apa, Kak. Aku cuma sedang bersilaturahmi saja dengan kak Airin," ucap Resti p

  • Bukan Menantu Impian    Ancaman Resti pada Airin (POV Airin)

    Aku terkejut mendengar ucapan bang Rido, kalau wanita yang berusaha mendekati bang Ferdi itu sepupunya Airin. Aku yakin tak yang kebetulan saja, semua ini pasti ada campur tangan Airin di dalamnya. Awas Kau Airin, suatu saat pasti aku akan buat perhitungan.Ka tatap bang Ferdi, dari kemarin di tuduh selingkuh, padahal dia tidak melakukan apapun."Maafkan aku, Bang..." lirihku seraya menunduk."Iya, Dek. Abang juga minta maaf, karena ulah wanita itu membuat Adek tak nyaman.""Aku yang salah, Bang..."Bang Ferdi menggeleng, "Nggak, Dek aku yang bodoh, seharusnya dari awal aku sudah curiga kalau wanita bernama Siska itu bukan fatner bisnis yang tepat buat usaha baru kita. Bahkan dia sama sekali tidak mengerti tentang kuliner tradisional.""Eh, sudah...kok Kalian jadi saling menyalahkan sih," sela bang Rido pula."Anggap saja yang terjadi kemarin adalah ujian rumah tangga kalian," tambah kak Yati.Aku dan Ferdi tersenyum, lalu kami saling berpelukan."Percayalah, Dek. Tak akan ada yang bi

  • Bukan Menantu Impian    POV Airin

    Hatiku hancur melihat keharmonisan mas Rido dan Santi. Mas Rido memperlakukan Santi dengan lembut, sama seperti yang dilakukannya padaku dulu. Mas Rido adalah sosok suami yang selalu ingin membuat istrinya bahagia, oh aku rindu padamu mas Rasa cemburu menyelinap ke dalam hatiku, aku tak bisa terima semua ini, aku harus melakukan sesuatu untuk membalas rasa sakit ini. Aku hancur mas, dan kau juga sama denganku.Berbagai macam cara aku lakukan untuk memisahkan mas Rido dan Santi, tapi itu tak berhasil juga. Baiklah, kalau aku tak bisa menghancurkan mereka, aku akan cara lain untuk membuat keluarga itu sedih dan sakit hati. Kalau salah satu keluarganya hancur pasti mas Rido ikut merasakan sedihnya, dan aku suka itu.Hari ini, sepulang bekerja aku sengaja mampir ke rumah Siska sepupu jauhku yang juga sahabat karib di masa sekolah dulu. Aku akan meminta bantuan padanya, iya hanya Siska yang ku rasa bisa menjalankan misi ku kali ini."Tumben Lo ke sini," ucap Siska saat aku baru saja duduk

  • Bukan Menantu Impian    Ferdi selingkuh?

    Tahun berlalu, hari-hari kami jalani sangat damai. Airin tak lagi berusaha menganggu ketentraman keluarga ini. Dia sering datang menengok Raffa, juga sekali-kali Raffa di bawanya pergi ikut dengannya.Airin memang banyak berubah, penampilannya tak seperti dulu lagi, lebih sopan dan terkesan sederhana. Mungkin karena faktor keuangan juga, Airin sekarang bekerja di sebuah butik milik temannya. Rido dan Santi pun sudah menempati rumah mereka yang dibangunnya di sebelah rumah kami. Anak mereka pun sudah besar, sudah berusia setahun dan berjenis kelamin perempuan bernama Raisa. Dan itu menjadi pelengkap kebahagiaan mereka.____________________"Kak, mari ke rumahku, mbak Airin datang." "Kapan Airin datang, San?" tanyaku saat kami berjalan menuju rumahnya."Barusan, Kak.""Rido...ada?""Belum pulang, Kak. Palingan sebentar lagi," ucap Santi pula.Saat kami masuk rumah, terlihat Airin duduk di sofa ruang tamu seraya memangku Raisa. Dadaku berdegup kencang, takut Airin melakukan sesuatu pad

  • Bukan Menantu Impian    firasat Raffa

    "Kak, Raffa main di sini, ya." Rido dan Raffa mendatangi rumahku siang ini.Aku mengangguk, "Ayo Afa masuk, main dengan iIham di belakang gih," ucapku.Rido pun terduduk lesu di teras rumahku."Ada apa, Om?" tanyaku pula."Aku pusing, Kak. Sudah dua Minggu ini Raffa murung saja, makan pun tak berselera," cerita Rido."Emang kenapa? Raffa lagi tak sehat ya?"Rido menggeleng, "Raffa kangen mamanya, sedangkan Airin sudah sebulan ini tak bisa di hubungi.""Terus bagaimana, Om?""Entahlah, Kak. Aku hanya takut Raffa jatuh sakit, karena terlalu memikirkan mamanya.""Iya juga ya, Om," sahutku ikut mengkhawatirkan Raffa."Bawa saja Raffa menemui Airin, Om.""Iya, Kak. Santi juga menyarankan begitu, tapi emak tak mengizinkan," ucap Rido lagi seraya menarik napas panjang. Adik iparku itu terlihat frustasi."Nanti, Kakak bantu bicara dengan emak ya, Om," ucapku lagi.Rido mengangguk, "Iya, Kak. Aku memang mau meminta tolong Kakak untuk berbicara pada emak.""Baiklah, nanti sore Kakak dan abangmu

  • Bukan Menantu Impian    karma untuk Airin (POV Airin)

    ATM-ku sudah menipis, transferan dari sugar Daddy-ku Minggu lalu sudah ku habiskan untuk menyewa mobil yang ku pakai pergi menemui Raffa. Kemarin itu aku sangat merindukan anak itu, ingin rasanya kubawa dia bersamaku saja. Tapi, hidupku yang tak terarah ini membuatku buang jauh-jauh keinginan itu Belum lagi mama, hampir setiap hari meminta uang padaku. Sekarang mama mempunyai kebiasaan baru, hampir setiap ia malam ke clubbing dan pulang-pulangnya pasti sudah teler.Kemana lagi, aku mencari uang yang banyak dengan cepat untuk memenuhi biaya hidupku dan mama, kalau tidak dengan cara merayu om-om hidung belang. Aku cantik, postur tubuh menarik, lelaki hidung belang mana yang tak tergoda saat aku merengek memanja merayunya."Sayang, mama minta uang dong," ucap mama malam ini."Mau kemana lagi, Ma?" tanyaku pelan."Kamu nggak usah banyak tanya, Sayang. Membuat kepala mama yang pusing ini tambah pusing saja. Berikan saja mama uang, teman mama sudah menunggu tuh diluar," sahut mama seraya m

DMCA.com Protection Status