*Happy Reading*
"Saat saya masih menjadi bulan-bulanan Papa."
Setelah mengucapkan kata itu, Alan lalu terdiam. Menatap photo di ponselnya dengan tatapan kosong. Sepertinya dia sedang memutar memory otaknya ke masa lalu.
Aku memilih diam dan menunggu saja kelanjutan cerita Alan. Aku yakin, itu pasti tidak mudah untuknya. Namun, lama aku tunggu ternyata Alan tak membuka suara lagi. Membuat aku akhirnya gemas dan menarik lengan kemejanya, demi meminta atensi pria itu.
Masalahnya, aku terlanjur kepo akut. Aku ingin tahu kisah masa lalu Alan, dan maksud ucapannya barusan. Tetapi, bukannya langsung cerita, eh Alan malah menggantung ceritanya lama seperti author kita. Bikin gemes dan gak bisa tidur karena penasaran.
Awas aja kalau aku sampai jerawatan gara-gara hal ini. Aku bakal minta perawatan wajah seharga 80jt. Biar gak kalah glow up dari artis-artis yang tengah virall.
"Mau mendengar cerita saya?"
Pertanyaan macam apa
*Happy Reading*Aku masih menatap bingung Dokter Karina dan Mira secara bergantian. Berusaha memutar otak, agar bisa menjawab mereka dan menghindari interogasi menyebalkan setelahnya.Aku sebenarnya bisa saja jujur, dan mengakui tentang statusku pada Mira. Perkara Dokter Karina mah, kan dia udah tahu kebenarannya, ya kan?Tetapi ... kalau aku jujur. Aku gak punya bukti apa-apa untuk membuktikan ucapanku. Soalnya, kalian tahu sendiri kalau aku dan Alan baru menikah di bawah tangan.Aku belum punya buku nikah atau semacamnya. Sekali pun Dokter Karina akan dengan senang hati memberi ke saksian. Tapi belum tentu mereka percaya. Lah, dia saja masih jadi bahan ghibahan empuk sampai sekarang.Meski kebenaran tentang pernikahan dan kasus-kasusnya dulu sudah sangat jelas. Tetap saja, orang yang gak suka mah gak perduli. Jadi, belum tentu mereka percaya ucapan Dokter Karina soal status aku dan Alan, kan?Lalu, aku harus bagaimana? Be
*Happy Reading*Serius, deh. Entah kenapa? Mendengar penuturan Putra perihal Ibunya Rina yang kehilangan lidah, aku auto ingat pada salah satu anak buah Pak Arjuna yang kejam.Kenapa aku bilang kejam? Ya ... karena aku pernah melihat dia nyiksa korbannya sadis sekali. Saking sadisnya, aku sampai gemetar waktu itu. Juga ke bawa mimpi hingga beberapa hari kedepannya.Asli, sih! Sadisnya gak kaleng-kaleng!Begini ceritanya. Dulu, saat Pak Arjuna menemukan kembali Dokter Karina yang kabur. Orang tuanya menggelar acara pernikahan mewah sekali. Agar semua orang tahu keberadaan Dokter Karina dan tidak meragukan lagi statusnya.Nah, saat itu aku kebagian menjaga Shanum. Bocah perempuan cilik malang yang di adopsi Dokter Karina, setelah ibunya memilih bunuh diri karena didikucilkan warga.Nah, namanya anak kecil. Kalau waktunya tidur pasti rewel, ya kan? Begitu pula dengan Shanum. Dia rewel sekali saat itu, makanya aku cari tempat sepi un
*Happy Reading* Pagi harinya. Aku terbangun di samping Alan yang tertidur pulas sambil memeluk perutku dengan posesif. Napas hangatnya terasa menyapu kepalaku dengan lembut. Ah, aku ingat. Semalam setelah mendapat mimpi buruk itu lagi. Alan memang berusaha menenangkan aku agar bisa tertidur kembali. Dia memelukku sepanjang malam, dengan terus mengusap lembut punggungku hingga aku tertidur kembali. Aku tidak tahu ternyata dia ikut tertidur juga setelahnya. Yang jelas, meski sudah tertidur pun dia tidak melepaskan pelukannya dari tubuhku. Mengingatnya, aku pun menyadari jika sudah bertindak keterlaluan dan bodoh terhadap Alan beberapa hari ini. Bagaimana tidak? Hanya karena insecure dengan wajah sendiri, aku mengabaikannya, tidak mempercainya lagi, dan mencoba mendorongnya pergi. Padahal, Umi dan Putra selalu bilang, bahwa Alan sangat menjagaku dan berusaha memberikan pengobatan terbaik untukku. Bahkan, sejak aku begini Alan selalu h
*Happy Reading*Sebenarnya, aku belum pernah melihat wajahku dengan jelas setelah insiden nahas itu. Selain karena luka itu selalu terlindungi perban. Aku sendiri belum siap melihat kenyataan menyakitkan tentang rupaku.Namun, setelah pernyataan Irfan yang diucapkannya seraya berlari ketakutan tadi. Aku pun segera meraih ponselku dan menyalakan mode kamera depan dengan perasaan penasaran.Aku ingin tahu. Apa aku benar seburuk itu? Apa aku benar seperti monster? Dan, ya! Ternyata wajahku memang sehancur itu. Sangat mengerikan sekali!Jangankan Irfan, aku sendiri saja ketakutan melihat rupaku yang sebenarnya. Aku syok hingga rasanya tak punya tenaga seketika. Membuat ponsel di tanganku meluncur begitu saja menghantam lantai hingga hancur.Aku benar-benar mengerikan!Aku buruk rupa!Aku memang monster!"Astaga!" Mira yang melihat hal itu pun langsung memekik terkejut. Sementara aku, kini hanya bisa menangis tanpa suara
*Happy Reading*Aku memilih menyimak. Menunggu dengan setia cerita Alan selanjutnya tentang masa lalunya. Aku tidak ingin menganggu cerita Alan dengan banyak bertanya. Karena aku yakin, bahkan bercerita seperti ini pun. Itu sudah sangat berat untuknya."Waktu itu, saya tidak punya teman satu orang pun." Alan membuka suara lagi. "Jangankan teman. Orang tua saya sendiri pun membuang saya ke rumah nenek. Setelah akhirnya mereka memilih bercerai."Apa ... itu juga yang jadi alasan orang tua Alan bercerai? Pantas saja Alan seperti membentangkan jarak pada mamanya sendiri tiap kali bertemu. Ternyata Alan punya trauma masa kecil."Beruntung Kakek dan nenek mau menerima saya dengan senang hati, meski kondisi saya seperti itu. Mereka memperlakukan saya dengan baik, dan selalu membesarkan hati saya tiap kali mendapat cibiran dari para tetangga. Bahkan, nenek jadi sering ribut dengan ibu-ibu komplek karena membela saya. Hingga akhirnya kami pun di usir, dan ha
*Happy Reading*Aku terkejut luar biasa mendengar cerita terakhir Alan. Menganga tak percaya, dengan mata membulat sempurna. Hanya itu yang bisa aku lakukan setelahnya.Sungguh, cerita Alan tidak terduga sama sekali!Demi apa? Pacar dan cinta pertamanya, ternyata lebih memilih jadi mama tirinya. Ini ... gimana sih cara pikirnya? Aku gak mudeng. Otakku gak nyampe sana kayaknya.Aku, memang sudah menduga sebelumnya. Jika kandasnya hubungan Alan yang manis itu, pasti karena salah satu tidak kuat LDR, atau ada penghianatan. Tapi ... ya gak sama bapaknya juga kali!Astaga! Otakku auto meriang mikirinnya.Tetapi, karena terlanjur penasaran. Aku pun meminta ponsel Alan, karena ingin berkata banyak. Repot kalau ngomong tanpa suara terus. Belum tentu Alan bisa terus ngerti juga. Ya kan?"Maksud Aa, jadi selama ini gadis itu mendekati Aa sebenarnya untuk memikat Papanya Aa, gitu?" Aku mencoba mencari penjelasan leb
*Happy Reading*"Cie ... yang abis berduaan sama misua. Seneng banget kayaknya. Ampe gak bisa berenti senyum-senyum. Bae-bae tuh bibir robek, Mi," celetetuk Dokter Karina dengan iseng, disela kegiatannya memasangkan kembali perban wajah padaku.Resek, deh! Gak bisa banget lihat orang seneng dikit. Bawaannya julid aja. Dasar netizen!"Jangan julid! Kayak gak pernah aja."Dokter Karina malah tergelak renyah saat melihat tulisan akan jawabanku. Kali ini, bukan ketikan hp. Melainkan via tulisan tangan, karena ponselku kan rusak gara-gara jatuh beberapa saat lalu.Itulah kenapa akhirnya Alan memberikanku sebuah catatan kecil dan pulpen, untuk membantuku berkomunikasi selama di pergi membelikan ponsel baru.Baik banget ya dia. Udah bayarin rumah sakit, operasi aku, kebutuhan Putra dan Umi, sekarang tambah lagi mau beliin ponsel. Duitnya kayak gak ada habisnya kayaknya. Jadi curiga, jangan-jangan selain pengacara, dia juga ada sampingan. Ngevet mun
*Happy Reading*Selepas kepergian Dokter Karina dan Mira. Aku hanya bisa menunggu sendirian di ruangan rawatku. Aku berharap Alan segera datang, agar bisa mengadu tentang kondisi Irfan.Sayangnya, sampai malam tiba pun, Alan tak kunjung datang. Membuat aku merasa kesepian sekali. Ke mana sih, pria itu? Kenapa tidak ada kabar?Padahal, dia ijinnya cuma beliin aku ponsel baru saja sebentar. Tapi, kok sudah malam begini gak datang juga. Dia beliin hpnya di mana? Langsung ke pabriknya? Atau, sekalian nyari bahan mentahnya dan ikut belajar merangkai benda pintar itu?Ah, kesel banget aku jadinya.Bahkan, Putra yang biasa bertukar kabar sehari puluhan kali pun tidak tahu. Saking tidak percayanya, aku cek sendiri ponsel Putra, dan mencoba menghubungi Alan.Akan tetapi, tidak diangkat. Aku mengirim chat pun, jangankan di balas, dibaca saja tidak. Aneh banget gak, sih? Aku jadi merasa dibuang. Padahal, dia tahu aku besok akan berang
"Aduh! Terus kumaha iye? Mana si Bapak udah pergi? Saya telepon Bapak lagi aja, gimana? Pasti belum jauh, kan?" Asisten yang bernama Mbok Minah itu pun seketika panik. "Jangan, Mbok. Jangan ganggu Bapak," larang Hasmi yang kini berusaha mengatur napasnya, demi meredakan sakit yang semakin mendera perut bawahnya. "Ya, terus. Ini gimana, Bu? Saya harus apa?" Meski agak heran dengan permintaan sang nyonya. Mbok Minah pun kembali bertanya. "Suruh Pak Komang siapin mobil. Terus, tolong ambilin tas bayi di kamar yang sudah saya siapin. Mbok nanti temenin saya ke Rumah sakit, mau, ya?" pinta Hasmi setelah memberi titah pad sang asisten. "Iya, iya, Bu. Nanti saya temani. Kalau gitu, ibu tunggu bentar, ya? Saya nyari si Komang dulu." Mbok Minah pun pamit, mencari sopir yang sengaja Alan pekerjakan untuk mengantar-antar Hasmi jika ingin bepergian sendiri. Sementara Mbok Minah melaksanakan titah Sang nyonya. Hasmi sendiri kini tengah sibuk mera
Ektra part 5*Happy Reading*Hasmi mendesah berat, saat terbangun dari tidur malamnya tapi tidak menemukan Alan di sisi tempat tidur. Melirik jam di atas nakas sejenak, yang menunjukan pukul dua pagi. Hasmi pun memutuskan turun dari tempat tidur, dan menghampiri suaminya itu. Ruang kerja menjadi tujuan Hasmi. Karena setelah makan malam, Alan memang pamit meneruskan pekerjaan yang belum sempat dia selesaikan di kantor. Sementara Hasmi, memilih langsung tidur setelah sholat isya.Kehamilan yang sudah semakin besar membuatnya mudah lelah. Itulah kenapa, Hasmi jadi sering mengantuk dan mageran. Ditambah lagi, sekarang ada beberapa asisten rumah tangga di rumahnya. Makin-makin saja kemagerannya itu. Hasmi kembali menghela napas panjang, saat menemukan kebenaran atas dugaannya. Di sana, di dalam ruang kerjanya. Alan tengah menatap layar laptopnya dengan tampang serius sekali. Membuatnya terlihat bersahaja dan tampan sekali. Ah, mema
Ekstra part 4"Sudahlah, Alan. Biar aku saja yang jadi mengajak istrimu berkeliling. Aku janji tidak akan membuat istrimu lecet. Jadi, kau tidak harus menyusahkan diri sendiri seperti itu."Alan langsung mendengkus kesal, saat lagi-lagi Frans mengejeknya ketika jatuh dari motor.Ya. Demi Hasmi. Alan akhirnya memutuskan belajar motor kembali, agar bisa memenuhi ngidam sang istri. Meminta bantuan pada Frans yang memang lihai dalam hal kendaraan beroda dua itu. Awalnya Alan ingin minta di ajarkan lagi dalam mengendarai motor. Siapa sangka? Ternyata pria itu malah terus mengejeknya sepanjang latihan."Terima kasih, Frans. Aku masih bisa menuruti ngidam istriku seorang diri. Kau diam menyimak saja," balas Alan kemudian. Tidak akan pernah mengijinkan Frans berdekatan dengan istrinya lagi. Apalagi, setelah tahu perasaan pria itu pada sang istri. Alan tidak ingin memberi celah sedikitpun untuk sebuah perselingkuhan. Ah, ya! Satu rahasia ya
*Happy Reading*Entah sudah jadi sugesti atau memang kebetulan saja. Sejak mengetahui jika sudah berbadan dua, tubuh Hasmi pun mulai merasakan kodisi yang biasa ibu hamil rasakan. Mual-mual dan lain macamnya. Namun, yang paling membuat Hasmi kewalahan adalah muntah-muntah yang di alaminya. Karena hal itu bukan cuma saat pagi hari saja, tetapi bisa seharian full dan membuatnya tidak bisa berjauhan dari kamar mandi. Selain muntah yang berlebihan, Hasmi juga tidak berselera makan sejak hamil. Semakin dia makan, semakin sering dia muntah. Terutama dengan makanan pokok negara kita, yaitu nasi. Jangankan memakannya, mendengar namanya saja dia sudah mual. Dengan kondisinya yang seperti itu, sudah bisa dipastikan. Hanya dalam hitungan hari saja, Hasmi pun drop. Mengharuskannya bedrest total dan mendapat asupan makanan dari selang infus.Sebagai seorang suami, Alan pun dirundung kesedihan melihat kondisi Hasmi. Seandainya saja dia bisa menggant
*Happy Reading*"Nah, udah kelar! Lo? Udah kelar juga, gak?" Hasmi melirik Mira, menanyakan pekerjaan gadis itu. "Bereslah! Miwra gitchu, loh!""Najis! So imut bet lo!" Hasmi misuh-misuh kesal melihat tingkah Mira. "Emang imoet kakak ...." sahut Mira sengaja mengedip-ngedipkan mata seperti orang cacingan. Ingin menggoda Hasmi"Semerdeka lo aja dah, Mir. Males debat gue." Hasmi mengalah. "Dahlah, yuk sholat dulu. Udah masuk waktunya, kan?" Hasmi memilih mengalihkan obrolan pada yang lebih berfaedah. "Udah, sih. Tapi lo duluan aja.""Lah, Ngapa? Lagi males atau ngerasa udah banyak pahala?" sindir Hasmi."Bukan, gela! Gue lagi dateng bulan."Owh ... pantas saja. Soalnya setahu Hasmi, meski si Mira ini bar-bar dan adminnya lambe jemblehnya rumah sakit ini. Tetapi perkara sholat, gak pernah ketinggalan. Bahkan bisa dikatakan jempolan, soalnya gak nunda-nunda waktu. "Oh gitu ...." Hasmi menganggu
*Happy Reading*(Author pov)Hari ini sabtu dan Alan sedang libur. Pria itu sengaja tidur lagi sehabis sholat subuh, karena memang tak punya rencana apapun hari ini. Hanya bersantai ria dengan istri tercinta yang pastinya sedang sibuk membersihkan rumah.Jangan salah kira. Alan bukannya mau menjadikan istrinya itu sebagai pembantu di rumahnya sendiri. Hanya saja, Hasmi memang suka bebenah orangnya, dan tidak ingin memiliki pembantu dulu."Nanti saja punya pembantunya, A. Sekarang Hasmi belum butuh. Lagian, di rumah ini juga hanya kita berdua. Hasmi masih bisa mengurus semuanya sendirian."Itu katanya, saat Alan tawarkan seorang pembantu untuk membantunya mengurus rumah mereka. Meski sudah dibujuk bagaimana pun. Jawaban wanita itu tetap sama. Belum butuh. Begitu saja terus. Sampai Alan menyerah dalam membujuk wanitanya. Karena tak ingin malah jadi ribut nantinya. Kadang, istrinya itu memang sangat keras kepala. Makanya Alan memilih me
*Happy Reading*"Jangan iseng, ya? Aku gak mau sampai kehilangan kontrol di sini," ucapnya lembut membuat aku tertegun. "Kecuali ... kamu mau coba bikin anak di dalam mobil, aku sih gak akan keberatan sama sekali."Eh? "Bikin anak dalam mobil?" Aku membeo. "Atuh jangan Aa. Sempit, ih! Di kamar Apartemen yang luas aja saya engap kalau Aa udah naek. Nah ini malah di dalam mobil. Gepen nanti saya," lanjutku dengan tak habis pikir. "Kamu nanti di atas, biar saya yang di bawah," balas Alan, setelah mengulum senyum berapa saat. Apa, sih? Dia pasti mau ngisengin aku lagi."Di atas gimana? Nanti kepala saya benjol, dong. Mentok mulu pas goyangin Aa." Aku memukul dada bidangnya dengan kesal. "Udahlah jan ngadi-ngadi. Bikin anaknya di rumah aja. Jangan di tempat macem-macem.""Ya, makanya kamu juga jangan iseng di sini. Kalau mau di rumah aja. Biar nanti kalau si 'itu' bangun. Gak susah nyari tempatnya, ya?"Kali ini a
*Happy Reading*Keesokan harinya, kami semua memutuskan untuk liburan bersama ke tempat wisata di Tokyo. Tidak, lebih tepatnya, Dokter Karina yang mempunyai rencana itu, dan aku memaksa ikut.Kenapa memaksa? Ya, karena aku awalnya gak diijinkan. Nyebelin banget, kan? Masa pengen ikut liburan gak boleh? Pelit bet dah, ah."Gak habis pikir saya sama kamu. Orang abis nikah tuh honeymoon Hasmi. Jalan ke mana gitu, beduaan sama Alan. Atau ngedekem di kamar bikin anak tujuh hari tujuh malam juga gak papa. Pokoknya penting beduaan dulu sama suami. Ini kok malah ikut kami. Aneh, kamu!"Itu komentar Dokter Karina saat aku bersikukuh ikut mereka kemarin. Membuat aku cemberut kesal plus gemes banget.Ck, dikira bikin anak mulu kagak capek, apa? Capek kali, Mak! Apalagi ini disuruh begituan tujuh hari tujuh malam. Bah! Ledes nanti dorayakiku. Ganti bentuk jadi okonomiyaki. Haduh, haduh ... tuh dokter kalau ngomong emang bikin orang pengen nguncir mul
*Happy Reading*"Uhuk! Cie pengantin baru, akhirnya keluar kandang juga. Gimana? Dapat berapa ronde semalam? Ugh ... kayaknya gempur abis-abisan, tuh! Jalannya udah beda, cuy!"Aku ingin sekali menyumpel mulut bocor Dokter Karina dengan Burger jumbo di hadapannya, saat mendengar celetukan jahilnya itu ketika waktunya makan malam di restaurant bawah. Ya, ternyata kami semua satu apartemen. Hanya beda lantai saja, soalnya si Nyonya Sultan sudah pasti membutuhkan Apartemen lebih besar, untuk menampung orang-orang yang dia bawa turut serta ke negara ini.Maksudku, ketiga anaknya dan baby sitter mereka masing-masing. Tahu sendiri, kan, dia dan suaminya sangat sibuk. Jadi pastinya butuh bantuan Baby sitter untuk mengurus anak-anaknya. Hanya saja, untuk urusan memandikan dan makanan. Dokter Karina biasanya turun tangan langsung mengurus ketiga anaknya. Dia itu ibu yang hebat. Tapi atasan yang nyebelin kadang. Terutama mulut bocornya. Suka nyeplos gak pandang tempat. Sepert