Mobil hitam mengkilap itu berhenti di sebuah bangunan tua. Bangunan dengan cat yang sudah mengelupas, ranting juga daun-daun kering di sana-sini, membuatnya tampak seperti bangunan tidak berpenghuni.Langkah Wisnu perlahan namun pasti, pria itu berjalan ke arah pintu utama dengan cat kayu berwarna putih kusam.Ia mengetuk pintu perlahan, menunggu selama beberapa saat sampai kemudian seseorang membukakan pintu.Seorang wanita paruh baya dengan rambut yang mulai nampak memutih, juga kerutan yang terlihat jelas di wajahnya."Siapa, ya?"Winsu diam. Ia memperhatikan dengan seksama wanita baya tersebut. Melihat dengan lekat bagaimana penampilan wanita baya di hadapannya.Baju lengan panjang kusut dengan warna yang memudar, juga terdapat robekan di beberapa bagian. Wajah kusut dengan rambut berantakan."Anda siapa? Jika tidak ada kepentingan lebih baik saya tutup."Dengan gesit Wisnu menahan pintu rumah tersebut, ia menghela napas keras sebelum berbicara."Bolehkah saya masuk?"Di sinilah p
Aruna terdiam dengan pandangan kosong. Sudah sejak tadi otaknya terus memutar kata-kata yang dilontarkan Diandra beberapa saat lalu."Awal? Apa maksudmu? Jelas-jelas semuanya sudah mulai berjalan, dan aku tahu persis bagaimana hidupku."Aruna berucap lantang. Ia tidak lagi takut atau memikirkan siapa itu Diandra dan apa yang bisa wanita itu lakukan.Yang ia pikirkan hanyalah bisa segera keluar dari rumah ini dan menjalani kehidupan barunya, terlepas dari keluarganya juga perjanjian bodoh itu.Aruna ingin bebas. Ia ingin menata hidupnya dari awal, dari nol. Dirinya menginginkan kehidupan normal dimana ia bisa merasakan ketenangan hidup juga arti hidup yang selama ini ia tidak tahu.Meski ia harus rela menjauh, bahkan menghilang dari keluarganya, hal itu akan tetap Aruna lakukan demi bisa menjalani hidup yang lebih baik menurutnya."Kau benar-benar tahu hidupmu, atau mereka yang tidak memberitahu mu apa yang sebenarnya terjadi di hidupmu?""Apa maksudmu, katakan yang sebenarnya. Siapa k
Mobil yang dikendarai Wisnu berhenti di sebuah rumah bertingkat dengan gaya klasik. Pria itu turun dari dalam mobil dengan tergesa.Wisnu naik ke lantai dua, masuk ke sebuah kamar dengan ranjang tunggal juga sebuah meja belajar yang terletak tidak jauh dari sana. Kamar masa kecil yang menyimpan berbagai kenangan juga memori tentangnya. Wisnu berjongkok di depan sebuah laci, mengambil sesuatu dan memperhatikannya dengan seksama.Sebuah kotak mungil berwarna coklat berbahan kayu dengan ukiran kayu di bagian atas, ukiran kurang berbentuk kurang rapih khas anak kecil itu mampu membuat senyum tipis hinggap di wajah Wisnu untuk sesaat.Pria itu membuka kotak tersebut dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah patung kayu kecil bergambar kepala kucing. Meski patung tersebut memiliki pahatan kasar juga tekstur khas amatir, tapi Wisnu benar-benar menjaganya dengan baik. Buktinya, benda tersebut masih dalam kondisi baik bahkan setelah beberapa tahun."Wisnu?"Pria yang dipanggil namanya meno
"DIANDRA SAFA!"Bentakkan keras Wisnu tidak membuat Diandra mundur. Sebaliknya, wanita itu menatap berani, tepat ke arah mata sang suami."Kenapa? Kau bilang kau mau melakukan apapun. Sekarang kau takut?" tantang Diandra.Wisnu yang sadar jika dirinya telah terbawa emosi menghembuskan napas kasar. Ia meremat rambutnya sendiri dengan perasaan kesal.Apa yang sebenarnya ada di pikiran Diandra sekarang? Apa rencananya."Apa sebenarnya yang kau rencanakan? Apa kau berniat membunuhku pelan-pelan?""Bukankah harusnya aku yang bertanya demikian? Aku yakin seorang Wisnu Aditya tidak sebodoh itu untuk tahu apa maksudku.""Diandra, aku benar-benar tidak ingin bermain. Tolong, jawab aku.""Kau sudah tahu jawabannya. Dan itu menyangkut soal Aruna, aku dan masa lalumu.""Juga perasaanmu." Sambung Diandra."Jika ini soal Ibuku yang terus mendesak mu agar lekas memiliki anak, aku minta maaf. Tolong jangan kau pikirkan perkataan Ibu, aku tidak apa jika kita tidak memiliki anak sekalipun. Sungguh.""K
Aruna mengikuti langkah Wisnu yang berjarak beberapa langkah di depan, pria itu masih saja diam dan enggan untuk menjawab pertanyaan Aruna."Kenapa kau membawaku ke sini? Kamu ingin belajar ilmu agama?" tanya Aruna lirih.Diam, Wisnu masih saja berjalan lurus sambil mengacuhkan Aruna yang berjalan tergopoh di belakangnya."Assalamu'alaikum.""Walaikumsalam."Wisnu menjabat tangan seorang lelaki yang tersenyum ramah pada keduanya, juga seorang wanita dengan pakaian rapi dan tertutup.Keempat orang tersebut duduk saling berhadapan, Aruna yang kebingungan hanya diam menyimak. Kejadian saat ini kembali mengingatkannya saat ia terjebak kebingungan bersama Wisnu, Chandra dan Diandra saat itu."Jadi, perkataan kamu kemarin serius, Nu?" tanya si lekaki.Wisnu mengangguk mantap, ia sempat melirik ke arah Aruna yang terdiam selama beberapa detik sebelum kembali berpaling, menatap ke arah lain."Iya, Gus. Aku serius, mungkin memang cuma ini jalan satu-satunya."Si lelaki dengan peci putih terseb
Mobil yang dikendarai Wisnu melaju perlahan. Suasana canggung begitu terasa di dalam sana. Aruna sibuk dengan dunianya sendiri, memandangi jalanan sekitar dari kaca jendela.Ponsel milik Wisnu bergetar, sebuah panggilan masuk dari Chandra."Halo?" sapanya menggunakan airpods."Kau di mana?" tanya Chandra dari seberang telepon."Baru saja menyelesaikan urusan."Pria itu diam sejenak, mendengar jawaban Chandra dari ujung panggilan."Kau bersama Diandra?" tanyanya saat tanpa sengaja mendengar suara sang istri."Ya." jawab Chandra singkat."Apa yang kau lakukan dengan Diandra?" tanya Wisnu penuh selidik.Nada bicaranya terkesan dingin dan coba mengintimidasi, meski kenyataanya hal itu tidak berpengaruh sama sekali terhadap Chandra."rumah sakit. Diandra mimisan beberapa saat lalu."Mendengar jawaban Chandra membuat Wisnu menghentikan mobil secara tiba-tiba, membuat Aruna terhantuk kaca jendela tanpa sadar."Kau kenapa?" tanya gadis itu kesal.Tidak ada respon, Wisnu hanya diam dan kembali
Beberapa menit keduanya masih diam dengan pandangan yang saling tertaut. Sampai kemudian Aruna sadar dan memalingkan wajahnya lebih dulu, membuat Chandra juga melakukan hal yang sama.Deh aman keras jadi hal pertama yang didengar, baik Chandra maupun Aruna sama-sama merasa canggung dengan satu sama lain."Maaf," gumam Chandra lirih. Aruna mengangguk saja. Satu tangannya sibuk menutupi pipi yang terasa hangat tiba-tiba, sementara tangan yang lain meremat baju yang ia kenakan."Kau, mau pulang? Maksud ku, mungkin Wisnu akan menunggui Diandra sampai ia diperbolehkan pulang nanti. Jika kamu tidak keberatan, aku akan mengantarmu."Mendengar tawaran Chandra membuat Aruna kembali berpikir. Benar apa yang dikatakan Chandra.Melihat bagaimana khawatirnya Wisnu akan kondisi Diandra, besar kemungkinan pria itu akan menunggu Diandra. Dan tidak ada yang bisa ia lakukan.Jadi, daripada ia hanya berdiam diri di rumah sakit maka lebih baik ia menerima tawaran Chandra. Setidaknya ia bisa beristirahat
Mobil yang dikendarai Chandra berhenti tepat di depan rumah bertingkat tersebut. Chandra turun lebih dulu diikuti Aruna setelahnya.Langkah keduanya terhenti saat melihat sebuah mobil berwarna hitam terparkir tidak jauh dari mobil milik Chandra.Keduanya saling berpandangan selama beberapa saat sebelum kemudian Chandra berjalan lebih dulu memasuki rumah.Pintu terbuka, dan hal yang pertama kali Chandra lihat adalah keberadaan seorang wanita muda dengan kacamata hitam yang menggantung di hidung.Chandra terdiam, ia bahkan mengabaikan Aruna yang berbisik, bertanya soal siapa wanita yang ada di rumah Wisnu itu.Merasa ada orang lain selain dirinya, wanita dengan dress merah panjang selutut itu menoleh. Ia terdiam dengan ekspresi kaku, juga satu tangannya yang bergerak melepas kacamata hitamnya."Chandra." Bisiknya perlahan.Chandra yang sadar lebih dulu berdeham kecil, ia menoleh ke arah Aruna dengan wajah yang sulit dijelaskan. Ia tampak seperti orang gugup saat ini."Aruna, sepertinya
Pukul tiga dini hari saat Wisnu dikejutkan dengan suara rintihan pelan yang berasal dari sebelahnya. Pria itu menoleh dengan mata yang masih setengah terpejam."Kamu kenapa?" tanya pria itu dengan suara serak. "Perutku tiba-tiba saja terasa sakit," keluh Aruna sembari memegangi perut buncitnya.Omong-omong kandungan wanita itu saat ini sudah menginjak bulan ke sembilan. Dan menurut perkiraan Dokter, wanita itu akan melahirkan dua minggu dari sekarang.Pelan-pelan Wisnu coba bantu menenangkan, tangan besarnya ia gunakan untuk mengelus perlahan perut sang istri berharap dengan itu rasa sakit yang diderita bisa mereda."Perutku mulas," ucap Aruja tiba-tiba."Ayo, aku bantu ke kamar mandi."Saat Wisnu hendak membantu Aruna untuk bangun dari tidurnya, wanita itu terkejut saat mendapati kasur yang ditempatinya sebelumnya basah."Kamu mengompol?" tanya Wisnu."Air ketubannya pecah."Keduanya sempat terdiam sesaat, sebelum kemudian kepanikan melanda mereka. Wisnu dengan siap siaga memapah Ar
Dua tahu sudah semuanya berlalu. Seperti harapan yang terkabul, kehidupan Aruna dan keluarganya begitu baik semenjak hari itu.Anak-anak yang tumbuh sehat dan menggemaskan, perkembangan perusahaan yang kembali naik setelah terungkapnya rekaman percakapan rencana kriminal Celine yang tanpa sengaja bocor.Membuat para investor yang sebelumnya mencabut saham mereka dari perusahaan kembali bergabung bahkan menanam saham lebih besar dari sebelumnya.Juga soal pernikahan Aruna dan Wisnu. Keduanya memutuskan untuk membuat pesta resepsi sekaligus untuk mengumumkan pernikahan mereka pada khayalak ramai.Hal itu guna membersihkan nama Aruna dan meluruskan kesalahpahaman yang ada. Tentunya dengan menutup beberapa fakta jika sebenarnya Diandra yang meminta wanita itu untuk menjadi ibu pengganti.Seperti saat ini, Aruna yang tengah mengawasi David juga Nadine yang tengah bermain di halaman belakang tersentak saat sebuah pelukan mengejutkannya dari arah belakang.Itu adalah Wisnu. Pria itu baru saja
Wisnu yang merasa tidak tahan melihat adegan itu memilih keluar lebih dulu, membiarkan dua wanita itu saling menumpahkan perasaannya masing-masing."Tolong jaga Nadine, saat ini dirinya tidak memiliki siapapun lagi," kata mbak Riri setelah pelukan keduanya terlepas.Aruna mengangguk, wanita itu akan melakukan tugasnya dengan tulus karena jauh sebelum ia memikirkan permintaannya untuk mengadopsi Nadine, memang wanita itu sudah menyayangi Nadine selayaknya ia menyayangi David, anaknya sendiri."Pasti mbak, pasti. Aku juga sudah menganggap Nadine selayaknya anakku sendiri jauh sebelum ini.""Ya, aku percaya pada kalian. Maaf atas segala perbuatanku," kata wanita itu menunduk."Sudah, mbak. Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan, yang harus dilakukan hanya berubah menjadi seseorang yang lebih baik di masa depan. Dan lagi, aku yakin bahwasanya Mbak Riri sebenarnya adalah orang yang baik."Belum sempat Mbak Riri menjawab perkataan Aruna, seorang sipir masuk dan berkata jika waktu merek
Wanita itu menatap ke arah Wisnu dengan sengit."Apa yang mbak lakukan? Kenapa mbak tega pada David?!" tanya Wisnu marah.Wanita itu tersenyum, Mbak Riri atau yang bernama asli Arini itu terkekeh kemudian tertawa terbahak-bahak. Ia menunjuk Wisnu dengan ibu jarinya."Karena orang sepertimu pantas mendapatkannya!" Amarah terpancar begitu jelas di wajah Mbak Riri, wanita itu seolah menyimpan dendam yang teramat besar kepada Wisnu."Apa kamu ingat dengan seorang gadis yang juga pelayan di rumah Celine? Gadis polos yang dengan bodohnya membantumu keluar dari rumah itu hanya karena beranggapan kamu adalah seorang lelaki baik-baik. APA KAMU MENGINGATNYA!!"Wisnu tersentak, ingatannya kembali terputar saat ia menjadi korban tawanan Celine saat itu.Tentu saja ia ingat, seorang gadis yang begitu baik mau membebaskannya meski taruhannya ia sendiri yang akan menjadi korban tabiat buruk Celine.Dan disaat itu ia teringat dengan janjinya pada gadis itu. Bahwa ia akan melindungi keluarganya dari
Tidak ada yang dilakukan Wisnu, ia hanya duduk diam dengan pandangan kosong ke arah depan.Kepalanya tidak bisa berpikir, ia tidak tahu apa ya g sebenarnya ada dalam hatinya sekarang. Semuanya terlalu bercampur aduk hingga ia sendiri tidak tahu apa yang jadi tujuannya saat ini.Ia tentu tidak ingin berpisah dari Aruna, mau bagaimanapun sejujurnya dirinya begitu mencintai wanita itu.Namun di sisi lain dirinya hanya takut, ia takut jika di masa depan Celine juga akan kembali melakukan hal gila lainnya, bahkan lebih.Memang, keadaan wanita itu juga tidak lebih baik daripada David. Ia mengalami pendarahan juga patah tulang yang cukup serius, namun rasa takut itu tentu masih ada dalam perasaan Wisnu saat ini.Ia hanya tidak ingin baik Aruna ataupun David akan menjadi korban lagi, sudah cukup untuk sekarang."Melamunkan apa?"Pria itu tersentak. Seorang pria paruh baya duduk di sebelahnya di depan ruang tunggu kamar VIP. Omong-omong beberapa jam yang lalu David sudah bisa dipindahkan ke r
"DAVID!!"Teriakan itu tidak terelakan, air mata turun begitu saja dari pelupuk mata si wanita. Ia meraung, melihat bagaimana buah hatinya harus menjadi korban dari perasaan egois seseorang.Wisnu yang juga ada di sana tampak tidak jauh berbeda. Pria itu sama terkejutnya, tidak menyangka dengan apa yang dilakukan Celine.Wanita itu benar-benar nekat.Melihat bagaimana histerisnya Aruna, Wisnu segera menahan wanita itu saat ia ingin mengikuti jejak Celine terjun ke bawah sana.Wisnu memeluk Aruna yang meraung keras, keduanya menangis hebat perasaan mereka hancur berkeping-keping.Tangisan Aruna belum juga reda, justru terdengar kian keras dan menyayat hati saat wanita itu melihat bagaimana tubuh mungil buah hatinya yang bersimbah darah tergeletak di atas brankar."David, sayang."Rasanya Aruna tidak mampu lagi untuk berdiri di atas kakinya, hingga tidak lama kemudian wanita itu ambruk tidak sadarkan diri.Wisnu yang juga masih menangis bersusah payah untuk membopong tubuh istrinya, mes
"Ada apa?" Aruna bertanya khawatir.Wisnu tidak langsung menjawab, pria itu justru langsung menggandeng tangan sang istri dan membawanya kembali ke lantai tempat mereka menginap.Melihat Wisnu yang tampak terburu-buru, membuat Aruna kebingungan. Namun tiap kali wanita itu bertanya, sang suami tidak menjawab apapun."Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu tampak terburu-buru?" Wisnu masih saja tidak mengatakan apapun sampai keduanya tiba di depan pintu kamar. Pria itu langsung masuk ke dalam dan membereskan barang-barang mereka dengan asal.Memasukan pakaian ke dalam koper juga beberapa barang lainnya dengan terburu."Wisnu, kamu kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi!"Tidak tahan, Aruna menyentak kegiatan sang suami yang tengah memasukan pakaian ke dalam koper. Ia memegang erat bahu sang suami dan menatap matanya dalam."Tenangkan dirimu, dan katakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aruna dengan lebih tenang.Wisnu yang semula nampak begitu panik, berangsur-angsur mulai terlihat tenang. Ia
Tanpa terasa Aruna dan Wisnu telah menghabiskan waktu tiga hari di negara gingseng tersebut. Keduanya banyak menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan ke Namsan tower, sungai Han juga berburu jajanan kaki lima khas negeri yang begitu terkenal dengan budanya hiburannya tersebut.Saat itu malam pukul dua belas malam. Cuaca di kota Seoul begitu dingin karena memang waktu yang mulai memasuki musim gugur. Aruna sudah siap dengan pakaian tidurnya. Wanita itu terduduk di depan sebuah meja sembari mengoleskan skincare routine nya saat dari arah kamar mandi Wisnu muncul.Pria itu baru saja selesai membersihkan diri setelah hampir seharian keduanya berjalan-jalan juga bersenang-senang."Wangi sekali, istriku," kata Wisnu sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk.Aruna hanya terkekeh, ia kemudian meraih sebuah hairdryer dan mendekat ke arah sang suami yang terduduk di tepi ranjang.Ia mulai mengeringkan rambut hitam Wisnu dengan hati-hati juga teliti, sementara si lelaki sibuk mem
Malam hari berlalu dengan cepat. Pagi ini Aruna tengah disibukkan dengan acara memasak untuk bekal piknik David juga orang tuanya.Suasana rumah yang cukup sepi membuat tiap pergerakan Aruna terdengar cukup nyaring, juga bau masakan yang tercium hingga lantai atas.Pergerakan wanita itu terhenti saat tiba-tiba sepasang lengan kekar melingkar pada pinggang nya. Sejurus kemudian ia merasakan beban di bahu sebelah kiri.Wisnu, pria yang baru saja terbangun dari tidurnya itu bergelayut manja pada bahu sang istri, mencium dengan rakus aroma yang kian menjadi candu tiap harinya."Mandilah dulu, setelah itu antar David ke rumah Ayah dan Ibu," kata Aruna masih sembari menata makanan dalam wadah bekal.Wisnu hanya bergumam dengan suara serak, pria itu justru kian mengeratkan pelukannya juga sesekali menciumi leher sang istri yang menimbulkan sensasi geli."Hentikan, bagaimana jika dilihat David?""Tidak apa, anak itu akan senang jika memiliki seorang adik," sahut Wisnu ngawur."Lepaskan dulu,