Aruna tersentak kemudian kembali menoleh ke arah Chandra yang masih tetap diam di posisinya.
Pria itu menghela napas kasar kemudian mendekat ke arah Aruna dan menepuk bahu gadis itu pelan sebelum kemudian berkata sesuatu.“Seperti yang kau katakan sebelumnya, tidak ada yang gratis di dunia ini,” ucapnya dengan senyum tipis yang saat ini terlihat begitu menjengkelkan di mata Aruna.“Apa kau sengaja melakukannya?” pertanyaan yang meluncur bebas dari mulut Aruna membuat Chandra terdiam sebentar. Gadis itu melanjutkan kemudian.“Kau sengaja melunasi hutang keluargaku dengan nominal yang jauh lebih besar agar kau bisa menggunakannya untuk menjebakku. Sebenarnya apa yang kau rencanakan!” teriakan Aruna membuat Chandra tersentak.Pria itu kemudian berpikir sejenak sebelum kemudian menanyakan sesuatu pada si gadis.“Jadi hutang keluargamu tidak sejumlah tujuh puluh juta?” Pertanyaan bodoh yang membuat Aruna mengerang frustasi. Ingin rasanya ia mematahkan leher pria di hadapannya saat ini yang justru melihatnya dengan wajah bertanya.Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban dari Aruna, Chandra hanya menggaruk kepalanya, malu.“Informasi yang diberikan Adi sama sekali tidak berguna,” gumamnya lirih.Pria itu kemudian kembali menatap Aruna yang saat ini tengah menatapnya dengan pandangan yang cukup suit untuk dijelaskan.Ia seperti ingin melahap Chandra saat itu juga, namun juga ada tatapan sarat akan luka di sana.Sebenarnya tanpa harus banyak menebak ataupun menerka, Chandra sudah tahu sedikit banyak soal apa yang mungkin saja sedang dirasakan oleh Aruna.Ia sudah mendapatkan informasi mengenai gadis itu sebelumnya, tentu saja.Sebuah dehaman yang keluar dari kerongkongan Chandra jadi suara yang terdengar pertama kali. Pria itu kemudian membenarkan kerah kemeja yang dikenakannya dengan sesekali mencuri pandang ke arah Aruna yang sejak beberapa menit lalu hanya menarik juga menghela napas dengan wajah gusar.“Begini saja kau setuju saja dengan permintaan yang ku katakan tadi, dengan begitu kau bisa melunasi uang yang sudah ku gunakan untuk melunasi hutang keluargamu,” ucap Chandra kemudian.Sempat terjadi jeda selama beberapa saat, sampai kemudian terdengar helaan napas panjang yang berasa dari Aruna.Gadis itu sempat melirik sinis ke arah Chandra yang nampak kurang nyaman sebelum kemudian beranjak duduk kembali.“Aku tidak mau, dan tidak akan pernah mau!” tekan Aruna.Kali ini gadis itu berbicara dengan intonasi yang jauh lebih baik daripada sebelumnya.Ia meletakkan dua telapak tangannya di depan wajah, menutup wajahnya sendiri sambil menghela napas panjang.“Tapi dengan itu kau bisa melunasi uang yang sudah ku gunakan untuk melunasi hutang keluargamu,” sahut Chandra masih berusaha membujuk Aruna agar mau menyetujui permintaannya.“Aku tidak ingin peduli. Lagipula itu bukan hutangku.”Sahutan pendek yang terdengar amat berkebaikan dengan apa yang beberapa saat lalu didengar oleh Chandra.Sekalipun gadis itu tidak mengatakan secara langsung soal kepeduliannya terhadap keluarganya, namun dari raut wajah juga ucapannya yang tersirat, cukup untuk Chandra memahami sedikit soal maksud dari apa yang disampaikan oleh Aruna.“Ku kira kau begitu peduli dengan keluargamu,” sahut Chandra yang kini mengambil tempat di sebelah si gadis.Terdengar tawa sumbang dengan volume lirih yang berasal dari sela bibir Aruna. Ia sempat menunduk sebelum kemudian mendongak, menatap angit malam gelap tanpa bintang.“Tau apa kau soal aku dan keluargaku,” suara Aruna yang terdengar lirih, juga matanya yang nampak berkaca-kaca membuat Chandra sempat termenung selam beberapa saat.Pria itu sempat terlarut dengan pikirannya sendiri sebelum kemudian suara Han kembali membawa kesadarannya dengan utuh.“Sekalipun aku menyerahkan hidupku untuk mereka, apa mereka peduli? Apa dengan itu mereka akan melihatku dan bisa memperlakukan diriku dengan lebih baik? Ku rasa tidak.”Setetes air mata sempat lolos dari mata Aruna sebelum dengan cepat tangan kecil gadis itu menghapusnya, ia seolah tidak ingin Chandra melihat hal itu meski kenyataanya pria itu meihatnya.“Aku bahkan sudah memberikan hidupku, kebahagiaanku dan seluruh mimpiku selama ini pada mereka. Tapi tetap sja tidak adayang berubah. Semua justru kian bertambah parah,” ucapan Aruna sempat terjeda.Lagi dan lagi, dirinya menarik napas panjang, membuangnya dengan perlahan hingga kemudian kembali mendongak dengan mata yang memerah juga air mata yang tergenang.“Aku sudah mencoba bertahan sejauh ini, bahkan dengan gampangnya aku membodohi diriku sendiri dengan percaya jika suatu saat nanti semuanya akan berubah. Tapi ternyata sama saja,” tanpa sadar, Aruna menceritakan keluh kesah yang dialaminya selama ini kepada Chandra.Gadis itu menunduk sekali lagi, berusaha menyembunyikan air mata yang mengalir kian deras, juga isak tangis yang tidak lagi dapat ia tahan.Aruna menggigit bibir bawahnya sendiri, menahan agar isak tangisnya bisa teredam meski itu sama halnya dengan menyakiti dirinya sendiri.Terlihat sebuah cairan berwarna merah yang mengalir dari sela bibirnya, dan hal itu membuat Chandra bereaksi dengan cepat.“Bibirmu berdarah,” katanya sembari menyodorkan sebuah sapu tangan yang memang selalu ada di saku celananya.Melihat Aruna yang tidak kunjung mengambil sapu tangan miliknya, hal itu membuat Chandra dengan cepat meraih tangan si gadis dan meletakkan sapu tangan tersebut di sana.“Sekalipun kau tengah sedih dan terluka, jangan sampai kau menyakiti dirimu sendiri. Hal itu tidak akan berimbas apapun pada mereka yang menyakiti mu. Kau harusnya bisa berpikir dan menjadi lebih kuat supaya bisa membalaskan dendam mu pada mereka dengan cara yang lebih baik,” ucap Chandra kemudian.“Mudah bagimu mengatakannya karena kau tidak tahu apa yang sebenarnya ku rasakan. Kebanyakan orang di luar sana akan mengatakan hal demikian hanya karena dasar kasihan,” sahut Aruna dengan senyum miring.Chandra mengangguk perlahan. Ia tahu apa yang dimaksud oleh Aruna. Kebanyakan orang yang baru saja mendengar isak sedih orang lain akan mengatakan hal-hal baik ataupun motivasi dengan tujuan yang tentu saja baik.Namun tanpa mereka sadari, jika sebenarnya beberapa dari mereka tidak memerlukan itu. Mereka hanya butuh sebuah pelukan dan di dengar dengan baik, bukan pura-pura dipahami juga mengerti perasaan.“Aku tahu. Tapi aku juga punya ide yang bagus untuk itu. Jika kau mau menerima tawaran ku, kau bisa terbebas dari keluarga mu yang hanya memanfaatkan dirimu selama ini. Dan jika semuanya telah selesai kau bisa bebas, dan aku akan memberikan mu sesuatu nantinya,” ujar Chandra dengan senyum tipis.“Bebas? Apanya yang bebas jika pada akhirnya setelah aku memberikan anak untuk Wisnu aku akan kembali pada keluargaku? Akhirnya akan sama saja bukan?”Gelengan kecil jadi respon pertama yang diberikan Chandra. Pria itu sempat melihat sejenak ke arah Aruna sebelum kemudian mendongak ke arah atas.“Aku akan memberikan mu apartemen milikku yang ada di Surabaya. Kau bisa memulai hidup barumu di sana.”Aruna menoleh ke arah Chandra, melihat pria muda itu dengan tatapan bertanya.“Tidak usah berbicara omong kosong,” ucapnya dengan suara lirih.“Aku serius dengan perkataan ku. Kau bisa menempati apartemen ku yang ada di Surabaya dan memulai hidup baru mu di sana. Jauh dari keluarga mu,” sahut Chandra tenang.Pria itu kemudian mengeluarkan selembar kartu nama miliknya dan memberikannya kepada Aruna sebelum kemudian ia bangkit dan melangkah pergi lebih dulu.Meninggalkan Aruna yang masih saja terdiam dengan wajah kebingungan.Gadis itu beranjak kembali ke rumah dengan beragam pertanyaan yang muncul di benaknya. Ia bertanya-tanya soal mengapa Chandra seolah memaksanya untuk menikah dengan Wisnu terlepas dari uang yang sudah ia gunakan untuk membayar hutang keluarganya.Perkataan terakhir Chandra membuat pertanyaan Aruna kian bertambah besar.Apa yang sebenarnya Chandra maksud. Ia terdengar peduli, atau hanya kasihan. Tapi, untuk apa?Langkah Aruna sempat terhenti saat Ibu dan saudari ka
Setelah mendengar perkataan Chandra, di sinilah mereka pada akhirnya.Sebuah hotel mewah yang terletak di tengah kota Jakarta. Aruna masih saja diam berdiri di depan pintu utama gedung, gadis itu bahkan tertinggal dari Chandra yang sudah masuk ke dalam sana."Untuk malam ini kita akan…," perkataan Chandra tertahan saat ia menyadari Aruna tidak ada di belakangnya.Ia menoleh dan mendapati gadis itu tertinggal. Kemudian pria itu menghela napas dan menghampirinya."Apa yang kau pikirkan?" tanya Chandra membuat Aruna tersentak.Ia menggeleng kecil, berusaha menghindari tatapan mata Chandra yang menatapnya dengan penuh selidik."Ayo."Aruna tersentak, ia menatap ke arah tangannya yang saat ini tengah digandeng oleh Chandra. Membuatnya mau tidak mau mengikuti pria itu.Tidak ada yang dilakukan Aruna di depan meja resepsionis, ia hanya diam menunggu Chandra selesai memesan kamar untuk mereka."Hanya tersisa satu kamar. Sebaiknya aku mencari hotel lain saja," ucap Chandra menghampiri Aruna.
Pukul sepuluh saat Aruna dan Chandra keluar dari hotel tempat mereka menginap. Di parkiran sudah terparkir sebuah mobil SUV hitam yang menunggu mereka berdua."Terima kasih," ucap Aruna gugup saat Chandra membukakan pintu mobil bagian penumpang untuknya.Ia masih belum terbiasa mendapatkan perlakuan demikian oleh orang lain, terlebih ia dan Chandra hanyalah dua orang asing yang bertemu belum lama."Pak, saya mendapat pesan dari Tuan Wisnu untuk menyampaikan berkas ini pada Pak Chandra dan Nona Aruna."Sang supir menyerahkan dua map ke arah Chandra yang duduk di kursi belakang bersama Aruna. Pria itu mengernyit, ia menerima berkas tersebut yang rupanya berisi perjanjian kontrak antara Wisnu dan Aruna."Memangnya Wisnu kemana?" tanya Chandra penasaran."Kurang tahu, Pak. Saya hanya menyampaikan pesan saja," sahut Sang supir yang diangguki oleh Chandra."Kalau begitu, antarkan kami ke cafe dekat kantor saja, pak," pinta Chandra dengan sopan.Tidak lama kemudian mobil yang ditumpangi mer
Dehaman Chandra jadi suara pertama yang terdengar setelah beberapa saat. Baik Wisnu maupun Aruna sama-sama saking mengalihkan pandangan dengan raut berbeda.Aruna, gadis itu menghela napas gugup juga terbatuk kecil. Sementara Wisnu, pria itu tampak santai seolah tidak terjadi sesuatu."Nah, karena kalian sudah benar-benar bertemu. Dan kau, Aruna. Kau juga sudah melihat soal surat kontrak perjanjian, jadi sekarang bisa kita lanjutkan ke tahap selanjutnya?"Aruna terdiam mendengar perkataan Chandra. Entah untuk yang keberapa kali, perasaan ragu itu hinggap di hatinya. Meski ia tahu apa yang ia lakukan saat ini takkan dipedulikan oleh orang tua juga keluarganya, namun perasaan ragu itu terus membuatnya resah.Pertanyaan sama yang terus muncul di kepalanya seolah seperti kaset rusak yang begitu sulit untuk diperbaiki.Apa yang ia lakukan saat ini sudah benar? Apa tindakannya bukanlah sebuah kesalahan? "Aruna?Ia terkejut saat tangan Chandra melambai di depan wajahnya. Gadis itu tergagap
“Apa kau akan terus melanjutkan rencana gilamu, itu?” Wisnu bertanya dingin.Ekspresi pria itu datar dengan pandangan lurus ke arah sang istri.“Kenapa? Kau masih ingin terus memaksa ku untuk hamil dan melahirkan seorang anak? Bukannya dulu kau selalu mengatakan tidak apa jika kita tidak memiliki anak, kau bilang hidup bersama ku sudah lebih dari cukup,” balas Diandra santai.Dulu, lebih tepatnya sewaktu Wisnu melamar Diandra.Wanita itu pernah menyinggung soal keturunan, ia pernah mengatakan pada Wisnu jika mungkin saja mereka tidak akan memiliki anak setelah menikah nantinya, dan Wisnu menjawab jika ia tidak merasa keberatan dengan hal itu.Pria itu mengtakan jika ia tidak terlalu memikirkan soal keturunan, ia akan mengikuti pilihan Diandra jika memang dirinya tidak ingin atau mungkin saat itu Wisnu berpikir belum, ingin memiliki seorang anak.Namun keadaan berbalik setelah keduanya menikah selama beberapa waktu. Keluarga terus mendesak agar mereka lekas memiliki anak, dan dari sana
Aruna hanya diam menyimak. Tiga orang di sekitarnya terus saja membahas sesuatu yang tidak dirinya mengerti. Tapi meski begitu Aruna tetap mendengarkan apa yang tengah mereka katakan."Jadi, bagaimana Aruna?"Pertanyaan Chandra membuat Aruna terkejut. Gadis itu hanya terdiam dengan bola mata yang membola. Sejujurnya ia tidak tahu dengan apa yang baru saja ditanyakan oleh Chandra. Ia terlalu sibuk melamun, tenggelam dengan isi kepalanya sendiri."Karena kau sudah menyetujui kerja sama dengan Wisnu, ku harap kau bisa melakukannya dengan sepenuh hati. Juga berjanji untuk menjaga rahasia ini dari siapapun. Aku mempercayai mu."Aruna menatap Diandra yang tengah menggengam tangannya dengan erat. Entah, meski senyum wanita itu terlihat begitu tulus tapi Aruna merasa ada sesuatu yang lain.Ia merasa sesuatu yang janggal tapi ia sendiri tidak tahu apa itu."Begini, mulai besok kau akan menjalani prosedur kehamilan. Aku akan mengantarkan mu," ucap Chandra kemudian."Tiba-tiba?" tanya Aruna kage
Melihat bagaimana raut wajah Wisnu yang dingin, membuat Aruna dan Chandra saling bertatap selama beberapa detik."Kami baru saja berbelanja bahan makanan di pasar," jawab pria itu enteng.Ia kemudian menggandeng salah satu tangan Aruna dan mengajak gadis itu masuk ke dalam, mengabaikan Wisnu yang masih terdiam di tempatnya."Apa tidak apa? Maksud ku, mengabaikan Wisnu," ujar Aruna begitu keduanya sampai di dapur.Chandra yang tengah mengeluarkan belanjaan mereka terhenti, pria itu menatap sebentar ke arah Aruna dan tersenyum."Tidak masalah. Jika ia melakukan sesuatu atau bertindak tidak menyenangkan, kau bisa melaporkannya padaku," jawab Chandra."Lebih baik sekarang kau bantu aku memasak saja, kau harus merasakan masakan ku," ucap Chandra berusaha mengalihkan topik.Aruna tersenyum. Baru saja ia akan meraih pisau, suara Wisnu lebih dulu menginterupsi."Aruna, ikut saya sebentar."Pria itu hanya berkata sekali, kemudian ia melangkah pergi meninggalkan area dapur dengan wajah dinginny
Tanpa mengatakan apapun, Wisnu memundurkan tubuhnya. Pria itu sempat mengumbar smirk tipis yang entah mengapa membuat Aruna seketika merasa merinding."Lebih baik kau segera tidur, besok pagi jadwal mu akan padat," kata pria itu sambil tersenyum tipis.Tidak ingin terjebak lama-lama bersama Wisnu, Aruna segera melangkahkan kakinya ke arah kamar.Ia melangkah dengan buru-buru hingga tanpa sengaja gadis itu hampir terjatuh karena terpeleset pada anak tangga.Aruna harus bersyukur atau menggerutu sekarang? Wisnu yang melihat dirinya saat hampir terjatuh tadi dengan segera berlari, ia menangkap pinggang Aruna dan membuat jarak di antara mereka menjadi begitu dekat.Bahkan Aruna sendiri bisa melihat mata kecoklatan milik Wisnu juga deru napas pria itu yang memburu.Posisi keduanya juga terbilang cukup ambigu dan terlalu dekat satu sama lain. Yang mana Wisnu sedang memegangi pinggang juga bahu Aruna, yang membuat pria itu seolah-olah tengah memeluk si gadis.Menyadari hal itu, Aruna dengan
Pukul tiga dini hari saat Wisnu dikejutkan dengan suara rintihan pelan yang berasal dari sebelahnya. Pria itu menoleh dengan mata yang masih setengah terpejam."Kamu kenapa?" tanya pria itu dengan suara serak. "Perutku tiba-tiba saja terasa sakit," keluh Aruna sembari memegangi perut buncitnya.Omong-omong kandungan wanita itu saat ini sudah menginjak bulan ke sembilan. Dan menurut perkiraan Dokter, wanita itu akan melahirkan dua minggu dari sekarang.Pelan-pelan Wisnu coba bantu menenangkan, tangan besarnya ia gunakan untuk mengelus perlahan perut sang istri berharap dengan itu rasa sakit yang diderita bisa mereda."Perutku mulas," ucap Aruja tiba-tiba."Ayo, aku bantu ke kamar mandi."Saat Wisnu hendak membantu Aruna untuk bangun dari tidurnya, wanita itu terkejut saat mendapati kasur yang ditempatinya sebelumnya basah."Kamu mengompol?" tanya Wisnu."Air ketubannya pecah."Keduanya sempat terdiam sesaat, sebelum kemudian kepanikan melanda mereka. Wisnu dengan siap siaga memapah Ar
Dua tahu sudah semuanya berlalu. Seperti harapan yang terkabul, kehidupan Aruna dan keluarganya begitu baik semenjak hari itu.Anak-anak yang tumbuh sehat dan menggemaskan, perkembangan perusahaan yang kembali naik setelah terungkapnya rekaman percakapan rencana kriminal Celine yang tanpa sengaja bocor.Membuat para investor yang sebelumnya mencabut saham mereka dari perusahaan kembali bergabung bahkan menanam saham lebih besar dari sebelumnya.Juga soal pernikahan Aruna dan Wisnu. Keduanya memutuskan untuk membuat pesta resepsi sekaligus untuk mengumumkan pernikahan mereka pada khayalak ramai.Hal itu guna membersihkan nama Aruna dan meluruskan kesalahpahaman yang ada. Tentunya dengan menutup beberapa fakta jika sebenarnya Diandra yang meminta wanita itu untuk menjadi ibu pengganti.Seperti saat ini, Aruna yang tengah mengawasi David juga Nadine yang tengah bermain di halaman belakang tersentak saat sebuah pelukan mengejutkannya dari arah belakang.Itu adalah Wisnu. Pria itu baru saja
Wisnu yang merasa tidak tahan melihat adegan itu memilih keluar lebih dulu, membiarkan dua wanita itu saling menumpahkan perasaannya masing-masing."Tolong jaga Nadine, saat ini dirinya tidak memiliki siapapun lagi," kata mbak Riri setelah pelukan keduanya terlepas.Aruna mengangguk, wanita itu akan melakukan tugasnya dengan tulus karena jauh sebelum ia memikirkan permintaannya untuk mengadopsi Nadine, memang wanita itu sudah menyayangi Nadine selayaknya ia menyayangi David, anaknya sendiri."Pasti mbak, pasti. Aku juga sudah menganggap Nadine selayaknya anakku sendiri jauh sebelum ini.""Ya, aku percaya pada kalian. Maaf atas segala perbuatanku," kata wanita itu menunduk."Sudah, mbak. Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan, yang harus dilakukan hanya berubah menjadi seseorang yang lebih baik di masa depan. Dan lagi, aku yakin bahwasanya Mbak Riri sebenarnya adalah orang yang baik."Belum sempat Mbak Riri menjawab perkataan Aruna, seorang sipir masuk dan berkata jika waktu merek
Wanita itu menatap ke arah Wisnu dengan sengit."Apa yang mbak lakukan? Kenapa mbak tega pada David?!" tanya Wisnu marah.Wanita itu tersenyum, Mbak Riri atau yang bernama asli Arini itu terkekeh kemudian tertawa terbahak-bahak. Ia menunjuk Wisnu dengan ibu jarinya."Karena orang sepertimu pantas mendapatkannya!" Amarah terpancar begitu jelas di wajah Mbak Riri, wanita itu seolah menyimpan dendam yang teramat besar kepada Wisnu."Apa kamu ingat dengan seorang gadis yang juga pelayan di rumah Celine? Gadis polos yang dengan bodohnya membantumu keluar dari rumah itu hanya karena beranggapan kamu adalah seorang lelaki baik-baik. APA KAMU MENGINGATNYA!!"Wisnu tersentak, ingatannya kembali terputar saat ia menjadi korban tawanan Celine saat itu.Tentu saja ia ingat, seorang gadis yang begitu baik mau membebaskannya meski taruhannya ia sendiri yang akan menjadi korban tabiat buruk Celine.Dan disaat itu ia teringat dengan janjinya pada gadis itu. Bahwa ia akan melindungi keluarganya dari
Tidak ada yang dilakukan Wisnu, ia hanya duduk diam dengan pandangan kosong ke arah depan.Kepalanya tidak bisa berpikir, ia tidak tahu apa ya g sebenarnya ada dalam hatinya sekarang. Semuanya terlalu bercampur aduk hingga ia sendiri tidak tahu apa yang jadi tujuannya saat ini.Ia tentu tidak ingin berpisah dari Aruna, mau bagaimanapun sejujurnya dirinya begitu mencintai wanita itu.Namun di sisi lain dirinya hanya takut, ia takut jika di masa depan Celine juga akan kembali melakukan hal gila lainnya, bahkan lebih.Memang, keadaan wanita itu juga tidak lebih baik daripada David. Ia mengalami pendarahan juga patah tulang yang cukup serius, namun rasa takut itu tentu masih ada dalam perasaan Wisnu saat ini.Ia hanya tidak ingin baik Aruna ataupun David akan menjadi korban lagi, sudah cukup untuk sekarang."Melamunkan apa?"Pria itu tersentak. Seorang pria paruh baya duduk di sebelahnya di depan ruang tunggu kamar VIP. Omong-omong beberapa jam yang lalu David sudah bisa dipindahkan ke r
"DAVID!!"Teriakan itu tidak terelakan, air mata turun begitu saja dari pelupuk mata si wanita. Ia meraung, melihat bagaimana buah hatinya harus menjadi korban dari perasaan egois seseorang.Wisnu yang juga ada di sana tampak tidak jauh berbeda. Pria itu sama terkejutnya, tidak menyangka dengan apa yang dilakukan Celine.Wanita itu benar-benar nekat.Melihat bagaimana histerisnya Aruna, Wisnu segera menahan wanita itu saat ia ingin mengikuti jejak Celine terjun ke bawah sana.Wisnu memeluk Aruna yang meraung keras, keduanya menangis hebat perasaan mereka hancur berkeping-keping.Tangisan Aruna belum juga reda, justru terdengar kian keras dan menyayat hati saat wanita itu melihat bagaimana tubuh mungil buah hatinya yang bersimbah darah tergeletak di atas brankar."David, sayang."Rasanya Aruna tidak mampu lagi untuk berdiri di atas kakinya, hingga tidak lama kemudian wanita itu ambruk tidak sadarkan diri.Wisnu yang juga masih menangis bersusah payah untuk membopong tubuh istrinya, mes
"Ada apa?" Aruna bertanya khawatir.Wisnu tidak langsung menjawab, pria itu justru langsung menggandeng tangan sang istri dan membawanya kembali ke lantai tempat mereka menginap.Melihat Wisnu yang tampak terburu-buru, membuat Aruna kebingungan. Namun tiap kali wanita itu bertanya, sang suami tidak menjawab apapun."Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu tampak terburu-buru?" Wisnu masih saja tidak mengatakan apapun sampai keduanya tiba di depan pintu kamar. Pria itu langsung masuk ke dalam dan membereskan barang-barang mereka dengan asal.Memasukan pakaian ke dalam koper juga beberapa barang lainnya dengan terburu."Wisnu, kamu kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi!"Tidak tahan, Aruna menyentak kegiatan sang suami yang tengah memasukan pakaian ke dalam koper. Ia memegang erat bahu sang suami dan menatap matanya dalam."Tenangkan dirimu, dan katakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aruna dengan lebih tenang.Wisnu yang semula nampak begitu panik, berangsur-angsur mulai terlihat tenang. Ia
Tanpa terasa Aruna dan Wisnu telah menghabiskan waktu tiga hari di negara gingseng tersebut. Keduanya banyak menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan ke Namsan tower, sungai Han juga berburu jajanan kaki lima khas negeri yang begitu terkenal dengan budanya hiburannya tersebut.Saat itu malam pukul dua belas malam. Cuaca di kota Seoul begitu dingin karena memang waktu yang mulai memasuki musim gugur. Aruna sudah siap dengan pakaian tidurnya. Wanita itu terduduk di depan sebuah meja sembari mengoleskan skincare routine nya saat dari arah kamar mandi Wisnu muncul.Pria itu baru saja selesai membersihkan diri setelah hampir seharian keduanya berjalan-jalan juga bersenang-senang."Wangi sekali, istriku," kata Wisnu sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk.Aruna hanya terkekeh, ia kemudian meraih sebuah hairdryer dan mendekat ke arah sang suami yang terduduk di tepi ranjang.Ia mulai mengeringkan rambut hitam Wisnu dengan hati-hati juga teliti, sementara si lelaki sibuk mem
Malam hari berlalu dengan cepat. Pagi ini Aruna tengah disibukkan dengan acara memasak untuk bekal piknik David juga orang tuanya.Suasana rumah yang cukup sepi membuat tiap pergerakan Aruna terdengar cukup nyaring, juga bau masakan yang tercium hingga lantai atas.Pergerakan wanita itu terhenti saat tiba-tiba sepasang lengan kekar melingkar pada pinggang nya. Sejurus kemudian ia merasakan beban di bahu sebelah kiri.Wisnu, pria yang baru saja terbangun dari tidurnya itu bergelayut manja pada bahu sang istri, mencium dengan rakus aroma yang kian menjadi candu tiap harinya."Mandilah dulu, setelah itu antar David ke rumah Ayah dan Ibu," kata Aruna masih sembari menata makanan dalam wadah bekal.Wisnu hanya bergumam dengan suara serak, pria itu justru kian mengeratkan pelukannya juga sesekali menciumi leher sang istri yang menimbulkan sensasi geli."Hentikan, bagaimana jika dilihat David?""Tidak apa, anak itu akan senang jika memiliki seorang adik," sahut Wisnu ngawur."Lepaskan dulu,