(Bukan) Istri Pilihan
- Harga Diri"Apa maksudnya?" Mas Yoshi menegakkan duduknya dan wajahnya mulai tegang."Saya ingin bercerai, Pak. Karena suami saya sepertinya ingin balikan dengan mantannya. Mungkin dia menyesal telah menikahi saya. Karena mantan istrinya jauh lebih sempurna. Dia kelihatan lebih nyaman dengan mantan. Mereka juga punya anak, sedangkan dengan saya tidak ada anak. Pernahlah. Lagian saya ini bukan ibu tiri yang baik."Aku berhenti sebentar. Menarik napas panjang untuk melonggarkan tenggorokan. Semalaman aku tak bisa tidur demi memikirkan apa yang ingin kukatakan hari ini."Apa-apaan, Nastasya.""Bapak, jangan menyela dulu. Biar bapak tahu alasan apa yang membuat saya menggugat cerai. Saya sudah cukup lama hanya diam dan mengalah. Lama-lama saya hanya sebagai tempat persinggahan saja. Tempat pelarian disaat dia sedang patah hati. Sekarang hubungan mantan itu membaik, mantan istrinya juga perempuan baik-baik tentunya. Mereka juga memiliki putri yang cantik dan sholehah. Jadi saya yang memilih mundur. Lagian di belakang saya, mereka diam-diam sangat bahagia."Dia lelaki yang membuat saya jatuh cinta untuk pertama kalinya. Lelaki yang saya harapkan bisa menjadi pelindung saya. Pria yang bisa mencintai saya apa adanya. Jujur, Pak. Saya ini memang bodoh. Persis seperti kata mama saya. Dibanding mantannya, saya ini nggak ada apa-apanya. Jauuuuh banget. Mantan istrinya itu seorang terpelajar dan wanita karir yang sukses. Cocoklah sama suami saya. Memang sudah sepantasnya mereka bersama. Saya saja yang terlalu berharap banyak."Aku menyeka air mata yang luruh ke pipi. Aku benci ini. Kenapa aku menangis.Mas Yoshi bangkit dari duduknya dan menghampiriku."Bapak, nggak usah iba sama saya. Saya sudah biasa kok seperti ini. Bahkan sejak kecil." Aku menahan tangannya yang hendak menyentuhku."Saya kan cuman cerita tentang alasan saya menggugat cerai. Biar Pak Yoshi bisa membantu saya semaksimal mungkin. Agar perceraian kami berjalan lancar. Itu saja. Saya nggak ingin mendapatkan simpati dari, Bapak. Saya yakin Anda bisa membantu menyelesaikan permasalahan saya. Anda pengacara yang tidak pernah gagal."Aku bangkit dari duduk. Dan tiba-tiba pria itu memelukku."Lepasin, Pak. Saya ini calon klien Anda, loh. Jangan sampai Anda saya tuntut atas tindakan pelecehan. Bapak, boleh iba. Tapi jangan peluk saya." Dengan sekuat tenaga aku melepaskan diri. Aku tidak peduli dengan kata-kata konyol yang terlontar keluar. Untuk hal begini, aku butuh kekuatan melakukannya."Nas, kita bisa bicarakan ini."Senyumku merekah di antara sesaknya napas. "Ini berkas saya, Pak. Tolong ditangani sesegera mungkin. Suami saya sudah menunggu untuk momen ini. Selesaikan secepatnya agar suami saya nggak tersiksa lagi hidup dengan saya. Dan saya pun bisa melanjutkan hidup saya." Aku menepuk map warna biru di atas meja kerjanya."Saya tunggu kabarnya.""Kamu tinggal di mana sekarang?" Mas Yoshi menatapku dengan matanya yang mulai memerah. "Kenapa tidak menjawab telepon dan membaca pesan.""Di map itu sudah tertera alamat dan nomer phone saya. Alamat yang sama dengan suami saya. Dia lelaki yang baik. Pasti bakalan enak diajak kerjasama. Lagian dia juga menunggu momen ini. Tolong ya, Pak. Bapak, seorang pengacara yang profesional. Saya percaya kasus saya akan selesai dengan baik dan damai. Soal biaya, saya ikut saja. Berapapun itu. Kalau Bapak terlalu sibuk, tapi Bapak kan punya banyak lawyer. Mereka pasti pengacara-pengacara handal. Saya yakin, Anda pasti melayani dengan baik klien-klien, Anda.Dan saya mohon pamit dulu. Terima kasih atas waktunya." Aku mengabaikan semua ucapannya yang mengarah tentang kami.Selesai bicara aku melangkah ke pintu, tapi lengan itu menarikku dan hampir saja membuatku terjatuh. Dia bisa menahan tubuhku hingga kami begitu dekat. Bahkan aku bisa merasakan dadanya yang bergemuruh."Pak, saya akan bayar Anda pakai uang. Bukan dengan tubuh saya. Mentang-mentang saya calon janda, tapi saya bukan janda murahan." Kulepaskan dekapannya dan aku melangkah cepat keluar ruangan.Di lorong kantor aku melangkah anggun meski telah hancur lebur dan nyaris tumbang. Tersenyum pada staf di sana yang menyapaku.Dari mana aku mendapatkan kekuatan ini. Dari mana aku bisa bersikap seperti ini? Ya Allah, inilah yang aku inginkan. Tidak muluk-muluk. Aku bisa membela diriku sendiri. Aku tidak ingin secerdas mama dan dua kakakku yang akhirnya menjadi manusia jumawa. Aku ingin seperti ini. Tahu apa yang harus aku lakukan.Walaupun menjadikan dia pengacaraku memiliki resiko yang besar. Bisa jadi dia akan mempersulit perceraian kami, membuang berkas itu, atau tidak menanganinya sama sekali. Tak mengapa, yang penting dia tahu kalau aku juga bisa membuat keputusan untuk langkahku. Tapi untuk mempersulit itu jelas tidak mungkin. Dia pasti senang jika aku ingin bercerai. Secara leluasa, Mas Yoshi bisa bersama lagi dengan mantan dan anaknya."Maaf, Bu Anastasya. Silakan duduk dulu." Seorang security di depan menghadang langkahku. Bahkan tangannya memegang kuat handle pintu kaca."Kenapa, Pak?" tanyaku heran."Bapak yang meminta saya agar Ibu mau menunggu beliau."Akhirnya aku mundur dan duduk di sofa. Daripada ribut dan menjadi pusat perhatian staf dan beberapa tamu di loby kantor.Tak lama berselang, lelaki gagah itu muncul menghampiriku. Baru saja meraih tanganku, asisten pribadinya mengejar. "Pak, ada telepon dari Multi Finance. Mereka akan sampai kantor kira-kira lima menit lagi.""Kamu temui mereka. Saya mau keluar."Kupikir Mas Yoshi hendak menemui tamunya, tapi dia justru mengandengku keluar kantor."Mau ke mana, Mas. Kamu lagi kerja, loh."Tanpa menjawab pertanyaanku, Mas Yoshi membuka pintu mobil. "Masuklah, kita perlu bicara."Mobil melaju di jalan kota Pahlawan. Beberapa saat lamanya kami dalam diam. Rupanya dia hendak membawaku pulang ke rumah."Mas, aku berhenti di halte depan sana saja," kataku."Kenapa sih denganmu?""Nggak usah menutupi apa yang kamu lakukan di belakangku, Mas. Selama ini siapa yang Mas prioritaskan. Bukan aku. Memang setiap hari Mas pulang, tapi sebelum pulang aku tahu Mas ke mana?""Aku punya Ayunda. Aku pergi ke sana untuk dia. Jangan salah paham.""Dan sesering itu? Apa setelah bercerai setiap orang tua akan melakukan itu. Bertemu setiap hari dan mengabaikan bahwa di rumah juga ada pasangan barunya.""Kamu salah paham, Nastasya."Lucu. Begini salah paham katanya."Aku tahu kok, Mas menyesal bercerai dengan Mbak Mayang. Ternyata dia nggak berselingkuh. Kalau kalian masih saling mencintai, aku ikhlas kok, Mas. Urus saja perceraian kita dengan cepat. Mas, bisa balikan lagi dan menebus rasa bersalah."Kenapa aku nggak cari pengacara lain? Karena aku ingin Mas sendiri yang menyelesaikan urusan kita. Biar nggak diketahui orang lain. Biar mereka tahunya setelah kita sah bercerai. Jangan bawa aku pulang. Aku nggak ingin pulang. Aku sudah pergi dari sana, aku nggak akan kembali."Pada saat itu ponsel Mas Yoshi yang ada di cup holder berdering. Jelas kulihat kalau nama Mbak Mayang tertera di sana. Untuk apa jam kerja begini dia menelepon. Apa urusan anak lagi? Memang perlu bertanggungjawab pada anak-anak meski sudah bercerai. Tapi apa harus sejauh ini. Apa perempuan itu tidak tahu bagaimana menjaga perasaan pasangan mantannya. Dia perempuan terpelajar, loh."Mas, turunkan aku di depan saja."Mas Yoshi tidak menanggapi. Mobil terus melaju di kepadatan l
(Bukan) Istri Pilihan- Bangkit, Nastasya Author's POV"Papa, sembunyikan di mana Nastasya? Bisa-bisanya Papa mendukung dia untuk cerai?" Bu Mega sewot malam itu. Sepulangnya sang suami dari mengantarkan Anastasya."Papa nggak nyembunyiin Sasa. Dia nggak melakukan salah apa-apa kenapa harus disembunyikan. Kayak residivis saja. Sasa hanya butuh tempat untuk berlindung dan menenangkan diri.""Pantesan dia besar kepala karena Papa mendukungnya. Papa, memfasilitasi Nastasya menggugat cerai Yoshi, kan?"Pak Bastian menarik napas dalam-dalam. Tiga puluh dua tahun ia menikahi Bu Mega. Luar dalam semuanya dia sangat paham. Kalau ada reward untuk suami paling sabar. Dia lah yang akan memegang pialanya sepanjang zaman.Siapapun yang paham bagaimana rumah tangga mereka, mengatakan Pak Bastian lelaki paling nerimo dan sabar. Kalau lelaki lain, Bu Mega pasti sudah ditinggalkan sejak dulu. Kurang sabar apa dia sebagai suami. Malah ada yang bilang, Pak Bastian ini type suami yang berada di bawah ke
Iseng aku membuka akun media sosial yang kubuat dengan nama samaran. Dan ... wow, ini membuatku terkejut. Ternyata postingan cup cake waktu itu mendapatkan respon yang luar biasa. Bahkan follower-ku naik drastis. MasyaAllah. Berbagai komentar positif memenuhi postingan. Banyak yang memuji karena sebagai orang yang belajar secara otodidak, aku bisa membuat karya yang lumayan.Begini saja sudah sangat membahagiakan. Aku kembali bangkit dan menuju pantry. Menyiapkan masakanku tadi untuk kufoto. Setelah mengganti wadah yang lebih bagus, aku mengambil gambar dari segala sisi sampai aku merasa puas dan sempurna. Kembali ku-upload foto masakan itu. Sekarang aku tahu caranya untuk bahagia. Aku tersenyum, lantas masuk kamar. Persiapan untuk mandi, agar aku tidak terlewat untuk melihat sunset di balkon apartemen sore ini. Sesuatu yang sekarang menjadi kebiasaanku sehari-hari.Ketika tengah wudhu setelah selesai mandi, aku baru ingat. Sejauh ini aku belum absen salat. Kenapa aku tidak menstrua
(Bukan) Istri Pilihan - Morning Sickness Anastasya's POV Kenapa dia mau menundanya. Bukankah lebih cepat selesai, lebih baik. Apa yang Mas Yoshi inginkan sebenarnya?Apa dia mendapatkan tekanan dari orang tuanya yang merupakan teman terbaiknya mama, agar tidak bercerai. Ah, mereka tahu apa tentang pernikahan ini. Dari luar tampak baik-baik saja, tapi mereka tidak tahu bagaimana aku menahan ini sekian lama.Kadang lihat pasangan tersenyum pada teman perempuannya saja sudah membuat hati terasa tercubit. Lalu bagaimana denganku. Meski semuanya karena alasan anak. Apa yang mereka lakukan bukan kategori perselingkuhan? Apa aku kurang sabar, kurang pengertian? Okelah, mungkin mereka menganggapku memang seperti itu. Tapi aku tahu sampai mana kekuatanku. Lihatlah tanpa batasan waktu, mereka dengan leluasa saling berkomunikasi. Terus apa aku harus tetap diam, seolah tidak punya harga diri."Hei, kok melamun?" tegur ibu yang membuatku kaget."Apa alasannya dia menunda sidang, Bu?""Mungkin
Tak terasa air mataku menetes. Rumitnya hidupku. Aku tidak bisa membenci papa yang telah menduakan mama, tapi aku juga tidak bisa membenci ibu yang telah menjadi wanita kedua. Bu Eri yang selalu ada untukku selama ini. Beliau sangat tulus.Di duakan. Empat tahun ini aku merasakan itu semua. Aku diberi nafkah lahir batin, tapi hanya sekedar pemenuhan tanggungjawab Mas Yoshi pada seorang istri. Sakit bukan? Apa ini yang juga dilakukan papa pada mama?"Kamu baikin simpanan papamu, apa kamu nggak tahu bagaimana sakitnya hati mama kandungmu sendiri?" teriak mama suatu hari.Ingin rasanya kujawab. "Kenapa Mama bertanya seperti itu? Apa Mama juga tahu bagaimana rasanya menjadi anak yang selalu disisihkan." Namun kalimat itu hanya menyekat di tenggorokan. Meski separah apapun dia memakiku, aku tidak pernah balik menjawab. Disaat seorang laki-laki tidak mampu menunjukkan jati dirinya dihadapan istri sendiri, tidak punya kuasa membuat keputusan, lalu apa bisa disebut masih memiliki harga diri?
(Bukan) Istri Pilihan - Patah Hati Author's POV"Apa maumu, Yosh?""Pa, izinkan saya bertemu dan bicara dengan Nastasya.""Apa yang ingin kamu bicarakan. Sudah cukup kamu tidak peka dengan perasaannya selama ini. Lepaskan dia, biar Sasa melanjutkan hidupnya tanpa kamu. Saya memang bukan lelaki yang baik, Yoshi. Saya bukan suami yang bisa dibanggakan. Tapi sebagai seorang ayah, saya tidak ingin anak saya dikhianati. Kehidupan kamu berbeda dengan kisah rumah tangga saya. Dan Sasa terlalu baik untuk kamu duakan."Saya tidak berkhianat, Pa," sangkal Yoshi."Yang saya lihat baru saja, itu bukan kebohongan, kan? Mantanmu datang bersama anakmu. Dan saya yakin, ini bukan yang pertama kalinya. Saya paham mengenai tanggungjawab kamu pada anak. Tapi cerita kalian memang berbeda dan sudah tidak sewajarnya. Kamu tidak memikirkan bagaimana perasaan anak saya. Anak saya yang sekarang menjadi istri sah kamu. Oke, kamu tidak berkhianat. Tapi ini apa namanya?" Pak Bastian murka. Kala itu Mayang dan A
Aku mulai enjoy dengan kesendirian ini. Aku lebih bersemangat demi anak. Kelak dia akan mengenal ibunya dengan sebuah kebanggaan.Tidak pernah aku absen dari kursus memasak. Aku selalu datang tepat waktu, naik taksi langganan yang menjadi akomodasi dari apartemen ke Celi Culinary Education.Seperti pagi itu, saat aku turun dari taksi. Pemilik mobil putih susu membunyikan klaksonnya. Aku yang terkejut hanya memandangi hingga mobil menjauh. Sepertinya dia pria yang ramah. "Pria langganan katering itu seorang dokter loh, Nas. Keren. Masih single pula tuh." Mbak Aci memberitahu.Aku melangkah memasuki ruang kelas. Di sana baru aku yang datang. Beberapa dari mereka adalah ibu-ibu yang masih disibukkan dengan anak kecilnya. Jadi selalu datang terlambat beberapa menit. Tapi ada juga yang datang membawa anak.Hari itu kami belajar menu olahan ikan laut. Udang pete tauco. Ah bikin ngiler saja. Di rumah aku jarang sekali masak udang, karena Mas Yoshi alergi. Kalau kepengen hanya masak sedikit
(Bukan) Istri Pilihan - Sidang Kedua Author's POV Yoshi bangkit dari duduknya dan mencium tangan Pak Bastian, sebelum mertuanya duduk."Maaf, kalau kamu lama menunggu," ucap lelaki berkacamata itu. "Nggak apa-apa, Pa."Jelas dia dikecewakan karena anaknya disakiti, jelas dia akan menuntut dan marah pada sang menantu, tapi kata maaf tetap di ucapkan mengingat terlambat datang. Sikap yang diturunkan pada Anastasya. Wanita itu selalu berucap maaf meski kesalahannya tidak seberapa. Sedikit-sedikit minta maaf dan mengucapkan terima kasih. "Papa, mau minum apa?""Teh hangat."Yoshi memanggil seorang pelayan untuk memesan dua gelas teh hangat."Kamu sudah menerima surat panggilan sidang kedua?" tanya Pak Bastian.Yoshi mengangguk."Jangan dipersulit lagi. Biar permasalahan kalian lekas selesai. Kamu bisa melanjutkan hidupmu begitu juga dengan Anastasya." Pak Bastian bicara dengan nada tenang, tidak meledak-ledak seperti di kantor Yoshi kemarin. Di mana ia berpapasan dengan Mayang dan A
Baru tiga menit memejam, pintu kamar perlahan terbuka. Lidia muncul dari sana. Agung kembali duduk."Kutelepon nggak kamu angkat tadi," ujar Agung. "Aku lagi meeting, Mas. Selesai meeting kutelepon nomer Mas nggak aktif. Aku telepon rumah, katanya Mas sudah pulang." Lidia menjelaskan seraya melepaskan blazer yang dipakainya."Ponselku kehabisan baterai tadi."Agung menarik lengan istrinya supaya duduk di dekatnya. "Aku mau mandi dulu, Mas. Terus nyiapin pakaian. Setelah Lili pulang ngaji kita langsung berangkat, kan?""Iya. Kalau gitu kita mandi bareng.""Jangan. Biasanya Lili nyelonong masuk setelah pulang ngaji. Mas, duluan saja yang mandi. Biar aku nyiapin pakaian." Lidia membuka lemari. "Aku sudah bilang ke mbak yang nganterin Lili ngaji. Kita akan ngajak dia staycation sore ini," kata Agung sambil melepaskan kancing kemeja."Kenapa ngajak si mbak, Mas?""Aku sudah booking dua kamar. Tidak mungkin kita biarkan Lili tidur sendirian, kan?"Lidia diam sejenak. "Mas, memang nggak
(Bukan) Istri Pilihan - Cinta yang Indah Author's POVMobil Agung langsung masuk ke dalam carport rumahnya. Hujan masih deras mengguyur malam. Mereka turun. Agung membuka pintu samping yang terus terhubung dari area carport ke ruang keluarga.Masuk ke dalam suasana rumah sepi. Ruang tamu hanya ada lampu malam yang menyala. Setelah mengunci pintu, ia menggandeng tangan istrinya menaiki tangga. "Mbak ART ke mana, Mas?" tanya Lidia sambil melangkah di samping suaminya."Aku suruh pulang sore tadi. Selama tiga hari dia nggak akan ke sini. Kita habiskan waktu tiga hari hanya berdua saja," jawab Agung sambil memandang sang istri. Tatapannya begitu jahil dan menyiratkan rencana besar dalam benaknya.Lidia bisa menangkap apa yang akan terjadi tiga hari ke depan. Siap-siap saja kalau ia akan dibuat tak berdaya oleh Agung.Mereka berdua masuk kamar. Agung mengunci pintu. Meski tiada sesiapa di sana, ia tidak ingin dibuat was-was. Kamar menguarkan wangi vanila, aroma kesukaan Lidia. Harumny
Usai makan malam, Pak Bastian, Bu Mega, Lidia, dan Agung duduk di ruang keluarga. Sedangkan Lili sedang belajar bersama guru lesnya di ruangan lain yang biasanya digunakan juga untuk bersantai karena langsung menghadap ke taman samping yang ada miniatur air terjun di sana."Papa dan mama merestui kalian berdua jika ingin rujuk. Segera menikah, sama-sama saling mendukung dan memperbaiki diri. Menjadi orang tua yang bisa jadi panutan anak kalian. Tapi papa menyarankan, Agung tetap mengajak Lidia untuk menemui kedua orang tuamu. Minta restu apapun tanggapan mereka. Yang terpenting pada orang tua, jika nggak ingin bertemu keluarga yang lain.""Bener apa kata papamu. Kalian berdua tetap harus menemui kedua orang tuamu, Gung." Bu Mega setuju dengan pendapat sang suami. Apapun tanggapan mereka, yang terpenting tetap meminta restu."Kapan rencana kalian akad nikah?" tanya Pak Bastian."Minggu depan, Pa," jawab Agung spontan. Membuat Lidia menatapnya karena kaget. Sebab mereka belum membahas t
(Bukan) Istri Pilihan - Akad Nikah Author's POV"Beneran kamu mau rujuk sama Lidia? Kamu nggak dengar mama bilang apa sama kamu?"Agung masih diam mendengarkan kemarahan sang mama, saat ia memberitahu akan rujuk dengan Lidia. Sedangkan -Pak Ringgo- papanya diam menatap layar televisi yang menampilkan acara berita."Kenapa kamu keras kepala? Sedangkan keluarga sudah sepakat dengan perjodohanmu dan Grace.""Sejak awal aku nggak setuju dengan rencana, Mama. Aku hanya akan menikah lagi dengan Lidia. Kami punya Lili, Ma. Keluarga setuju atau pun tidak, aku akan kembali menikahi Lidia."Bu Ringgo menatap marah pada putranya. "Mengenai Lili, kamu kan masih bisa menemuinya. Atau ambil dia dan ajak tinggal bersamamu."Tidak semudah itu. Apa mamanya pikir, Lidia akan diam saja kalau Lili diambil darinya?"Kamu nggak ingat apa yang terjadi dua tahun kemarin? Kita harus menanggung malu atas semua yang terjadi," lanjut Bu Ringgo."Itu salahku, Ma," bantah Agung. "Bahkan keluarga Lidia yang telah
"Mas mau meeting di kantor papa nanti jam dua. Makanya mas mampir pulang dulu." Yoshi mengusap pipi Yasha dan mengecupnya. "Yusa, mana?""Barusan tidur.""Kamu belum makan?" Yoshi memandang piring yang masih berisi penuh di atas nakas."Belum. Mau makan keburu Yasha nangis."Yoshi mengambil piring. "Mas suapi."Anastasya makan dari tangan Yoshi hingga makanan di piring tandas. Yasha kembali terlelap dan ditidurkan di atas tempat tidur. Untuk sementara ini kedua anaknya memang tidur di pisah. Khawatir akan saling ganggu jika salah satunya terbangun lebih dulu."Mas, mau makan apa sholat zhuhur dulu?" Anastasya bangkit dari duduknya."Mas sudah sholat sebelum masuk kamar tadi.""Ya udah, kalau gitu aku ambilin makan dulu." Anastasya keluar kamar dan kembali dengan nasi, lauk, potongan buah semangka, dan minum di nampan."Makasih, Sayang." Yoshi mengecup kening istrinya. Kemudian duduk di karpet ditemani Anastasya."Besok mas ada seminar tiga hari di Malang.""Nginep?" tanya Anastasya un
(Bukan) Istri Pilihan - Kita Akan Menikah Author's POVLidia bangkit dari duduknya sambil membenahi ikatan kimononya. "Aku nemui Sinta dulu, Mas. Ada hal penting yang akan kami bahas." Selesai bicara Lidia langsung keluar kamar. Sedangkan Agung bangkit dari duduknya dan berdiri di dekat jendela kamar. Menatap langit kelabu di atas sana.Sinta berdehem ketika Lidia masuk ke ruang kerja papanya. Ruangan yang lumayan luas. Ada meja panjang dengan kursi-kursi yang mengitarinya. Juga ada layar proyektor di sana. Biasa digunakan untuk meeting dadakan jika ada sesuatu yang harus dibahas segera."Pasti kamu mikir yang enggak-enggak tadi," ucap Lidia sambil duduk di depan adiknya.Dengan gaun se*si, tipis, dan dibalut kimono luarnya, rambut diikat asal-asalan dan terkesan semrawut, belum lagi wajah dan leher yang basah berpeluh, otomatis pikiran Sinta sudah terbang ke mana-mana. Apalagi jika ingat bagaimana Agung begitu agresif belakangan ini. Mereka manusia dewasa yang pernah hidup bersam
Sambil nyetir, Agung memperhatikan Lidia yang ketiduran bersandar pada jok. Wanita itu tidak bisa menahan kantuknya. Terbesit pula pikiran konyol ingin membawa Lidia pulang saja ke rumah mereka. Sampai mobil berhenti di depan pagar rumah, Lidia tidak terbangun. Akhirnya Agung pun bersedekap dan memejam, karena sudah ngantuk berat. Keduanya sama-sama tertidur hingga azan subuh berkumandang. Lidia yang terbangun lebih dulu, kaget dengan posisinya yang ternyata masih di dalam mobil. Di sebelahnya Agung masih lelap. Kenapa ia tidak dibangunkan ketika mereka sampai?"Mas." Lidia mengguncang pelan lengan mantannya.Dua kali panggilan, Agung membuka mata. Laki-laki itu menegakkan duduknya."Sudah subuh. Kenapa tadi malam mas nggak bangunin aku?""Kamu pules banget tidurnya."Lidia mengambil ponsel dari dalam tas, kemudian menelepon salah satu ART supaya membuka pintu pagar. Tak lama pintu pagar terbuka perlahan secara otomatis."Mas, aku turun dulu, ya. Hati-hati kalau nyetir," pesan Lidia
(Bukan) Istri Pilihan - Menikahlah Denganku Author's POVSuasana bahagia di restoran hotel sejam yang lalu berubah menjadi ketegangan di bangsal rumah sakit. Di akhir acara, Anastasya membisiki sang suami kalau perutnya terasa mulas tak tertahankan. Tanpa banyak bicara, Yoshi pamitan membawa Anastasya ke rumah sakit dan semua keluarga mengikuti. Sampai di rumah sakit sudah bukaan dua ketika diperiksa oleh bidan yang berjaga. Pak Bastian, Deny, Sinta, membawa anak-anak pulang. Sedangkan yang tinggal di rumah sakit, Yoshi, Bu Mega, Lidia, dan Agung. Jarak setengah jam kemudian Bu Nana dan Pak Yudi datang.Yoshi gelisah menemani Anastasya yang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Ia ingat saat sang istri melahirkan anak pertama mereka waktu itu. Begitu menegangkan karena keadaan Anastasya yang sedang down. Malah sempat berwasiat pula pada kakaknya yang nomer dua. Semoga kali ini tidak ada drama lagi. Sekarang ini Yoshi menyarankan cesar, tapi Anastasya memilih lahiran pervaginam.
Bu Mega meninggalkan ruangan putrinya. Dia tidak bisa memaksa Lidia harus mengubah keputusannya. Biar putri sulungnya itu membuat keputusan sendiri. Walaupun sebagai nenek, ia sangat kashian pada Lili. Sebab dulu ia bertahan dengan rasa sakit demi melihat anak-anaknya tetap memiliki keluarga yang utuh. Sosok ayah yang ada untuk mereka. Broken home efeknya sangat luar biasa untuk psikologi seorang anak.Setelah sang mama pergi, Lidia membuka map yang diletakkan asistennya di atas meja. Namun jujur saja, pikirannya tidak bisa berkonsentrasi. Adakalanya ia ingin bisa hidup seperti kedua adiknya atau wanita lain di luar sana. Lifestyle yang sangat balance dan no overwork. Tapi kesendirian membuatnya gila kerja untuk menghilangkan kesepian.Sepertinya dialah penerus jejak nasib mamanya. Karena perselingkuhan papanya, sejak awal Lidia sudah dipersiapkan sang mama untuk menjadi wanita kuat, tangguh, dan mandiri. Persis seperti masa muda sang mama. Hanya saja, mamanya hidup dalam keluarga tan