(Bukan) Istri Pilihan - Kangen Author's POV"Kamu nggak cerita pun, mama tahu," ujar Bu Nana lagi.Yoshi masih diam. Dari mana mamanya tahu coba? Jelas saja dia tidak mungkin mengungkap apa yang terjadi kala itu. Sungguh memalukan bukan. Meski mama dan papanya kerap memberikan s*x education padanya dan Yoga ketika mereka beranjak remaja. Jadi membicarakan tentang hal itu bukan hal tabu dan memalukan. Mereka menyikapi sangat bijaksana sebagai bentuk pendidikan, supaya anak-anaknya tidak terjerumus pergaulan bebas. Dan Yoshi tidak terjerumus, tapi salah menentukan pilihan."Perempuan model kayak Mayang ini sudah bisa ditebak. Mama sudah berhadapan dengan banyak anak gadis, banyak karyawan. Mama bisa tahu mana perempuan baik-baik dan mana yang bukan. Mana yang ori dan mana yang nggak bisa jaga diri." Mulailah Bu Nana merepet sepanjang perjalanan. Yoshi terpaksa harus mendengarkan sambil fokus pada kemudi.Sang mama sampai ngomel-ngomel mengungkit kisah lamanya sebagai bentuk rasa kekec
Tangis Mayang makin kencang. Dia menunduk membekap mukanya dengan kedua tangan. Dia tidak sanggup menceritakan perbuatan hina itu pada orang tuanya. "May, kamu masih bisa bicara, kan?" Pak Hadi melotot tajam pada putrinya. Untung saja dia tidak ada riwayat sakit jantung. Jadi masih aman dikala harus menerima kenyataan pahit ini.Mayang masih bungkam. Pak Hadi ganti memandang istrinya. "Ini hasil didikanmu, Ma. Ini akhibat kamu memanjakan mereka dan selalu membela jika papa menasehati dan marah atas kekeliruan May dan Mita."Bu Hadi pun tidak bisa membantah, karena apa yang diucapkan suaminya itu benar."Jawab siapa laki-laki itu?" Pak Hadi tidak akan berhenti jika belum mendapatkan jawaban."Dia laki-laki yang sudah menikah, Pa," jawab Mayang disela isaknya. Menunduk tidak berani menentang mata papanya.Pak Hadi beristighfar berulangkali sambil mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya. Harga diri seorang ayah, tercabik-cabik oleh perbuatan putrinya. "Kalian benar-benar menjijikk
(Bukan) Istri Pilihan - Malam Penuh Kejutan Author's POVYoshi berjongkok dan merentangkan kedua tangan untuk menyambut Ayunda yang berlari ke arahnya. Gadis kecil itu memeluk erat penuh rindu pada sang papa. Anastasya yang memegangi stroller ikut terharu.Kebetulan Yoshi sendiri sangat sibuk seminggu ini, jadi tidak punya waktu untuk mengunjungi Ayunda di sekolahnya. Dia juga tidak lagi berkomunikasi dengan Mayang. Jika bertanya kabar, akan menelpon Pak Hadi."Maaf, ya. Papa sibuk jadi nggak bisa nemui Ayun," ucap Yoshi setelah mencium pipi putrinya."Ayun kangen sama Papa, Tante, dan Yusa." Gadis itu menyalami Anastasya, kemudian menciumi Yusa yang langsung ngoceh bertemu kakaknya. Tampak bayi laki-laki itu pun kangen dengan sang kakak.Di ujung sana, Mayang seolah kehilangan muka. Mematung dan susah untuk menggerakkan kaki. Rona wajahnya sudah merah padam. Bersembunyi tidak mungkin, lari juga mustahil. Jalan satu-satunya menebalkan muka dan menghampiri mereka."Sini, Ma!" panggil
Anastasya ikut masuk ke arena permainan anak-anak yang penuh sesak malam itu. Sedangkan Mayang menunggu sendirian di bangku logam dekat pagar koridor. Menjadi saksi kebahagiaan sang mantan di dalam sana. Yoshi memegangi Yusa yang main seluncuran. Memang Yoshi seperhatian itu pada anak.Sekarang bagi Mayang yang tersisa hanya penyesalan. Kenapa masih juga terbawa pergaulan bebas, padahal ia sudah bersuamikan lelaki seperti Yoshi. Pria yang mati-matian memperjuangkan agar dirinya bisa diterima oleh orang tua Yoshi. Namun kenapa dirinya begitu tolol dengan bermain api di luar. Demi lelaki yang butuh having fun saja, dia kehilangan Yoshi.Sementara di dalam, Yoshi dan Anastasya bahagia melihat anak-anak ceria. Masa kecil yang kelak akan mereka rindukan setelah dewasa nanti. "Aduh!" Ayunda terpekik lirih saat bertabrakan dengan seorang anak perempuan kecil berbaju corak kembang-kembang. Yoshi menoleh dan Anastasya menghampiri Ayunda. "Kalian nggak apa-apa?" "Nggak, Tante," jawab Ayunda
(Bukan) Istri Pilihan - RujukAuthor's POV "Tunggu mama di sini," ucapnya pada Ayunda. Mayang pun keluar dari mobil. Menghampiri Dante yang melangkah ke arah mobil yang hanya berjarak tiga kendaraan dari mobilnya Mayang."Bisa kita bicara sebentar." Laki-laki itu menoleh sejenak, kemudian membuka pintu mobil dan mendudukkan anaknya di sana. Lantas berhadapan dengan Mayang yang berdiri menunggu.Sejenak keduanya terjebak kebekuan, karena sesungguhnya memiliki pemikiran yang sama. Mayang jelas sudah tahu kalau Dante ayah biologisnya Ayunda, sedangkan Dante bisa menduga kalau Ayunda itu anaknya. "Kamu masih ingat apa yang pernah kita lakukan delapan tahun yang lalu?" Mayang lebih dulu membuka suara. Walaupun sebenarnya takut memulai percakapan dengan Dante."Kamu ingin bilang kalau anakmu bukan anaknya Yoshi?"Mayang spontan mengangguk. Dante terkesiap. Walaupun sebenarnya sejak tadi ia sudah bisa menduga, ketika melihat kemiripan anaknya dan anak Mayang."Boleh aku tanya sesuatu?" t
Malam kian larut, Dante masih duduk bersandar di sofa ruang keluarga. Pikirannya semrawut sejak pulang dari mall. Ternyata apa yang dilakukannya dengan Mayang dulu, meninggalkan jejak yang tidak terhapuskan sepanjang hidup. Diusap wajahnya dengan kasar. Jujur saja ia takut kalau rahasia besar itu akan terungkap di hadapan keluarga. Terutama diketahui istrinya. Dante tidak ingin kehilangannya. Perempuan yang menemaninya merintis karir, wanita yang dengan tulus merawat ibunya ketika masih hidup. Semoga Mayang menepati ucapannya yang tidak ingin mengusik hidupnya dengan membongkar rahasia kelam mereka. Dante tidak akan pernah siap menghadapi semua itu. Dia termenung hingga lewat tengah malam. Baru masuk kamar menjelang subuh tiba."Mas, ada masalah di kantor? Kulihat sejak pulang dari mall, Mas gelisah saja," tegur Aida, istri Dante yang sedang meladeni sarapan pagi itu."Nggak ada, Dek. Hanya masalah biasa sebenarnya.""Syukurlah. Aku pikir ada masalah serius. Oh ya, hari ini aku ada
(Bukan) Istri Pilihan - Khawatir Author's POV "Maaf, kalau nunggu lama." Mayang meletakkan tas di atas meja, lantas duduk di depan Dante.Laki-laki itu mengajak ketemuan Mayang di sebuah kafe yang tidak jauh dari kantor mereka, sepulang kerja."Mau minum apa?" tanya Dante."Aku nggak minum. Lagian aku nggak bisa lama. Aku harus sampai di rumah sebelum Ayunda dijemput sama Anastasya.""Siapa Anastasya?""Istrinya Mas Yoshi. Mereka nggak mempersalahkan walaupun tahu Ayunda bukan anak biologis Mas Yoshi." Mayang diam sesaat. "Aku malu, serasa nggak punya muka dihadapan mereka. Namun aku juga bersyukur dan berterima kasih, mereka tidak merubah perhatiannya pada Ayun. Jadi Ayun nggak kehilangan sosok ayah. Karena yang ia ketahui ayahnya ya Mas Yoshi."Dante terdiam mendengar perkataan Mayang. Ia bisa merasakan apa yang tengah dialami wanita di hadapannya. Tentu ini tidak mudah bagi Mayang. Dante menunduk mengingat wajah Ayunda yang sangat mirip dengan anaknya."Siapa nama anakmu?" tanya
"Mama, Ayun sudah dijemput Tante." Gadis kecil itu berkata sambil menyalami Mayang. Wajahnya berbinar senang karena bisa berakhir pekan di rumah papanya."Jangan nakal, ya." Mayang mencium pipi Ayunda.Anastasya menghampiri Pak Hadi yang muncul di pintu dan mencium tangannya. "Titip cucu saya, Nak Anas.""Njih, Pak."Sampai Anastasya mengajak Ayunda pamitan, Bu Hadi tidak keluar rumah. Anastasya pun tidak menanyakan, karena mungkin saja wanita itu memang tidak mau menemuinya.Ayunda ceria di sepanjang perjalanan. Apalagi ketika Anastasya mengajaknya mampir di Hypermart untuk berbelanja. Paling banyak belanja buah terutama alpukat, karena Yoshi sama Yusa paling suka buah alpukat. "Ayun, beli dikit aja snack-nya. Besok tante bikinin cookies, ya. Lebih sehat kalau bikin sendiri. Besok tante bikin banyak yang bisa Ayun bawa pulang. "Iya, Tante. Besok bikin kukis cokelat bentuk teddy bear, ya.""Oke."Mereka berdua sibuk berjalan pelan menyusuri lorong sambil mendorong troli. Dan tak se
Baru tiga menit memejam, pintu kamar perlahan terbuka. Lidia muncul dari sana. Agung kembali duduk."Kutelepon nggak kamu angkat tadi," ujar Agung. "Aku lagi meeting, Mas. Selesai meeting kutelepon nomer Mas nggak aktif. Aku telepon rumah, katanya Mas sudah pulang." Lidia menjelaskan seraya melepaskan blazer yang dipakainya."Ponselku kehabisan baterai tadi."Agung menarik lengan istrinya supaya duduk di dekatnya. "Aku mau mandi dulu, Mas. Terus nyiapin pakaian. Setelah Lili pulang ngaji kita langsung berangkat, kan?""Iya. Kalau gitu kita mandi bareng.""Jangan. Biasanya Lili nyelonong masuk setelah pulang ngaji. Mas, duluan saja yang mandi. Biar aku nyiapin pakaian." Lidia membuka lemari. "Aku sudah bilang ke mbak yang nganterin Lili ngaji. Kita akan ngajak dia staycation sore ini," kata Agung sambil melepaskan kancing kemeja."Kenapa ngajak si mbak, Mas?""Aku sudah booking dua kamar. Tidak mungkin kita biarkan Lili tidur sendirian, kan?"Lidia diam sejenak. "Mas, memang nggak
(Bukan) Istri Pilihan - Cinta yang Indah Author's POVMobil Agung langsung masuk ke dalam carport rumahnya. Hujan masih deras mengguyur malam. Mereka turun. Agung membuka pintu samping yang terus terhubung dari area carport ke ruang keluarga.Masuk ke dalam suasana rumah sepi. Ruang tamu hanya ada lampu malam yang menyala. Setelah mengunci pintu, ia menggandeng tangan istrinya menaiki tangga. "Mbak ART ke mana, Mas?" tanya Lidia sambil melangkah di samping suaminya."Aku suruh pulang sore tadi. Selama tiga hari dia nggak akan ke sini. Kita habiskan waktu tiga hari hanya berdua saja," jawab Agung sambil memandang sang istri. Tatapannya begitu jahil dan menyiratkan rencana besar dalam benaknya.Lidia bisa menangkap apa yang akan terjadi tiga hari ke depan. Siap-siap saja kalau ia akan dibuat tak berdaya oleh Agung.Mereka berdua masuk kamar. Agung mengunci pintu. Meski tiada sesiapa di sana, ia tidak ingin dibuat was-was. Kamar menguarkan wangi vanila, aroma kesukaan Lidia. Harumny
Usai makan malam, Pak Bastian, Bu Mega, Lidia, dan Agung duduk di ruang keluarga. Sedangkan Lili sedang belajar bersama guru lesnya di ruangan lain yang biasanya digunakan juga untuk bersantai karena langsung menghadap ke taman samping yang ada miniatur air terjun di sana."Papa dan mama merestui kalian berdua jika ingin rujuk. Segera menikah, sama-sama saling mendukung dan memperbaiki diri. Menjadi orang tua yang bisa jadi panutan anak kalian. Tapi papa menyarankan, Agung tetap mengajak Lidia untuk menemui kedua orang tuamu. Minta restu apapun tanggapan mereka. Yang terpenting pada orang tua, jika nggak ingin bertemu keluarga yang lain.""Bener apa kata papamu. Kalian berdua tetap harus menemui kedua orang tuamu, Gung." Bu Mega setuju dengan pendapat sang suami. Apapun tanggapan mereka, yang terpenting tetap meminta restu."Kapan rencana kalian akad nikah?" tanya Pak Bastian."Minggu depan, Pa," jawab Agung spontan. Membuat Lidia menatapnya karena kaget. Sebab mereka belum membahas t
(Bukan) Istri Pilihan - Akad Nikah Author's POV"Beneran kamu mau rujuk sama Lidia? Kamu nggak dengar mama bilang apa sama kamu?"Agung masih diam mendengarkan kemarahan sang mama, saat ia memberitahu akan rujuk dengan Lidia. Sedangkan -Pak Ringgo- papanya diam menatap layar televisi yang menampilkan acara berita."Kenapa kamu keras kepala? Sedangkan keluarga sudah sepakat dengan perjodohanmu dan Grace.""Sejak awal aku nggak setuju dengan rencana, Mama. Aku hanya akan menikah lagi dengan Lidia. Kami punya Lili, Ma. Keluarga setuju atau pun tidak, aku akan kembali menikahi Lidia."Bu Ringgo menatap marah pada putranya. "Mengenai Lili, kamu kan masih bisa menemuinya. Atau ambil dia dan ajak tinggal bersamamu."Tidak semudah itu. Apa mamanya pikir, Lidia akan diam saja kalau Lili diambil darinya?"Kamu nggak ingat apa yang terjadi dua tahun kemarin? Kita harus menanggung malu atas semua yang terjadi," lanjut Bu Ringgo."Itu salahku, Ma," bantah Agung. "Bahkan keluarga Lidia yang telah
"Mas mau meeting di kantor papa nanti jam dua. Makanya mas mampir pulang dulu." Yoshi mengusap pipi Yasha dan mengecupnya. "Yusa, mana?""Barusan tidur.""Kamu belum makan?" Yoshi memandang piring yang masih berisi penuh di atas nakas."Belum. Mau makan keburu Yasha nangis."Yoshi mengambil piring. "Mas suapi."Anastasya makan dari tangan Yoshi hingga makanan di piring tandas. Yasha kembali terlelap dan ditidurkan di atas tempat tidur. Untuk sementara ini kedua anaknya memang tidur di pisah. Khawatir akan saling ganggu jika salah satunya terbangun lebih dulu."Mas, mau makan apa sholat zhuhur dulu?" Anastasya bangkit dari duduknya."Mas sudah sholat sebelum masuk kamar tadi.""Ya udah, kalau gitu aku ambilin makan dulu." Anastasya keluar kamar dan kembali dengan nasi, lauk, potongan buah semangka, dan minum di nampan."Makasih, Sayang." Yoshi mengecup kening istrinya. Kemudian duduk di karpet ditemani Anastasya."Besok mas ada seminar tiga hari di Malang.""Nginep?" tanya Anastasya un
(Bukan) Istri Pilihan - Kita Akan Menikah Author's POVLidia bangkit dari duduknya sambil membenahi ikatan kimononya. "Aku nemui Sinta dulu, Mas. Ada hal penting yang akan kami bahas." Selesai bicara Lidia langsung keluar kamar. Sedangkan Agung bangkit dari duduknya dan berdiri di dekat jendela kamar. Menatap langit kelabu di atas sana.Sinta berdehem ketika Lidia masuk ke ruang kerja papanya. Ruangan yang lumayan luas. Ada meja panjang dengan kursi-kursi yang mengitarinya. Juga ada layar proyektor di sana. Biasa digunakan untuk meeting dadakan jika ada sesuatu yang harus dibahas segera."Pasti kamu mikir yang enggak-enggak tadi," ucap Lidia sambil duduk di depan adiknya.Dengan gaun se*si, tipis, dan dibalut kimono luarnya, rambut diikat asal-asalan dan terkesan semrawut, belum lagi wajah dan leher yang basah berpeluh, otomatis pikiran Sinta sudah terbang ke mana-mana. Apalagi jika ingat bagaimana Agung begitu agresif belakangan ini. Mereka manusia dewasa yang pernah hidup bersam
Sambil nyetir, Agung memperhatikan Lidia yang ketiduran bersandar pada jok. Wanita itu tidak bisa menahan kantuknya. Terbesit pula pikiran konyol ingin membawa Lidia pulang saja ke rumah mereka. Sampai mobil berhenti di depan pagar rumah, Lidia tidak terbangun. Akhirnya Agung pun bersedekap dan memejam, karena sudah ngantuk berat. Keduanya sama-sama tertidur hingga azan subuh berkumandang. Lidia yang terbangun lebih dulu, kaget dengan posisinya yang ternyata masih di dalam mobil. Di sebelahnya Agung masih lelap. Kenapa ia tidak dibangunkan ketika mereka sampai?"Mas." Lidia mengguncang pelan lengan mantannya.Dua kali panggilan, Agung membuka mata. Laki-laki itu menegakkan duduknya."Sudah subuh. Kenapa tadi malam mas nggak bangunin aku?""Kamu pules banget tidurnya."Lidia mengambil ponsel dari dalam tas, kemudian menelepon salah satu ART supaya membuka pintu pagar. Tak lama pintu pagar terbuka perlahan secara otomatis."Mas, aku turun dulu, ya. Hati-hati kalau nyetir," pesan Lidia
(Bukan) Istri Pilihan - Menikahlah Denganku Author's POVSuasana bahagia di restoran hotel sejam yang lalu berubah menjadi ketegangan di bangsal rumah sakit. Di akhir acara, Anastasya membisiki sang suami kalau perutnya terasa mulas tak tertahankan. Tanpa banyak bicara, Yoshi pamitan membawa Anastasya ke rumah sakit dan semua keluarga mengikuti. Sampai di rumah sakit sudah bukaan dua ketika diperiksa oleh bidan yang berjaga. Pak Bastian, Deny, Sinta, membawa anak-anak pulang. Sedangkan yang tinggal di rumah sakit, Yoshi, Bu Mega, Lidia, dan Agung. Jarak setengah jam kemudian Bu Nana dan Pak Yudi datang.Yoshi gelisah menemani Anastasya yang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Ia ingat saat sang istri melahirkan anak pertama mereka waktu itu. Begitu menegangkan karena keadaan Anastasya yang sedang down. Malah sempat berwasiat pula pada kakaknya yang nomer dua. Semoga kali ini tidak ada drama lagi. Sekarang ini Yoshi menyarankan cesar, tapi Anastasya memilih lahiran pervaginam.
Bu Mega meninggalkan ruangan putrinya. Dia tidak bisa memaksa Lidia harus mengubah keputusannya. Biar putri sulungnya itu membuat keputusan sendiri. Walaupun sebagai nenek, ia sangat kashian pada Lili. Sebab dulu ia bertahan dengan rasa sakit demi melihat anak-anaknya tetap memiliki keluarga yang utuh. Sosok ayah yang ada untuk mereka. Broken home efeknya sangat luar biasa untuk psikologi seorang anak.Setelah sang mama pergi, Lidia membuka map yang diletakkan asistennya di atas meja. Namun jujur saja, pikirannya tidak bisa berkonsentrasi. Adakalanya ia ingin bisa hidup seperti kedua adiknya atau wanita lain di luar sana. Lifestyle yang sangat balance dan no overwork. Tapi kesendirian membuatnya gila kerja untuk menghilangkan kesepian.Sepertinya dialah penerus jejak nasib mamanya. Karena perselingkuhan papanya, sejak awal Lidia sudah dipersiapkan sang mama untuk menjadi wanita kuat, tangguh, dan mandiri. Persis seperti masa muda sang mama. Hanya saja, mamanya hidup dalam keluarga tan