Caliana merasa suhu ruangan mendadak menjadi dingin. Sementara tubuhnya tiba-tiba terasa panas. Alhasil ia hanya bisa menggigil dan mencengkeram selimutnya semakin erat.
Ia mendengar suara-suara diluar sana. Rasanya terdengar amat jauh. Namun denyutan di kepalanya membuatnya merasa sulit untuk membuka mata.
Dia sadar ketika pintu kamarnya terbuka dan seseorang melangkah masuk. Dia bahkan bisa mendengar panggilan Carina meskipun keponakannya itu memanggilnya dengan suara lirih. "Itan..?"
Caliana ingin menjawab panggilan itu, tapi entah bagaimana rasanya sulit sekali untuk mengucapkan sesuatu dari bibirnya. Ia bisa merasakan tangan dingin Carina menyentuh dahinya dan sedikit sentuhan itu membuat otot-otot di tubuhnya terasa seperti tersengat sesuatu yang membuatnya semakin menggigil. Dingin, panas dan ngilu di saat bersamaan. Belum lagi dentuman di kepalanya membuatnya semakin sulit untuk membuka mata. Dan suara langkah ka
Adskhan terdiam dalam kegelapan di ruangan kerjanya. Matanya menatap kosong kea rah luar jendela. Pikirannya menerawang jauh pada perkataan Gilang di rumah sakit beberapa jam lalu.“Sepenuhnya aku mendukung hubungan kalian jika memang kalian saling menyukai.” Ucap pria itu dengan suara yang sepertinya hanya bisa didengar oleh Adskhan. Mengingat di ruangan itu juga ada Carina dan juga Syaquilla. “Tapi semuanya tidak akan mudah bagi kalian.” Lanjut Gilang.Adskhan menatap kembaran Caliana itu dalam diam. “Ibuku bukan orang yang mudah kau taklukan.” Gilang menjelaskan. “Terlebih Caliana adalah satu-satunya wanita dalam keluarga kami.Abaikan kedua kakakku. Terlebih kakak keduaku pasti akan setuju denganku dan akan merestui hubungan kalian jika kalian memang saling mencintai. Mengenai kakak sulungku,
Caliana kembali membuka mata. Ruangannya terasa sepi. Beberapa saat yang lalu dia berhasil mengusir Gilang setelah kembarannya itu mendapatkan telepon dari rumah sakit tempatnya magang. Dan sekarang, dia hanya bisa diam sendirian, mengingat kembali percakapannya dengan Gilang.“Buka mata loe, An. Gue tahu loe gak tidur.” ucap Gilang sesaat setelah pintu kamar inapnya tertutup.Caliana benar-benar membuka mata dan melihat kembarannya itu masih duduk di kursi di sisi kirinya. Gilang membantunya menaikkan tempat tidur, bahkan dengan perhatiannya menyodorkan Caliana minuman tanpa Caliana minta. Setelahnya ia kembali duduk ditempatnya dan memandang Caliana dengan sorot penuh permintaan maaf.“Apa gue udah keterlaluan?” tanyanya lirih.Caliana tahu apa yang dimaksudkan kem
Adskhan meninggalkan Lucas setelah perbincangan alot mengenai permintaannya untuk perpanjangan waktu keberadaannya di Bandung.Ya. Ia memohon pada Lucas untuk memberikannya waktu sedikit lebih lama. Mau atau tidaknya Caliana padanya, yang jelas ia tidak boleh menyerah sebelum berusaha.Ini bukan tentang nama baik. Ini juga bukan tentang keinginan Syaquilla yang menginginkan Caliana menjadi ibu sambungnya. Ini tentang Adskhan, yang menginginkan Caliana berada di sampingnya selama sisa hidupnya.Adskhan tidak peduli jika Caliana menolaknya. Setidaknya, dia harus mencoba terlebih dahulu untuk meyakinkan gadis itu untuk menerimanya.Adskhan tidak peduli jika apa yang dikatakan Gilang nantinya menjadi kenyataan. Bahwa Adskhan harus berkonfrontasi dengan ibu Gilang dan Caliana. Selama Caliana ada di sampingnya. Selama gadis itu mengatakan 'Iya'. Dia akan berjuang—demi kebahagiaan gadis itu—mesk
Masih dalam posisi duduk dan merangkul Caliana. Keduanya kini sama-sama mendongakkan kepala memandang langit. Yang meskipun tampak terang, namun tetap tak berbintang."Seandainya," Caliana mulai bersuara. "Mama menolak Anda habis-habisan. Apa yang akan Anda lakukan?" Adskhan menoleh menatap Caliana. Tapi gadis itu sama sekali tidak menatapnya."Sejujurnya, aku sendiri tidak tahu harus bagaimana." Jawab Adskhan apa adanya. Ucapan pria itu mengalihkan perhatian Caliana. "Sejujurnya, aku tidak sepercaya diri itu, Ana." Jawab Adskhan lagi. "Mungkin aku pandai dalam urusan pekerjaan. Mungkin aku pandai memimpin karyawan. Tapi kau sendiri tahu kalau dalam urusan keluarga, nilaiku nol besar." Pria itu tersenyum sendu.Entah kenapa, melihatnya seperti itu membuat Caliana merasa iba sendiri. Caliana mengubah posisi duduknya menjadi menyamping dan memandang pria itu. "Aku gagal sebagai seorang ayah. Dan sebagai seorang anak,
Setelah sholat subuh, Caliana memutuskan untuk kembali tidur. Sementara itu Adskhan meminta izin untuk pulang sejenak ke rumahnya. Mengambil stok pakaian baru serta menjanjikan akan membawakan sarapan buatan rumah untuk Caliana nantinya. Caliana hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.Namun sekitar pukul enam pagi lewat beberapa menit, ia kembali terbangun. Awalnya ia menduga suara bunyi-bunyian yang ada di ruangan itu karena Adskhan sudah kembali. Namun dia cukup terkejut karena ternyata yang ada disana bukanlah Adskhan, melainkan kakak tertuanya."Mas?" Tanya Caliana parau. Kakaknya yang memang tengah berdiri di samping tempat tidurnya menoleh. "Kapan Mas datang?" Tanyanya lagi setelah berdeham."Baru saja." Jawab Rafka dengan santainya. Kakak tertuanya itu membantu Caliana untuk duduk. "Mana Gilang?" Tanyanya lagi."Gilang?" Caliana mengerutkan dahi. Rafka mengedikkan kepalanya ke arah sofa dim
Sore harinya, keributan itu benar-benar terjadi. Ibu Caliana datang bersama dengan kakak kedua Caliana dan juga kakak iparnya. Beruntungnya, kala itu Adskhan tak ada di tempat karena Caliana mengusir pria itu untuk pergi bekerja tak lama setelah Rafka undur diri.Caliana berusaha bersikap wajar, seolah-olah ia tidak tahu rencana apa yang tengah ibunya susun saat beliau masuk tanpa mengetuk pintu."Kenapa kamu gak bilang kalo kamu sakit?" Tanya ibunya yang seketika menghampiri nya dan memerhatikan Caliana."Ana gak apa-apa, Ma. Besok juga udah bisa pulang." Jawab Caliana datar. Kakak keduanya turut mendekat dan meraba keningnya."Kamu baik-baik aja sekarang?" Tanyanya penuh perhatian.Caliana menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Ana tahu kalo Ana anak paling cantik dan gemesin di rumah, jadi kalian panik gitu waktu Ana sakit? Padahal gak usah segitunya. Aa sama teteh gak usah re
Beberapa saat sebelum keributan di kamar Caliana terjadi.Adskhan menyelesaikan pekerjaannya secepat yang dia bisa. Ketiadaan Lucas membuat semuanya lebih rumit ternyata. Namun dia harus bisa mengontrol semuanya karena nantinya, semua ini akan menjadi sepenuhnya berada di bawah kendalinya, dan dia harus terbiasa dengan hal itu. mengingat Lucas sudah siap hengkang dari Coskun dan melanjutkan usaha yang telah dia rintis. Meskipun Adskhan membutuhkan bantuannya, tidak mungkin pula ia melarang sepupunya itu untuk berkembang. Dan disini pulalah keberadaan Erhan diperlukan, meskipun Adskhan tahu kalau minat sepupu termudanya itu bukan pada arah itu.Dan tentang Erhan? Karena minatnya yang berbeda dengan Adskhan dan Lucas, terkadang Adskhan dibuat kesal karena sedetail sedalam apapun mereka membahas tentang konstruksi, yang ada di kepala sepupunya itu malah mengenai pembukaan restoran terbaru atau siapa saja model yang aka
Caliana masih terdiam di tempatnya. Memandang kosong ke arah pintu dimana ibu dan kakak-kakaknya baru saja pergi. Inikah saatnya ujian mereka dimulai? Tanyanya dalam hati. Mungkinkah ia akan berhasil hidup sesuai dengan pilihannya, seperti apa yang terjadi pada Fathur? Ataukah ia harus berakhir dengan mengikuti keinginan ibunya seperti yang terjadi pada Rafka?Namun sebelum ia bisa menjawab pertanyaannya. Pintu kamar kembali terbuka dan menunjukkan sosok pria yang tadi menjadi pembicaraan mereka. "Lama banget sih, darimana aja?" Gilang yang melihat kemunculan Adskhan langsung berseloroh. Seolah ia dan pria itu tidak bertemu sebelumnya."Maaf. Adameetingpenting di kantor." Jawaban Adskhan lebih kepada Caliana. Caliana hanya mengangguk dan tersenyum saja."Abang, apa Ana bisa pulang?" pinta Caliana pada kakak kembarnya.Gilang mengerutkan dahi. "Kenapa? Gak betah disini? Loe mau ba
“Kenyang?” tanya Caliana dengan dahi berkerut.Adskhan dengan sengaja kembali menekankan bagian bawah tubuhnya sehingga Caliana terbelalak. “Kau tahu apa maksudku, kan?” Bisik Adskhan di telinga gadis itu sehingga mau tak mau membuat Caliana bergidik ngeri. Bibir pria itu menggodanya, mulai mengusap bagian sisi wajahnya sehingga tanpa sadar Caliana mendongak dan memberikan pria itu kesempatan untuk menjelajah ceruk lehernya yang ramping. “Bisakah aku meminta hak ku sekarang?” tanyanya dengan nada memohon.Caliana menggelengkan kepala. “Kenapa lagi sekarang?” tanya Adskhan dengan nada merengek.“Tubuhmu bau,” ucap Caliana seraya mengernyitkan hidungnya. “Pergi sana mandi.” Perintahnya seraya membalikkan tubuh Adskhan dan mendorongnya masuk ke dalam kamarnya hingga pria itu mencapai kamar mandinya.Adskhan ingin menolak, namu
Adskhan menghentikan mobilnya di luar rumah Caliana. Membuka gerbangnya dengan kunci cadangan yang sudah ia miliki sejak lama.Mobil Caliana belum beranjak dari tempatnya. Masih disana sejak kali terakhir Adskhan datang ke kediaman calon istrinya itu sebelum akhirnya keluarga Caliana melakukan pingitan pada mereka berdua.Entahlah, mungkin Caliana bisa mendengar kala pintu gerbang rumahnya dibuka atau tidak. Tapi yang jelas, istrinya itu sama sekali tidak menyambutnya karena kediaman Caliana terasa hening. Apa Gilang mengerjainya? Siapa yang tahu bahwa sebenarnya Caliana tidak benar-benar kembali ke rumahnya.Ia membuka pintu depan dan masuk dengan mengucapkan salam. Namun lagi-lagi, tidak ada yang menjawabnya. Saat Adskhan melihat pintu kamar Caliana sedikit terbuka, ia masuk ke dalamnya. Caliana tidak ada disana. Yang ada hanya koper kecil yang tadi Caliana bawa dari ruang ganti kamar hotel.&ldquo
Dengan cepat Anastasia berlari mengejar Adskhan. Wanita itu memanggil nama Adskhan berulang-ulang namun Adskhan memilih mengabaikannya. Hingga akhirnya stiletto Anastasia berhasil membawanya mendekati Adskhan. Wanita itu seketika mengulurkan tangannya dan meraih lengan Adskhan yang kemudian Adskhan tepis dengan kasar.“Adskhan, dengarkan aku. Kumohon. Aku benar-benar menyesal. Aku minta maaf.” Ucapnya dengan nada merengek. Wanita itu kembali mencoba meraih tangan Adskhan yang kemudian kembali Adskhan tepis sehingga membuat wanita itu kali ini terjatuh sampai bersimpuh di atas lantai marmer yang dingin. tak ingin kalah, Anastasia memeluk kaki Adskhan dengan kedua tangannya hingga Adskhan terpaksa menghentikan langkahnya. “Aku sungguh-sungguh minta maaf.” Ucapnya lagi dengan nada memelas. Memohon belas kasihan pria itu setelah akhirnya ia tersadar bahwa semua ucapan yang Adskhan katakan di dalam kamar tadi bukanlah perkataan main-main. “Aku.. aku&h
Ia tiba di sebuah hotel berbintang lima yang mewah yang masih berada di sekitaran Dago. Segera setelah memarkirkan mobilnya Adskhan langsung menuju ke kamar hotel yang disebutkan oleh Dilara saat ia menghubungi sepupunya itu tadi. Disana, didalam kamar mewah yang disewa mantan istrinya itu, ada ibu Adskhan, Nyonya Helena yang duduk berdampingan dengan suaminya, Sir Ahmed. Sementara Dilara, berdiri dengan pinggul bersandar pada kursi bar dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Jangan tanyakan dimana anak dan suaminya. Adskhan tebak bahwa iparnya itu sedang menunggu mereka di suatu tempat.Ketiga anggota keluarganya itu tampak menunjukkan ekspresi yang berbeda. Tentu dengan isi kepala yang berbeda pula yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin sebenarnya ada di dalam kepala Adskhan sendiri.Sementara itu, di sisi lain ruangan. Tepat di atas sofa yang memunggungi jendela, tampak dua wanita duduk bersisian. Satu Anastasia, wanita yan
Kemeriahan yang berakhir dengan perasaan kacau balau itu akhirnya selesai. Caliana kembali ke ruang ganti dengan langkah cepat yang ia bisa. Gita yang mengikutinya hanya bisa melihat sahabatnya itu dengan tatapan tanya. Apa yang terjadi pada jam-jam terakhir pesta? Itulah pertanyaan yang ada di kepalanya namun tak berani gadis itu utarakan pada sahabatnya. Padahal sebelumnya Gita melihat Caliana begitu gembira dan selalu penuh senyum setiap bertemu tamunya. Apa yang membuat ekspresi itu hilang dalam sekejap?Caliana duduk di atas kursi dengan tatapan terarah pada cermin besar di hadapannya. Para MUA sudah mulai membantu untuk melepas riasan kepalanya sementara yang lain mulai membersihkan make-up yang menempel di wajahnya. Tak lama setelahnya, Adskhan masuk dengan tatapan terarah langsung pada Caliana.“Sayang.” Panggil pria itu dengan lirih.Caliana menoleh sejenak sebelum kemudian berkata dengan pelan. &ldq
Acara demi acara berlangsung sesuai dengan instruksi dari pembawa acara.Bahagia? Tentu saja Caliana bahagia. Terlebih melihat bagaimana tingkah konyol Gita yang bahkan tak segan untuk meramaikan acara bersama Gilang dan beberapa teman kantornya yang diundang dalam acara pernikahan yang sebetulnya membuat mereka sendiri heran. Pasalnya, keabsenan Caliana di kantor pun sudah cukup mengejutkna, sekarang mereka tiba-tiba dihadiahkan dengan kabar pernikahan yang tak pernah mereka lihat tanda-tanda hubungannya.“Gue udah curiga waktu si boss datang ke nikahan gue. Taunya emang ada keju dibalik bakso ya Na.” itulah bisikan Chandra saat temannya itu datang bersama istrinya. Caliana hanya bisa tersenyum menjawab kalimat bernada tuduhan itu.Tak sampai disana. Sahabat baiknya yang juga kini sudah sah menjadi iparnya, Gisna. Kini sedang berdiri di atas panggung bersama seorang penyanyi pria yang ternyata juga diundang
Waktu berlalu begitu saja. Disela waktunya mengurus café, Caliana disibukkan dengan persiapan pernikahannya yang bisa dikatakan teramat singkat. Jika normalnya semua urusan pernikahan menjadi urusan keluarga wanita. Berbeda dengan Caliana. Dia lebih banyak membicarakan urusan pernikahan dengan ibu dan tante Adskhan. Karena sampai saat ini, ibunya masih saja menjaga jarak dan bersikap dingin padanya.Sejak saat pertunangan mereka, Caliana juga tidak pernah kembali ke kediaman Rafka. Dia lebih memilih untuk tinggal di rumahnya sendiri dan menghabiskan waktunya lebih banyak dengan Gilang, Carina dan juga Syaquilla yang belakangan lebih sering menginap di kediamannya. Sementara untuk penjembatan urusan pernikahan dilakukan oleh Gilang.Seperti saat ini. Saat Caliana, Adskhan, Carina dan Syaquilla baru saja selesai makan malam. Kakak kembarnya itu datang dengan sebuah buku catatan yang ia gulung dan ia masukkan kedalam saku celananya. Pria itu memberikan buku i
Acara selesai dengan cepat. Setelah penukaran cincin, sisanya dilakukan dengan berbasa-basi sampai semua tamu undangan bubar dan kembali ke kediaman masing-masing. Hanya tersisa keluarga inti di kediaman Caliana dan keluarga Adskhan juga semuanya sudah kembali ke rumah mereka masing-masing. Kini, Adskhan dan kedua kakak laki-laki Caliana sedang berbincang serius mengenai masalah bisnis. Sementara Gilang sudah kembali ke kediamannya karena nanti malam dia harus bekerja, dan ibunya? Wanita itu kini sedang merajuk dengan bersembunyi di kamarnya.Caliana bukannya ingin menjadi anak durhaka dan membiarkan ibunya marah terus menerus. Tapi dia hanya ingin memberikan dirinya dan juga ibunya waktu. Waktu bagi dirinya untuk merangkai kata demi meminta pengampunan ibunya. dan waktu bagi ibunya untuk tahu bahwa sudah waktunya dia membiarkan Caliana memilih pilihannya sendiri.Saat waktu hendak beranjak magrib, Adskhan memilih untuk mengundurkan diri. Tak ingin berdiam diri di ruma
Nyonya Nurma jelas memandang anak-anaknya dengan tatapan tajam. Semua orang berkonspirasi melawannya. Sekarang dia bisa apa? Bahkan si sulung yang biasanya menurut saja kini sudah mengikuti tingkah adik-adiknya.Matanya juga memandang para tamu undangan yang tampak memandang ke arah mereka. Meskipun tidak saling berbisik, jelas sekali tatapan mereka mengandung tanya. Dan Nyonya Nurma merasa dirinya sudah kalah. Telak!Sebuah senyum penuh kepura-puraan yang ditemani dengan antusiasme yang juga sama hanya sekedar sandiwara terpaksa ia tunjukan. Wanita itu mengulurkan tangannya pada pasangan tertua Levent dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke bagian dalam rumah dimana kursi-kursi yang tadinya disiapkan untuk calon menantu pilihannya dan calon besannya kini akan dikuasai oleh keluarga Levent.Sementara keluarga Adskhan yang dibimbing Rafka dan istrinya menuju kursi mereka. Nyonya Nurma menarik lengan Caliana dengan